Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITASMUHAMMADIYAH MAKASSAR

LAPORAN KASUS : SKIZOFRENIA PARANOID


REFERAT : ABULIA

Oleh :
Masriana Mursaling, S.Ked
10542 0563 14

Pembimbing :
dr. Hawaidah, Sp.KJ (K)

(Dibawakan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu


Kedokteran Jiwa)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019

0
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Masriana Mursaling, S.Ked


NIM : 10542056314
Judul Lapsus : Skizofrenia Paranoid
Judul Referat : Abulia

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar.

Makassar, Maret 2019


Pembimbing

dr. Hawaidah, Sp.KJ (K)

1
LAPORAN KASUS
SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. M
No. Rekam Medik : 013146
Tanggal Lahir : 6 maret 1978
Usia : 41 tahun
Alamat : Jl. Saddan Sangkaropi, Toraja
Agama : Kristen
Suku : Toraja
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pendidikan : SMK Perhotelan
Pekerjaan : Tidak bekerja
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 01 oktober 2018
Tempat Perawatan : Kenanga RSKD Dadi
Nama / No. Telp. Keluarga : Samuel (Kakak kandung) / 081341667789

LAPORAN PSIKIATRIK
Diperoleh dari alloanamnesis keluarga dan autoanamnesis dari pasien itu
sendiri.

2
II. RIWAYAT PSIKIATRI
1. Keluhan Utama
Mengamuk
2. Riwayat Gangguan Sekarang
a) Keluhan dan Gejala
Seorang pasien perempuan usia 41 tahun di bawa ke RSKD 5
bulan yang lalu oleh kakak kandungnya untuk keempat kalinya karena
mengamuk. Pasien memukul ibunya. Pasien juga menghambur-
hamburkan barang, melempar, marah-marah, bicara sendiri dan
membenturkan kepala ke tembok. Menurut pengakuan pasien ia
mendengar suara laki-laki yang menyuruhnya untuk membenturkan
kepala ke tembok, ambil pisau dan bunuh diri. Pasien mengatakan suara
itu mengikutinya kemanapun dan mengendalikannya. Saat dirumah
pasien sering tertawa sendiri, menangis dan berteriak-teriak. Pasien juga
sering merasa curiga jika ada orang kerumahnya, ia curiga bahwa orang
itu ingin berbuat jahat terhadapnya. Pasien jarang makan dan minum,
pasien juga jarang mandi. Pasien tidak rutin minum obat.
Awal perubahan perilaku dirasakan sejak tahun 1999, pasien
dirawat di RSKD, pulang dengan membaik. Pasien kadang kontrol di
poli, pasien juga kontrol di klinik waras. Pasien terakhir kontrol ±4 bulan
sebelum masuk rumah sakit yang keempat kalinya. Dari jarak 4 bulan itu,
pasien mengalami putus obat. Kemudian pasien sudah mulai gelisah,
mondar-mandir, bicara sendiri dan memukul ibunya. Sehingga pasien
diikat oleh keluarganya sampai akhirnya dibawa oleh kakaknya berobat
ke RSKD.

b) Hendaya/disfungsi
Hendaya dalam bidang sosial (+)
Hendaya dalam bidang pekerjaan (+)
Hendaya dalam waktu senggang (+)

3
c) Faktor stressor psikososial
Tidak jelas

d) Hubungan gangguan, sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis


sebelumnya:
 Riwayat infeksi (-)
 Riwayat trauma (-)
 Riwayat kejang (-)
 Riwayat merokok (-)
 Riwayat alkohol (-)

3. Riwayat Gangguan Sebelumnya :


1. Riwayat penyakit: Malaria tropicana
2. Riwayat penggunaan NAPZA: tidak ada.
3. Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya: tidak ada.

