Anda di halaman 1dari 15

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A. Keperawatan Gawat Darurat


Gawat darurat adalah suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang
atau banyak orang memerlukan penanganan/pertolongan segera dalam arti pertolongan
secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu
meka korban akan mati atau cacat/ kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup. (Saanin,
2012).

Keperawatan gawat darurat adalah pelayanan professional keperawatan yang diberikan


pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. (Hati, 2011 dalam Saanin, 2012).

Karakteristik keperawatan gawat darurat:


1. Tingkat kegawatan dan jumlah pasien sulit diprediksi.
2. Keterbatasan waktu, data dan sarana: pengkajian, diagnosis, dan tindakan.
3. Keperawatan diberikan untuk seluruh usia.
4. Tindakan memerlukan kecepatan dan ketepatan tinggi.
5. Saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan.

B. Prinsip Keperawatan Gawat Darurat


Prinsip pada penanganan penderita gawat darurat harus cepat dan tepat serta harus
dilakukan segera oleh setiap orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang awam,
perawat, para medis, dokter), baik didalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini
dapat terjadi setiap saat dan menimpa siapa saja.
1. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).
2. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.
3. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam
jiwa (henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).
4. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara
menyeluruh. Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada
ortopnea), lindungi korban dari kedinginan.
5. Jika korban sadar jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan
dan yakinkan akan ditolong.
6. Hindari mengangkat atau memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika
hanya ada kondisi yang membahayakan.
7. Jangan di beri minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan
tindakan anastesi umum dalam waktu dekat.
8. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai
dilakukan dan terdapat alat transportasi yang memadai.

C. Klasifikasi Gawat Darurat


1. Gawat darurat
Suatu kondisi dimana dapat mengancam nyawa apabila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya.
Contoh : gawat nafas, gawat jantung, kejang, koma, trauma kepala dengan
penurunan kesadaran.
2. Gawat tidak darurat
Suatu keadaan dimana pasien berada dalam kondisi gawat tetapi tidak
memerlukan tindakan yang darurat contohnya : kanker stadium lanjut.
3. Darurat tidak gawat
Pasien akibat musibah yang datang tibatiba tetapi tidak mengancam nyawa atau
anggota badannya contohnya : fraktur tulang tertutup.
4. Tidak gawat tidak darurat
Pasien poliklinik yang datang ke UGD

D. Kode-kode Emergency di Rumah Sakit


1. Code Red
Adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman kebakaran di lingkungan
rumah sakit (api maupun asap), sekaligus mengaktifkan tim siaga bencana rumah
sakit untuk kasus kebakaran. Misalnya: Petugas teknik segera mematikan listrik di
area kebakaran, perawat segera memobilisasi pasien ke titik-titik evakuasi, dan
sebagainya. Tatalaksananya (RACE):
1) (R) REMOVE/RESCUE/SELAMATKAN setiap orang yang berada dalam
area kebakaran sambil meneriakkan: code red ---- code red.
2) (A) ALERT/ALARM/SEBARLUASKAN dengan cara menelpon
Operator selanjutnya operator menghubungi pihak yang terkait antara lain
petugas security, selajutnya beritahu kawan terdekat. Bila api membesar
telpon Dinas Pemadam Kebakaran.
3) (C) CONFINE/ CONTAIN/SEKAT bila sekitar ruangan penuh api dan
asap, bila memungkinkan tutup pintu dan jendela untuk mencegah api
menjalar.
4) (E) EXTINGUISH/PADAMKAN bila api masih memungkinkan/bila api
masih kecil. Jangan ambil resiko yang tidak perlu.
5) Bila cukup aman, matikan semua sarana seperti listrik, gas yang
kemungkinan berkaitan dengan api, tapi tetap pertimbangkan dengan
cermat bila pasien masih memerlukan.
6) Evakuasi pasien dan pengunjung ke daerah yang aman.
7) Tetap awasi pasien. Bila perlu dihitung per kepala atau absensi berurutan.
8) Kooperatif dengan semua intruksi yang diberikan oleh Staf Senior,
Manajer on Duty (MOD), ataupun petugas pemadam kebakaran.

2. Code Blue (biru)


Adalah kode yang mengumumkan adanya pasien, keluarga pasien, pengunjung,
dan karyawan yang mengalami henti jantung dan membutuhkan tindakan
resusitasi segera. Pengumuman ini utamanya adalah untuk memanggil tim medis
reaksi cepat atau tim code blue yang bertugas pada saat tersebut, untuk segera
berlari secepat mungkin menuju ruangan yang diumumkan dan melakukan
resusitasi jantung dan paru pada pasien. Tim medis reaksi cepat (tim code blue)
ini merupakan gabungan dari perawat dan dokter yang terlatih khusus untuk
penanganan pasien henti jantung.

