Modul Psikologi Industri
Modul Psikologi Industri
Psikologi
Industri
Jenis-Jenis Kelompok,
Dinamika Kelompok
Informal Dan Formal
07
Teknik Teknik Industri MK10230 Novera Elisa Triana, ST,MT
Abstract Kompetensi
Modul ini meliputi penjelasan Mahasiswa dapat memahami teori-
pemahaman pengertian Jenis-Jenis teori pengertian Jenis-Jenis Kelompok,
Kelompok, Dinamika Kelompok Dinamika Kelompok Informal Dan
Informal Dan Formal. Formal.
Definisi Kelompok
Hingga saat ini belum ada keseragaman pendapat di antara para sosiolog mengenai
definisi kata “Group” (kelompok). Namun demikian ada definisi yang mungkin paling dapat
diterima, yaitu sebagai berikut (Bruce J.Cohen:1983:124) :
Dalam mengkaji kelompok, para sosiolog mengidentifisir tiga tipe kelompok sebagai berikut :
1. Katagori Sosial,
2. Kolektivitas,
3. Social Group.
ad.1. Katagori Sosial, sejumlah orang yang memiliki kesamaan karakteristik tertentu.
Contoh: orang-orang yang memiliki umur, latar belakang suku, ras, pekerjaan, jenis
kelamin yang sama, merupakan anggota-anggota kelompok (dikelompokkan) yang
berkatagori sama.
ad.2. Kolektivitas, sejumlah orang yang berkumpul secara fisik. Contoh: sejumlah
penumpang yang bersama-sama berada pada sebuah pesawat terbang, penonton
pertandingan sepak bola, orang-orang yang berbelanja di pasar dan sebagainya. Satu-
satunya identitas bersama yang dapat disebutkan di sini adalah bahwa mereka berada di
tempat yang sama pada waktu yang sama.
ad.3. Social Group, sejumlah orang yang memiliki pola interaksi tertentu yang berlangsung
secara terus menerus dan melembaga. Contoh: Keluarga, Kelompok Kekerabatan,
Perkumpulan Kedaerahan dan sebagainya.
Jenis-jenis Kelompok
ada interaksi antar anggota yang berlangsung secara terus menerus untuk
jangka waktu yang relatif lama,
Pengertian dari situasi sosial ini adalah situasi di mana terlibat interaksi sosial, yang
dapat dibedakan antara: (1) Situasi Kebersamaan (Togetherness) dengan (2) Situasi
Kelompok Sosial. Perbedaannya terletak di dalam kekuatan (intensitas) interaksi sosial yang
terjadi.
ad.1. Situasi Kebersamaan (Togetherness), diartikan sebagai hidup bersama tanpa ada
ikatan-ikatan langsung. Artinya mungkin ada interaksi tetapi tidak mendalam dan tidak
merupakan dan tidak merupakan suatu kesatuan yang utuh, meskipun ada tujuan yang
sama di dalamnya. Contohnya: orang-orang yang berkumpul di pasar, di toko-toko, di
tempat-tempat pertunjukan dan sebagainya. Mereka berada di tempat-tempat itu bukan
semata-mata untuk mengadakan interaksi, melainkan karena ada kepentingan yang sama.
Bila kepentingan ini telah tercapai, situasi kebersamaan itu akan bubar kembali.
ad.2. Situasi kelompok sosial, di dalamnya orang-orang (dua orang atau lebih) melakukan
interaksi dalam usaha mencapai tujuan bersama. Jadi bukan karena mempunyai tujuan
yang sama saja, melainkan mereka berinteraksi untuk mencapai tujuannya itu. Bahkan
sebelumnya mereka telah saling mengenal atau mempunyai hubungan yang mendalam.
Hubungannya tidak hanya berlangsung pada waktu-waktu berkumpul saja, melainkan
sudah terjadi sebelumnya.
