SKENARIO 1 BLOK 13
Oleh: Tutorial L
Anggota:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LEARNING OBJECTIVES (LO)
PEMBAHASAN :
1. Menguraikan dan Mejelaskan Tentang Anatomi SSP dan SST
Susunan Saraf pusat
1. Medula Spinalis
a. Otak besar
b. Otak kecil
2. Otak
3. Batang otak
Susunan saraf perifer
1. Susunan saraf somatic
Susunan saraf yang
mempunyai peranan spesifik untuk
mengatur aktivitas otot sadar atau
serat lintang.
2. Susunan saraf otonom
Susunan saraf yang mempunyai peranan penting memengaruhi
pekerjaan otot involunter (otot polos) seperti jantung, hati, pancreas, jalan
pencernaan, kelenjar dan lain-lain.
a. Susunan saraf simpatis
b. Susunan saraf parasimpatis
Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari
sebuah tabung yang mulanya memperhatikan tiga gejala pembesaran otak
awal.
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, serta
hipotalamus.
b. Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan serebelum.
Serebrum
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:
1. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus
sentralis.
2. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh
korako-oksipitalis.
3. Lobus temporalis, terdapat
dibawah lateral dari fisura
serebralis dan di depan lobus
oksipitalis.
4. Oksipitalis yang mengisi
bagian belakang dari serebrum.
Batang otak
Batang otak terdiri dari:
1. Diensefalon, ialah bagian otak yang paling rostral, dan tertanam di antara
ke-dua belahan otak besar (haemispherium cerebri). Diantara diensefalon
dan mesencephalon, batang otak membengkok hampir sembilah puluh
derajat kearah ventral. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian
depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap
kesamping. Fungsi dari diensefalon:
a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
b. Respiratori, membantu proses persarafan.
c. Mengontrol kegiatan refleks.
d. Membantu kerja jantung.
2. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang
menonjol ke atas. Dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus
superior dan dua di sebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior.
Serat saraf okulomotorius berjalan ke ventral di bagian medial. Serat
nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi
lain. Fungsinya:
a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan
pons varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak
tengah dan medula oblongata. Disini terdapat premotoksid yang mengatur
gerakan pernapasan dan refleks. Fungsinya:
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula
oblongata dengan serebelum atau otak besar.
b. Pusat saraf nervus trigeminus.
4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah
yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah
medula oblongata merupakan persambungan medula spinalis ke atas,
bagian atas medula oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di
daerah tengah bagian ventral medula oblongata. Fungsi medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks
Serebelum
Serebelum (otak kecil)
terletak pada bagian bawah dan
belakang tengkorak dipisahkan
dengan serebrum oleh fisura
transversalis dibelakangi oleh
pons varoli dan di atas medula
oblongata. Organ ini banyak
menerima serabut aferen
sensoris, merupakan pusat
koordinasi dan integrasi.
Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan
bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan
dengan batang otak melalui pendunkulus serebri inferior (korpus retiformi)
permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai serebelum tetapi
lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan serebelum ini
mengandung zat kelabu.
Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga
lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut
saraf yang masuk dan yang keluar dari serebrum harus melewati serebelum
Fungsi serebelum
1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga dalam yang
diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan dan rangsangan pendengaran
ke otak.
2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari reseptor sensasi
umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus) kelopak mata, rahang atas, dan
bawah serta otot pengunyah.
3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi tentang
gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengaturgerakan sisi badan.
Saraf otak
Urutan saraf Nama Saraf Sifat Saraf Memberikan saraf untuk
dan fungsi
I Nervus olfaktorius Sensorik Hidung, sebagai alat penciuman
II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk penglihatan
III Nervus Motorik Penggerak bola mata dan
okulomotoris mengangkat kelopak mata
IV Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata dan
penggerak bola mata
Sistem Parasimpatis
Saraf cranial otonom adalah saraf cranial 3, 7, 9, dan 10. Saraf ini
merupakan penghubung, melalui serabut – serabut parasimpatis dalam
perjalanan keluar dari otak menuju organ – organ sebagian dikendalikan oleh
serabut – serabut menuju iris. Dan dengan demikian merangsang gerakan –
gerakan saraf ke -3 yaitu saraf okulomotorik.
Saraf simpatis sacral keluar dari sumsum tulang belakang melalui
daerah sacral. Saraf – saraf ini membentuk urat saraf pada alat – alat dalam
pelvis dan bersama saraf – saraf simpatis membentuk pleksus yang
mempersarafi kolon rectum dan kandung kemih.
Refleks miksi juga menghilang bila saraf sensorik kandung kemih
mengalami gangguan. System pengendalian ganda ( simpatis dan
parasimpatis ). Sebagian kecil organ dan kelenjar memiliki satu sumber
persarafan yaitu simpatis atau parasimpatis. Sebagian besar organ memiliki
persarafan ganda yaitu : menerima beberapa serabut dari saraf otonom sacral
atau cranial. Kelenjar organ dirangsang oleh sekelompok urat saraf ( masing –
masing bekerja berlawanan ).
Dengan demikian penyesuaian antara aktivitas dan tempat istirahat
tetap dipertahankan. Demikian pula jantung menerima serabut – serabut
ekselevator dari saraf simpatis dan serabut inhibitor dari nervus vagus.
Saluran pencernaan memiliki urat saraf ekselevator dan inhibitor yang
mempercepaT dan memperlambat peristaltic berturut – turut.
Fungsi serabut parasimpatis :
1. Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis,
submandibularis, dan kelenjar – kelenjar dalam mukosa rongga hidung.
2. Mmepersarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung, berpusat di
nuclei lakrimalis, saraf – sarafnya keluar bersama nervus fasialis.
3. Mempersarafi kelenjar ludah ( sublingualis dan submandibularis ),
berpusat di nucleus salivatorius superior, saraf – saraf ini mengikuti nervus
VII
4. Mempersarafi parotis yang berpusat di nucleus salivatoris inferior di
dalam medulla oblongata, saraf ini mengikuti nervus IX
5. Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru – paru,
gastrointestinum, ginjal, pancreas, limfa, hepar, dan kelenjar suprarenalis
yang berpusat pada nucleus dorsalis nervus X
6. Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria dan alat
kelamin, berpusat di sacral II, III, IV.
7. Miksi dan defekasi pada dasarnya adalah suatu reflex yang berpusat di
kornu lateralis medulla spinalis bagian sacral. Bila kandung kemih dan
rectum tegang miksi dan defekasi secara reflex. Pada orang dewasa reflex
ini dapat dikendalikan oleh kehendak. Saraf yang berpengaruh
menghambat ini berasal dari korteks di daerah lotus parasentralis yang
berjalan dalam traktus piramidalis.
a. Ingatan Eksplisit
Ingatan merupakan retensi dan penyimpanan dari
informasi. Ingatan dibagi atas ingatan eksplisit dan ingatan
implisit. Ingatan eksplisit merupakan ingatan yang bersifat
deklaratif atau pengenalan dengan berkaitan dengan kesadaran.
Ingatan tersebut tergantung dari reseistensi bagian hipokampus dan
lobus temporalis. Ingatan eksplisit dibagi atas ingatan episodik dan
semantik. Ingatan episodik merupakan ingatan yang berupa
kejadian sedangakan ingatan semantik merupakan ingatan yang
berupa kata-kata dan hukum. Ingatan eksplisit dibagi atas ingatan
jangka pendek dan jangka panjang. Ingatan jangka pendek
merupakan ingatan yang berlangsung selama beberapa detik atau
jam sedangkan ingatan jangka panjang merupakan ingatan yang
berlangsung selama bertahun-tahun sampai bertahun-tahun.
