0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
20 tayangan14 halaman
Myasthenia gravis adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan kelemahan otot akibat adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin di otot. Penyakit ini dapat menyerang berbagai otot seperti otot mata, wajah, menelan, dan bernapas. Diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan tes farmakologi seperti tes tensilon. Pengobatan yang diberikan meliputi obat anti-kholesterase dan imunosupresi. Prognosis pas
Myasthenia gravis adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan kelemahan otot akibat adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin di otot. Penyakit ini dapat menyerang berbagai otot seperti otot mata, wajah, menelan, dan bernapas. Diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan tes farmakologi seperti tes tensilon. Pengobatan yang diberikan meliputi obat anti-kholesterase dan imunosupresi. Prognosis pas
Myasthenia gravis adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan kelemahan otot akibat adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin di otot. Penyakit ini dapat menyerang berbagai otot seperti otot mata, wajah, menelan, dan bernapas. Diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan tes farmakologi seperti tes tensilon. Pengobatan yang diberikan meliputi obat anti-kholesterase dan imunosupresi. Prognosis pas
Nurrasty Liambana, S.Ked Anugrah Pratama P, S.ked Definisi Miastenia gravis adalah Penyakit autoimun dimana terdapat adanya reaksi antibodi terhadap beberapa komponen motorik pasca sinaps, dimana penyakit ini menyebabkan terjadinya kelemahan pada bagian otot. Epidemiologi Myasthenia Gravis dapat dikatakan sebagai penyakit yang masih jarang ditemukan. Umumnya menyerang wanita dewasa muda dan pria tua. Penyakit ini bukan suatu penyakit turunan ataupun jenis penyakit yang bisa menular. Etiologi Meskipun penyebab utama di balik perkembangannya masih bersifat spekulatif, hasil akhirnya adalah kekacauan regulasi sistem kekebalan tubuh. MG jelas merupakan penyakit autoimun dimana antibodi spesifik telah ditandai sepenuhnya. Patofisiologi Klasifikasi Kelas I Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup mata dan kekuatan otot-otot lain normal Kelas II Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular. Kelas IIa Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan Kelas IIb Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa. Kelas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang Kelas III a Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan Kelas III b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot- otot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan. Kelas IV Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat Kelas IV a Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan Kelas IV b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi. Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik. Manifestasi klinis Ptosis Kelemahan Wajah Kelemahan orbicularis oris Bicara cadel dan sulit menelan Kesulitan mengunyah Kesulitan bernapas (paling parah) Pemeriksaan Klinis Tes klinis sederhana: 1. Tes wartenberg: memandang objek diatas bidang antara kedua bola mata selama >30 detik, lama kelamaan akan terjadi ptosis (+) 2. Tes pita suara: penderita disuruh menghitung 1-100, maka suara akan menghilang secara bertahap (+) Tes farmakologik a. Tes tensilon: diberikan 2 mg endrofonium HCl IV, bila tdk ada efek beri 8mg. Dalam 1-3 menit + jika ada perbaikan klinis. b. Tes Prostigmin: 1 mg Neostigmin IV, dalam 30 detik + jika ada perbaikan klinis Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Titer AChR ab Radiolgi MRI untuk mengetahui penyebab defisit neurologis pada otak Pendekatan Elektrodiagnostik 1. Repetitive Nerve Stimulation (RNS) 2. Single-fiber Electromyography (SFEMG) Differensial Diagnosis Lambert-Eaton miasthenik sindrom (LEMS) Botulisme Penatalaksanaan Prognosis Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31% MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4% 40% hanya gejala okuler.