3. Klasifikasi Kelompok
Sejalan dengan klasifikasi dari Cooley, juga ada pengertian lain yang disebut
Gemeinschaft & Gesellschaft yang diajukan oleh F.Tonnies.
Masih terkait dengan kelompok, dikenal pula penyebutan seperti; Reference Group.
Reference Group merupakan pengertian yang dipakai oleh Robert K.Merton untuk menunjuk
kepada kelompok-kelompok yang oleh seseorang digunakan sebagai patokan berprilaku.
Seseorang dapat saja merupakan anggota maupun bukan anggota dari kelompok yang
digunakannya sebagai patokan tadi. H.Turner, membagi dua tipe umum dari reference group
sebagai berikut :
ad.2. Lebih dipakai sebagai perbandingan untuk memberi kedudukan bagi seseorang
Selain itu, ada pula yang disebut Crowd, yang berarti kerumunan orang. Kerumunan
merupakan suatu bentuk kelompok sosial yang bersifat sementara, yaitu selama ada ikatan
sosial yang hadir karena adanya kepentingan atau perhatian yang sama pada waktu yang
bersamaan pula. Interaksi yang terjadi di antara mereka bersifat spontan dan tidak
membentuk struktur tertentu; ia tidak terorganisasi. Contoh untuk kelompok ini misalnya,
pembeli karcis bioskop yang sedang antri, orang-orang yang berkerumun melihat
kecelakaan dan sebagainya.
Kemudian, masih ada pula pengertian publik, yang merupakan suatu kelompok tak
terorganisir dengan jumlah anggota seringkali besar, misalnya: para pendengar suatu pidato
di lapangan terbuka, para pendengar radio/televisi dan sebagainya. Interaksi terjadi secara
tidak langsung melalui alat-alat komunikasi. Seperti, misalnya melalui surat kabar, radio,
televisi, film dan sebagainya. Alat-alat penghubung semacam tadi, mengakibatkan suatu
publik mempunyai pengikut-pengikut yang lebih luas dan lebih besar jumlahnya.
Kalau kelompok dilihat dari strukturnya, kelompok tersebut dapat dibedakan antara
kelompok formal dengan kelompok informal. Pada kelompok formal, hubungan antar
anggota bersifat resmi berdasar pada peranan-peranan yang terdapat pada struktur tersebut
yang mengandung peraturan dan hak serta kewajiban. Peraturan-peraturan tersebut pada
umumnya tertulis. Sedangkan pada kelompok informal adalah sebaliknya, tidak mempunyai
peraturan yang tegas.
Jika kelompok dilihat dari segi pola interaksinya, maka dapat dibedakan antara: (1)
interacting group, (2) coacting group dan (3) counteracting group.
ad.1. Interacting group (kelompok kerjasama antar anggota), mempunyai ciri khas yaitu
terjalinnya kerjasama yang erat antar anggota dalam rangka mencapai tujuan utama
kelompok. Dalam kelompok ini, interaksi yang terjadi antar anggota terjalin secara
fungsional, dalam arti bahwa masing-masing anggota mempunyai tugas dan dalam
menjalankan tugasnya itu saling tergantung antara satu sama lainnya. Misalnya, sebuah
group band, antara pemain bas dengan melody atau pun drum tidak bisa terlepas satu
sama lainnya dalam rangka mencapai keharmonisan suatu lagu (irama).
ad.2. Coacting group (kelompok kerja masing-masing anggota), mempunyai ciri bahwa
setiap anggotanya bekerja sendiri-sendiri tanpa kerjasama atau saling ketergantungan
dengan anggota lainnya. Masing-masing bekerja menurut kemampuan dan motivasinya,
dan yang merupakan hasil kerja kelompok adalah penjumlahan dari hasil kerja masing-
masing anggota tersebut. Contohnya, hasil dari satu team penahan adalah penjumlahan
dari skor yang diperoleh setiap anggota regunya, demikian pula bowling dan sebagainya.