Ingatan Implisit
Ingatan implisit merupakan ingatan yang tidak melibatkan
kesadaran dan juga disebut sebagai non deklaratif atau reflektif.
Retensinya tidak tergantung dari hipokampus tapi tergantung
keterampilan, kebiasaan dan refleks-refleks terkondisi. Ingatan
implisit dibagi atas pembelajaran asosiatif dan non asosiatif.
Pembelajaran non asosiatif terdiri habituasi dan sensitisasi.
Sedangkan asosiatif berupa pengkondisian klasik dan operant
conditioning. Ingatan implisit yang berlanjut akan menimbulkan
suatu keterampilan dan kebiasaan.
Habitusi merupakan pembelajaran dengan stimulus yang
terus-menerus. Stimulus tersebut pada awalnya akan memberikan
suatu reaksi, namun karena semakin sering maka otak akan
mengabaikannya. Sensitisasi merupakan kebalikan dari habituasi,
sensitisisasi rangsangan yang terus menerus akan menimbulkan
reaksi yang kuat.
Cara Pembuatan Ingatan
Ingatan dibentuk kekuatan dari kontak sinaps tertentu.
Perubahan ini biasanya diikuti dengan sintesis protein dan aktivasi
gen tertentu. Setelah kontak sinaps-sinaps tersebut, kemudian
terjadi penurunan kandungan ion Ca ekstra seluler dan
peningakatan ion Ca intra seluler. Peningkatan ini bertujuan untuk
meningkatkan kecepatan pelepasan neurotransmitter dari satu
sinaps ke sinaps lain.
Cara kerja pembentukan ingatan eksplisit
Ingatan jangka pendek
Ingatan jangka pendek dibentuk oleh kerja di bagian lobus
frontalis dan hipokampus. Ingatan jangka pendek berbentuk
ingatan kerja yaitu merupakan proses menahan informasi sehingga
bisa dipakai sebagai salah satu bentuk pengambilan keputusan
yang akan dlakukakan. Contoh ingatan kerja adalah misal pada saat
kita mengingat suatu nomor telepon lalu menggunkan informasi
tersebut untuk menelepon. Pada contoh tersebut yang disebut
ingatan kerja adalah ingatan kita pada nomor telepon tersebut.
Pemakaian ingatan ini didukung oleh disimpan dalam suatu
“central executive” yang didukung oleh sistem pengulangan yang
dibantu oleh sistem verbal dan sistem visuospasial yang terletak di
korteks prafrontalis.
Traktus Pyramidalis
1. Serabut kortikospinalis
korona radiata → posterior kapsula interna → cerebral
peduncles crus cerebri → pons → medula oblongata →
LOWER MEDULA → SPINAL CORD
2. Serabut kortikobulbaris
Korona radiata → posterior kapsula interna → cerebral peduncles crus
cerebri → PONS → medulla
Merupakan kumpulan-kumpulan traktus, inti-inti &
sirkuit feedbacknya.
Susunan ekstrapyramidal ini secara fungsional
berhubungan dengan traktus pyramidal.
Susunan ekstrapiramidal ini dimulai dari serebral
korteks, basal ganglia, subkortikal nukleus secara tidak
langsung ke spinal cord: melalui multisynap
conection.
Inti-inti yang menyusun ekstrapyramidal:
1. Korteks motorik tambahan (area 4s, 6, 8).
2. Ganglia basalis (nucleus kaudatus, putamen,
globus pallidus, substansia nigra),
Korpus subtalamikum (Luysii),
Nucleus ventrolateralis Talami.
3. Nucleus ruber & substansia retikularis batang otak.
4. Cerebellum.
System ekstrapiramidalis dibagi atas 3 lintasan:
1. Lintasan Sirkuit Pertama.
Lingkaran yang disusun oleh jaras-jaras penghubung
berbagai inti melewati korteks piramidalis (area 4), area 6,
oliva inferior, inti-inti pontis, korteks serebelli, nucleus
dentatus, nucleus rubber, nucleus ventrolateralis talami,
korteks pyramidalis & ekstrapiramidalis.
Peranan sirkuit ini memberikan FEEDBACK kepada
korteks pyramidalis & ekstrapiramidalis yang berasal dari
korteks cerebellum.
Definisi
Pendarahan inraserebral adalah pendarahan yang terjadi secara langsung
pada bagian atau substasi otak.
Etiologi dan faktor resiko
- Usia
Usia merupakan faktor resiko terbanyak daripada pendarahan
intraserebral. Insidennya meningkat secra dramatis pada penderita usisa
lebih dari 60 tahun.
- Hipertensi
Hipertensi diperkirakan sebagai faktor resiko perdarahan pada
daerah deep hemisfer dan brainstem.
- Aneurisma dan malformasi vaskular
Meskipun rupture aneurisma berry menjadi penyebab perdarahan
subarakhnoid, akan tetapi perdarahan secara langsung pada parenkim otak
tanpa ekpansi ke subarakhnoid dapat menyebabkan perdarahan
intraserebral.
- Antikoagulan dan antitrombolitikk berhubungan dengan perdarahan
intraserebral
Pada beberapa percobaan warfarin sebagai terapi atrial fibrilasi dan
infark miokard merupakan penyebab terbanyak anticoagulant asspciated
intracerebral hemorrhage (AAICH).
- Antiplatelet
Obat antiplatelet kemungkinan dapat meningkatkan resiko
perdarahan intraserebral.
- Peminum alkohol berat
Peminum alkohol yang berat memiliki implikasi terhadap ekspansi
perdarahan, dimana dihubungkan dengan efek samping dari platelet dan
fungsi hati.
- Diabetes
Hubungan diabetes dengan perdarahan intraserebral bervariasi
berdasarkan usia dan lokasi perdarahan.
Klasifikasi
- Perdarahan intraserebral primer
Yang disebabkan oleh hipertensif kronik yang menyebablan
vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak.
- Perdarahan itraserebral sekunder
Terjadi akibat anomali vaskuler kongenital, koagulopati, tumor
otak, vaskulopati non hipertensif, vaskulitis, post stroke iskemik, obat anti
koagulan.
Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 – 400
micrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut
berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe
Bouchard. Arteriol – arteriol dari cabang lentikulostriata, cabang arteriotalamus
dan cabang paramedian arteri vertebrobasilar mengalami perubahan degenerative
yang sama. Kenaikan tekanan darah yang terjadi secara tiba – tiba atau kenaikan
dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh
darah terutama pada pagi hari dan sore hari(Misbach,1999).
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut
sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi
otak dan menimbulkan gejala klinis. Jika perdarahan yang timbul kecil, maka
massa darah hanya dapat merusak dan menyela di antara selaput akson white
matter (dissecan splitting) tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorpsi darah
akan diikuti pulihnya fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih
berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen
magnum(Misbach,1999).
Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer otak
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak.Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasusperdarahan
otak di nukleus kaudatus, thalamus dan pons. Selain kerusakan parenkima otak,
akibat volume perdarahan yang relative banyak akan mengakibatkan peninggian
tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta
terganggunya drainase otak. Elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron di daerah yang
terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi.Jumlah darah yang keluar
menentukan prognosis. Bila volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian
sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan
bila terjadi perdarahan serebellar dengan volume antara 30 – 60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75% tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di
daerah pons sudah berakibat fatal (Misbach,1999).
