Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
BRONKOPNEUMONIA
Disusun oleh:
Sulistyaning Tyas
M. Yusuf Aditya P.
Pembimbing:
Dr. Sherly Yuniarchan, Sp. A
BRONKOPNEUMONIA
Menyetujui,
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan yang berjudul “Bronkopnemonia”.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
4
BAB 1
PENDAHULUAN
5
BAB II
KASUS
Identitas Pasien
Nama : An. ARA
Usia : 2 Bulan 4 Hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Padang
Alamat : Jl. Juanda 6 no 37
Anak ke : 1
Identitas Orangtua
Nama Ayah : Tn.R
Usia : 32 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : SMA
Ayah perkawinan ke : 1
Nama Ibu : Ny. R
Usia : 24 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMA
Ibu perkawinan ke : 1
6
Keluhan Utama
Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan batuk 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Batuk disertai nafas terlihat lebih cepat dan disertai dengan nafas berbunyi. Dahak
tidak pernah dapat keluar. Terkadang pasien muntah saat batuk. Ibu pasien
menyangkal adanya pilek dan demam. BAB cair 2 kali 2 hari sebelum mrs,
berwarna kecoklatan dan berampas,. BAK dalam batas normal.
7
Merangkak : Belum
Berdiri : Belum
Berjalan : Belum
Berbicara 2 suku kata : Belum
Pemeliharaan Prenatal
Periksa di : Bidan
Penyakit Kehamilan : Normal
Obat-obatan yang sering diminum : Tidak ada
Riwayat Kelahiran :
Lahir di : Rumah Sakit
Persalinan ditolong oleh : Dokter
Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan
Jenis partus : SC
Pemeliharaan postnatal :
Periksa di : Praktek bidan dan dokter
Keadaan anak : Baik
Keluarga berencana : Ya
8
Hepatitis B (+) (+) (-)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 13 Agustus 2019
Status gizi:
Berat badan : 4,7 kg
Tinggi Badan : 56 cm
Regio Kepala/Leher
Rambut : Warna hitam, tipis, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-),
kornea tampak suram (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor
(3mm/3mm)
Telinga : Sekret (-), darah (-)
Hidung : Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir normal, agak kering sianosis (-), lidah bersih
(tongue tie)
Tonsil : Normal, hiperemis (-/-), membesar (-/-)
Faring : Normal, hiperemis (-)
Gigi : Normal, karies (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Regio Thorax
Paru-paru
1) Inspeksi : Bentuk pectus excavatum, pergerakan dinding dada
simetris, retraksi intercosta (+).
9
2) Palpasi : Pergerakan dada simetris, raba fremitus simetris.
3) Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
4) Auskultasi : Suara napas simetris, rhonki (+/+), wheezing (+/+).
Jantung
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis teraba pada midclavicula line ICS V sinistra
3) Perkusi : Batas jantung kanan : parasternal line dekstra, batas
jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra
4) Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Regio Abdomen
1) Inspeksi : Distensi (-), Hernia(-)
2) Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
3) Perkusi : Distribusi timpani di keempat kuadran, shifting dulness
(-)
4) Palpasi : Soefl, defans muskular (-), hepar dan lien dalam batas
normal, nyeri tekan abdomen di empat kuadran (-)
Regio Ekstremitas
1) Inspeksi : Edema (-), deformitas (-). Petekie (-)
2) Palpasi : Akral hangat, edema (-), nyeri tekan (-), tonus dan
kekuatan otot normal, refleks fisiologis normal, refleks
patologis (-).
