Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Miastenia gravis (MG) adalah gangguan autoimun yang relatif jarang
terhadap saraf perifer di mana terbentuk antibodi terhadap asetilkolin (Ach)
reseptor possinaptik nikotinat pada sambungan neuromuskuler (NMJ).Patologi
dasar adalah pengurangan jumlah reseptor AcH (ACHR) pada membran otot
posinaptik disebabkan oleh reaksi autoimun yang memproduksi anti-ACHR
antibodi.1
Penurunan jumlah hasil AChRs dalam pola karakteristik kekuatan otot
semakin berkurang dengan penggunaan berulang dan pemulihan kekuatan otot
setelah masa istirahat.Otot-otot bulbar paling sering dipengaruhi dan paling parah,
tetapi kebanyakan pasien juga memperlihatkan beberapa derajat kelemahan umum
secara berfluktuasi.Aspek yang paling penting dari MG dalam situasi darurat
adalah deteksi dan pengelolaan krisis yaitu Miastenikkrisi dan kolinergik krisis.1
MG adalah salah satu gangguan neurologis yang dapat diobati.Terapi
farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen imunosupresif, seperti
kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis, dan immune globulin
intravena (IVIG).Plasmapheresis dan timektomi juga digunakan untuk mengobati
MG. Timektomi adalah pilihan yang sangat penting jika terdapat timoma. Pasien
dengan MG memerlukan perawatan dekat tindak lanjut bekerja sama dengan
dokter perawatan primer.1
MG ini jarang terjadi.Insiden tahunan diperkirakan AS adalah 2 per
1.000.000. Prevalensi MG di Amerika Serikat berkisar 0,5-14,2 kasus per 100.000
orang. Angka ini telah meningkat selama 2 dekade terakhir, terutama karena
peningkatan umur pasien dengan MG tetapi juga karena diagnosis dini. 15-20%
pasien akan mengalami krisis myasthenic. Tiga perempat dari pasien tersebut
mengalami krisis pertama mereka dalam waktu 2 tahun setelah diagnosis. Di
Inggris, prevalensi MG adalah 15 kasus per 100.000 penduduk. Di Kroasia,
adalah 10 kasus per 100.000. Di Sardinia, Italia, prevalensi meningkat dari 0,75

1
per 100.000 pada 1958-4,5 kasus per 100.000 pada tahun 1986.MG dapat terjadi
pada semua usia. Puncak kejadian padawanita terjadi dalam dekade ketiga
kehidupan, sedangkan puncak kejadian laki-laki terjadi dalam dekade keenam
atau ketujuh.Usia rata-rata adalah 28 tahun pada wanita dan 42 tahun pada
pria.MG neonatal Transient terjadi pada bayi dari ibu myasthenic yang
memperoleh antibodi anti-ACHR melalui transfer plasenta IgG. Beberapa bayi
mungkin menderita miastenia neonatus sementara karena efek dari
antibodi.Kebanyakan bayi yang lahir dari ibu myasthenic memiliki antibodi anti-
ACHR saat lahir, namun hanya 10-20% berkembang menjadi MG neonatal.Ini
mungkin karena efek protektif dari alfa-fetoprotein, yang menghambat pengikatan
antibodi anti-ACHR untuk ACHR. Tingginya kadarantibodi serum ACHR ibu
dapat meningkatkan kemungkinan MG neonatal, dengan demikian, menurunkan
titer serum ibu selama periode antenatal dengan plasmaferesis mungkin
berguna.Secara klasik, rasio perempuan:laki-laki secara keseluruhan telah
dianggap 3:2, dengan dominasi perempuan pada orang dewasa muda (yaitu,
pasien berusia 20-30 tahun) dan dominasi laki-laki sedikit pada orang dewasa
yang lebih tua (yaitu, pasien lebih tua dari 50 tahun).Studi menunjukkan,
bagaimanapun, bahwa dengan peningkatan harapan hidup, laki-laki dan
perempuan berada pada rasio yang sama. MG okular dominan pada laki-laki.
Rasio laki-perempuan pada anak dengan MG dan kondisi autoimun lainadalah
1:5.Permulaan MG di usia muda adalah cenderung terjadi pada orang Asia
dibandingkan ras lain.2-3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Miastenia Gravis


Miastenia gravis adalah Penyakit autoimun dimana terdapat adanya reaksi
antibodi terhadap beberapa komponen motorik pasca sinaps, dimana penyakit ini
menyebabkan terjadinya kelemahan pada bagian otot. 1
suatu keadaan yang ditandai oleh kelemahan atau kelumpuhan otot-otot
lurik setelah melakukan aktivitas dan akan pulih kekuatannya setelah beberapa
saat yaitu dari beberapa menit sampai jam. Jolly (1895) adalah orang yang
pertamakali menggunakan istilah miastenia gravis dan ia juga mengusulkan
pemakaian fisostigmin sebagai obatnya namun hal ini tidak berlanjut. Baru
kemudian Remen (1932) dan Walker (1934) menyatakan bahwa fisostigmin
merupakan obat yang baik untuk miastenia gravis2

2.2 Anatomi Neuromuscular Junction

Sebelum memahami tentang miastenia gravis, pengetahuan tentang anatomi


dan fungsi normal dari neuromuscular junction sangatlah penting. Tiap-tiap serat
saraf secara normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga hingga
beberapa ratus serat otot rangka. Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan
yang disebut neuromuscular junction atau sambungan neuromuskular.

Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang
disebut terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di
sepanjang serat saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran post
sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk
neuromuscular junction.

3
2.3 Fisiologi dan Biokimia Neuromuscular Junction

Celah sinaps merupakan jarak antara membran presinaptik dan membran


post sinaptik. Lebarnya berkisar antara 20-30 nanometer dan terisi oleh suatu
lamina basalis, yang merupakan lapisan tipis dengan serat retikular seperti busa
yang dapat dilalui oleh cairan ekstraselular secara difusi. Terminal presinaptik
mengandung vesikel yang didalamnya berisi asetilkolin (ACh). Asetilkolin
disintesis dalam sitoplasma bagian terminal namun dengan cepat diabsorpsi ke
dalam sejumlah vesikel sinaps yang kecil, yang dalam keadaan normal terdapat di

4
bagian terminal suatu lempeng akhir motorik (motor end plate). Bila suatu impuls
saraf tiba di neuromuscular junction, kira-kira 125 kantong asetilkolin dilepaskan
dari terminal masuk ke dalam celah sinaps. Bila potensial aksi menyebar ke
seluruh terminal, maka akan terjadi difusi dari ion-ion kalsium ke bagian dalam
terminal. Ion-ion kalsium ini kemudian diduga mempunyai pengaruh tarikan
terhadap vesikel asetilkolin. Beberapa vesikel akan bersatu ke membran saraf dan
mengeluarkan asetilkolinnya ke dalam celah sinaps. Asetilkolin yang dilepaskan
berdifusi sepanjang sinaps dan berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChRs)
pada membran post sinaptik.

Secara biokimiawi keseluruhan proses pada neuromuscular junction


dianggap berlangsung dalam 6 tahap, yaitu:

1. Sintesis asetil kolin terjadi dalam sitosol terminal saraf dengan menggunakan
enzim kolin asetiltransferase yang mengkatalisasi reaksi berikut ini:

Asetil-KoA + Kolin à Asetilkolin + KoA

2. Asetilkolin kemudian disatukan ke dalam partikel kecil terikat-membran yang


disebut vesikel sinap dan disimpan di dalam vesikel ini.