3. Code Pink (merah muda)


Adalah kode yang mengumumkan adanya penculikan bayi atau anak atau
kehilangan bayi atau anak di lingkungan rumah sakit. Secara universal,
pengumuman ini seharusnya diikuti dengan lock down (menutup akses keluar
masuk) rumah sakit secara serentak. Bahkan menghubungi bandar udara, terminal,
stasiun dan pelabuhan terdekat untuk kewaspadaan terhadap bayi korban
penculikan. Tatalaksanannya:
1) Oleh karena beberapa jam pertama merupakan waktu kritis pada kasus
hilangnya bayi atau anak-anak, hal terpenting adalah menyediakan
informasi akurat berkaitan dengan bayi atau anak sesegera mungkin.
Apabila bayi atau anak-anak diculik maka petugas yang menemukan
terjadinya penculikan bayi atau anak, meneriakkan :
“ CodePink –Code Pink !!!!”
2) Segera menelpon Operator, selanjutnya operator menghubungi pihak yang
terkait di Rumah Sakit antara lain Security, Manager on Duty, Direksi, dan
Staf Senior lainnya).
3) Security atas perintah pimpinan, menelepon POLRES atau POLSEK
setempat dan sebutkan: jenis kejadian, lokasi kejadian dengan tepat, nama
anda dan tugas atau profesi anda.
4) Petugas Kepolisian kemungkinan akan meminta gambar atau foto bayi
atau anak yang diculik (kalau ada), dan menanyakan beberapa pertanyaan
antara lain: kapan terjadinya, lokasi terakhir Anda masih melihat bayi atau
anak yang hilang, dan memakai pakaian apa bayi atau anak tersebut.
5) Setelah menerangkan kepada yang berwajib, berupaya untuk tetap tenang.
Anda akan mampu mengingat detail bayi atau anak yang diculik lebih
mudah bila anda telah memperoleh kondisi rasional dan logisnya kembali.

4. Code Black (Hitam)


Adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman orang yang
membahayakan (ancaman orang bersenjata atau tidak bersenjata yang
mengancam akan melukai seseorang atau melukai diri sendiri), ancaman bom
atau ditemukan benda yang dicurigai bom di lingkungan rumah sakit dan
ancaman lain. Dalam hal adanya ancaman terhadap seseorang (orang
bersenjata atau tidak bersenjata yang mengancam akan melukai seseorang atau
melukai diri sendiri) yang dilakukan:
1) 4R (Remain calm-Tetap tenang, Retreat-Mundur bila lebih aman,
Raise the alarm-Bunyikan alarm, Record details- Catat rincian
kejadian).
2) Ambil tindakan cepat untuk melindungi diri sendiri atau melindungi
pasien yang terancam.
3) Beri peringatan atau minta bantuan kepada sesama teman, sambil
meneriakkan: ”Code Black -Code Black!!!!”
4) Melangkah mundur bila lebih aman. Hubungi Operator, selanjutnya
operator menghubungi pihak yang terkait antara lain security, Manager
on Duty, Direksi, dan Staf Senior lainnya, terangkan tentang:
a. Jenis kejadian.
b. Lokasi kejadian.
c. Nama dan tempat tugas anda.
5) Bila tidak memungkinkan melangkah mundur:
a. Turuti perintah pengancam.
b. Lakukan hanya yangdiminta
6) Bila bahaya sudah berlalu, telepon Operator, dan jelaskan kejadiannya.
7) Catat hasil pengamatan Anda secepatnya. (Misalnya : ciri penyerang,
senjata, cara bicara atau logat, tingkah laku, tato, ciri kendaraan, arah
pelarian, dll-nya).
8) Amankan tempat kejadian perkara.
9) Bekerjasama dengan security sambil menunggu petugas kepolisian
Bila mendapatkan ancaman bom, yang perlu dilakukan adalah:
a. Tetap tenang sambil mendengarkan suara si penelepon.
b. Jangan menutup telepon.
c. Gunakan telpon lain untuk menghubungi nomor POLRES atau
POLSEK setempat, hubungi operator untuk selanjutnya
operator menghubungi pihak yang terkait, dan sampaikan:
Bahwa terdapat ancaman bom, lokasi ancaman bom secara
tepat, nama anda dan tempat tugas atau profesi anda, evakuasi
Segera atau Evacuation.