Gejala klinis
Gejala klinis dari perdarahan intraserebral adalah kejadian progresif yang
bertahap (dalam waktu menit sampai dengan hari) atau kejadian yang terjadi
secara tiba – tiba dari defisit neurologi fokal biasanya berhubungan dengan tanda
peningkatan tekanan intrakranial seperti muntah dan penurunan
kesadaran.Kejadian muntah banyak terjadi pada perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarakhnoid dibandingkan dengan stroke iskemik. Sebanyak 33%
kasus perdarahan intraserebral mengeluhkan nyeri kepala dan penderita koma
dijumpai sebanyak 24% kasus dibandingkan dengan stroke iskemik dengan
presentasi 0 – 4% (Carhuapoma,2010).
Karakteristik yang utama dari perdarahan intraserebral adalah
perkembangannya yang bertahap pada 63% kasus dan sering
mengalamiperburukan dalam waktu 24 jam pertama. Pada tabel 2 dapat dilihat
gambaran klinis dari subtipe stroke (Carhuapoma, 2010). Pada Tabel 3 dapat
dilihat gambaran neurologis berdasarkan lokasi tertentu(Caplan,2009).
Maximal onset 40 % 38 % 79 % 34 % 80 %
at
Stepwise 34 % 32 % 11 % 3% 3%
Gradual 13 % 20 % 5% 63 % 14 %
Fluctuati 13 % 10 % 5% 0% 3%
ng
Dikutip dari : Carhuapoma, J.R.; Mayer, S.A.; Hanley, D.F. 2010.
Intracerebral Hemorrhage.Cambridge University Press. New York
Diagnosis
Diagnosis perdarahan intraserebral antara lain berdasarkan gejala
klinis kemudian didukung dengan pemeriksaan darah dan imaging
(CT dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) ). Bila terjadi pada fase
akut sulit untuk menemukan penyebab yang mendasari malformasi
vaskular, angiografi biasanya dibutuhkan untuk diagnostik
selanjutnya. Penentuan faktor koagulasi diperlukan pada beberapa
penderita(Carhuapoma,2010).
Hasil pemeriksaan CT Scanmembuktikan reliable dalam
mendeteksi perdarahan dengan diameter 1 cm atau lebih. Pada saat
bersamaan juga ditemukan hidrosefalus, tumor, pembengkakan
otak.Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat bermanfaat dalam
memperlihatkan perdarahan brainstem dan sisa perdarahan
Hemosiderin dan pigmen besi. Pada gambar 1 dan gambar 2 dapat
dilihat gambaran CT Scan perdarahan intraserebral (Ropper,2005).
Penatalaksaan
Penatalaksanaan penderita dengan perdarahan intraserebral yang
luas dan koma antara lain mempertahankan ventilasi yang adekuat,
dengan mengkontrol hiperventilasi mencapai PCO2 25 – 30 mmHg,
mengawasi peningkatan tekanan intrakranial pada beberapa kasus
dengan melakukan pemberian cairan Mannitol (osmolaritas
dipertahankan 295 – 305 mosmol/L. Pengurangan secara cepat
tekanan darah dengan harapan dapat mengurangi perdarahan pada
otak tidak dianjurkan, setelah ditemukan adanya risiko perfusi
serebral pada kasus peningkatan tekanan intrakranial (Ropper,2005).
Pada kondisi lain, tekanan darah rata – rata lebih dari 110 mmHg
dapat menimbulkan edema otak dan risiko ekstensi dari penyumbatan.
Diperkirakan pada saat hipertensi akut menggunakan obat beta
blocker (esmolol, labetalol), atau ACE inhibitor dianjurkan. Calcium
channel blocking
drugsjarangdigunakandikarenakanlaporanefeksampingdaritekananintr
akranial. Penelitian yang dilakukan oleh Hayashi menunjukkan
tekanan darah yang menurun dengan pemberian nifedipine setelah
perdarahan serebral, akan tekanan intrakranial meningkat. Diuretik
sangat membantu dalam kombinasi dengan obat antihipertensi lainnya
(Ropper,2005).
Tindakan pembedahan pada hematoma serebellar secara umum
telah diterima sebagai tindakan perdarahan intraserebral dan hal ini
merupakan masalah yang utama dikarenakan proksimalitas massa
pada brainstem dan risiko progresi yang cepat menuju koma dan gagal
nafas. Hidrosefalus yang berasal dari kompresi ventrikel keempat
lebih sering tampak sebagai komplikasi. Hematoma serebellar dengan
diameter kurang dari 2 cm pada gambaran klinis penderita
menunjukkan penderita sadar kemudian jarang menunjukkan
deteorisasi, biasanya tidak memerlukan tindakan pembedahan
(Ropper,2005).
Hematoma dengan diameter 4 cm atau lebih khususnya berlokasi
pada daerah vermis dan beberapa dokter bedah menganjurkan
evakuasi lesi dengan diameter ukuran terserbut tanpa memperdulikan
keadaan klinis penderita. Penentuan untuk diperlukan tindakan
pembedahan berdasarkan status kesadaran penderita, efek massa yang
disebabkan adanya clot yang tampak pada gambaran CT Scan
(terutama derajat kompresi pada sisterna quadrigeminal) dan
tampaknya hidrosefalus. Penderita yang hanya dengan keadaan
mengantuk dan hematoma dengan diameter 2 – 4 cm merupakan
kondisi yang sulit untuk dipertimbangkan tindakan pembedahan. Bila
tingkat kesadaran mengalami fluktuasi dan obliterasi dari sisterna
perimesenchepalic, terutama disertai dengan hidrosefalus
(Ropper,2005).
Pada saat dilakukan pertimbangan untuk dilakukan tindakan
pembedahan dan terapi lainnya, dapat dibagi menjadi tiga kelompok
antara lain pada perdarahan yang masif, lesi berkembang dengan
sangat cepat yang mana berisiko menimbulkan kematian sebelum
penderita sampai ke rumah sakit, untuk jenis lesi ini sedikit tindakan
yang dapat dilakukan. Sedangkan hematoma yang kecil, dimana terapi
yang dilakukan adalah mengkontrol faktor risiko seperti hipertensi,
untuk mencegah terjadi kekambuhan Pada perdarahan dengan volume
sedang dengan adanya efek massa setelah penderita sampai di rumah
sakit, tindakan pembedahan sangat diperlukan (Caplan,2009).
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri
serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna (pada
tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior 30%), dan
basilar tip (10%). Aneurisma dapat menimbulkan deficit neurologis dengan
menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma pada
arteri komunikans posterior dapat menekan nervus okulomotorius, menyebabkan
paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami dipopia).
2. Aneurisma fusiformis
Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomaly vasuler yang terdiri dari jaringan
pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau lebih
fistula. Pada MAV arteri berhubungan langsung dengan vena tanpa melalui
kapiler yang menjadi perantaranya. Pada kejadian ini vena tidak dapat
menampung tekanan darah yang datang langsung dari arteri, akibatnya vena akan
merenggang dan melebar karena langsung menerima aliran darah tambahan
yangberasal dari arteri. pPembuluh darah yang lemah nantinya akan mengalami
ruptur dan berdarah sama halnya seperti yang terjadi paada aneurisma. MAV
dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan didapat. MAV yang didapat
terjadi akibat thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.
Patogenesis
Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri serebral utama.
Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi anterior dan 15% dalam
sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat yang paling umum adalah arteri
communicans anterior diikuti oleh arteri communicans posterior dan arteri
bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi posterior, situs yang paling lebih besar adalah
di bagian atas bifurkasi arteri basilar ke arterie otak posterior.
Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi orang dewasa,
terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma intrakranial dan rupture
tidak dipahami. Namun, diperkirakan bahwa aneurisma intrakranial terbentuk
selama waktu yang relatif singkat dan baik pecah atau mengalami perubahan
sehingga aneurisma yang utuh tetap stabil. Pemeriksaan patologis dari aneurisma
ruptur diperoleh pada otopsi menunjukkan disorganisasi bentuk vaskular normal
dengan hilangnya lamina elastis internal dan kandungan kolagen berkurang.
Sebaliknya, aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali kandungan kolagen
dari dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan aneurisma
bertanggung jawab atas stabilitas relatif yang diamati dan untuk resiko rupture
menjadi rendah.
Meskipun masih terdapat kontroversi mengenai asosiasi ukuran dan kejadian
pecah, 7 mm tampaknya menjadi ukuran minimal pada saat ruptur. Secara
keseluruhan, aneurisma yang ruptur cenderung lebih besar daripada aneurisma
yang tidak rupture.
Aneurisma yang pecah
Puncak kejadian aneurisma pada PSA terjadi pada dekade keenam kehidupan.
Hanya 20% dari aneurisma yang rupture terjadi pada pasienberusia antara 15 dan
45 tahun. Tidak ada faktor predisposisi yang dapat dikaitaan dengan kejadian ini,
mulai dari tidur, kegiatan rutin sehari-hari, dan aktivitas berat.
Hampir 50% dari pasien yang memiliki PSA, ketika dianamnesis pasti memiliki
riwayat sakit kepala yang sangat berat atau sekitar 2-3 minggu sebelum
perdarahan besar. Hampir setengah dari orang-orang ini meninggal sebelum tiba
di rumah sakit. Puncak kejadian perdarahan berikutnya terjadi pada 24 jam
pertama, tetapi tetap ada risiko hari-hari berikutnya dapat mengalami perdarahan.
Sekitar 20-25% kembali rupture dan mengalami perdarahan dalam 2 minggu
pertama setelah kejadian pertama. Kematian terjadi terkait perdarahan kedua
hampir 70%.
Manifestasi Klinis
Tanda klasik PSA, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar, meliputi :
1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak,
2. Hilangnya kesadaran,
3. Fotofobia,
4. Meningismus,
5. Mual dan muntah.
Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Definisi :
Penyumbatan yang tidak permanen pada pembuluh darah otak. Disebut juga mini
stroke, yang merupakan eringatan terbesar seseorang akan stroke. TIA terjadi
pemulihan sempurna dalam waktu <24jam. TIA dapat terjadi karena dalam
pembuluh darah terdapat zat anti koagulan yang dapat menghancurkan trombus.
Faktor Risiko :
1. Usia
2. Kebiasaan merokok
3. Penyakit cardiovaskular
4. Diabetes
5. Emboli
Gejala :
1. Paralisis 1 sisi tubuh
2. Sulit bicara (cadel)
3. Kebutaan atau rabun pada kedua mata
4. Pusing dan sakit kepala berat dengan penyebab yang tidak jelas
Dianosis :
Adanya perbaikan gejala yang berlangsung <24jam dengan hasil penyembuhan
sempurna.
Terapi :
1. Menurunkan faktor risiko dengan pemberian anti koagulan, kontrol
tekanan darah, kontrol kadar lemak darah, kontrol gula darah, dan kontrol
BB
2. Jika karena adanya emboli cardiac, maka diperlukan pemberian wafarin +
aspirin + klopidogrel
3. Jika emboli non cardiac, maka diperlukan pemberian aspirin + klopidogrel
Psikosis adalah istilah medis yang merujuk pada keadaan mental yang
terganggu oleh delusi atau halusinasi. Kondisi ini tergolong dalam masalah mental
yang serius.
Psikosis adalah suatu kondisi atau gejala, bukan penyakit. Penyakit mental
atau fisik, pemakaian obat-obatan tertentu, atau stres berat dapat menyebabkan
timbulnya kondisi ini.
Tanda-tanda dan gejala yang timbul pun umumnya tidak terjadi secara
tiba-tiba. Gejala akan muncul secara bertahap. Selain delusi dan halusinasi, gejala
lain yang timbul meliputi cara berbicara yang tidak masuk akal, serta tingkah laku
yang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi.
Tanda-tanda dan gejala yang perlu Anda waspadai dari psikosis adalah:
Saat penderita mulai memasuki fase awal psikosis, tanda-tanda dan gejala
yang mungkin akan timbul meliputi:
Mendengar, melihat, atau merasakan sesuatu yang orang lain tidak rasakan
Meyakini atau berpikir mengenai sesuatu, tidak peduli dengan apa kata orang lain
Menarik diri dari keluarga dan teman-teman
Tidak lagi menjaga atau memerhatikan diri sendiri
Kehilangan kemampuan berpikir jernih atau fokus pada sesuatu
Ketika kondisi yang dialami sudah semakin parah dan terus berulang
secara berkala, penderita akan merasakan beberapa gejala seperti:
Halusinasi
Ada pula halusinasi sentuhan atau taktil, yaitu merasakan sensasi atau sentuhan
aneh yang sulit dijelaskan. Jenis halusinasi lain adalah visual, yaitu ketika
penderita melihat sesuatu atau seseorang yang tidak ada.
Delusi
Orang yang mengalami delusi memiliki keyakinan atau kepercayaan kuat yang
tidak masuk akal dan tidak dapat dibuktikan secara faktual.
Beberapa contohnya adalah penderita meyakini adanya dorongan eksternal
yang memengaruhi tindakan dan perasaan, atau percaya bahwa semua orang akan
melukainya. Delusi jenis ini disebut dengan delusi paranoid.
Kemungkinan terdapat gejala dan tanda lain yang tidak disebutkan di atas.
Apabila Anda memiliki kekhawatiran mengenai gejala penyakit ini, silakan
konsultasikan dengan dokter Anda.
Penyebab
1. Obat-obatan
Kondisi ini juga dapat muncul sebagai salah satu gejala gangguan
kejiwaan, seperti:
Skizofrenia
Kelainan skizoafektif
Brief psychotic disorder
Kelainan delusional
Psikosis bipolar
Psikosis postpartum (postnatal)
Faktor-faktor risiko
Psikosis adalah kondisi yang dapat terjadi pada siapa saja dari berbagai
golongan usia dan kelompok ras. Namun, terdapat beberapa faktor yang dapat
meningkatkan risiko seseorang mengalami kondisi ini.
Memiliki salah satu atau seluruh faktor risiko bukan berarti Anda
dipastikan akan mengalami psikosis. Ada pula kemungkinan kecil Anda dapat
menderita kondisi ini meski Anda tidak memiliki satu pun faktor risiko.
Psikosis adalah kondisi yang tidak dapat dipisahkan dari penggunaan obat-
obatan terlarang, seperti amfetamin dan kokain. Jika seseorang mengonsumsi
obat-obatan tersebut secara berlebihan, peluangnya untuk mengalami kondisi ini
jauh lebih besar.
Beberapa contoh penyakit mental yang sering dikaitkan dengan kondisi ini
adalah skizofrenia dan bipolar.
Di samping itu, dokter juga akan melakukan tes untuk memastikan tidak ada
penyakit medis lainnya, antara lain tes darah, CT dan MRI pada otak. Tulang
belakang juga akan diperiksa untuk mendeteksi adanya infeksi, kanker atau
penyebab psikosis lainnya.