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
Pemeriksaan Tgl 06/08 Tgl 09/08 Tgl 13/08 Nilai Normal
Leukosit 9350 7500 8450 6.000 – 18.000 /µL
Hemoglobin 11,2 11,1 11,3 13,4 – 19,8 g /dL
Hematokrit 34 33,2 32,9 28,0 - 42,0 %
Trombosit 226.000 267.000 421.000 150.000 – 450.000 /µL
LED 8 <10
GDS 124 95 70-140 mg/dL
Ureum 20,6 19,3-49,2 mg/dL
10
Creatinin 0,5 0,7-1,3 mg/dL
Natrium 137 138 135-155 mmol/L
Kalium 5,2 5,5 3,6-5,5 mmol/L
Chloride 105 103 98-108 mmol/L
Albumin 4,5 3,5-5,5 g/dL
CRP <6 <6,0
pH 7,40 7,35-7,45
BEecf 3,6
Pemeriksaan Radiologis
Tanggal 06/08/2019
Tanggal 14/08/2019
Kesan : pneumonia aspirasi dan konfigurasi cor dalam batas normal
11
Echokardiography
Tanggal 09/08/2019
Small ASD secundum
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Bronkopneumonia
Bronchiolitis
ASD
Tongue tie
PENATALAKSANAAN IGD
- IVFD RL 5 tpm
- Inj. Cevotaxime 3x175 mg/iv
- Inj. Cortidex 3 x 0,1 mg/iv
- Rawat picu
FOLLOW UP
12
Selasa S: Demam (-), muntah (-), batuk (+) P:
13/08/2019 berkurang, sesak IVFD KAEN 4 A 110 cc/ hr
Melati K: CM, BB: 4,7 kg, Suhu: 36,5°C, Inj. Ampisilin sulbactam 2x200
Nadi: 140x/mnt, RR: 35 x/mnt O2 nasal NAC 40 mg +salbutamol 0,5 mg+ CTM
kanul 1-2 lpm, 0,4 mg pulv 3x1
Kepala-leher: anemis (-), ikterik (-), Cetirizine 1x1,25
nafas cuping hidung (-), Nebu pulmicort 2x 1 resp
Pulmo: gerak nafas simetris, pectus Susu Neocate 8x60 cc
excavatum , retraksi (+) vesikuler
(+)(+), whezzing (-/-), ronkhi (+/+)
S1S2 tunggal reguler, murmur (-),
Abd : soefl, Distensi(-),bising usus (+)
N, ekst: CRT< 2 detik, turgor kulit baik,
edema (-)
13
whezzing (-/-), ronkhi (-/-)
S1S2 tunggal reguler, murmur (-),
Abd : soefl, Distensi(-),bising usus (+)
N, ekst: CRT< 2 detik, turgor kulit baik,
edema (-)
Jumat S: Demam (-), muntah (-), batuk (+) IVFD KAEN 4 A 110 cc/hr
16/08/2019 berkurang, sesak Vancomicin 1x75 mg/iv
Melati K: CM, BB: 4,7 kg, Suhu: 36,4°C, Terapi lain lanjut
Nadi: 150 x/mnt, RR: 32 x/mnt,
Kepala-leher: anemis (-), ikterik (-),
nafas cuping hidung (-),
Pulmo: gerak nafas simetris, pectus
excavatum, retraksi (-) vesikuler (+)(+),
whezzing (-/-), ronkhi (-/-)
S1S2 tunggal reguler, murmur (-),
Abd : soefl, Distensi(-),bising usus (+)
N, ekst: CRT< 2 detik, turgor kulit baik,
edema (-)
Sabtu S: Demam (-), muntah (-), batuk (+) IVFD KAEN 4 A 110 cc/hr
16/08/2019 berkurang, sesak (-) Vancomicin 1x75 mg/iv
Melati K: CM, BB: 4,7 kg, Suhu: 36,7°C, Pro frenektomy selasa tanggal 20/08/2019
Nadi: 142 x/mnt, RR: 37 x/mnt, Terapi lain lanjut
Kepala-leher: anemis (-)(-), ikterik (-)(-
), nafas cuping hidung (-),
Pulmo: gerak nafas simetris, pectus
excavatum, retraksi (-) vesikuler (+)(+),
whezzing (-/-), ronkhi (-/-)
S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Abd : soefl, Distensi(+),bising usus (+)
N, ekst: CRT< 2 detik, turgor kulit baik,
edema (-)
14
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. BRONKOPNEUMONIA
1.1 Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian
besar disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri/virus) dan sebagian kecil
disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll) (Said, 2012).
Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete, 2013) :
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3. Bronkopneumonia
Apabila parenkim paru yang terkena infeksi dan mengalami inflamasi
meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka disebut pneumonia lobaris atau
pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satu lobus dan hanya di
bronkiolus dengan bercak-bercak yang tersebar bersebelahan maka disebut
bronkopneumonia(Bennete, 2013).
Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang sering dijumpai pada
anak-anak. Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak (patchy distribution)(Bennete, 2013).Pneumonia merupakan penyakit
peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan
sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat(Bradley, et al.,
2011).
Pertusis Laki-laki
Morbili Imunisasi yang tidak memadai
Gizi kurang Defisiensi Vitamin A
Umur kurang dari 2 bulan Pemberian makanan tambahan
16
Berat badan lahir rendah terlalu dini
Tidak mendapat ASI yang Kepadatan tempat tinggal
memadai
Polusi udara
(Rahajoe, 2008; Bennete, 2013)
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan. Spektrum organisme penyebab pada
naonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi
pneumonia pada neonates dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan
bakteri Gram negatif seperti E. colli, Pseudomonas sp, atau Kleibsiella sp. Pada
bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi
Streptococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain
bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoiae(IDAI,
2013)
Di Negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di
samping bakteri, atau campuran bakteri dan virus.Virkki dkk.Melakukan
penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%
campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%.Virus yang terbanyak
ditemukan adalah RSV, Rhonovirus, Parainfluenza virus.Bakteri yang terbanyak
adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza tipe B, dan
Mycoplasma pneumoniae.Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai
etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak daripada anak berusia di bawah 2 tahun
(IDAI, 2013).
Secara klinis, umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan
pneumonia virus.Demikian juga pemeriksaan radiologis dan laboratorium,
biasanya tidak dapat menentukan etiologi (IDAI, 2013).
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai antara lain:
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
b. Pada bayi:
17
1) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus,
RSV,Cytomegalovirus.
2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
3) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,Mycobacterium
tuberculosa, Bordetella pertusis.
c. Pada anak-anak:
1) Virus: Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
2) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia
3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d. Pada anak besar – dewasa muda:
1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis(Kliegman
& et All, 2011)
2. Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a. Bronkopneumonia hidrokarbon:
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde
lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid:
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum.Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi
horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada
anak yang sedang menangis.Keparahan penyakit tergantung pada jenis
minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam
lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak
ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya bronkopneumonia.Menurunnya sistem imun pada penderita-
penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang
belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi
terjadinya penyakit ini(Kliegman & et All, 2011).
18
Etiologi pneumonia pada anak sesuai kelompok usia di negara
maju(Kliegman & et All, 2011)
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Bakteri Bakteri
E. Colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Lahir-20 hari
Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo dan Herpes Simpleks
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia Haemophillus influenza tipe B
3 minggu - Virus Moraxella catharalis
3 bulan Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial Virus Virus Sitomegalo
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumonia Moraxella catharalis
Streptococcus pneumonia Neisseria Meningitidis
4 bulan –
Virus Staphylococcus aureus
5 tahun
Virus Adeno Virus
Virus Influenza, Parainfluenza Virus Varisela-Zoster
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumonia Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumonia Legionella sp
Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus
5 tahun - remaja
Virus
Virus Adeno, Epstein-Barr, Influenza,
Parainfluenza, Rino, Respiratory Syncytial
Virus, Virus Varisela-Zoster
19
1.3 Patofisiologi
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai
parenkim paru.Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme
pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik.Mekanisme
pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier
aparatus.Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi IgA lokal dan respon
inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel(Bennete, 2013).
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau
bila virulensi organisme bertambah.Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian
bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas,
dan jarang melalui hematogen.Virus dapat meningkatkan kemungkinan
terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi
mekanisme pembersihan dan respon imun.Diperkirakan sekitar 25-75 % anak
dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus(Bennete, 2013).