Kelompok sebagai suatu sistem sosial, bisa diartikan sebagai suatu totalitas dari
bagian-bagian/ports yang saling ketergantungan secara fungsional. Sistem sosial
merupakan suatu model konseptual yang dipakai oleh para sosiolog dalam rangka
mempermudah mengkaji masyarakat.
Dalam memakai model ini, para sosiolog berasumsi bahwa masyarakat dalam
rangka mencapai “social order” terdiri dari bagian-bagian/parts yang saling ketergantungan
Sebagai contoh dari kelompok sebagai suatu sistem sosial misalnya adalah
interacting group. Persyaratan dari kelompok semacam ini antara lain ialah, harus tegas
“aturan main”(norma), peranan, fungsi dari masing-masing anggota (yang merupakan part).
Selanjutnya, harus terjadi linkage antara masing-masing anggota/bagian tersebut. Tentunya,
persyaratan tersebut di atas harus dijabarkan dari tujuan/goal kelompok tersebut dan dalam
hal ini dituntut kejelasan dari goal/tujuan itu.
Selain itu, untuk menjaga agar “mekanisme sistem” tidak terganggu, harus
diperhatikan kemampuan dari masing-masing anggota/part sehingga akan mempermudah
menempatkannya pada “posisi” dari masing-masing part tersebut. Sebab, hal ini nantinya
akan berkaitan dengan “peranan” atau “role” dari masing-masing anggota tersebut.
Kemudian, harus dimiliki unsur-unsur lain agar kelompok tersebut bisa dikatakan
sebagai suatu sistem sosial. Yaitu; belief, yang merupakan kepercayaan yang lebih
menyangkut aspek kognitif; sentimen, yaitu perasaan tertentu di antara para anggota yang
dapat mempengaruhi pola interaksinya, sentimen ini lebih menyangkut aspek efektif; sanksi,
yaitu sistem pemberian penghargaan atau hukuman yang berkenaan dengan perilaku yang
ditunjukkannya (berkaitan dengan norma); kekuasaan/pengaruh, yaitu adanya struktur
kekuasaan/pengaruh yang jelas, sehingga tidak akan terjadi kekacauan, karena tidak tahu
siapa yang mempunyai wewenang untuk mengontrol orang lain; jenjang sosial, yaitu adanya
kejelasan bagi masing-masing dan dengan telah diketahuinya jenjang sendiri dan jenjang
orang lain maka pola interaksinya akan dapat berjalan dengan tertib; fasilitas, yaitu segala
macam alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan/goal; stress & strain, yaitu
ketegangan yang timbul di dalam sistem yang berguna untuk menumbuhkan persatuan atau
pengikatan satu sama lain, tegangan ini tidak bersifat merusak dan timbul karena adanya
dorongan-dorongan dari sesama anggotanya, sehingga semakin banyak stress & strain di
dalam sistem sosial (kelompok) akan semakin kuat ikatan dari sistem sosial/kelompok
tersebut.
Kalau kita kaji mengenai teori pertukaran ini, maka dapat disimpulkan bahwa teori
pertukaran mengacu kepada adanya daya tarik dan afiliasi yang didasarkan atas interaksi
dan susunan rewardcost-result (I-RCR). Dengan pernyataan bahwa, jika menginginkan
terdapatnya daya tarik dan afiliasi, maka harus ada suatu tingkat positif yang minim. Suatu
Dalam teori ini dinyatakan bahwa seseorang tertarik pada orang lain didasarkan atas
kesamaan sikap dan nilai-nilai yang dianutnya di dalam menanggapi tujuan yang relevan
satu sama lain. Nilai-nilai dan sikap itu adalah menyangkut, misalnya agama, politik, gaya
hidup, pendidikan, wewenang, pekerjaan dan sebagainya.