Terapi perilaku kognitif dapat membantu penderita (CBT). Terapi kognitif melatih
orang bagaimana sebuah pola pikir akan menimbulkan gejala. Terapi perilaku
dapat mengatasi rasa khawatir terhadap gejala dan reaksi penderita.
6.1. SKIZOFRENIA
Definisi
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang mencakup hampir seluruh sendi
kehidupan diantaranya pikiran, perasaan, perbuatan, persepsi, keinginan,
dorongan kehendak dan pengendalian.
Etiologi
Kebanyakan gangguan psikiatrik bersifat multifactorial dimana terdapat interkasi
antara faktor genetik dan eksternal yang mengakibatkan timbulnya gangguan.
Adapun pada skizofrenia, faktor genetik berperan sekitar 1% pada normal
populasi, meningkat sekitar 5.6% pada riwayat orang tua dengan skizofrenia,
berkisar 10.1% pada saudara, dan 12.8% pada anak. Etiologi yang pasti hingga
saat ini belum diketahui. Adanya peran dari faktor internal (genetik, masa
kehamilan, dan biokemikal) serta faktor eksternal (trauma, infeksi, maupun
stress). Hipotesa klasik yang paling terkenal adalah berdasarkan adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter yang terjadi di otak. Hal ini didasarkan pada:
1. Efek obat antipsikotik yang memiliki kemampuan untuk memblok system
dopaminergik di otak.
2. Obat-obat yang diketahui berperan dalam pelepasan dopamin
(metafetamin, meskalin, LSD) dapat menyebabkan keadaan yang mirip
dengan keadaan skizofrenia.
3. Teori dopamin klasik dari skizofrenia: gejala psikotik berkaitan dengan
hiperaktivitas dari sistem dopaminergic di otak. Hiperaktivitas ini sebagai
akibat dari peningkatan sensitivitas dan densitas dari resepotr dopamin D2
di beberapa bagian di otak.
Diagnosis
Penegakan diagnosa skizofrenia didasarkan pada pedoman penggolongan
diagnosa gangguan jiwa (PPDGJ III) yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a) Thought echo: isi pikiran dirinyasendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras) , dan isi pikiran ulangan, walaupun isi
sama, namun kualitasnya berbeda; atau
Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya;
b) Delusion of control: waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
Delusion of influence: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
Delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan tertentu dari luar; (tentang “dirinya“ = secara
jelas merujuk ke pergerakan tubuh atau anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan, atau penginderaan khusus);
Delusional perception: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna, sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
c) Halusinasi auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau- mendiskusikan perihal pasien
diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau-
jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d) Waham – waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan- bulan terus menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme
g) Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor.
h) Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neureptika.
3. Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal);
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitute), dan
penarikan diri secara sosial.
Terapi
Penatalaksanaan pasien skizofrenia dapat meliputi pemberian farmakoterapi dan
juga psikoterapi.
Penatalaksanaan farmakoterapi dengan pemberian obat antipsikotik dapat
dibedakan dalam dua bagian besar: obat antipsikotik tipikal dan antipsikotik
atipikal. Antipsikotik tipikal merupakan obat generasi lama dengan property yang
lebih fokus pada penghambatan ambilan kembali neurotransmitter dopamin.
Sementara obat antipsikotik atipikal merupakan generasi baru dengan fokus bukan
hanya pada neurotransmitter dopamin saja, namun juga pada yang lainnya seperti
serotonin, norepinefrin, dan lainnya. Menurut consensus terbaru, pemberian obat
antipsikotik atipikal merupakan lini pertama dalam penatalaksanaan farmakoterapi
pada pasien skizofrenia.
Yang termasuk dalam obat antipsikotik tipikal diantaranya: chlorpromazine,
levopromazine, thioridazine, droperidole, fluphenazine, haloperidol,
perphenazine, pimozide, trifluoperazine. Sedangkan yang termasuk dalam
golongan antipsikotik atipikal: amisulpiride, clozapine, olanzapine, quetiapine,
risperidone, srtindole, sulpiride.
Definisi :
Gangguan mental kronis dengan gejala utama mirim schizophrenia dan gangguan
bipolar, yaitu ditandai dengan adanya halusinasi, delusi, mood disorder, maniac,
dan depresi. Sehingga gangguan schizoafektif ini sering terjadi kesalahan
diagnosis, yaitu schizfrenia atau bipolar.
Gejala :
1. Halusinasi
2. Delusi
3. Mood disorder
4. Depresi
5. Maniac
Etiologi :
1. Genetik
2. Struktur dan ikatan kimia otak
3. Stress
4. Penyalahgunaan obat
Diagnosis :
Susah didiagnosis karena mirip dengan schizophrenia dan bipolar
Terapi :
Medis : mood stabilizer, anti psikosis, anti depresam
Psikoterapi : coginitive behavioral theray atau family focused therapy
6.3.Gangguan bipolar
Bipolar I : episode manic + deprasi mayor
Bipolar II : episode hipomanic + depresi mayor
Manifestasi klinis depresi mayor :
- Depresi, gangguan relative stabil sepanjang waktu dan
mempunyai anggota keluarga yang juga memiliki gangguan
afektif.
- Dapat tunggal atau berulang.
- Jarak antara 2 episode paling sedikit 2 bulan tanpa ada gejala
depresi yang berarti.
- Menjadi psikotik pada 20% pasien.
Manifestasi klinis pada mania dengan fejala psikotik (F30.2)
- Mania yang berat
- Harga diri meningkat, gagasan kebesaran, iritabilitas,
waham + halusinasi
- Harus disertai dengan penambahan energy
Diagnosis banding :
- Skizofrenia (F20,-)
- Skizoafektif tipe manic (F25.0)
- Mood incogurent
6.4. Cyclotimia
Definisi
Cyclothymia atau cyclothymia terdiri dari dua kata yakni “Cycle”
yang artinya perputaran dan “thymic” yang artinya mood atau
keadaan perasaan seseorang. Maka dapat diartikan bahwa
Cyclothymia dapat berarti “mood swing” adalah keadaan perasaan
seseorang yang berubah-ubah sesuai siklus yang berlaku dimana bias
dalam episode hipomania dan episode depresi dengan tingkat ringan
(Kaplan,2015).
Cyclothymia dapat disebut sebagai gangguan cyclothymic adalah
bentuk ringan gangguan bipolar. Seperti gangguan bipolar,
cyclothymia adalah gangguan suasana hati (mood) kronis yang
menyebabkan naik turunnya emosi. Terkadang penderita berada
puncak emosi, namun tiba-tiba emosi turun drastis di titik terendah
yang dapat membuat pendeita merasa putus asa dan bunuh diri.
Sedangkan pada saat suasana hati stabil (antara emosi tinggi dan
rendah), penderita merasa baik-baik saja (Perugi dkk,2015).
Etiologi
Seperti gangguan distimik, terdapat kontroversi apakah
gangguan siklotimik terkait dengan gangguan mood, baik secara
biologis ataupun psikologis. Sejumlah peneliti telah menghipotesiskan
bahwa gangguan siklotimik memiliki hubungan yang lebih dekat
dengan gangguan kepribadian ambang daripada gangguan mood.
Walaupun terdapat kontroversi ini, data biologis dan genetik
menyokong gagasan gangguan siklotimik sebagai benar- benar
gangguan mood (Perugi dkk, 2015; Birmaher dkk, 2014).
- Faktor Biologi
Data genetika merupakan pendukung yang paling kuat untuk
hipotesis bahwa gangguan siklotimik adalah gangguan mood. Kira-
kira 30% dari semua pasien gangguan siklotimik memiliki riwayat
keluarga yang positif untuk gangguan bipolar I; angka tersebut
serupa dengan angka bagi pasien dengan gangguan bipolar I
(Perugi dkk, 2015). Selain itu, silsilah keluarga dengan gangguan
bipolar I sering dihubungkan dengan pasien gangguan siklotimik.
Pengamatan Bahwa sepertiga persen dengan gangguan siklotimik
memiliki gangguan mood utama, bahwa mereka khususnya rentan
terhadap hipomania akibat antidepresan, dan bahwa kira-kira
sekitar 60% berespon terhadap litium mendukung gangguan
siklotimik merupakan gangguan bipolar I yang dilemahkan (Fava,
2011).
- FaktorPsikososial
Sebagian besar teori psikodinamika mendalilkan bahwa
perkembangan gangguan siklotimik terletak pada trauma dan
fiksasi selama stadium oral dalam perkembangan bayi. Menurut
Freud, keadaan siklotimik adalah usaha ego untuk mengatasi
superego yang kuat dan suka menghukum (Del Calro, 2013; Perugi
dkk, 2015). Hipomania dijelaskan secara psikodinamika terjadi jika
orang terdepresi membuang beban superego yang sangat kuat.
Sehingga menyebabkan tidak adanya kritik diri dan tidakadanya
pengekangan. Mekanisme pertahanan utama pada hipomania
adalah penyangkalan (Parker,2012).
Patofisiologi
Presentasi klinis cyclothymia sangat kaya akan manifestasi
psikopatologis. Dalam pengertian ini diagnostik definisi dasarnya
berdasarkan adanya gejala suasana hati yang sangat sederhana dan
menyesatkan. Gejala suasana hati yang dapat didefinisikan akan
dilemahkan dan bahkan mungkin tidak dilaporkan, atau dapat dianggap
sebagai tidak lebih dari perifer pada banyak pasien. Pada kenyataannya,
cyclothymia dapat didefinisikan oleh suasana hati dan emosi labil, dan
lebih reaktivitas untuk rangsangan positif atau negatif, baik dalam hal
intensitas ataupun durasi (Birmaher dkk, 2014; Van Meter, 2013).
Pasien cyclothymia sering tiba-tiba mengalihkan suasana hati
dengan singkat pada episode depresi dan episode hypomanic. Keadaan ini
dianggap sebagai cyclers ultra-cepat atau ultradian (Perugi dkk, 2015).
Intensitas, kecepatan dan ketidakpastian perubahan suasana hati adalah
penyebab utama dari ketidakstabilan dalam hal harga diri, kepribadian dan
hubungan interpersonal.
Cyclothymia memiliki suasana hati yang tidak teratur, sementara
periode stabilitas suasana hati jarang terjadi dalam beberapa kasus episode
suasana hati utama kedua polaritas mungkin muncul (Akiskal dkk, 1977;
Perugi dkk, 2015).
Menurut teori stress-vulnerability model, ada beberapa resiko atau
faktor penyebab gangguan cyclothymia, selain dalam keadaan mental
tersebut terdapat patofisologis pada cyclothymia baik secara biologi,
secara psikologi, maupun secara sosial, yakni sebagai berikut (Kaplan,
2015; Perugi dkk, 2015).
- Biologi
Penderita cyclothymia lebih sering dijumpai pada penderita yang
mempunyai saudara atau orang tua dengan gangguan bipolar jenis
ini. Riwayat pada keluarga dengan cyclothymia bukan berarti anak
atau saudara akan pasti menderita gangguan bipolar (Van Meter,
2012). Seseorang dengan gangguan cyclothymia ini mempengaruhi
kondisi pasien. Artinya ada faktor predisposisi terhadap gangguan
bipolar. Hanya saja, tanpa adanya faktor pemicu maka yang
bersangkutan tidak akanterkenagangguan bipolar. Faktor
predisposisi gangguan bipolar bisa terjadi juga karena anak meniru
cara bereaksi yang salah dari orang tuanya yang menderita
gangguan bipolar. Secara biologis, terdapat beberapa perubahan
kimia di otak yang diduga terkait dengan gangguan cyclothymia
(Stone, 2014; Sebastian dkk, 2014).
- Psikologi
Penderita cyclothymia dapat dilihat memiliki gangguan pada
psikologi dimana terlihat secara penampilan fisik yang cenderung
eksentrik, menggunakan pakaian dengan warna yang mencolok,
terdapatpula penampilan seperti orang pada umunya, dan bertindak
apatis dengan apa yang dikatakan dan dipikirkan masyarakat
tentang dirinya. Kerentanan psikologis (psychological
vulnerability) dinilai pada kepribadian dan cara seseorang
menghadapi masalah hidup kemungkinan juga berperanan dalam
mendorong munculnya gangguan bipolar (Yen, 2015).
- Sosial
Penderita cyclothymia dapat memiliki gangguan secara sosial
dimana cenderung apatis, egois, dan cenderung penyendiri.
Gangguan siklotimik dapat mempengaruhi pula kegiatan sosial
seperti gangguan dalam bekerja dan gangguan beraktivitas yang
menyebabkan kesalahan tindakan dan mengganggu kegiatannya
tersebut (Kaplan, 2015).
Diagnosis
Diagnosis dari cyclothymia dapat ditentukan dari berbagai
penilaian dan berdasarkan pedoman penggolongan untuk gangguan
penyimpangan mental. Selain itu diagnonis cyclothymia diperoleh
dengan menilai keadaan dan perasaan pasien dengan beberapa parameter.
Klinisi harus dipertimbangkan diagnosis gangguan siklotimik jika
seorang pasien dating dalam permasalahan perilaku sosiopatik (Kaplan,
2015; Van Meter, 2013). Walaupun terdapat laporan anecdotal adanya
peningkatan produktivitas dan kreativitas pada pasien saat episode
hipomanik, sebagaian besar klinisi melaporkan bahwa pasiennya menjadi
kacau dan tidak efektif dalam bekerja dan sekolah selama periode
tersebut (Hantouche,2012).
Kriteria diagnosik pada pasien dengan cyclothymia dapat
dilakukan dengan Panduan Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ-III), DSM-V, dan Global Assasment Factor Mental Scale (GAF)
atau pada aksis V. Dengan demikian diperoleh diagnosis pasti untuk
cyclothymia sebagai berikut.
- PPDGJ – III (F34.0)
Berdasarkan PPDGJ-III, ciri esensial ialah ketidak-stabilan
menetap dari afektif (suasana perasaan), meliputi banyak periode
depresi ringan dan hipomania ringan, diantaranya tidak ada yang
cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi criteria gangguan
afektif bipolar (F31.-)ataugangguan depresif berulang (F33.-).
Setiap episode alunan afektif (mood swing) tidak memenuhi
kriteria untuk kategori manapun yang disebutkan dalam episode
manik (F30.-) atau episode depresif (F32.-) (Maslim, 2013).
- American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical
Manual, Fifth Edition(DSM-V)
Berdasarkan DSM-V terdapat beberapa kriteria pada
cyclothymia sebagai berikut (Maslim, 2013; APA, 2013).
A. Selama minimal 2 tahun (minimal 1 tahun pada anak-
anak dan remaja) ada banyak periode dengan gejala
hypomanic yang tidak memenuhi kriteria untuk episode
hypomanic dan ada banyak periode dengan gejala
depresi yang tidak memenuhi kriteria untuk episode
depresi mayor.
B. Selama periode 2 tahun tersebut (1 tahun pada anak-
anak dan remaja), terdapat periode hypomanik dan
depresi untuk setidaknyasetengah waktu dan individu
belum atau tanpa gejala selama lebih dari 2 bulan pada
suatuwaktu.
C. Tidak ditemukan kriteria yang menunjukan episode
depresimayor, manik, atauhipomanik.
D. Gejala pada kriteria A tidak merujuk pada gangguan
skizoafektif, skizofrenia, gangguan skizofreniform,
gangguan waham, atau spektrum skizofrenia yang tidak
spesifik atau yang tidak spesifik lainnya dan gangguan
psikotik lainnya.
E. Gejalanya tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari
suatu zat (misal: penyalahgunaan obat & medikasi) atau
kondisi medis lain (misal: hipertiroidisme).
F. Gejala menyebabkan kesulitan atau gangguan klinis
yang signifikan dalam sosial, pekerjaan, atau bidang-
bidang pentinglainnya.
Fitur penting dari gangguan cyclothymia yaitu kronis, gangguan
mood yang fluktuatif yang melibatkan berbagai periode gejala hipomanik
dan periode gejala depresi yang berbeda satu sama lain (Kriteria A)
(APA, 2013). Gejala hypomanic dari cyclothymia yaitu tidak mencukupi
jumlah,tingkat keparahan, mudah menyebar, atau durasi untuk memenuhi
kriteria episode hipomanik, dan gejala depresi nya juga tidak mencukupi
jumlah, tingkat keparahan, mudah menyebar, atau durasi untuk
memenuhi kriteria untuk episode depresi berat (Maslim, 2013; Kaplan
2015). Selama periode 2 tahun pertama (1 tahun untuk anak-anak atau
remaja), gejala harus terus- menerus, dan apabila gejala hilang
berlangsung tidak lebih dari 2 bulan (Kriteria B). Diagnosis gangguan
cyclothymia ditegakkan hanya jika kriteria untuk depresi berat, manik,
atau episode hipomanik tidak ditemukan (Kriteria C). Jika seorang
individu dengan gangguan cyclothymia (setelah 2 tahun pertama pada
orang dewasa atau 1 tahun pada anak-anak atau remaja) kemudian
mengalami depresi berat, manik, atau episode hipomanik, maka diagnosis
akan berubah menjadi gangguan depresi berat, gangguan bipolar I, atau
gangguan biplar spesifik atau tidak spesifik lainnya dan gangguan terkait
(disubklasifikasikan sebagai episode hipomanik episode depresi berat)
(Maslim, 2013; Fava,2011).
Diagnosis gangguan cyclothymia tidak ditegakkan jika pola
perubahan suasana hati (mood swing) lebih merujuk pada gangguan
skizoafektif, skizofrenia, gangguan schizofrreniform, gangguan waham,
atau spektrum skizofrenia yang tidak spesifik atau yang tidak spesifik
lainnya dan gangguan psikotik lainnya (Kriteria D), di mana gejala afektif
dianggap fitur terkait dari gangguan psikotik. Gangguan afektif juga
harus tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat atau kondisi
medis (Kriteria E). Meskipun beberapa individu dapat beraktivitas
dengan baik selama beberapa periode hipomanik, namun selama terjadi
hipomanik pasti terdapat gangguan yang signifikan pada kondis sosial,
pekerjaan, atau lainnya sebagai akibat dari gangguan afektif tersebut
(Kriteria F). Gangguan pada kondis sosial, pekerjaan tersebut terjadi
sebagai hasil dari perubahan mood dalam siklus jangka waktu yang lama
dan sering tidak terduga (misal: individu dapat dianggap sebagai
temperamental, moody, tak terduga, tidak konsisten, atau tidak dapat
diandalkan) (Del Carlo, 2013; Maslim, 2013).
- Parent General Behavior Inventory(P-GBI)
Pada diagnosis P-GBI ini menunjukan bahwa terdapat kriteria
dalam menegakkan diagnosis pasien dari orang tuanya. Penilain
dengan P-GBI ini telah lama ditemukan untuk menilai mood dan
gangguan tidur. Pada pasien cyclothymia keadaan mood swing
sering terjadi. Maka diberikan kuesioner dan wawancara terhadap
orang tua pasien. Keluhan yang spesifik dapat menjadi acuan
dalam menegakkan diagnosis cyclotymia (Axelson,2015).
- Family Index of Risk for Mood(FIRM)
Pada diagnosis dengan FIRM ini menunjukan bahwa terdapat
kriteria dalam cyclothymia sama halnya dengan P-GBI namun
perbedaanya kepada indeks keluarga pasien. Pada pemeriksaan
FIRM, pasien cyclothymia diberikan tes kuesioner yang mengacu
permasalahan dalam kegiatan sehari-hari yang berhubungan
dengan keluarga. FIRM dapat mendiagnosis terjadinya
cyclothymia dari penurunan dan peningkatan dari indeksnya
(Birmaher dkk, 2014).
- Halberstadt Mania Inventory(HMI)
Pada diagnosis HMI ini menunjukan bahwa terdapat kriteria
dalam menegakkan diagnosis pasien dengan cyclothymia.
Penilaian cyclothymia dengan melakukan tes wawancara dan tes
kuesioner. Pada hasil diagnosis dengan HMI ini dapat
membedakan antara gangguan siklotimik dengan gangguan
bipolar (Francis-Raniere, 2006; Van Meter, 2013).
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pada Cyclothymia diketahui pada PPDGJ-III dan
DSM V dapat diklasifikasi gejala pada penderita gangguan siklotimik.
Penerangan dari pasien juga diperlukan untuk menunjang keakuratan
terhadap manifestasi klinis yang spesifik pada penderita gangguan
siklotimik ini (Kaplan, 2015; Maslim, 2013).
Gejala gangguan siklotimik identik dengan gejala gangguan
bipolar II. kecuali bahwa gejala gangguan siklotimik umumnya lebih
ringan. Meskipun demikian, kadang-kadang keparahan gejala dapat setara
tetapi dengan durasi yang lebih singkat daripada yang ditemukan pada
gangguan bipolar II (Axelson, 2015). Sekitar setengah dari semua pasien
dengan gangguan siklotimik memiliki geiala depresi sebagai gejala
utama, dan pasien seperti ini paling cenderung mencari bantuan psikiatri
ketika sedang depresi, Beberapa pasien dengan gangguan siklotimik
terutama memiliki gejala hipomanik dan cenderung lebih jarang
berkonsultasi dengan psikiater daripada pasien depresi (Landaas, 2012).
Hampir semua pasien dengan gangguan siklotimik memiliki periode gelala
campuran dengan iritabilitas yangnyata.
Sebagian besar pasien dengan gangguan siklotimik yang ditemui
oleh psikiater tidak berhasil di dalam kehidupan profesional maupun sosial
karena gangguan mereka tetapi sejumlah kecil pasien berhasil, terutama
mereka yang bekerja untuk waktu yang lama dan tidur hanya sedikit.
Kemampuan sejumlah orang mengendalikan gejala gangguan bergantung
pada berbagai atribut individual, sosial, dan budaya (Kaplan, 2015).
Kehidupan sebagian besar pasien dengan gangguan siklotimik
sulit. Siklus gangguan cenderung jauh lebih singkat daripada siklus di
dalam gangguan bipolarI. Di dalam gangguan siklotimik, perubahan mood
terjadi tidak tentu dan mendadak serta kadang-kadang terjadi dalam
beberapa jam. Periode mood normal dan sifat perubahan mood yang tidak
dapat diduga menimbulkan stres yang hebat (Perugi dkk, 2015). Pasien
sering merasa mood mereka tidak dapat dikendalikan. Pada periode
iritabel dan campuran, mereka dapat terlibat di dalam perseteruan tanpa
pencetus dengan teman, keluarga, atau pekerja (Yen,2015).