4. Riwayat Kehidupan Pribadi :


1) Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir pada tanggal 6 maret 1978 di rumah dengan persalinan
normal, dibantu oleh bidan. Pasien lahir cukup bulan dan mendapat ASI
eksklusif. Pertumbuhan dan perkembangan normal, sesuai usia.
2) Riwayat Masa Kanak Awal – Pertengahan
a. Usia 1-3 tahun
Perkembangan masa kanak-kanak pasien seperti berjalan dan
berbicara baik. Perkembangan bahasa dan perkembangan motorik
berlangsung baik.
b. Usia 3-5 tahun
Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya serta saudara-saudaranya
dan mendapatkan perhatian serta kasih sayang yang cukup.
c. Usia 6-11 tahun
Pasien menempuh pendidikan SD selama 6 tahun.

4
3) Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)
Pasien menempuh pendidikan hingga SMK, dan tidak melanjutkan
pendidikan. Pergaulan dengan temannya cukup baik. Pasien mengalami
pubertas saat kelas 2 SMK
4) Riwayat Masa Dewasa
 Riwayat Pendidikan: Pendidikan terakhir SMK perhotelan
 Riwayat Pekerjaan: Pasien tidak bekerja. Sebelum sakit yang
pertama kali, pasien bekerja di papua sebagai pendulang di tambang
emas.
 Riwayat Pernikahan: Pasien belum menikah
 Riwayat Agama: Pasien memeluk agama kristen dan menjalankan
kewajiban agama dengan cukup baik.
 Riwayat Kehidupan Keluarga :
1. Pasien merupakan anak keenam dari delapan bersaudara.
♂,♀,♂,♀,♂,♀,♂,♂
2. Hubungan dengan anggota keluarga baik
3. Pasien tinggal bersama Ibu dan adiknya
4. Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada
 Situasi sekarang : pasien merupakan pribadi yang jarang
mengungkapkan perasaannya, pasien lebih memilih untuk
memendam masalah
 Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya : Pasien tidak
mengetahui dirinya sakit

III. STATUS MENTAL ( Tanggal 22 maret 2019 )


A. Deskripsi umum
 Penampilan: Seorang perempuan, tampak wajah sesuai usia (41 tahun).
Perawakan kurus dan pendek. Memakai baju kaos warna biru, celana
jeans pendek dan sendal jepit. Rambut pasien pendek warna hitam.
Perawat diri kesan cukup baik.

5
 Kesadaran: Compos mentis, kesadaran berubah
 Aktivitas psikomotor: tenang
 Sikap terhadap pemeriksa: Kooperatif

B. Keadaan Afektif (mood), perasaan, dan empati, perhatian :


 Mood : Disforik
 Afek : Tumpul
 Keserasian : tidak serasi
 Empati : Tidak dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (kognitif) :


1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan: Sesuai dengan
tingkat pendidikan.
2. Daya konsentrasi dan perhatian : Baik
3. Orientasi
 Waktu : Baik
 Orang : Baik
 Tempat : Baik
4. Daya ingat :
 Jangka panjang : Baik
 Jangka sedang : Baik
 Jangka pendek : Baik
 Jangka segera : Baik
5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat kreatif : bersih-bersih kamar hotel
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik

D. Gangguan Persepsi :
1. Halusinasi : Ada, halusinasi auditorik
2. Ilusi : Tidak ada

6
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada

E. Pikiran
1. Arus pikiran : Cukup Relevan, Cukup Koheren
2. Isi pikiran : Cukup Produktivitas
3. Hendaya berbahasa : Tidak ada hendaya dalam berbahasa

F. Pengendalian impuls : Terkendali

G. Daya nilai dan Tilikan:


 Norma sosial : Terganggu
 Uji daya nilai : Terganggu
 Penilaian realitas : Terganggu
 Tilikan (insight) : Derajat I (Pasien tidak mengetahui dirinya
sakit).

H. Taraf dipercaya : Dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI (11 Mei 2018)


1. Status Internus
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis, berubah
c. Tanda vital
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 72x/menit
- Suhu : 36.6°C
- Pernapasan : 16x/menit
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, jantung, paru dan abdomen
dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.