Dinamika Kelompok
A. Dimensi-dimensi Proses Perkembangan Kelompok
1. Proses Pembentukkan Kelompok
Dalam garis besarnya dapat dibedakan tiga keadaan di dalam mana terjadi
pembentukkan kelompok, yakni sebagai berikut :
1. adanya satu atau beberapa orang yang dengan sengaja membentuk kelompok,
untuk mencapai suatu tujuan tertentu,
2. adanya sekumpulan orang yang mengadakan kegiatan-kegiatan bersama
sehingga secara spontan terbentuklah kelompok, di dalam mana kumpulan orang
ini berpartisipasi,
3. adanya sekumpulan orang yang mendapat perlakuan serupa dari orang lain,
sehingga terbentuklah kelompok orang yang mendapat perlakuan sama itu.
Apabila suatu kelompok telah terbentuk maka tentu ia mempunyai ciri-ciri yang dapat
menyebabkan orang-orang di luar kelompok itu berkeinginan untuk menjadi anggotanya
pula; atau sebaliknya menimbulkan dorongan untuk melepaskan diri dari kelompok.
Sehubungan dengan keinginan seseorang untuk menjadi anggota kelompok tertentu telah
banyak diajukan asumsi dan hipotesa untuk mencoba menjelaskan gejala itu.
Menurut Marvin E.Shaw (1979:83-84), ada beberapa faktor pada kelompok yang
dapat mendorong orang untuk berkeinginan menjadi anggotanya dengan harapan
mendapatkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tertentu yang meliputi :
1) daya tarik oleh orang lain di luar kelompok, yang menurut perkiraan seseorang
akan dapat didekatinya melalui kelompok itu,
2) daya tarik dari tujuan-tujuan tertentu di luar tujuan kelompok, namun diharapkan
dapat dicapai apabila ia menjadi anggota kelompok itu.
2. Status dan Peranan
Jalinan hubungan yang terbentuk antar posisi berikut segala cirinya tersebut lazim
diistilahkan dengan struktur. Jadi, pada hakekatnya, suatu struktur merupakan jalinan dari
semua unsur yang ada di dalam kehidupan kelompok. Ada tiga penyebab yang mendorong
pembentukkan struktur yang mapan di dalam kelompok, yaitu :
Interaksi sosial pada dasarnya merupakan bentuk utama dari proses sosial. Interaksi
sosial itu sendiri bisa diartikan sebagai aksi dan reaksi di antara orang-orang dalam
mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan demikian, kalau kita lihat bahwa dalam suatu
kelompok itu terdiri dari orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama, maka dalam
kelompok tersebut pasti akan terjadi suatu interaksi.
Gillin & Gillin menggolongkan interaksi sosial ke dalam dua bentuk umum (Soerjono
Soekanto:1969:200), yaitu; (1) interaksi sosial yang assosiatif dan (2) interaksi sosial yang
dissosiatif.
ad.1. Interaksi sosial assosiatif merupakan proses yang menuju pada suatu kerjasama.
ad.2. Interaksi sosial dissosiatif dapat diartikan sebagai suatu perjuangan melawan
seseorang atau kelompok orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Dengan demikian, proses interaksi dissosiatif mungkin saja berguna bagi suatu
kelompok, terutama dalam hal-hal :
Tujuan yang jelas, merupakan persyaratan utama bagi suatu kelompok. Selain
kejelasan dari tujuan, tujuan tersebut harus diketahui oleh seluruh anggota kelompok.
Sehubungan dengan tujuan ini ada beberapa kemungkinan yang terjadi pada suatu
kelompok. Misalnya, ada kelompok yang mempunyai tujuan tetapi tidak jelas. Ada kelompok
yang memiliki tujuan yang jelas, tetapi mungkin tidak relevan atau relevan dengan tujuan
anggota, dan mungkin diketahui oleh semua anggota atau hanya sebagian anggota atau
bisa saja sama sekali tidak diketahui oleh anggota. Suatu kelompok yang dinamis dilihat dari
segi tujuan adalah jika, relevan dengan tujuan anggota dan diketahui oleh semua/sebagian
besar anggota.