5. Code Brown (Coklat)


Adalah kode yang mengumumkan pengaktifan evakuasi pasien, pengunjung
dan karyawan rumah sakit pada titik-titik yang telah ditentukan. Pada intinya,
menginisiasi tim evakuasi untuk melaksanakan tugasnya. Terdapat tiga tahap
evakuasi:
1) TAHAP 1: Pindahkan korban dari daerah bahaya, misalnya dari
ruangan ke koridor, sambil meneriakkan:”Code brown -- code
brown”untuk memberitahukan petugas lain.
2) TAHAP 2 : Bersama-sama petugas lain pindahkan korban ke ruangan
yang aman pada lantai yang sama; lantai bawah bila bangunan
bertingkat.
3) TAHAP 3 : Selesaikan evakuasi dari bangunan melalui koridor atau
tangga ke titik kumpul dan ikuti petunjuk dalam Emergency Plan
rumah sakit.

6. Code Orange (Oranye)


Adalah kode yang mengumumkan adanya insiden yang terjadi di luar rumah
sakit (emergency eksternal) misalnya kecelakaan massal lalu lintas darat, laut,
dan udara; ledakan, banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, dll.
Tatalaksananya:
1) Pada saat menerima pemberitahuan terjadinya darurat eksternal,
petugas IGD dan atau operator akan menyampaikan kepada semua
pejabat senior dan Tim Siaga Bencana rumah sakit.
2) Rekan yang berdekatan sesudah diberitahu petugas IGD atau operator
meneriakkan:“Code Orange –Code Orange !!!”.
3) Setiap staf akan merespon sesuai dengan Panduan Siaga Bencana
rumah sakit.Respon dapat meliputi salah satu atau lebih langkah
berikut ini:
a. Bila memungkinkan sediakan tempat tidur untuk menampung
korban, bila perlu dengan cara memulangkan sebagaian pasien
rawat inap atau mengirimkannya ke RS lain.
b. Sediakan fasilitas penerimaan dan perawatan pasien
secukupnya.
c. Bila diminta oleh Manajer Senior atau Direksi ataupun utusan
dari lokasi bencana, sediakan bantuan yang dapat dikirim ke
lokasi bencana.
d. Semua personil lainnya merespon sesuai arahan supervisornya.
e. Bila kondisi bencana memberikan dampak kepada rumah sakit
(misalnya serbuan asap, huru-hara sipil), pengisolasian atau
penyekatan mungkin diperlukan.
f. Tunggu sampai ada pemberitahuan bahwa “SITUASI TELAH
TERKENDALI”.
7. Code Yellow (Kuning)
Adalah kode yang mengumumkan adanya situasi krisis internal (emergency
internal) rumah sakit yang meliputi: kebocoran atau dugaan kebocoran gas
termasuk gas elpiji; kebocoran dan tumpahan bahan kimia dan atau bahan
berbahaya; kegagalan sistem vital seperti kegagalanback-updaya listrik; boks
pembagi daya listrik;seseorang terjebak/terjerat; banjir; insiden radiasi; dan
lain-lain. Tatalaksananya:
1) Pada saat menemukan kejadian emergency internal petugas
meneriakkan:” Code Yellow –Code Yellow !!!!”.
2) Hubungi nomor Operator unyuk selanjutnya menghubungi pihak yang
terkait antara lain security,Manager on Duty, Direksi, dan Staf Senior
lainnya.dan sebutkan : Jenis Emergency, Lokasi Emergency dengan
tepat.Nama Anda dan tugas/profesi Anda.
3) Jauhkan orang dari lokasi bahaya.
4) Apabila evakuasi diperlukan, ikuti prosedur evakuasi, seperti pada
panduanCode Brown.
5) Tunggu instruksi dari Staf Senior,Manager on Duty (MOD) atau
Petugas Emergency.
6) Stanby untuk membantu bila diperlukan.
7) Jangan kembali ketempat semula sampai Staf Senior, MOD, atau
yanbertanggung jawab dalam keamanan fasilitas menyatakan “
SEMUA TELAH AMAN”.
Dalam hal insiden kimia, biologis atau radiasi:
a. Pakailah masker dan atau tutup mulut.
b. Buka pakaian yang terkontaminasi, dan cuci kulit dengan air
mengalir.
c. Jauhi zona berbahaya.