3. Pelepasan asetilkolin dari vesikel ke dalam celah sinaps merupakan tahap


berikutnya. Peristiwa ini terjadi melalui eksositosis yang melibatkan fusi
vesikel dengan membran presinaptik. Dalam keadaan istirahat, kuanta tunggal
(sekitar 10.000 molekul transmitter yang mungkin sesuai dengan isi satu
vesikel sinaps) akan dilepaskan secara spontan sehingga menghasilkan
potensial endplate miniature yang kecil. Kalau sebuah akhir saraf mengalami
depolarisasi akibat transmisi sebuah impuls saraf, proses ini akan membuka
saluran Ca2+ yang sensitive terhadap voltase listrik sehingga memungkinkan
aliran masuk Ca2+ dari ruang sinaps ke terminal saraf. Ion Ca2+ ini
memerankan peranan yang esensial dalam eksositosis yang melepaskan
asitilkolin (isi kurang lebih 125 vesikel) ke dalam rongga sinaps.

5
4. Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celah sinaps
ke dalam reseptor di dalam lipatan taut (junctional fold), merupakan bagian
yang menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor asetilkolin
(AChR) dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan terminal saraf.
Kalau 2 molekul asetilkolin terikat pada sebuah reseptor, maka reseptor ini
akan mengalami perubahan bentuk dengan membuka saluran dalam reseptor
yang memungkinkan aliran kation melintasi membran. Masuknya ion Na+
akan menimbulkan depolarisasi membran otot sehingga terbentuk potensial
end plate. Keadaan ini selanjutnya akan menimbulkan depolarisasi membran
otot di dekatnya dan terjadi potensial aksi yang ditransmisikan disepanjang
serabut saraf sehingga timbul kontraksi otot.

5. Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis oleh
enzim asetilkolinesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut:

Asetilkolin + H2O à Asetat + Kolin

Enzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina basalis
rongga sinaps

6. Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport aktif
di mana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis asetilkolin.

Setiap reseptor asetilkolin merupakan kompleks protein besar dengan saluran


yang akan segera terbuka setelah melekatnya asetilkolin. Kompleks ini terdiri dari
5 protein subunit, yatiu 2 protein alfa, dan masing-masing satu protein beta, delta,
dan gamma. Melekatnya asetilkolin memungkinkan natrium dapat bergerak secara
mudah melewati saluran tersebut, sehingga akan terjadi depolarisasi parsial dari
membran post sinaptik. Peristiwa ini akan menyebabkan suatu perubahan
potensial setempat pada membran serat otot yang disebut excitatory postsynaptic
potential (potensial lempeng akhir). Apabila pembukaan gerbang natrium telah
mencukupi, maka akan terjadi suatu potensial aksi pada membran otot yang
selanjutnya menyebabkan kontraksi otot.

6
Beberapa sifat dari reseptor asetilkolin di neuromuscular junction adalah sebagai
berikut:6

 Merupakan reseptor nikotinik (nikotin adalah agonis terhadap reseptor)


 Merupakan glikoprotein bermembran dengan berat molekul sekitar 275
kDa.
 Mengandung lima subunit : 2 alfa, beta, delta dan gamma.
 Dua molekul asetilkolin harus berikatan untuk membuka saluran ion, yang
memungkinkan aliran baik Na+ maupun K+.
 Bisa berikatan dengan erat pada subunit dan dapat digunakan untuk
melabel reseptor atau sebagai suatu ligand berafinitas untuk
memurnikannya.
 Autoantibodi terhadap reseptor termasuk penyebab miastenia gravis.

2.4 Epidemiologi

Myasthenia Gravis dapat dikatakan sebagai penyakit yang masih jarang


ditemukan. Umumnya menyerang wanita dewasa muda dan pria tua. Penyakit ini
bukan suatu penyakit turunan ataupun jenis penyakit yang bisa menular. Kasus
MG adalah 5-10 kasus per 1 juta populasi per tahun, yang mengakibatkan
kelaziman di Amerika Serikat sekitar 25.000 kasus. MG betul-betul
dipertimbangkan sebagai penyakit yang jarang, artinya MG kelihatannya
menyerang dengan sembarangan dan tanpa disengaja dan tidak dalam hubungan
keluarga. Tidak ada kelaziman rasial, tapi orang-orang yang terkena MG pada usia
< 40 tahun, 70 % nya adalah wanita. Yang > 40 tahun, 60 % nya adalah pria. Pola
ini sering disimpulkan dengan menyebutkan bahwa MG adalah penyakit wanita
muda dan pria tua. Pada pasien yang mengalami MG sebagai akibat karena
memiliki thymoma, tidak ada kelaziman usia dan jenis kelamin14.
Menurut James F.Howard, Jr, M.D, kelaziman dari Myasthenia Gravis di Amerika
Serikat diperkirakan sekitar 14/100.000 populasi, kira-kira 36.000 kasus. Tetapi

7
Myasthenia Gravis dibawah diagnosa dan kelaziman, mungkin lebih tinggi.
Sebelum dipelajari, terlihat bahwa wanita lebih sering terserang disbanding pria.
Usia yang paling umum terserang adalah pada usia 20 dan 30-an pada wanita dan
70 dan 80-an pada pria. Berdasarkan populasi umur, rata-rata usia yang terserang
meningkat, dan sekarang pria lebih sering terserang dibanding wanita, dan
permulaan munculnya tanda-tanda biasanya setelah usia 5014.
Pada Myasthenia bayi, janin mungkin memperolah protein imun (antibodi) dari
ibu yang terkena Myasthenia Gravis. Umumnya, kasus-kasus dari Myasthenia
bayi adalah sementara dan gejala-gejala anak-anak umumnya hilang dalam
beberapa minggu setelah kelahiran. Myasthenia Gravis tidak secara langsung
diwarisi ataupun menular. Adakalanya, penyakit ini mungkin terjadi pada lebih
dari satu orang dalam keluarga yang sama14.
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi
pada berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia 20-50
tahun. Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio
perbandingan wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 6 : 4. Pada
wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun,
sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 42 tahun. Early-onset
miastenia gravis biasanya terjadi pada wanita pada usia 18-50 tahun dan late-
onset miastenia gravis lebih sering pada laki-laki dengan usia 50 tahun ke atas5.