Untuk itu perlu diperhatikan (1) variabel yang menyangkut individu dalam kelompok dan (2)
tipe-tipe manusia dalam kelompok.
Motivasi dari luar (ekstrinsik) ditimbulkan oleh orang lain dengan cara
menyadarkan adanya kebutuhan yang harus dipenuhinya. Maka untuk
menumbuhkannya dari luar selalu dikaitkan dengan salah satu kebutuhan
manusia, apakah itu kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, harga diri atau
prestasi.
2. Attitude, dalam hal ini yang terpenting adalah sikap terhadap pekerjaan yang
dihadapi atau terhadap peranan dalam kelompok. Masing-masing anggota harus
dikembangkan sikap mentalnya agar mereka menyukai pekerjaannya.
Jika di dalam suatu kelompok semua anggota bekerja dengan baik, maka
kelompok itu akan baik pula, sebaliknya jika semua anggota bekerja
sembarangan maka kelompok itu pun akan jelek. Dari segi kepemimpinan, harus
mampu mengembangkan sikap mental anggota agar mereka menyukai
pekerjaannya. Kadang-kadang seseorang harus disanjung-sanjung agar orang
itu menjadi bangga akan pekerjaannya.
1. Upward mobile,
2. Indifferent,
3. Ambivalent.
ad.1. Manusia/anggota yang bertipe upward mobile, akan selalu bergerak ke atas atau
selalu bekerja keras atau dapat mencapai tujuan kelompok. Orang ini kurang
menonjolkan tujuan-tujuan pribadinya, lebih berorientasi kepada tujuan kelompok.
Orang semacam inilah biasanya akan menjadi pemimpin. Ia akan puas lagi jika di
samping tujuan kelompok tercapai juga tujuan pribadinya. Orang semacam ini sering
disebut “organisation man”.
ad.2. Manusia/anggota yang bertipe indifferent adalah manusia yang tidak ambil peduli.
Pekerjaan yang disuruhkan dikerjakannya juga, tetapi tidak peduli apakah
pekerjaannya itu akan berhasil atau tidak, atau dengan perkataan lain apakah tujuan
kelompok akan tercapai atau tidak. Orang ini tidak memiliki ambisi apa-apa,
sehingga tidak akan dapat menjadi pemimpin. Bahkan dia sangat tergantung kepada
pemimpin.
ad.3. Manusia yang bertipe ambivalent adalah kadang-kadang naik, kadang-kadang turun
atau angin-anginan. Kadang-kadang dia mau bekerja keras untuk mencapai tujuan
kelompok dan kadang-kadang tidak ambil peduli, tergantung dari situasinya.
Berdasarkan lima variabel yang telah dikemukakan di atas serta tipe-tipe manusia
maka dapatlah dikombinasikan. Sehingga dari kombinasi tersebut dapat dipilah-pilah
1. Sub-sub Kelompok
Dalam rangka mencapai tujuan (goal), pada suatu kelompok bisa saja terjadi
pembagian tugas/kerja yang disebar pada unit-unit/bagian-bagian/sub-sub tertentu. Kalau
dikaji berdasarkan interaksi, maka pembagian tugas/kerja pada unit-unit tersebut dalam
suatu kelompok dapat bersifat :
1. Interacting,
2. Coacting.
ad.1. Pada kelompok yang sub-subnya bersifat interacting, mengandung makna bahwa
antar sub terjadi “interaksi” yang tinggi dan terdapat saling ketergantungan antar sub-
sub tersebut. Akan tetapi pada kelompok yang semacam ini terdapat kelemahan
yaitu, jika suatu unit tidak berfungsi (karena sesuatu hal) maka hal ini akan
menggangu (secara keseluruhan) “gerak” dari kelompok tersebut dalam mencapai
tujuannya.