7
2. Status Neurologi
a. GCS : GCS 15 ( E4M6V5)
b. Tanda rangsang menings : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Pupil: : bulat, isokor, diameter 2.5 mm/2.5 mm
d. Nervus kranialis : dalam batas normal
e. Sistem saraf motorik dan sensorik dalam batas normal
f. Tidak ditemukan tanda bermakna dari pemeriksaan neurologis

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA :


Dari alloanamnesis didapatkan :
 Seorang pasien perempuan usia 41 tahun di bawa ke RSKD 5 bulan yang
lalu oleh kakak kandungnya untuk keempat kalinya karena mengamuk.
Pasien memukul ibunya. Pasien juga menghambur-hamburkan barang,
melempar, marah-marah, bicara sendiri dan membenturkan kepala ke
tembok. Menurut pengakuan pasien ia mendengar suara laki-laki yang
menyuruhnya untuk membenturkan kepala ke tembok, ambil pisau dan
bunuh diri. Pasien mengatakan suara itu mengikutinya kemanapun dan
mengendalikannya. Saat dirumah pasien sering tertawa sendiri, menangis
dan berteriak-teriak. Pasien juga sering merasa curiga jika ada orang
kerumahnya, ia curiga bahwa orang itu ingin berbuat jahat terhadapnya.
Pasien jarang makan dan minum, pasien juga jarang mandi. Pasien tidak
rutin minum obat.
 Awal perubahan perilaku dirasakan sejak tahun 1999, pasien dirawat di
RSKD, pulang dengan membaik. Pasien kadang kontrol di poli, pasien
juga kontrol di klinik waras. Pasien terakhir kontrol ±4 bulan sebelum
masuk rumah sakit yang keempat kalinya. Dari jarak 4 bulan itu, pasien
mengalami putus obat. Kemudian pasien sudah mulai gelisah, mondar-
mandir, bicara sendiri dan memukul ibunya. Sehingga pasien diikat oleh
keluarganya sampai akhirnya dibawa oleh kakaknya berobat ke RSKD.

8
 Pada autoanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan: Seorang
perempuan, tampak wajah sesuai usia (41 tahun). Perawakan kurus dan
pendek. Memakai baju kaos warna biru, celana jeans pendek dan sendal
jepit. Rambut pasien pendek warna hitam. Aktivitas psikomotor tenang
 Mood disforik, afek tumpul, empati tidak dapat dirabarasakan
 Daya konsentrasi baik dan kemampuan menolong diri sendiri baik
 Gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik yaitu mendengar suara-
suara

VI. DIAGNOSISMULTIAKSIAL :
 Aksis I:
Berdasarkan autoanamnesis, dan pemeriksaan status mental,
ditemukan adanya gejala klinis yang bermakna berupa mengamuk.
Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress) pada dirinya dan keluarga
serta terdapat hendaya (dissability) pada fungsi pekerjaan dan penggunaan
waktu senggang sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita
Gangguan jiwa. Karena didapatkan hendaya berat dalam menilai realita,
sehingga pasien digolongkan dengan Gangguan Jiwa Psikotik.
Berdasarkan hasil pemeriksaan status internus dan pemeriksaan neurologis
tidak ditemukan adanya kelainan yang mengindikasikan gangguan medis
umum yang dapat menimbulkan gangguan otak, sehingga penyebab
organik dapat disingkirkan sehingga dapat dikategorikan Gangguan Jiwa
Psikotik Non Organik.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan status mental pasien,
didapatkan gejala-gejala yang mengarah pada skizofrenia, yaitu:
 Halusinasi auditorik (mendengar suara laki-laki yang terus
menyuruhnya untuk membenturkan kepala ke tembok, ambil pisau dan
bunuh diri)
Gejala-gejala tersebut telah berlangsung selama ±19tahun, dengan
gejala yang paling menonjol adalah halusinasi auditorik, yang berlangsung