Pada pasien yang memiliki episode selama dua tahun sebelumnya
mengalami beberapa gejala yang karakteristiknya untuk episode depresi
dan hipomanik (Del Calro, 2013). Pasien cyclothymia mempercayai
terdapat karakteristik hari baik dimana itu pada episode hipomanik dan
hari buruk pada episode depresi. Selain itu, siklus singkat adalah saling
bergantian dengan iregularitas intermiten atas dasar berulang. Dengan
demikian diagnosis yang tepat adalah gangguan siklotimik (Fava, 2011;
Kaplan,2015).
Penatalaksaan
Kompleksnya penatalaksanaan pasien gangguan cyclothymia yakni
upaya kuratif atau medikasi dengan obat-obatan dan dengan psikoterapi.
Namun dari berbagai upaya dalam men-treatment pasien, terdapat pula
upaya preventif dalam menekan terjadinya kejadian hipomanik dan
depresi ringan pada pasien cyclothymia. Adapun medikasi dalam upaya
terapi pasien cyclothymia yakni sebagai berikut (Perugi dkk, 2015; Fava,
2011).
- UpayaKuratif
Dalam menangani pasien dengan gangguan siklotimik diperlukan
upaya lebih dan berhati-hati pada perubahan mood yang
mendadak. Maka upaya kuratif dapat dilakukan dengan metode
psikofarmakoterapi dan metode psikoterapi sebagai berikut.
a. Psikofarmakoterapi
b. Psikoterapi
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Gejala utama : Miosis (kontriksi pupil) sampai pint point pupil, ucapan
yang
tidak jelas, depresi respiratorik, hipotensi, hipotermia, bradikardia,
konstipasi,
serta mual dan muntah.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urin.
Terapi
Perbaiki tanda vital (tekanan darah, pernafasan, denyut nadi, temperatur
suhu badan)
Berikan antidotum Naloxon HCL (Narcan, Nokoba) dengan dosis
0,01mg/kgBB secara IV/IM,/SC
Kemungkinan perlu perawatan ICU, khususnya bila terjadi penurunan
kesadaran
Observasi selama 24 jam untuk menilai stabilitas tanda-tanda vital
Adiksi berasal dari kata addictere (bahasa Latin). Itu mengacu kepada
hukum yang berlaku di Kerajaan Romawi atas seseorang yang sebelumnya bebas
lalu ditangkap untuk kemudian dijadikan budak.
Jadi menurut Edwards, jika seorang minum alkohol (zat adiktif), itu
merupakan suatu objek yang cocok dengan hasil dari kehendaknya (hasratnya)
dan hal tersebut merupakan suatu tindakan yang secara sukarela dilakukannya.
Atau dengan kata lain penggunaan zat adiktif (adiksi) merupakan suatu pilihan
yang secara sadar ditentukan berdasarkan hasrat seseorang.
Teori-teori lain yang dituliskan dalam buku tersebut antara lain teori
tentang faktor genetis, teori tentang faktor psikososial, dan mungkin jika digali
lagi dari berbagai buku, akan ditemukan banyak lagi teori-teori lain mengenai
adiksi.
Hal kedua dalam mengenal perilaku adiksi adalah apa yang disebut
sebagai mekanisme pertahanan mental (mental defense mechanism). Mekanisme
itu merupakan suatu hal yang secara normal ada pada manusia dan merupakan
suatu ciri-ciri yang universal ada pada pikiran manusia. Aktifnya mekanisme itu
bisa secara sadar, setengah sadar atau tanpa disadari, yang bertujuan melindungi
‘ego’ seseorang, perasaan, keadaan, atau fakta yang tidak menyenangkan.
Pada tulisan ini saya mengajukan tiga mekanisme pertahanan mental yang
biasanya muncul pada diri pecandu.
Secara universal ada dua hal yang menjadi faktor penghambat dalam
proses pulihnya pecandu. Ketidaktahuan akan dinamika kecanduan dan Aktifnya
mekanisme pertahanan mental pada diri pecandu dan/atau keluarganya.
Hal lain yang juga menjadi kendala ialah jumlah sumber daya manusia
(dokter, psikolog konselor, rohaniwan, dan pekerja sosial) dan sarana yang
menangani masalah adiksi dirasakan masih sangat kurang.
Patofisiologi :
Hematoma epidural terletak didaerah tempoparietal dimana fraktur
tengkorak melewati jalur arteri meningeal tengah atau cabang duralnya.
Hematoma epidural frontal dan oksipital biasanya meluas di tas dan bawah
tentorium.
Jika hematoma epidural tidak segera ditangani, maka akan terjadi
penumpukan darah yang akan menyebabkan herniasi subfalcine otak. Jaringan
otak yang terkompresi dapat mengenai n.III (okulomotorius) sehingga
menghasilkan dilatasi pupil ipsilateral dan hemiparesis kontralateral atau respon
motorik ekstensor.
Gejala :
1. Terdapat lesi intradural
2. Adanya abnormalitas pupil
3. Meningkatya tekanan intracanial
4. GCS menurun
5. Nyeri kepala hebat
6. Muntah
7. Bradikardi
8. Bradipnea
Pemeriksaan penunjang :
CT SCAN sebagai pilihan utama.
Akan memperlihatkan adanya densitas homogen bikonveks ekstaaksial
Terapi :
1. Terapi suportif : pengendalian ABCDE
2. Ligasi pembuluh darah
Patofisiologi :
Subdural hematoma dapat disebabkan oleh suatu mekanisme cedera
akselerasi-deselerasi (akselerasi: kepala pada bidang sagital dari posterior ke
anterior dan deselerasi: kepala dari anterior ke posterior) akibat adanya
perbedaan relative arah gerakan antara otak terhadap fenomena yang didasari
oleh keadaan otak dapatbergerak bebas dalam batas-batas tertentu di dalam
rongga tengkorak dan pada saat mulai gerakan (sesaat mulai akselerasi) otak
tertinggal di belakang gerakan tengkorak untuk beberapa waktu yang singkat.
Akibatnya otak akan relative bergeser terhadap tulang tengkorak dan
duramater, kemudian terjadi cedera pada permukaannya terutama pada vena-
vena penggantung (bridging veins).
Adanya suatu massa yang berkembang membesar (hematom, abses, atau
pembengkakan otak) di semua lokasi kavitas intracranial menyebabkan
pergeseran dan distorsi otak, yang bersamaan dengan peningkatan TIK dan
mengarah pada herniasi otak, keluar dari kompartemen intracranial dimana
massa tersebut berada. Makin lebar atau deviasi pergeseran otak akan
menimbulkan peningkatan TIK yang relative lebih tinggi terhadap distorsi otak
yang ditimbulkannya.
Manifestasi Klinis :
Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor: beratnya cedera otak yang terjadi
pada saat benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume SDH. Gejalanya
cenderung berubah-ubah, diantaranya:
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer (primary survey) yang
mencakup jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan tekanan darah atau
nadi (circulation) yang dilanjutkan dengan resusitasi. Periksa nadi dan tekanan
memantau apakah terjadi hipotensi, syok atau terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial. Jika terjadi hipotensi atau syok harus segera dilakukan pemberian
cairan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang. Terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial ditandai dengan refleks Cushing yaitu peningkatan tekanan
darah, bradikardia dan bradipnea.