E. Konsep Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu


Pengertian dan Fase SPGDT
Sistem pengendalian gawat darurat terpadu adalah mekanisme yang dirancang untuk
memberikan pertolongan pada korban bencana atau gawat darurat untuk mencegah
kematian atau kerusakan organ sehingga produktifitasnya dapat didipertahankan
setara sebelum terjadinya bencana atau peristiwa gawat darurat.
System penanggulangan gawat darurat (SPGDT) mengacu pada pertolongan harus
cermat, tepat, dan cepat agar korban tidak mati atau cacat maka harus ditangani secara
bersama dan terpadu, oleh berbagai komponen penolong atau pertolongan. Ini berarti
penanganan harus dilakukan multi disiplin, multi profesi dan multi sektor meliputi:
a. Penanganan terhadap korban banyak penyelarnatan jiwa.
b. Dilakukan oleh penolong dan pertolongan banyak.
c. Terjalin komunikasi dan koordinasi yang terkendali.
d. Menyangkut transportasi korban.
e. Tempat-tampat rujukan.

Ada 3 subsistem dalam pelayanan kesehatan pada SPGDT:


a. Sistem pelayanan Pra Rumah Sakit, sistem pelayanan di Rumah Sakit dan
sistem pelayanan antar Rumah Sakit. Pada sistem pelayanan medic pra rumah
sakit terdapat public safety center atau Desa Siaga, Brigade Siaga Bencana,
Pelayanan Ambulance, Komunikasi, Ambulan dan masyarakat awam yang
belum digarap secara serius oleh pemerintah.
b. Sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dalam pelaksanaan sistem
pelayanan kesehatan di rumah sakit yang diperlukan adalah penyediaan sarana,
prasarana, dan SDM yang terlatih. Semua hal tersebut diatas harus tersedia
unit kerja yang ada di RS. Seperti di UGD, ICU, Ruang rawat inap,
laboratorium, Xray room, farmasi, klinik gizi, dan ruang penunjang yang
lainnya serta kamar mayat, dan lainnya.

Dalam pelaksanaan pelayanan medic di rumah sakit untuk korban bencana


diperlukan : hospital Disaster Plan, Unit Gawat Darurat, Brigade Siaga Bencana
Rumah Sakit, High Care Unit, dan kamar jenazah.

c. Sistem pelayanan kesehatan antar rumah sakit. Sistem pelayanan kesehatan


antar rumah sakit harus berbentuk jejaring rujukan yang dibuat berdasarkan
kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas untuk menerima pasien. Misal di Jakarta bila ada bencana
bila ada patah tulang pasien dapat dirujuk ke RS Fatmawati. Ini semua sangat
berhubungan dengan kemampuan SDM, fasilitas medis yang tersedia di rumah
sakit tersebut. Agar sistem ini dapat memberikan pelayanan yang baik
memerlukan sistem ambulan yang baik dan dibawa oleh SDM yang terlatih
dan khusus menangani keadaan darurat. Dalam pelayanan kesehatan antar
rumah sakit: pelayanan fiksasi dan evakuasi, transportasi dan rujukan, dan
pengelolaan lalu lintas untuk transportasi dan rujukan.

Tujuan pelayanan gawat darurat

Kondisi pelayanan gawat darurat dapat terjadi dimana saja, baik pre hospital maupun in
hospital ataupun post hospital. Oleh karena itu tujuan dari pertolongan gawat darurat
dalam kaitannya dengan rentang kegawatdaruratan dapat terbagi menjadi 3 yaitu:

a. Pre-Hospital

Dalam rentang kondisi hospital ini dapat terjadi dimana saja serta dalam setiap
waktu, maka peran serta masyarakat, awam khusus ataupun petugas kesehatan
diharapkan dapat melakukan tindakan penanganan kondisi kegawatdaruratan yang
berupa:

1) Menyingkirkan benda-benda berbahaya di tempat kejadian yang berisiko


menyebabkan jatuh korban lagi, misalnya pecahan kaca yang menggantung
atau dicurigai masih terdapat bom. Petugas kesehatan hanya boleh
memberikan pertolongan apabila kondisi sudah aman dari risiko jatuhnya
korban berikutnya.
2) Melakukan triase atau memilah dan menentukkan kondisi korban gawat
darurat serta memberikan pertolongan pertama sebelum petugas kesehatan
yang lebih ahli dating untuk membantu.
3) Melakukan fiksasi atau stabilisasi sementara.
4) Melakukan evakuasi, yaitu korban dipindahkan ke tempat yang lebih aman
atau dikirim ke pelayanan kesehatan yang sesuai kondisi korban.
5) Mempersiapkan masyarakat, awam khusus dan petugas kesehatan melalui
pelatihan siaga terhadap bencana.