2.5 Etiologi Miastenia Gravis

MG adalah idiopatik pada kebanyakan pasien.Meskipun penyebab utama di


balik perkembangannya masih bersifat spekulatif, hasil akhirnya adalah
kekacauan regulasi sistem kekebalan tubuh.MG jelas merupakan penyakit
autoimun dimana antibodi spesifik telah ditandai sepenuhnya.Dalam sebanyak
90% kasus umum, IgG terhadap ACHR terbukti.Bahkan pada pasien yang tidak
mengembangkan miastenia klinis, anti-antibodi ACHR kadang-kadang dapat
ditunjukkan.1

8
Pasien yang negatif untuk antibodi anti-ACHR mungkin seropositif untuk
antibodi terhadap MuSK (Muscle-Specific Kinase).biopsiotot pada pasien ini
menunjukkan tanda-tanda miopati dengan kelainan mitokondria menonjol yang
bertentangan dengan fitur neurogenik dan atrofi sering ditemukan pada pasien
positif MG untuk anti-ACHR. Penurunan mitokondria bisa menjelaskan
keterlibatan anti MuSK positif MGokulobulbar.1
Sejumlah temuan telah dikaitkan dengan MG. Misalnya, perempuan dan
orang dengan leukosit antigen tertentu manusia (HLA) jenis memiliki
kecenderungan genetik terhadap penyakit autoimun.Profil histokompatibilitas
kompleks meliputi HLA-B8, HLA-DRw3, dan HLA-DQw2 (meskipun ini belum
terbukti berhubungan dengan bentuk ketat okular MG). Kedua SLE dan RA
mungkin berhubungan dengan MG.1
Sensitisasi terhadap antigen asing yang memiliki reaktivitas silang dengan
reseptor AcH nikotinat telah diusulkan sebagai penyebab miastenia gravis, tetapi
antigen pemicu belum diidentifikasi.1
Berbagai obat dapat menyebabkan atau memperburuk gejala MG,
termasuk yang berikut:1
 Antibiotik (misalnya aminoglikosida, polymyxins, siprofloksasin,
eritromisin, dan ampisilin)
 Penisilamin - Ini dapat menyebabkan miastenia sejati, dengan tinggi anti-
ACHR titer antibodi terlihat pada 90% kasus, namun, kelemahan ringan,
dan pemulihan penuh dicapai minggu sampai bulan setelah penghentian
obat
 Beta-adrenergik reseptor memblokir agen (misalnya, propranolol dan
oxprenolol)
 Lithium
 Magnesium
 Procainamide
 Verapamil
 Quinidine
 Klorokuin

9
 Prednisone
 Timolol (yaitu, agen beta-blocking topikal digunakan untuk glaukoma)
 Antikolinergik (misalnya, trihexyphenidyl)
 Agen memblokir neuromuscular (misalnya, vecuronium dan curare) - Ini
harus digunakan dengan hati-hati pada pasien myasthenic untuk
menghindari blokade neuromuskuler yang berkepanjangan
 Nitrofurantoin juga telah dikaitkan dengan perkembangan MG okular
dalam 1 laporan kasus; penghentian pemberian obat mengakibatkan
pemulihan lengkap.

Kelainan timus yang umum, dari pasien dengan MG, 75% memiliki penyakit
timus, 85% memiliki hiperplasia timus, dan 10-15% mengalami timoma. Tumor
Ektratimik mungkin termasuk sel kanker paru-paru kecil dan penyakit
Hodgkin.Hipertiroidisme hadir dalam 3-8% pasien dengan MG dan memiliki
hubungan tertentu dengan MG okular.1

2.6 Patofisiologi Miastenia Gravis

10
Ketika sebuah potensial aksi bergerak ke motor neuron dan mencapai
motor end plate, molekulasetilkolin (Ach) dilepaskan dari vesikel presinaptik,
melalui neuromuscular junction dan kemudian akan berinteraksi dengan reseptor
Ach (AchRs) di membrane postsinaptik. Kanal-kanal di AchRs terbuka,
memungkinkan Na + dan kation lain untuk masuk ke dalam serat ototdan
menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi yang terus menerus terjadi akan
berkumpul menjadi satu, dan jika depolarisasi yang terkumpul cukup besar, maka
akan memicu timbulnya potensial aksi, yang bergerak sepanjang serat otot untuk
menghasilkan kontraksi. Pada miastenia gravis (MG), ada pengurangan jumlah
AchRs yang tersedia di motor endplate atau mendatarnya lipatan pada membran
postsinaptik yang menyebabkan pengurangan jumlah reseptor pada motor
endplates, sehingga depolarisasi yang terjadi pada motor endplate lebih sedikit
dan tidak terkumpul menjadi potensial aksi. Akhir.Hasilnya adalah sebuah
transmisi neuromuskuler tidak efisien. Tiga mekanisme yang didapatkan dari
penelitian antara lain:auto antibodies terhadap reseptor AChR dan menginduksi
endositosis, sehingga terjadi deplesi AChR pada membran postsinaptik,
autoantibodies sendiri menyebabkan gangguan fungsi AChR dengan memblokir
situs-situs tempat terikatnya asetilkolin dan auto antibodies menyebabkan
kerusakan pada motor endplates sehingga menyebabkan hilangnya sejumlah
AChR.7

Gambar 1.Patofisiologi terjadinya Miastenia Gravis karena terjadi penghancuran


autoantibodi terhadap AChR. (Burmester, Thieme :color atlas of immunology,
2003)

11
Penyakit ini tidak mempengaruhi otot polos dan jantung karena mereka
memiliki antigenisitas reseptor kolinergik yang berbeda. Peran timus dalam
pathogenesis myasthenia gravis (MG) tidak sepenuhnya jelas, tetapi 75% dari
pasien myasthenia gravis (MG) memiliki beberapa derajat kelainan timus
(misalnya, hiperplasia pada 85% kasus, thymoma dalam 15% kasus). Mengingat
fungsi kekebalan timus dan adanya perbaikan klinis setelah dilakukan tindakan
timektomi,timus diduga menjadi tempat pembentukan autoantibodi. Namun,
stimulus yang memulai proses autoimun belum teridentifikasi.7

Gambar 2.Salah satu penyebab timbulnya autoantibodi terhadap AChR. (


Sumber :Burmester, Thieme : color atlas of immunology, 2003

2.7 Manifestasi klinis Miastenia Gravis

Keluhan awal yang biasanya terjadi adalah kelemahan otot spesifik bukan
kelemahan otot yang umum dan kondisinya memburuk biasanya berfluktuasi
selama beberapa jam.Tidak terlalu terlihat pada pagi hari dan biasanya memburuk
seiring berjalannya hari.3

12
Tabel 1.Manifestasi klinis pada Miastenia Gravis dari gejala yang sering terjadi
sampai pada gejala yang jarang terjadi.
Sering terjadi Otot-otot Gejala
Ocular Ptosis dan penglihatan ganda
Wajah Kesulitan mengunyah, menelan, dan
berbicara
Leher Kesulitan mengangkat kepala saat
posisi telentang
Ekstremitas proksimal Kesulitan mengangkat lengan
setinggi bahu dankesulitan berdiri
dari posisi duduk dengan
bantuantangan
Pernapasan Gangguan pernapasan dan kesulitan
Jarang terjadi untuk bangundari posisi tertidur
Ekstremitas distal Kelemahan saat mengenggam dan
kelemahan pada pergelangan dan
kaki
Sumber :Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia
Gravis.Muscle & Nerve. 2004
Di antara pasien, 75% awalnya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis
dan diplopia.Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-
gejala okular. Mungkin ptosisunilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata
ke mata.Ocular MG dikategorikan sebagai kelemahan dan kelelahan yang
tersembunyi dan membahayakan yang dapat terjadi pada satu atau kedua kelopak
mata atau otot bola mata . Jika meliputi kelopak mata yang jatuh biasanya dikenal
sebagai ptosis ; yang mengenai otot extraocular maka pasien akan melihat dobel
pada arah otot yang lemah.3
Kebanyakan pasien MG mempunyai keluhan diplopia pada saat onset
penyakit mereka. Pasien merasakan penglihatan kabur yang berfluktuasi, biasanya
tidak terlihat beberapa saat setelah bangun tidur. Diplopia terjadi saat pasien
melihat kearah lateral dan ke atas, biasanya memburuk saat pasien menyetir,

13
menonton tv, atau saat sore hari. Gejala tersebut hilang apabila satu mata ditutup.
Gejala terjadi mungkin disebabkan oleh kelemahan pada satu otot ekstraokular
atau beberapa kombinasi otot. Ptosis biasanya yang palingmenonjol dan terjadi
setelah berkedip beberapa kali. Dalam kasus ptosis unilateral, mata yangtidak
ptosis akan mengalami ptosis jika mata yang ptosis di buka dengan menggunakan
jari (Hering fenomena). Keterlibatan otot luar mata tidak mengikuti pola tertentu.
Setiap gangguanmotilitas okular yang didapatkan dengan ptosis dan reflek pupil
didapatkan normal, harusmengarahkan kecurigaan pada myasthenia gravis MG.3
Kelemahan wajah dapat terjadi pada MG tanpa keterlibatan otot mata,
tetapi biasanya kedua gejala terjadi bersama-sama.Jika sensasi wajah terganggu,
lesi yang mempengaruhi saraf kranial seperti karsinoma nasofaring harus
dicurigai.Dengan adanya sensasi wajah normal. Namun, terjadinya kedua
kelemahan otot mata dan wajah sangat memperlihatkangejala MG. Temuan
mungkin akan sulit untuk dilihat.3
Kelemahan Orbicularis oculi merupakan sebuah tanda yang sangat umum
dari MG yaitu ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan kelopak mata
tertutup atas terhadap upaya pemeriksa untuk membukanya. Sebuah usaha dari
pasien meskipun terjadi kelemahan kelopak mataakan memperlihatkan adanya
fenomena Bell, rotasi bola mata ke atas selama penutupan kelopak mata. Karena
pasien dengan blefarospasme dari otot-otot orbicularis oculi mungkin mengeluh
kesulitan menjaga mata terbuka, kondisi ini kadang-kadang bingung dengan
kelemahan myasthenic.Biasanya tidak ada diplopia atau fotofobia dengan
blefarospasme, dan penutupan kelopak mata adalah spasmodik dan dipaksa
dengan elevasi simultan pada kelopak mata bawah.Kelemahan Orbicularis Oris
merupakan ketidakmampuan pasien untuk mencegah keluarnya udara melalui
kerutan bibir ketika pemeriksa menekan pipi adalah pertanda kelemahan wajah.
Tertawa mengungkapkan apa yang disebut "myasthenic sneer".Pasien tersebut
tidak dapat bersiul, menyedot melalui sedotan, atau meledakkan balon.3

14
Gambar 3.Pasien yang memperlihatkan gejala Miastenia gravis okuli.
Sumber :http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview

Bicara cadel dan kesulitan menelan dapat disebabkan oleh kelemahan


lidah, yang paling mudah dinilai oleh kekuatan mendorong lidah pada satu pipi
bagian dalam.Dalam kasus ringan MG, bicara cadel dapat terdeteksi hanya selama
berbicara berkepanjangan, seperti menjelang akhir wawancara dengan
dokter.Suara serak atau berbisik tidak khas pada MG. Otot lidah rentan terhadap
atrofi di MG dan lidah berkerut merupakan manifestasi dari atrofi ini.3
Beberapa pasien dengan MG mungkin mengalami kesulitan dalam
mengunyah karena kelemahan penutupan rahang (terutama otot-otot masseter),
sedangkan pembuka rahang tetap kuat.Ketika kelemahan parah, rahang mungkin
tetap terbuka dan harus dimanipulasi dengan tangan selama mengunyah.Salah satu
gejala paling serius dari myasthenia adalah disfagia karena kelemahan otot lidah
dan faring posterior. Jika kelemahan otot faring muncul, cairan lebih sulit untuk
ditelan dari yang padat, dan makanan panas lebih sulit daripada
makanandingin.Adakalanya pasien untuk menggunakan es batu untuk meminum
cairan yang dibutuhkan.regurgitasi cairan ke hidung dapat menjadi masalah jika
ada kelemahan otot palatal. Ketidakmampuan untuk menelan air liur adalah
konsekuensi paling parah kelemahan faring dan membutuhkan suktion
mulut..Setelah disfagia mencapai tingkat keparahan ini, sebuah sonde diperlukan
tidak hanya untuk pemberian obat oral dan juga untuk suplemen gizi.3
Nyeri otot bukan merupakan gejala umum dari MG, tapi kekejangan otot
yang menyakitkan dapat terjadi pada MG ketika otot leher yang lemah diminta

15
untuk menahan kepala ke atas.Fleksor leher lebih sering terlibat dalam MG
daripada ekstensor leher.Pasien telentang sangat mengalami kesulitan dalam
mengangkat kepala dari bantal.Jalan napas dapat menjadi terhambat oleh
penutupan glotis, yang disebabkan oleh kelemahan otot rangka yang memegang
pita suara.Hal tersebut dapat dideteksi dengan adanya“stridor”, selama dalam
usaha inspirasi dan dapat meramalkan keadaan darurat medis yang berkembang
kearah pasien membutuhkan intubasi endotrakeal.3
Gejala yang paling serius dari MG adalah kesulitan bernafas. Pasien
myasthenic dengan insufisiensi pernapasan atau ketidakmampuan untuk
mempertahankan jalan napas paten dikatakan crisis. kelumpuhan Vokal dapat
menghambat jalan napas, tetapi lebih umum saluran udara terhambat oleh sekresi
pasien yang tidak dapat dikeluarkan karena batuk terlalu lemah. Batuk
membutuhkan penggunaan paksa otot-otot ekspirasi dan batuk berulang terutama
dengan cepat dapat menjadi tidak efektif pada MG.Bahkan jika jalan napas paten,
otot yang digunakan untuk inspirasi, seperti interkostalis dan diafragma, mungkin
terlalu lemah untuk menciptakan sebuah kekuatan inspirasi yang cukup (-50 cm
H20) atau kapasitas vital (> 20 ml / kg berat badan). Pasien tersebut harus
diintubasi dan dibantu dengan respirasi mekanis. Karena kurangnya ekspresi
wajah pasien, penderita MG dalam masa krisis tidak mungkin terlihat tertekan
namun akan gelisah dengan nafas dangkal dan cepat. Biasanya, pasien duduk
membungkuk ke depan untuk memaksimalkan efek gravitasi pada
diafragma.Bahkan pasien yang tidak menyadari mempunyai masalah pernapasan
mungkin memiliki kelemahan otot pernapasan yang mengganggu tidur mereka
dan dengan demikian menyebabkan mereka menjadi lelah dan kurang perhatian
pada siang hari.Terkadang sebuah penelitian tidur berguna dalam mengidentifikasi
masalah tersebut.3
Kelemahan otot panggul adalah aspek yang sering diabaikan dari
kelemahan otot pada MG. Namun, beberapa pasien MG wanita dengan
inkontinensia urin mengklaim bahwa itu diringankan oleh obat
antikolinesterase.Demikian juga, reseksi transurethral rutin jaringan prostat pada
pria myasthenic sering menyebabkan inkontinensia. Jika, seperti biasanya

16
dilakukan, sphincter proksimal akan dihapus selama operasi, suatu sfingter
eksternal yang lemah mungkin tidak dapat melakukan kontraksi refleks selama
batuk atau regangan.3
Mungkin karena otot lebih hangat memiliki cadangan yang kurang untuk
transmisi neuromuskuler, otot proksimal cenderung lebih terlibat dari otot distal
pada MG, meskipun beratnya keterlibatan biasanya asimetris.Kelemahan otot
ekstrimitas atas proksimal di mana kesulitan dalam mengangkat lengan untuk
mencuci atau menyikat rambut, berpakaian, memakai kosmetik, atau mencukur
menunjukkan kelemahan bahu dan lengan.kelelahan otot ekstremitas atas dapat
diuji secara semikuantitatif dengankemampuan timing pasien untuk menahan
lengan ke depan saat ekstensi. Atrofi otot skapula dan lengan bawah adalah
karakteristik dari congenital slow-channel myasthenic syndrome.3
Kelemahan otot ektrimitas bawah dimanakesulitan dalam berjalan menaiki
tangga atau berjalan jarak jauh juga sering terjadi pada MG. kelelahan otot
tungkai dapat diuji dengan meminta pasien untuk mengangkat satu kaki di atas
yang lain hingga 50 kali, penilaian langsung dari kekuatan fleksor pinggul akan
memperlihatkan peningkatan kelemahan dari otot-otot aktif pada MG,
dibandingkan dengan sisi tidak aktif.3
Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk.
Kelemahan yang terjadi pada otot-otot ekstremitas lebih menyerupai kelemahan
padamiopati proksimal dari pada kelemahan otot distal.Kelemahan otot-otot
ekstremitas padakhususnya yang timbul sebagai sebuah gejala jarang terjadi dan
prevalensinya hanya 10% saja.3

Beberapa faktor berikut dapat membuat Miastenia Gravis memburuk:


a. Kelelahan, kurang tidur
b. Stres, kecemasan, Depresi
c. Kelelahan, gerakan berulang
d. Rasa takut yang muncul secara tiba-tiba, kemarahan ekstrim
e. Sinar matahari atau lampu terang (mempengaruhi mata)

17
f. Beberapa obat, termasuk beta blocker, calcium channel blockers, dan
beberapaantibiotik
g. Minuman beralkohol
h. Rendah kadar natrium atau tingkat tiroid yang rendah
i. Infeksi dan penyakit pernafasan dapat memperburuk kelemahan dan
mungkin tetaptimbul sebentar setalah penyakit / infeksi tersebut sembuh.
j. Stres karena operasi juga dapat membuat MG memburuk.

2.8 Klasifikasi Miastenia gravis

Pada bulan Mei 1997, Medical Scientific Advisory Board (MSAB) dari
Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) membentuk satuan tugas
untuk mengatasi kebutuhan untuk klasifikasi yang diterima secara universal,
sistem grading, dan metode analitik untuk manajemen pasien yang menjalani
terapi dan untuk digunakan dalam uji penelitian terapeutik. Sebagai hasilnya,
Klasifikasi MGFA Klinis diciptakan.Klasifikasi ini membagi MG menjadi 5 kelas
utama dan subclass beberapa, sebagai berikut.1
Tabel 2.Klasifikasi miastenia gravis menurut Myasthenia Gravis Foundation of
America (MGFA).

Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat


Kelas I
menutup mata dan kekuatan otot-otot lain normal

Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta


Kelas II
adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.

Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya.


Kelas IIa
Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan

Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau


Kelas IIb keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot
aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.

18
Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan
Kelas III otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan
tingkat sedang

Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau


Kelas III a keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot
orofaringeal yang ringan

Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau


keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot
Kelas III b
anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat
ringan.

Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan


Kelas IV dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami
kelemahan dalam berbagai derajat

Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan


Kelas IV a atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan
dalam derajat ringan

Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau


keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan
Kelas IV b pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya
dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube
tanpa dilakukan intubasi.

Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Sumber :http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 07 Juni 2012

Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak


akan tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas,
gejala-gejala itu akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya
agak menurun.1

19
2.9 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan bahwa :


1. 30-40% dari penderita dengan miastenia gravis memperlihatkan adanya
“muscle binding complement fixing antibodies “ dalam serumnya dan 90-
100% pada penderita miastenia gravis dengan timoma.
2. Patologi anatomi
a. Timus penderita memperlihatkan adanya proliferasi limfosit.
b. Dalam otot-otot ditemukan limforagia, yang terdiri dari lomfosit-
limfosit yang mengandung zat-zat imunologik.
3. Telah ditemukan antibodi dalam darah penderita miastenia gravis yaitu
“acetycholine receptor basic protein antibodies”. Hal ini memyebabkan
timbulnya suatu reaksi auto-imunologik, atrofi dari membran post-sinaptik
sehingga acetycoline reseptor pada membran post-sinaptik menjadi
berkurang. Atrofi membran post-sinaptik ini pula akan menyebabkan
melebarnya celah sinaptik sehingga penyeberangan acetycholine akan
memrlukan waktu yang lebih banyak. Akibat penyeberangan yang lebih
panjang adalah bahwa akan lebih banyak terjadi penguraian dari
acetycholine oleh cholinesterase sehingga acetycholine yang sampai pada
membran post-sinaptik tidaklah lagi mencukupi untuk menimbulkan
depolarisasi, maka timbullah gejala-gejala miastenia gravis3

Pemeriksaan Laboratorium
 Anti-asetilkolin reseptor antibodi. Hasil dari pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis, dimana terdapat
hasil yang postitif pada 74% pasien. 80% dari penderita miastenia gravis
generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni
menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada
pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi false positive
anti-AChR antibodi. Rata-rata titer antibodi pada pemeriksaan anti-
asetilkolin reseptor antibodi, yang dilakukan oleh Tidall, di sampaikan
pada tabel berikut:

20
Tabel 1. Prevalensi dan Titer Anti-AChR Ab pada Pasien Miastenia Gravis

Osserman Class Mean antibodi Titer Percent Positive


R 0.79 24
I 2.17 55
IIA 49.8 80
IIB 57.9 100
III 78.5 100
IV 205.3 89

Klasifikasi : R = remission, I = ocular only, IIA = mild generalized, IIB =


moderate generalized, III = acute severe, IV = chronic severe4

Pada tabel ini menunjukkan bahwa titer antibodi lebih tinggi pada penderita
miastenia gravis dalam kondisi yang parah, walaupun titer tersebut tidak dapat
digunakan untuk memprediksikan derajat penyakit miastenia gravis.

 Antistriated muscle (anti-SM) antibody. Merupakan salah satu tes yang


penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini menunjukkan hasil positif
pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam usia kurang dari
40 tahun. Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari 40 tahun,
anti-SM Ab dapat menunjukkan hasil positif.

 Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies. Hampir 50% penderita


miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab negatif
(miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-
MuSK Ab.

 Antistriational antibodies. Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia


gravis menunjukkan adanya antibodi yang berikatan dalam pola cross-
striational pada otot rangka dan otot jantung penderita. Antibodi ini
bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR).
Antibodi ini selalu dikaitkan dengan pasien thymoma dengan miastenia
gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR antibodi merupakan suatu
kecurigaaan yang kuat akan adanya thymoma pada pasien muda dengan
miastenia gravis.

21
2. Imaging

 Chest x-ray (foto roentgen thorak). Dapat dilakukan dalam posisi


anteroposterior dan lateral. Pada roentgen thorak, thymoma dapat
diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior mediastinum.

 Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya


thymoma ukuran kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest Ct-scan
untuk mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis,
terutama pada penderita dengan usia tua.
 MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan
rutin. MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari
penyebab defisit pada saraf otak.