9
terus-menerus. Selain itu terdapat perubahan yang konsisten dari
kepribadian pasien, yang bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup
tidak bertujuan, dan penarikan diri dari lingkungan sosial.
Sehingga menurut PPDGJ III, pasien ini dapat di kategorikan ke
dalam diagnosis Skizofrenia paranoid (F20.0).
 Axis II
Sebelum sakit, pasien adalah orang cukup bergaul dengan
lingkungan sekitarnya namun tertutup jika ada masalah. Namun sampai
saat ini belum ada cukup data yang dapat mengarahkan ke salah satu ciri
kepribadian tertentu.
 Axis III
Tidak ada
 Axis IV
Tidak ada
 Axis V
GAF Scale 50-41 (Berupa gejala berat, disabilitas berat)
VII. RENCANA TERAPI :
 Psikofarmakoterapi :
- Risperidone 2mg 2x1
- Clozapine 25mg 0-0-1
 Psikoterapi supportif :
- Ventilasi:Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
isi hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.
- Konseling:Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien
tentang penyakitnya agar pasien memahami kondisi dirinya, dan
memahami cara menghadapinya, serta memotivasi pasien agar tetap
minum obat secara teratur.
 Sosioterapi :
Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang
terdekat pasien tentang keadaan pasien agar tercipta dukungan sosial
sehingga membantu proses penyembuhan pasien sendiri.

10
VIII. PROGNOSIS :
 Ad Vitam : dubia ad bonam
 Ad Functionam : dubia ad bonam
 Ad Sanationam : dubia ad bonam
- Dukungan dari keluarga baik untuk kesembuhan pasien
- Tidak terdapat kelainan organik
 Faktor penghambat:
- Pasien merasa takut dengan orang-orang disekitarnya karena merasa
ingin dijahati.

IX. FOLLOW UP :
Follow up tanggal 22 maret 2019
S : Pasien sudah tidak mengamuk dan gelisah. Pada malam hari pasien bisa
tidur. Pasien rutin minum obat. Makan, minum, dan mandinya sudah
teratur. Namun pasien mengatakan dia tidak menyukai berada di ruang
perawatan karena terlalu banyak orang. Pasien tidak bisa bergaul dengan
teman sekamarnya karena merasa takut dengan mereka.

O : Tanda vital
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 72x/menit
- Suhu : 36.6°C
- Pernapasan : 16x/menit
Kontak mata (+), Verbal (+)
Psikomotor : Tenang
Verbalisasi : Spontan, lancar, intonasi normal
Mood : Disforik
Afek : Tumpul
Gangguan persepsi : Halusinasi auditorik (+)
Arus pikir : Cukup relevan dan koheren

11
A :Skizofrenia paranoid (F20.0)
P:
 Psikofarmakoterapi :
- Risperidone 2mg 2x1
- Clozapine 25mg 0-0-1
 Psikoterapi supportif :
- Ventilasi : Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
isi hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.

X. DIAGNOSIS BANDING
1. Gangguan waham menetap (F22.0)
2. Gangguan kepribadian paranoid (F60.0)

XI. PEMBAHASAN
Berdasarkan PPDGJ III, pada umumnya skizofrenia ditandai oleh
penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi,
serta oleh afek yang tidak wajar (Innapropriate) atau tumpul (blunted).
Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.
Menurut PPDGJ III, kriteria diagnostik untuk skizofrenia adalah:
1) Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang
jelas):1,2
a. Thought
 Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
 Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar
masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal); dan

12
 Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umumnya mengetahuinya.

b. Delusion
 Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
 Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
 Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang dirinya= secara
jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau kepikiran,
tindakan atau penginderaan khusus); atau
 Delusional perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik
dan mukjizat.

c. Halusional Auditorik
 Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
prilaku pasien; atau
 Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara; atau
 Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat


dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau
berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain).

13
2. Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas: 1,2
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi
setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang
tidak relevan atau neologisme;
c. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor;
d. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial,
tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neureptika;
3) Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurunwaktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal);
4) Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.
F.20 Skizofrenia Paranoid
Pedoman diagnostik: 1,2
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan:

14
 Halusinasi dan waham arus menonjol:
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada
tetapi jarang menonjol;
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence) atau passivity (delussion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.

 Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala


katatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.

DIAGNOSIS BANDING
1. Gangguan waham menetap (F22.0)
Kelompok ini memiliki serangkaian gangguan dengan waham yang
berlangsung lama, sebagai satu-satunya gejala klinis yang khas atau yang
paling mencolok dan tidak digolongkan sebagai gangguan mental organik,
skizofrenik dan gangguan afektif.
Pentingnya faktor genetik, ciri-ciri kepribadian dan situasi kehidupan dalam
pembentukkan gangguan kelompok ini tidk pasti dan mungkin bervariasi.
F22.0 gangguan waham
Pedoman diagnostik
 Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang
paling mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai
suatu sistem waham ) harus sudah ada sedikitnya tiga bulan lamanya dan
harus bersifat khas pribadi (personal) dan bukan budaya setempat.

15
 Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang
lengkap/”full-blown” mungkin terjadi secara intermitten, dengan syarat
bahwa waham-waham tersebut menetap pada saat-saat tidak terdapat
gangguan afektif itu.
 Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak
 Tidak boleh ada halusinansi auditorik atau hanya kadang-kadang saja ada
dan bersifat sementara.
 Tidak ada riawayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar
pikiran, penumpulan afek, dsb)
2. Gangguan kepribadian paranoid (F60.0)
Pedoman diagnostik
 Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri:
a) Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan.
b) Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam misalnya menolak
untuk memaafkan suatu penghinaan dan luka hati atau masalah kecil.
c) Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk
mendistorsikan pengalaman dengan menyalahartikan tindakan orang
lain yang netral atau bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan atau
penghinaan.
d) Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa
memperhatikan situasi yang ada (actual situation)
e) Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar (justification) tentang
kesetian seksual dari pasangannya.
f) Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan,
yang bermanifestasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri
(self-refential attitude).
g) Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekongkol dan
tidak substansif dari suatu peristiwa , baik yang menyangkut diri
pasien sendiri maupun dunia pada umumnya.
 Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.

16
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan PPDGJ-III
dan DSM V. PT Nuh Jaya. Jakarta, 2013.
2. Kaplan and Saddock. Comprehensive Textbook Of Psychiatry. 7th Ed.
Lippincott Wiliams And Wilkins. Philadelphia, 2010.

17
BAB I
PENDAHULUAN

Abulia umumnya didefinisikan sebagai kehilangan atau penurunan


kemampuan untuk melakukan tindakan sukarela, menunjukkan inisiatif atau
membuat keputusan dengan penurunan pergerakan, ucapan, pikiran, dan reaksi
emosional. Ini adalah gangguan perilaku dominan dengan lesi bilateral dari basal
ganglia, frontal lobes dan cingulate gyrus. Gangguan seperti abulia dan impulsif
ditemukan pada abad ke-19 oleh psikiater dalam kategori klinis merupakan
gangguan kehendak. 1
Dalam suatu studi kasus dari pasien dengan abulia setelah stroke, digunakan
fcMRI untuk memetakan kelainan fungsional dibandingkan dengan usia yang
cocok kontrol. Abulia ditandai oleh kurangnya spontan, perilaku yang diarahkan
pada tujuan. Secara klinis, itu jatuh antara apatis dan sifat bisu rigiditas pada
kontinum gangguan motivasi.2 Gangguan penurunan motivasi antara lain akinesia
mutism, abulia, dan apatis.3