b. In Hospital

Pada tahap ini, tindakan menolong korban gawat darurat dilakukan oleh petugas
kesehatan. Di rumah sakit pada umumnya ditolong oleh petugas kesehatan di dalam
sebuah tim yang multi disiplin ilmu. Tujuan pertolongan di rumah sakit adalah adalah
1) Memberikan pertolongan profesional kepada korban bencana sesuai dengan
kondisinya.
2) Memberikan bantuan hidup dasar dan hidup lanjut.
3) Melakukan stabilisasi dan mempertahankan hemodinamik yang akurat.
4) Melakukan rehabilitasi agar produktivitas korban setelah kembali ke
masyarakat setidaknya setara bila dibanding sebelum bencana menimpanya.
5) Melakukan pendidikan kesehatan dan melatih korban untuk mengenali
kondisinya dengan segala kelebihan yang dimiliki.

c. Post-Hospital

Pada kondisi post-hospital hampir semua pihak menyatakan hampir sudah tidak ada
lagi kondisi gawat darurat. Padahal, kondisi gawat darurat ada yang terjadi justru
setelah diberi pelayanan di rumah sakit, yaitu korban perkosaan. Karena mengalami
trauma psikis yang mendalam, misalnya merasa tidak berharga, harga diri rendah,
malu dan tidak punya harapan sehingga korban-korban perkosaan mengambil jalan
pintas dengan mengakhiri hidupnya sendiri. Tujuan diberikan pelayanan dalam
rentang post-hospital adalah:

1) Mengembalikan rasa percaya diri kepada korban.


2) Mengembalikan rasa harga diri yang hilang sehingga dapat tumbuh dan
berkembang.
3) Meningkatkan kemampuan bersosialisasi kepada orang-orang terdekat dan
masyarakat yeng lebih luas.
4) Mengembalikan pada permanen sistem sebagai tempat kehidupan nyata
korban
5) Meningkatkan persepsi terhadap realitas kehidupanya pada masa yang akan
datang.
F. Initial Assasment (Primary Assasment Dan Secondary Assasment)
Definisi
Initial Assessment adalah proses penilaian awal pada penderita trauma disertai
pengelolaan yang tepat guna untuk menghindari kematian. Initial assesment meliputi :
a. Persiapan
Persiapan pada penderita berlangsung dalam dua fase yang berbeda, yaitu fase
pra rumah sakit / pre hospital, dimana seluruh penanganan penderita
berlangsung dalam koordinasi dengan dokter di rumah sakit. Fase kedua
adalah fase rumah sakit/hospital dimana dilakukan persiapan untuk menerima
penderita sehingga dapat dilakukan resusitasi dengan cepat.
b. Fase pra rumah sakit
Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas di lapangan
akan menguntungkan penderita. Pada fase pra rumah sakit, hal yang perlu
diperhatikan adalah penjagaan airway, kontrol pendarahan dan syok,
imobilisasi penderita dan segera dibawa ke rumah sakit terdekat dengan
fasilitas yang memadai.
Waktu di tempat kejadian (scene time) yang lama harus dihindari. Selain itu
juga penting mengumpulkan keterangan yang nanti dibutuhkan di rumah sakit,
seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian, serta riwayat
penderita. Sehingga dapat ditentukan jenis dan berat dari trauma.
c. Fase rumah sakit
Pada fase rumah sakit perlu dilakukan perencanaan sebelum penderita tiba,
sebaiknya ada ruangan khusus resusitasi serta perlengkapan airway
(laringoskop, endotracheal tube) yang sudah dipersiapkan. Selain itu, perlu
dipersiapkan cairan kristaloid (mis : RL) yang sudah dihangatkan,
perlengkapan monitoring serta tenaga laboratorium dan radiologi. Semua
tenaga medik yang berhubungan dengan penderita harus dihindarkan dari
kemungkinan penularan penyakit menular dengan cara penganjuran
menggunakan alat-alat protektif seperti masker/face mask, proteksi
mata/google, baju kedap air, sepatu dan sarung tangan kedap air.
d. Triase
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan
sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada prioritas ABC (Airway
dengan kontrol vertebra servikal), Breathing, dan Circulation dengan kontrol
perdarahan.