3. Pendekatan Elektrodiagnostik

Pendekatan elektrodiagnostik dapat memperlihatkan defek pada transmisi


neuromuscular melalui 2 teknik4 :

 Repetitive Nerve Stimulation (RNS). Pada penderita miastenia gravis


terdapat penurunan jumlah reseptor asetilkolin, sehingga pada RNS tidak
terdapat adanya suatu potensial aksi.

 Single-fiber Electromyography (SFEMG). Menggunakan jarum single-


fiber, yang memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita.
SFEMG dapat mendeteksi suatu jitter (variabilitas pada interval
interpotensial diantara 2 atau lebih serat otot tunggal pada motor unit yang
sama) dan suatu fiber density (jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal
yang dapat direkam oleh jarum perekam). SFEMG mendeteksi adanya
defek transmisi pada neuromuscular fiber berupa peningkatan jitter dan
fiber density yang normal5.

22
2.9 Diagnosis Miastenia Gravis
A. Anamnesis
Pasien dapat ditanyakan beberapa hal seperti:
 Apakah munculnya kelemahan otot fluktuatif dan meningkat dengan
aktivitas fisik?
 Apakah kelemahan meningkat sepanjang hari dan pulih dengan istirahat?
 Apakah muncul ptosis?
 Adakah kelemahan dari ekstensi dan fleksi kepala?
 Apakah kelemahan menyebar dari mata ke wajah untuk bulbar otot dan
kemudian ke truncal dan anggota tubuh?
 Apakah pasien memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit yang
sama?

B. Pemeriksaan Fisik
Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut:
a. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama
kelamaan akanterdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi
kurang terang. Penderitamenjadi anartris dan afonis.
b. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus.
Lama kelamaanakan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau
atau tampak ada ptosis,maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian
tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak
lagi.
c. Uji kelelahan otot
Pada MG okuler, tes kelelahan dapat dilakukan dengan meminta pasien
untuk berkedip berulang kali atau menatap ke atas selama beberapa saat
(uji Simpson).Meningkatnya penurunan kerja otot adalah tanda
kelelahan.Peningkatan fenomena ptosis dapatditunjukkan pada pasien
dengan ptosis bilateral dengan meninggikan dan menjagakelopak mata
yang lebih ptosis dalam posisi yang tetap. Kelopak mata

23
berlawanan perlahan jatuh dan mungkin akan menutup sepenuhnya.Tanda
kedutan kelopak mata merupakan cara lain untuk menguji kelelahan otot.
Pasiendiarahkan untuk melihat ke bawah selama 10-15 detik dan
kemudian kembali dengancepat dalam posisi semula.Pengamatan pada
gerak kelopak mata yang lebih keatasditambah dengan kedutan dan diikuti
oleh reposisi kembali ke kondisi ptosis,mengidentifikasi kelelahan yang
mudah terjadi dan pemulihan yang lambat dari otot.Tanda mengintip
terjadi ketika fisura palpebral melebar setelah periode penutupan kelopak
mata secara volunter.3

Tes Lainnya :9
a. Tensilon atau Prostigmin tes
 Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak
terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara
intravena.Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan
otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan
ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis,maka
ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus
diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat
singkat.Pada tes Prostigmin suntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin
methylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin ½-¼
mg atau 0.8mg) untuk mengesampingkan efek samping dari neostigmine
seperti salivasi, keram perut, dan diare. Bila kelemahan itu
benar disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala-gejala seperti
misalnya ptosis, strabismusatau kelemahan lain tidak lama kemudian akan
lenyap dalam menit ke 10 hingga 15 dan efek neostigmine ini akan
berlangsung hingga 1 jam.9
Pada Neostigmin test obat ini memanjangkan efek dari asetilkolin di
sinaps, dan akan menghasilkan peningkatan kekuatan otot pada pasien
dengan myasthenia.1

24
b. Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian
diberikan 3 tablet lagi(masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan
itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis,
strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya
disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik
tidak bertambah berat.9

2.10 Differensial diagnosis Miastenia Gravis

Gangguan dari neuromuskuler junction (NMJ) secara klinis heterogen.


Ekspresi klinis darigangguan ini adalah fitur miasthenik dalam bentuk
kelemahan otot variabel dan kelelahan.Miasthenik sindrom (MS) diberikan
kepada sekelompok gangguan dari NMT dengan patofisiologi yang berbeda
dari yang ada pada myasthenia gravis autoimun. 4
1. Lambert-Eaton miasthenik sindrom (LEMS)
Sindrom Lambert-Eaton miasthenik (LEMS) adalah suatu kondisi yang
jarang terjadi dandisebabkan oleh kelainan pelepasan asetilkolin (AcH)
pada sambungan neuromuskuler terjadi peningkatan tenaga pada detik-
detik awal suatu kontraksi volunter, terjadi hiporefleksia, mulutkering, dan
sering kali dihubungkan dengan suatu karsinoma terutama cell carcinoma
pada paru.EMG pada LEMS sangat berbeda dengan EMG pada miastenia
gravis. Defek pada transmisi neuromuscular terjadi pada frekuensi renah
(2Hz) tetapi akan terjadi ahmbatan stimulasi padafrekuensi yang tinggi (40
Hz). Kelainan pada miastenia gravis terjadi pada membran postsinaptik
sedangkan kelainan pada LEMS terjadi pada membran pre sinaptik,
dimana pelepasan asetilkolintidak berjalan dengan normal, sehingga
jumlah asetilkolin yang akhirnya sampai ke membran post sinaptik tidak
mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi.4

25
2. Botulisme
Efek dari racun ini terbatas untuk blokade terminal perifer saraf kolinergik,
termasuk neuromuskuler junction, postganglionik ujung saraf
parasimpatik, dan ganglia perifer.Blokade ini menghasilkan karakteristik
penurunan kelumpuhan bilateral dari otot yang diinervasi oleh saraf
otonom cranial, tulang spinal, dan kolinergik tetapi tidak terdapat
penurunan saraf adrenergik atau sensoris.Botulisme memiliki pola berat,
progresif, dan simetris.4

2.11 Penatalaksanaan Miastenia Gravis


Meskipun tidak ada penelitian tentang obat yang telah dilaporkan dan
tidak ada konsensus yang jelas pada strategi pengobatan, myasthenia gravis (MG)
adalah salah satu gangguan neurologis yang paling dapat diobati.Beberapa faktor
(misalnya, tingkat keparahan, distribusi, kecepatan perkembangan penyakit) harus
dipertimbangkan sebelum terapi dimulai atau diubah.3
Terapi Farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen
imunosupresif, seperti kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis, dan
immune globulin intravena (IVIG).3
Plasmapheresis dan thymectomy juga digunakan untuk mengobati MG.
Mereka bukan merupakanterapi tradisional imunomodulasi medis, tetapi mereka
berfungsi dengancara memodifikasi sistem kekebalan tubuh. Thymectomy
merupakan pilihan pengobatan yang penting untuk MG, terutama jika terdapat
thymoma.3
MG adalah penyakit kronis yang dapat secara akut akan memburukselama
beberapa hari atau minggu. Pengobatan memerlukan evaluasi kembali yang
terjadwal dan hubungan dokter-pasien yang dekat. Pasien dengan MG
memerlukan perawatan ketat bekerja sama dengan dokter. 3
Intubasi dan unit perawatan intensif (ICU) biasanya dilakukan pada pasien
myasthenic krisis dengan gagal pernapasan.Kegagalan pernapasan yang cepat
dapat terjadi jika pasien tidak diawasi dengan benar.Pasien harus diawasi sangat