18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Abulia termasuk salah satu gangguan psikomotor. Gangguan psikomotor ialah
gerakan voluntar yang merupakan manifestasi eksternal dari apa yang terkandung
dalam fikiran. Gerakan isyarat sewaktu berbicara, bahkan gerak jalan pun
merupakan manifestasi kaitan yang erat antara psikis dan motorik.6 Abulia adalah
penurunan rangsang untuk bertindak dan berpikir, disertai dengan ketidakacuhan
tentang akibat tindakan disertai dengan defisit neurologis.7
Kamus neurologis mendefinisikan abulia sebagai "sindrom hipofungsi,"
ditandai dengan kurangnya inisiatif, spontanitas, dan dorongan, apatis, lambatnya
pemikiran, respons emosional dan respons terhadap rangsangan eksternal yang
tumpul. Dengan kata lain, abulia mengacu pada kurangnya kemauan, dorongan,
atau inisiatif untuk tindakan, ucapan dan pemikiran. Istilah ini berasal dari kata
Yunani aboulia, yang berarti "tidak berkemauan." Ini harus dibedakan dari
ketidakmampuan untuk melakukan suatu kegiatan karena cacat kognitif atau
fisik.5,8
Abulia merupakan defisit kemauan atau motivasi. Ini biasanya mengikuti
cedera otak di daerah-daerah ganglia basal, lobus frontal, cingulate gyrus atau
sirkuit frontosubcortical. Ini adalah kondisi umum tetapi biasanya tidak
terdiagnosis. Gejala abulia sering dikacaukan dengan aphasia, depresi pasca stroke
dan kondisi neuropsikiatrik lainnya seperti demensia. 9 Lobus frontal adalah lobus
terbesar di otak, namun seringkali tidak dievaluasi secara spesifik dalam
pemeriksaan neurologis rutin. Hal ini mungkin disebabkan oleh perhatian
terhadap detail dan strategi pengujian yang ketat diperlukan untuk menyelidiki
fungsi lobus frontal. Keberhasilan penyelesaian setiap tugas kognitif dianggap
sebagai fungsi lobus frontalis membutuhkan beberapa daerah otak di dalam
maupun di luar lobus frontal, beberapa orang menyebutnya sebagai frontal
systems disease. Dalam beberapa kasus, disfungsi dari lobus frontal dapat

19
menimbulkan sindrom klinis yang relatif spesifik. Ketika pasien menunjukkan
disfungsi lobus frontal, diperlukan evaluasi neurobehavioral secara rinci.4
Korteks frontal dorsolateral berkaitan dengan perencanaan, pembentukan
strategi, dan fungsi eksekutif. Pasien dengan lesi frontal dorsolateral cenderung
memiliki sikap apatis, perubahan kepribadian, abulia, dan kurangnya kemampuan
untuk merencanakan atau mengurutkan tindakan atau tugas. 4

B. Etiologi
Penyebab potensial meliputi: 8
 Kondisi yang menyebabkan basal forebrain damage: Trauma, infark
arteri serebral anterior, dan ruptur aneurisma arteri komunikan
anterior
 Cidera kepala tertutup
 Penyakit Parkinson
 Penyebab lain penyakit lobus frontal: Tumor, abses, lobotomi frontal
Gangguan metabolisme dan elektrolit: hipoksia, hipoglikemia, ensefalopati
hatiKerusakan otak dapat mempengaruhi keadaan emosional dan sikap seseorang.
Disamping itu, kerusakan otak secara khusus dapat mempengaruhi ekspresi dan
persepsi informasi sikap emosional dalam bahasa dan bicara, meskipun mungkin
utuh fungsi perilaku emosional. Seringkali sulit untuk menentukan sumber
kekurangan afektif-fungsi linguistik- apakah sistem emosional mendasari atau
kompetensi komunikatif itu sendiri.9
Abulia dapat timbul pada infark bilateral atau unilateral atau perdarahan dari
berbagai struktur subkortikal termasuk caudatus nuclei, globus pallidus, thalamus,
dan genu dari kapsul internal. Abulia juga diketahui disebabkan oleh cedera
kepala tertutup, penyakit lobus frontal, lobotomi frontal, tumor dari corpus
callosum, tumor otak yang melibatkan dinding ventrikulus dan thalamus dan
banyak lesi lain yang menunjukkan fakta bahwa itu adalah lesi struktural jalur
yang bertanggungjawab untuk sindrom klinis abulia.1