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru-paru dapat
melalui berbagai cara, antara lain :
Apabila hal ini tidak diobati dengan segera dan sistem imun tubuh sedang
menurun maka infeksi akan berlanjut ke saluran nafas bawah. Hal ini akan
direspon dengan mengaktivasi silia dan mengeluarkan sekresi mukus untuk
mengeluarkan benda asing yang masuk. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
batuk produktif pada penderita bronkopneumonia.
20
Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang
terkena akan mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah,
terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagisitosis yang
cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah
makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis,
kuman dan febris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal (IDAI, 2013).
21
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan
disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu).Pada kebanyakan
kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara
enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui
batuk.Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi
intrapleura menyebabkan terjadinya empiema.Resolusi dari reaksi pleura dapat
berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan
ikat dan pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih,
bakteri dalam jumlah banyak, beberapa netrofil dan makrofag
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara,
warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus
didapatkan fibrin, leukosit, neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan
kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan
pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leuksoit,
tempat terjadi fagositosis pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongestif.
22
dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi
bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan
pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak
menunjukkan perbedaan nyata, Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa
pneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik,
leukositosis dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis. Gambaran klinis
pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, secara
umum adalah sebagai berikut.
- Gejala infeksi umum yaitu, demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadang-
kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner
- Gejala gangguan repiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea,
nafas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak pada
perkusi, suara nafas melemah dan ronki. Pada perkusi dan auskultasi umumnya
tidak ditemukan kelainan (Said, 2012).
1.5 Diagnosis
1.5.1 Anamnesa
Pada anamnesa dapat ditemukan adanya keluhan demam, menggigil, batuk
non produktif, rhinitis, mialgia, sakit kepala dan pusing. Batuk yang awalnya
kering kemudian dapat menjadi produktif dengan dahak yang purulen bahkan bisa
berdarah, disertai sesak nafas, demam, kesulitan makan/minum, dan anak tampak
lemah (Pudjiadi, Hegar, Handryastuti, Idris, Gandaputra, & Harmoniati, 2009).
1.5.2 Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya
bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah
retraksi dinding dada;penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung;
orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang
23
bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas
menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada,
yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan
suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat
apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.Retraksi lebih mudah terlihat
pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah
dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan
fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat
dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi
akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat
dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada
tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem
saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya
distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal
(contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase
hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan.Selain
itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif
faring selama inspirasi(Bennete, 2013).
2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan
getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan
infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan
berkurang.
3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi
ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras
atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung
jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme
24
terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui
sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka(Bennete, 2013).
25
pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen toraks tidak
diperlukan.Ulangan foto rontgen tiraks diperlukan bila gejala klinis menetap,
penyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut (IDAI, 2013).
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis
pneumonia di IGD hanyalah pemeriksaan rontgen foto toraks posisi AP. Lynch
dkk. Menambahkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak
meningkatkan sensitivitas dan spesifitas penegakan diagnosis pneumonia pada
anak. Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan
tanda dan gejala klinik distress pernapasan seperti takipneu, batuk, dan ronki,
dengan atau tanpa suara napas yang melemah (IDAI, 2013).
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,
berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal
sebagai round pneumonia.
- Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga ke perifer paru,
disertai peningkatan corakan peribronkial (IDAI, 2013).
Gambaran foto rontgen toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrate
ringan pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu
penelitian ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak berada di paru
kanan, terutama di lobus atas.Bila ditemukan di paru kiri, dan terbanyak di lobus
bawah, maka hal itu merupakan predictor perjalanan penyakit yang lebih berat
dengan risiko terjadinya pleuritis lebih meningkat (IDAI, 2013).
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan
peningkatan corakan bronkovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di
pinggir lapang paru.Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah
(Bennete, 2013).