26
hati-hati, terutama pada eksaserbasi, dengan mengukur kekuatan inspirasi negatif
dan kapasitas vital.Setelah pasien dengan dugaan MGC telah diidentifikasi,
langkah segera harus diambil untuk mengintubasi pasien.Hal ini harus dilakukan
melalui intubasi oral cepat. Pasien harus disiapkan O2 masksampai saturasi
oksigen arteri 97%. IV normal saline harus tetes cepat untuk menghindari
hipotensi yang berhubungan dengan intubasi.Pemantauan tekanan darah terus
menerus adalah wajib. Etomidate adalah agen anestesi umum digunakan pada
dosis IV bolus 0,2 hingga 0,3 mg / kg. Agen paralitik harus dihindari kecuali
mutlak diperlukan karena pasien MG sensitif terhadap efek mereka.Jika perlu,
agen nondepolarizing seperti vecuronium lebih bagus.Pengaturan ventilator harus
dioptimalkan untuk memungkinkan pasien istirahat dan mambantu ekspansi
paru.Disarankan mulai dengan kontrol assist (AC) dengan tekanan akhir ekspirasi
positif (PEEP) 5 cm H2O, volume tidal rendah (6 mL / kg berat badan ideal), dan
tingkat pernapasan 12 sampai 16/min. Meskipun dahulu, tidal volum yang besar
(12 ml / kg) direkomendasikan untuk pasien MG, literatur baru menunjukkan
bahwa tidal volume rendah (6 mL / kg) dan frekuansi pernapasan yang lebih cepat
(12-16 napas / menit) dapat membantu menghindari cedera paru pada pasien yang
terintubasi.4

27
Bagan 1.Alur penatalaksanaan Miastenia Gravis.

Sumber : Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison’s :Principle of


Internal Medicine 16th ed. McGraw Hill. 2005

A. Kolinesterase inhibitor
a. Pyridostigmine
Pyridostigmine bekerja pada otot polos, sistem saraf pusat (SSP), dan
kelenjar sekretori, di mana kerjanya memblok AChE. agen
intermediate-acting, lebih disukai dalam penggunaan klinis daripada
“short-acting” bromida neostigmine dan “long acting” klorida
ambenonium. bekerja dalam 30-60 menit, efek berlangsung 3-6 jam.
MG tidak mempengaruhi semua otot rangka yang sama, dan semua
gejala mungkin tidak dapat dikendalikan tanpa efek samping. Pada

28
pasien kritis atau pasca operasi, obat diberikan secara intravena (IV).
Di Amerika Serikat, pyridostigmine tersedia dalam 3 bentuk: 60-mg
tab, 180-mg timespan tablet, dan 60 mg / 5 ml sirup. Efek dari tablet
timespan bertahan 2,5 kali lebih lama. Bentuk timespan adalah sebagai
adjuvan pyridostigmine reguler untuk mengontrol gejala myasthenic
pada malam hari. Penyerapan dan bioavailabilitas tablet timespan
bervariasi antara pasien. 3
b. Neostigmine
Neostigmine menghambat penghancuran AcH oleh AChE, sehingga
memfasilitasi transmisi impuls di NMJ.Ini adalah AChE inhibitor
short-acting yang tersedia dalam bentuk oral (15 mg tablet) dan bentuk
yang sesuai untuk jalur IV, intramuskular (IM), atau subkutan
(SC).Waktu paruhnya 45-60 menit.Obat ini sulit diserap dalam saluran
gastrointestinal (GI) dan harus digunakan hanya jika pyridostigmine
tidak ada.3
c. Edrophonium
Edrophonium terutama digunakan sebagai alat diagnostik untuk
memprediksi respon terhadap long-acting cholinesterase
inhibitor.Seperti cholinesterase inhibitor lain, edrophonium
menurunkan metabolisme AcH, meningkatkan efek kolinergik di
NMJ.3

B. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti-inflamasi dan imunomodulasi digunakan
untuk mengobati idiopatik dan gangguan autoimun.Obat ini termasuk di
antara para agen imunomodulasi yang pertama kali digunakan untuk
mengobati MG dan masih sering digunakan dan efektif.Obat ini biasanya
digunakan dalam kasus sedang atau berat yang tidak merespon terhadap
AChE inhibitor dan thymectomy.Pengobatan jangka panjang dengan
kortikosteroid efektif dan dapat menyebabkan remisi atau menyebabkan
perbaikan pada kebanyakan pasien.Perburukan mungkin terjadi awalnya,

29
perbaikan klinis ditunjukkan setelah 2-4 minggu.Agen ini biasanya
diberikan lebih dari 1 atau 2 tahun.Remisi didapatkan 30% dan perbaikan
40%.Kortikosteroid bekerja di kedua MG baik ocular MG maupun MG
generalisata.Mereka dapat dikombinasikan dengan obat imunosupresif
lainnya untuk efek yang lebih baik dengan dosis lebih rendah dan durasi
yang lebih singkat.3
a. Prednisone
Prednisone adalah kortikosteroid yang paling umum digunakan di
Amerika Serikat. Beberapa ahli percaya bahwa administrasi jangka
panjang dari prednison bermanfaat, tetapi yang lain menggunakan obat
hanya selama eksaserbasi akut untuk membatasi efek yang merugikan
dari penggunaan steroid lama. Prednisone efektif dalam mengurangi
eksaserbasi MG dengan menekan pembentukan autoantibodi.Namun,
efek klinis sering tidak terlihat selama beberapa minggu.Peningkatan
signifikan, yang mungkin berhubungan dengan titer antibodi menurun,
biasanya terjadi pada 1-4 bulan.3
b. Methylprednisolone
Methylprednisolone dapat digunakan pada pasien yang diintubasi dan
pada mereka tidak dapat mentoleransi asupan oral.Ini mengurangi
inflamasi dengan menekan migrasi sel polimorfonuklear (PMN) dan
membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler.3

C. Imunosupresan
a. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan
hasil yang baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan
steroid dan terutama berupa gangguan saluran cerna, peningkatan
enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg
BB selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan
pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati.Sesudah itu pemeriksaan
laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali.Pemberian prednisolon

30
bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan. Karena efek
samping kortikosteroid, klinisi dan dokter seringkali menggunakan
steroid-sparing medications, misalnya: azathioprine, dengan dosis
yang ditingkatkan secara bertahap sampai 2-3 mg/KgBB/hari PO.
Perbaikan maksimal dicapai dalam waktu 1-2 tahun, karena kerja
azathioprine yang lebih lambat daripada kortikosteroid.Azathioprine
digunakan bersama-sama dengan kortikosteroid, bukan sebagai
monoterapi.3
b. Mycophenolate mofetil
sebagai suatu monoterapi yang bersifat adjunctive atau corticosteroid-
sparing therapy, dengan dosis 1-1,5 g PO dua kali sehari. Selama
mimum obat ini, disarankan untuk menghindari paparan sinar
ultraviolet.Manfaat (perbaikan) klinis dapat dirasakan setelah 1-2
bulan, sedangkan efek maksimal obat ini biasanya dirasakan sekitar 6
bulan.Penggunaan mycophenolate mofetil bersama-sama dengan
azathioprine tidak dianjurkan.3
c. Cyclosporine
Penggunaan cyclosporine (dosis: 2,5 mg/KgBB/hari PO dibagi 2 x
sehari; setelah 4 minggu, dosis dapat dinaikkan 0,5 mg/KgBB/hari
dengan interval 2 minggu, sampai dosis maksimum 4 mg/KgBB/hari)
dan cyclophosphamide dapat digunakan oleh dokter yang benar-benar
paham efek samping dan dapat memonitor (tekanan darah, CBC, asam
urat, potassium, lipid, magnesium, serum creatinine dan BUN) pasien
secara ketat (setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama terapi, lalu
setiap bulan jika pasien sudah stabil).3