20
C. Gambaran Klinik
Pasien abulia gagal mengalami kemauan untuk melakukan apa-apa karena
dibiarkan sendiri, tidak ada ide, kepentingan atau kecenderungan terlintas ke
pikiran: satu pasien menyatakan bahwa “ada kekosongan dalam pikiran saya”.
Pasien ini tidak tertekan ataupun bosan: lebih tepatnya, mereka mengalami
semacam kekosongan.8
Pasien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah membuat keputusan atau
memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri
sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan. Pasien tidak mampu mengambil
keputusan atau menjalankan tingkah laku (misalnya pasien berjalan sampai di
pintu dan berdiri tanpa bergerak dalam jangka waktu yang lama dan tidak mampu
membulatkan pikirannya untuk berjalan terus.10
Diagnosis terutama didasarkan pada klinis. "Tes telepon" (pasien merespons
selama percakapan telepon tetapi tidak selama kontak tatap muka pribadi) dapat
digunakan untuk mendiagnosis abulia minor. Kriteria untuk diagnosis abulia: 8
 Penurunan spontanitas dalam aktivitas dan ucapan
 Latensi yang berkepanjangan dalam menanggapi pertanyaan, arah, dan
rangsangan lainnya dan
 Mengurangi kemampuan untuk bertahan dengan tugas
1. Abulia Minor (Apatis)
Pasien dengan abulia minor dapat memenuhi permintaan orang lain dan
berpartisipasi dalam kegiatan yang diinisiasi oleh orang lain, tetapi tidak akan
memulai rencana atau kegiatan mereka sendiri. Kesenangan dan motivasi dapat
hadir atau tidak. Mereka mungkin berbicara sedikit secara spontan, tetapi
memberikan tanggapan singkat ketika orang lain berbicara kepada mereka.
Beberapa pasien mungkin memberitahu orang lain tentang beberapa rencana,
tetapi tidak pernah menindaklanjutinya. Inisiasinya dipisahkan dari kemauan.
2. Abulia Major (Mutkin Akinetik)
Pasien tidak akan memulai sama sekali, termasuk berbicara dan makan
kemudian pada akhirnya mungkin membutuhkan perawatan pribadi total. Keadaan
respons verbal pasien dan motorik terbatas terhadap lingkungan pada mereka yang

21
tidak mengalami kelumpuhan dan koma (pasien mungkin memiliki mata terbuka
dan gerakan singkat). Pada lesi yang melibatkan lobus anteromedial, dapat terjadi
bicara dan agitasi terhadap rangsangan yang tidak menyenangkan. Para pasien
juga dapat membuat tanggapan singkat, bersuku kata satu, tetapi sesuai untuk
pertanyaan.

D. Diagnosa Banding
1. Post-stroke depression: Merupakan gangguan mood. Pasien memiliki
suasana hati sedih yang terus-menerus dan isi pikiran negatif. Pasien
semacam itu mungkin memiliki riwayat depresi.
2. Aphasia: Merupakan kelainan bahasa. Pasien tampak sehat dengan
suasana hati dan perilaku normal. Mereka berusaha berkomunikasi tetapi
dengan sulit.
3. Parkinson disease: Merupakan kelainan gerakan. Pasien menunjukkan
kekakuan, tremor, lambatnya gerakan, dan kesulitan berjalan. Masalah
kognitif dan perilaku terjadi pada tahap akhir penyakit.
4. Kondisi ini mungkin dikacaukan dengan keterbelakangan psikomotor
depresi dan kadang-kadang dicap sebagai "depresi semu". Penting
untuk membedakan abulia dari depresi karena antidepresan tidak
efektif pada abulia.