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman oleh WHO adalah:
26
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
- Pneumonia berat
o Bila ada sesak napas
o Harus dirawat dan diberikan antibiotik
- Pneumonia
o Bila tidak ada sesak napas
o Ada napas cepat dengan laju napas:
>50x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
>40x/menit untuk anak >1-5 tahun
o Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
- Bukan pneumonia
o Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
o Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas(IDAI, 2013)
27
Bronkiolitis
Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas
cuping hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing, ronki
nyaring halus pada auskultasi. Gambaran laboratorium dalam batas normal, kimia
darah menggambarkan asidosis respiratorik ataupun metabolik.
1.7 Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis,
distress pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain,
komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonates dan bayi kecil
dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap (IDAI, 2103).
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif.Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah.untuk nyeri dan demam dapat
diberikan analgetik/antipiretik.Suplementasi vitamin A tidak terbukti
efektif.Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang
mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi (IDAI, 2103).
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan .terapiantibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia
yang diduga disebabkan oleh bakteri (IDAI, 2103).
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena
tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat.Oleh karena itu, antibiotik dipilih
berdasarkan pengalaman empiris. Umumnya pemilihan antibiotik empiris
didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia
dan keadaan klinis pasien serta factor epidemiologis (IDAI, 2103).
28
mencapai 90%. Penelitian multisenter di Pakistan menemukan bahwa pada
pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisilin dan kotrimoksazol dua kali sehari
mempunyai efektivitas yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25
mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP-20 mg/kbBB
sulfametoksazol)(IDAI, 2103).
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan
sebagai terapi alternative beta-laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S. pneumoniae dan bakteri atipik
(IDAI, 2013).
29
kloramfenikol.Feyzullah dkk.Melaporkan hasil perbandingan pemberian antibiotic
pdada anak dengan pneumonia berat berusia 2-24 bulan. Antibotik yang
dibandingkan adalah gabungan penisilin G intravena (25.000 U/kgBB setiap 4
jam) dan kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriakson intravena (50
mg/kgBB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari, dan ternyata
memiliki efektivitas yang sama (IDAI, 2013).
Akan tetapi, banyak peneliti yang melaporkan resistensi Streptococcus
penumoniae dan Haemophilus influenza-mikroorganisme paling penting penyebab
pneumonia pada anak-terhadap kloramfenikol (IDAI, 2013).
Penatalaksanaan pengobatan pneumonia khususnya bronkopneumonia
pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI,
2012; Bradley et.al., 2011)
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
PaO2pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah
dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
30
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang
dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
o Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
a. ampicillin (50-100 mg/kg/hr, 4x) + aminoglikosid
b. amoksisillin +asam klavulanat (25-50 mg/kgBB 3x/hari)
c. amoksisillin (25-50 mg/kgBB 3x/hari) + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3
cefixime : 1,5 – 3 mg/kgBB/dosis 2x/hari
cefotaxim 50-180 mg/kgBB/hari terbagi 4-6 dosis
o Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan-5 tahun)
a. beta laktam-amoksisillin
b. amoksisillin-asam klavulanat
c. golongan sefalosporin
cefixime : 1,5 – 3 mg/kgBB/dosis 2x/hari
cefotaxim 50-180 mg/kgBB/hari terbagi 4-6 dosis
d. kotrimoksazol (4 mg TMP/kgBB dan 20 SMZ/kgBB 2x/hari)
e. eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis
o Anak usia sekolah (> 5 tahun)
a. amoksisillin/makrolid
b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) 15-25 mg/kgBB/hari, tiap 12 jam
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error)
maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam
sekali sampai hari ketiga.Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan
perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih
tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan
dulu ada tidaknya penyulit seperti empiema, abses paru yang menyebabkan
seolah-olah antibiotik tidak efektif).
31
Kriteria Rawat Inap
Bayi:
1.8 Komplikasi
Bila bronkopneumonia tidak ditangani secara tepat, maka komplikasinya
adalah sebagai berikut (Yuwono, 2007) :
32
Otitis media akut (OMA) : Terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi
masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara,
kemudian gendang telinga akan tertarik kedalam dan timbul efusi.
Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru.
Efusi pleura.
Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
Endokarditis bakterial yaitu peradangan pada katup endokardial
1.9 Prognosis
Sembuh total bila didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas
lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein
33
BAB 4
PEMBAHASAN
TEORI KASUS
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
34
Bronkopneumonia : Pemeriksaan saat diruangan :
1. Pada inspeksi terlihat retraksi otot 1. Sesak pasien berkurang
epigastrik, interkostal, suprasternal, 2. Terdapat batuk produktif
dan pernapasan cuping hidung. 3. Terdengar suara nafas tambahan
2. Tanda objektif yang merefleksikan ronki basah kasar pada kedua
adanya distres pernapasan adalah lapang torak dengan retraksi
retraksi dinding dada;penggunaan interkosta
otot tambahan yang terlihat dan 4. Pasien tidak demam
cuping hidung; orthopnea; dan 5. Pada pemeriksaan lainnya tidak
pergerakan pernafasan yang ditemukan adanya kelainan
berlawanan.
3. Pada palpasi ditemukan vokal
fremitus yang simetris.
4. Konsolidasi yang kecil pada paru
yang terkena tidak menghilangkan
getaran fremitus selama jalan napas
masih terbuka, namun bila terjadi
perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi
energi vibrasi akan berkurang.
5. Pada perkusi tidak terdapat
kelainan.
6. Pada auskultasi ditemukan crackles
sedang nyaring.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
35
Bronkopneumonia : Hasil Pemeriksaan Penunjang :
36
1. Penatalaksaan Umum PICU
IVFD KAEN 4 A 480 cc/ hr
Bronkopneumoni :
Nasal kanul O2 1-2 lpm
a. Pemberian oksigen lembab 2-4
Inj. Cefotaxime 3x 240 mg
L/menit
Inj Gentamisin 1x24 mg
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi
Inj. Dexamethasone 3x0,8 mg
dan koreksi elektrolit. NAC 50 mg +salbutamol 0,5 mg 3x1
c. Asidosis diatasi dengan Nebu ventolin 0,5 cc+ NS 3% 0,5 cc
pemberian bikarbonat intravena. 3x/hari
2. Penatalaksanaan Khusus Susu Neocate 8x60 cc
Bronkopneumoni : Ruang Melati
37
dan 20 SMZ/kgBB 2x/hari)
eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari
dibagi 3-4 dosis
38
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pasien An. A, laki-laki, berusia 2 bulan, datang dengan keluhan utama
batuk 4 hari SMRSdan kemudian diikuti dengan sesak nafas. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang ditegakkan diagnosis
pada pasien ini adalah Bronkopneumoni.
Tatalaksana yang diperoleh pasien ini adalah terapi suportif, terapi
simptomatis dan kasual.
Secara umum, penegakan diagnosis, alur penatalaksanaan sudah sesuai
dengan literatur yang ada. Prognosis pada pasien ini berdasarkan perjalanan
penyakit dan penatalaksanaan yang telah didapatkan adalah bonam.
5.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari makalah tutorial ini, baik
dari segi diskusi, penulisan dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik
dan saran dari dosen-dosen yang mengajar, dari rekan-rekan sesama dokter muda
dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan referat ini.
39
DAFTAR PUSTAKA
Bradley, J., Byington, C., Shah, S., Alverson, B., Carter E, R., Harrison, C., et al.
(2011). The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants
and children. 13) Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B.,
Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H.,
Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and Swan.
DAI. (2013). Pedoman Pelayanan Medis Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
jakarta: IDAI.
Rahajoe, N. (2008). Buku Ajar Respirologi Anak, edisi pertama. jakarta: Badan
Penerbit IDAI.
World Health Organization. (2013). Pocket Book of Hospital Care for Children.
Switzerland: WHO publication.
40