D. Imunoglobulin
IVIG direkomendasikan untuk MG krisis, pada pasien dengan kelemahan
berat yang kurang terkontrol dengan agen lainnya, atau sebagai pengganti
dari pertukaran plasma dengan dosis 1 g / kg.IVIG efektif dalam MG
sedang atau berat yang memburuk menjadi krisis.Dosis tinggi IVIG

31
berhasil pada MG, meskipun mekanisme kerja tidak diketahui.Hal ini
digunakan dalam manajemen krisis (misalnya, myasthenic krisis dan
periode perioperatif) bukan atau dalam kombinasi dengan plasmapheresis.
Seperti plasmapheresis, ia memiliki onset yang cepat, tetapi efek
berlangsung hanya dalam waktu singkat.3

E. Plasmaparesis
Plasmapheresis (pertukaran plasma) dipercaya bekerja dengan
menghilangkan faktor humoral (yaitu, anti-ACHR antibodi dan kompleks
imun) dari sirkulasi. Hal ini digunakan sebagai tambahan untuk terapi
imunomodulator lain dan sebagai alat untuk manajemen krisis. Seperti
IVIG, plasmaferesis umumnya digunakan untuk myasthenic krisis dan
kasus-kasus refrakter. Perbaikan terjadit dalam beberapa hari, tetapi tidak
berlangsung lebih dari 2 bulan.Plasmaferesis merupakan terapi efektif
untuk MG, terutama dalam persiapan untuk operasi atau jangka pendek
pengelolaan eksaserbasi. Plasmapheresis jangka panjang teratur setiap
minggu atau bulanan bisa digunakan bila pengobatan lain tidak dapat
mengendalikan penyakit ini. Komplikasi terutama terbatas pada
komplikasi intravena (IV) akses (misalnya, penempatan garis pusat) tetapi
juga dapat mencakup gangguan hipotensi dan koagulasi (meskipun
jarang).3

F. Thimektomi
Thimektomi merupakan pilihan pengobatan yang penting dalam
myasthenia gravis (MG),terutama jika ditemukan adanya thymoma. Telah
diusulkan sebagai terapi lini pertama pada kebanyakan pasien dengan
myasthenia gravis (MG) umum.Thimectomi dapat menyebabkan
remisi.American Association of Neurology merekomendasikan thimectomi
untuk nonthymomatous pasien myasthenia gravis (MG)
autoimun.Thimectomi direkomendasikan sebagai pilihan untuk
meningkatkan kemungkinan remisi atau perbaikan.3

32
2.12 Prognosis Miastenia Gravis
a. Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%
b. MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
c. 40% hanya gejala okuler.
Dalam myasthenia gravis (MG) okuler,> 50% kasus berkembang ke
myasthenia gravis (MG) umum dalam waktu satu tahun, remisi spontan <10%.
Sekitar 15-17% pasien akan tetap mengalami gejala okular selama masa tindak
lanjut rata-rata hingga 17 tahun. Pasien-pasien inidisebut sebagai myasthenia
gravis (MG) okular. Sisanya mengembangkan kelemahan umum dandisebut
sebagai generalized myasthenia gravis (MG). Sebuah studi dari 37 pasien
myastheniagravis (MG) menunjukkan bahwa kehadiran thymoma terkait dengan
gejala yang lebih buruk.1

33
BAB III
KESIMPULAN

1. Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan
secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Bila
penderita beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih
kembali. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic
transmission atau pada neuromuscular junction.
2. Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis
tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan
ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor
imunologik yang paling banyak berperanan.
3. Gejala awal biasanya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan diplopia.
Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala okular.
Mungkin ptosis unilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke mata .
Ptosis biasanya yang paling menonjol dan terjadi setelah berkedip beberapa
kali.
4. Klasifikasi Miastenia gravis dapat dibagi berdasarkan Myasthenia Gravis
Foundation of America (MGFA) yang terbagi dalam 5 kelasdan menurut
osserman terbagi dalam 4 tipe.
5. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan Lab penunjang.
6. Tujuan pengobatan myasthenia gravis (MG) adalah untuk mencapai tiga
tujuan penting: transmisi neuromuskuler yang optimal, mengurangi atau
menetralisir konsekuensi dari reaksi autoimun, dan memodifikasi riwayat
alami myasthenia gravis (MG) dengan menginduksi remisi, didefinisikan
sebagai kondisi permanen hilangnya gejala tanpa pengobatan
7. Prognosis : tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%, MG yang
mendapat pengobatan, angka kematian 4%, 40% hanya gejala okuler

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Miastenia Gravis Indonesia.2014.


http://www.mgindonesia.org/myasthenia-gravis.html.
2. Harsono, 2005. Buku Ajar Neurologi Klinik PERDOSSI. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. Hal. 327-332.
3. Goldenberg, William. Myasthenia Gravis. 20 Januari 2012. Diunduh
darihttp://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview, 07 Juni
2012.
4. Eric M, Eliahu S, Feen, Jose I. Myasthenia Gravis Crisis. Southern
Medical Journal. 2008; 101: 1: 69-63.
5. Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia Gravis.
Muscle& Nerve. 2004; 29:505-484.
6. Myasthenia Gravis and Related Disorders of The Neuromuscular Junction.
In: Ropper A, Brown R, eds. Adam and Victor’s : Principles of Neurology
8thed. McGraw Hill. 2005; 53:1264-1250.
7. Romi, Gilhus, Aarli. Myasthenia gravis: clinical, immunological,and
therapeutic advances. Acta Neurol Scand. 2005; 111: 141-134.
8. Kumala P, Komala S, Santoso AH, Sulaiman JR, Rienita Y. Kamus saku
Kedokteran Dorland. 25 ed.EGC. 1998: 723.
9. Drachman DB. Myasthenia Gravis and Other Diseases of The
Neuromuscular JunctionKasper. In: Braunwald, Fauci, Hauser, Longo,
Jameson. Harrison’s : Principle of Internal Medicine 16th ed. McGraw
Hill. 2005; 366: 2523-2518.
10. Burmester GR, Pezzutto A. Color Atlas of Immunology. 1sted. Thieme.
2003: 239-238
11. Myasthenia Gravis &Neuromuscular Junction (NMJ) Disorders. Diunduh
darihttp://neuromuscular.wustl.edu/synmg.html#acquiredmg, 07 Juni
2012.
12. Murray, R.K, Granner, D.K, Mayes, P.A.2008. Biokimia Harper: Dasar

Biokimia Beberapa Kelainan Neuropsikiatri. Edisi 29. EGC. Jakarta.

35
13. Snell, Richard S., 2007. Neuro Anatomi Klinik ed. 5. EGC. Jakarta.

14. Miastenia Gravis Indonesia. 2013.

http://www.mgindonesia.org/myasthenia-gravis.html. Diakses pada

tanggal 08 April 2017.

36

Anda mungkin juga menyukai