E. Terapi
Pengobatan abulia adalah dengan mengobati penyebab yang mendasarinya
jika memungkinkan. Kalau tidak, itu tergantung terutama pada obat-obatan yang
meningkatkan kadar dopamin dalam sirkuit dopaminergik. Ini termasuk: 8
 Carbidopa / levodopa
 Amantadine
 Bupropion, penghambat reuptake dopamin
 Bromocriptine
 Nefiracetam, senyawa siklik-aminobutirat baru yang telah terbukti
meningkatkan transmisi neurotransmisi

22
Bromokriptin telah terbukti efektif; pengobatan dapat dimulai dengan dosis
rendah 2,5 mg keseluruhan per hari, dan ditingkatkan secara bertahap yang sama
setiap beberapa hari sampai perbaikan yang memuaskan atau efek samping dapat
ditoleransi terjadi atau dosis maksimum sekitar 40 mg tercapai; dalam semua
kasus, dosis umumnya dibagi menjadi dua dosis: satu di pagi hari dan berikutnya
di sore hari.1
Bromokriptin merupakan prototipe kelompok ergolin yaitu alkaloid ergot
yang bersifat dopaminergik yang dikelompokkan sebagai ergolin. Bromokriptin
merangsang reseptor dopaminergik. Obat ini lebih besar afinitasnya terhadap
reseptor D2 dan merupakan antagonis reseptor D1. Organ yang dipengaruhi ialah
yang memiliki reseptor dopamin yaitu SSP, kardiovaskular, poros hipothalamus-
hipofisis dan saluran cerna.11

23
BAB III
KESIMPULAN

Abulia termasuk salah satu gangguan psikomotor. Abulia umumnya


adalah penurunan atau kehilangan dalam kemampuan untuk melakukan tindakan,
inisiatif atau membuat keputusan dengan penurunan gerakan, bicara, pikiran dan
reaksi emosional. Ini adalah gangguan perilaku dominan dengan bilateral lesi
ganglia basalis, lobus frontal dan gyrus cingulata. Abulia juga dapat terjadi pada
gangguan jiwa psikotik maupun non-psikotik. Gangguan jiwa psikotik contohnya
pada skizofrenia kronik, sedangkan gangguan jiwa non-psikotik contohnya pada
depresi.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Hastak, SM, et all. Abulia:No Will, No Way. Diakses melalui


http://www.japi.org/september2005/CR-814.pdf pada tanggal 15 maret 2019
2. Barris, R.W., Schuman, H.R., 1953. Bilateral anterior cingulate gyrus lesions.
Syndrome of the anterior cingulate gyri. Neurology 3, 44–52.
3. Marin, Robert S, et all. Disorders of Diminished Motivation.J Head Trauma
Rebabil Vol.20, No.4, pp 377-388. 2005. Diakses melalui
http://www.yaroslavvb.com/papers/marin-disorders.pdf pada tanggal 16
maret 2019.
4. Nelson, Stephen L. Frontal Lobe Syndrome. Diakses melalui
http://emedicine.medscape.com/article/1135866-overview pada tanggal 15
maret 2019.
5. J.S. Siegel,A.Z. Snyder,. The circuitry of abulia: Insights from functional
connectivity MRI. Diakses melalui ,
http://emedicine.medscape.com/article/1135866-overview pada tanggal 17
maret 2019.
6. Mardjono, Mahar. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar.Dian Rakyat.
Jakarta:2012
7. Sadock, Benjamin. J, Sadock, Virginia A. Kaplan & Sadock Buku Ajar
Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC, 2010
8. Das JM, Saadabadi A. Abulia (Aboulia). Diakses melalui
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537093/ pada tanggal 15 maret
2019.
9. Stemmer, Bigitte. Whitaker, Harry A. Handbook of The Neuroscience of
Language 1st edition.Academic Press:2008
10. Semiun, Yustinus. Kesehatan Mental 3 “Gangguan-gangguan mental yang
sangat berat, simtomatologi, proses diagnosis, dan proses terapi gangguan-
gangguan mental”.KANISIUS(Anggota IKAPI). Yogyakarta:2006.
11. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi FK UI. Jakarta:1995

25

Anda mungkin juga menyukai