Guna mengatasi hal ini, dituntut kemampuan berimprovisasi yang tinggi dari sang
“leader” dalam rangka mengatasi “kemacetan” dari salah satu unit tersebut.
Selanjutnya, dituntut “kejelian” dari kelompok (leader) dalam penempatan
orang/anggota pada unit-unit tertentu (adanya kesesuaian antara kapasitas anggota
dengan unit/posisi yang ditempati). Kemudian, pada kelompok yang semacam ini
nampaknya setiap anggota harus memiliki kemampuan dasar (umum) yang sama
walaupun nantinya mereka berada pada unit yang secara fungsional tidak
sama/berbeda.
Adapun kelebihan dari kelompok semacam ini adalah solidaritas antar anggota
cukup tinggi (kesetiakawanan).
ad.2. Pada kelompok yang sub-subnya bersifat coacting, setiap unit (sub) “seolah-olah”
bekerja sendiri-sendiri tanpa adanya ketergantungan dengan unit lain. Interaksi antar
unit relatif terbatas (frekuensinya kecil). Selanjutnya, interaksi yang kompetitif antar
unit cenderung tinggi pada kelompok yang pembagian unit-unitnya semacam ini.
Segi negatif dari kelompok semacam ini adalah, nilai-nilai kesetiakawanan antar
unit/anggota di luar unitnya relatif kecil.
Derajat keterikatan anggota terhadap kelompoknya ini bisa dilihat dari serangkaian
variabel yang saling mempengaruhi sedemikian rupa, yaitu :
1. dipertahankannya keanggotaannya.
Pada satu kelompok pun, bisa terjadi gejala in-group dan out-group ini. Misalnya
pada coacting-group, yaitu kelompok yang anggota-anggotanya disebar ke dalam unit-unit
tertentu. Seperti telah dikemukakan pada bagian terdahulu (3.B.1.,mengenai Sub-sub
Dukungan kelompok ini, saya artikan sebagai kemampuan dari kelompok dalam
mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh anggota dalam rangka pencapaian
tujuan. Hal ini berkaitan dengan iklim/suasana kelompok (group-atmosphere).
1. Tegangan,
2. Kesetiakawanan,
3. Pengawasan,
4. Lingkungan fisik dimana kelompok tersebut berada.
ad.1. Tegangan, bersangkutan dengan apakah suasana kelompok itu santai (tegangan
rendah) atau terlalu serius (tegangan tinggi), kelompok yang tegangannya tidak
terlalu tinggi atau terlalu rendah akan memiliki dinamika yang tinggi.
ad.2. Kesetiakawanan, yaitu apakah kelompok tersebut para anggotanya berada pada
suasana keramahtamahan sehingga terjalin persahabatan (setia kawan) ataukah
sebaliknya, yaitu berada pada suasana yang menimbulkan pertentangan (mungkin
baik untuk counteracting-group).
ad.1. Pengawasan, yaitu apakah suasana kelompok itu berada pada pengawasan yang
longgar (permissive) atau ketat (controlled). Kelompok akan tinggi dinamikanya jika
pengawasan tidak terlalu longgar dan juga tidak terlalu ketat.
ad.1. Lingkungan fisik, yaitu keadaan lingkungan fisik dimana kelompok itu berada, atau
yang berada dalam kelompok, apakah baik atau buruk. Lingkungan fisik ini misalnya
fasilitas, sarana, biaya, ruangan, cuaca dan lain-lain.
Wijono, S. 2010. Psikologi Industri & Organisasi : Dalam suatu bidang gerak psikologi
sumber daya manusia. Jakarta: Kencana.
Ashar Sunyoto Munandar (2004): Psikologi Industri Dan Organisasi Edisi Ke-6,
Minto Waluyo (2009): Psikologi Teknik Industri Edisi Ke-1 Penerbit Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Ivancevich, John, M, Konopaske, & Matteson. 2008. Perilaku dan Manajemen Organisasi.
Jakarta : Erlangga.