Triase juga berlaku untuk pemilahan penderita di lapangan dan rumah sakit
yang akan dirujuk. Dua jenis keadaan triase yang dapat terjadi:
a. Multiple Casualties
Musibah massal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak
melampaui kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini penderita dengan
masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani terlebih
dahulu.
b. Mass Casualties
Musibah massal dengan jumlah penderita dan beratnya luka melampaui
kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini yang akan dilakukan
penanganan terlebih dahulu adalah penderita dengan kemungkinan
survival yang terbesar, serta membutuhkan waktu, perlengkapan dan
tenaga yang paling sedikit.

G. Primary survey
Primary survey dilakukan untuk menilai keadaan penderita dan prioritas terapi
berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital dan mekanisme trauma. Pada primary
survey dilakukan usaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih
dahulu dengan berpatokan pada urutan berikut :

A : Airway
Yang pertama kali harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Hal ini meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh benda asing, fraktur
tulang wajah, fraktur mandibula atau maxilla, fraktur laring/trakhea. Usaha uhtuk
membebaskan airway harus melindungi vertebra servikal (servical spine control), dimulai
dengan melakukan chin lift atau jaw trust. Jika dicurigai ada kelainan pada vertebra
servikalis berupa fraktur maka harus dipasang alat immobilisasi serta dilakukan foto
lateral servikal. Pemasangan airway definitif dilakukan pada penderita dengan gangguan
kesadaran atau GCS (Glasgow Coma Scale) ≤ 8, dan pada penderita dengan gerakan
motorik yang tidak bertujuan.
B : Breathing
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Dada penderita harus dibuka
untuk melihat ekspansi pernafasan dan dilakukan auskultasi untuk memastikan masuknya
udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam
rongga pleura. Sedangkan inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding
dada yang mungkin mengganggu ventilasi. Trauma yang dapat mengakibatkan gangguan
ventilasi yang berat adalah tension pneumothoraks, flailchest dengan kontusio paru dan
open pneumotoraks. Sedangkan trauma yang dapat mengganggu ventilasi dengan derajat
lebih ringan adalah hematothoraks, simple pneumothoraks, patahnya tulang iga, dan
kontusio paru.

C : Circulation
1) Volume darah dan cardiac output
Perdarahan merupakan sebab utama kematian yang dapat diatasi dengan terapi
yang cepat dan tepat di rumah sakit. Suatu keadaan hipotensi pada trauma harus
dianggap disebabkan oleh hipovolemia sampai terbukti sebaliknya. Dengan
demikian maka diperlukan penilaian yang cepat dari status hemodinamik
penderita yang meliputi:
a. Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang yang
mengakibatkan penurunan kesadaran.
b. Warna kulit
Wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat meruoakan tanda
hipovolemia.
c. Nadi
Perlu dilakukan pemeriksaan pada nadi yang besar seperti arteri femoralis atau
arteri karotis kiri dan kanan untuk melihat kekuatan nadi, kecepatan, dan
irama. Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur, biasanya merupakan tanda
normovolemia. Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia,
sedangkan nadi yang tidak teratur merupakan tanda gangguan jantung.
Apabila tidak ditemukan pulsasi dari arteri besar maka merupakan tanda perlu
dilakukan resusitasi segera.
2) Perdarahan
Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka. Sumber perdarahan
internal adalah perdarahan dalam rongga thoraks, abdomen, sekitar fraktur dari
tulang panjang, retroperitoneal akibat fraktur pelvis, atau sebgai akibat dari luka
dada tembus perut.

D : Disability/neurologic evaluation

Pada tahapan ini yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda
tanda lateralisasi dan tingkat atau level cedera spinal. GCS / Glasgow Coma Scale adalah
sistem skoring sederhana dan dapat meramal outcome penderita. Penurunan kesadaran
dapat disebabkan oleh penurunan oksigenasi atau/dan penurunan perfusi ke otak, atau
disebabkan trauma langsung.

E : Exposure/environmental

Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, biasanya dengan cara menggunting


dengan tujuan memeriksa dan mengevaluasi penderita. Setelah pakaian dibuka penderita
harus diselimuti agar tidak kedinginan.

DAFTAR PUSTAKA

Saanin, S. 2012. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). BSB Dinkes
Sprovinsi Sumatera Barat

Margaretha, Caroline. 2013. Konsep Keperawatan Gawat Darurat. Diakses pada tanggal
18 Januari 2018

Hamarno, Rudi. 2016. Keperawatan Kedaruratan dan Manajemen Bencana. Kementrian


KesehatanRepublik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai