OLEH:
KELOMPOK I
2
hari. Insidensi kasus TB yang mengakibatkan kematian 91.369 per tahun, 30 kasus per
10.000 penduduk, dan 250 per hari (DepKes, 2010)
3
Cara penularan ada dua yaitu :
a. Langsung
Percikan ludah/cairan hidung berpindah sewaktu berbicara berhadapan/bersin.
b. Tidak langsung
Bila pasien meludah disembarang tempat kemudian kering dan kuman diterbangkan oleh
angin bersama debu yang dihirup oleh orang sehat.
4. Patofisiologi Penyakit
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung Mycobakterium tuberkulosis dapat menetap
dalam udara bebas selama 1-2 jam. Orang dapat terifeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam
saluran pernapasan. Setelah Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan,
masuk ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga
secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang,
korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.Massa
jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan
yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah
menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan
(bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat
mengalami kalsifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan
penyakit aktif.Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi
dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel Ghon memecah,
melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara,
mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk
jaringan parut.
4
Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya.Kecuali proses tersebut
dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah ke hilum paru-paru dan
kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh
remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang
diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif
(Brunner dan Suddarth, 2002)
5. Klasifikasi
a. Klasifikasi I (berdasarkan bagian tubuh yang terinfeksi) (Depkes, 2003)
1) Tuberculosis paru
Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua
penderita. Tuberculosis yang menyerang parenkim paru ini merupakan satu-satunya
bentuk tuberculosis yang paling mudah menular.
2) Tuberculosis ekstra paru
Merupakan bentuk Tubeculosis yang menyerang organ lain selain paru, seperti pleura,
kelenjar limfe, persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan saraf pusat, dan
perut. Pada dasarnya penyakit Tuberculosis ini tidak pandang bulu karena kuman ini
menyerang semua organ tubuh.
5
1) Tuberculosis Primer
Tuberculosis primer adalah bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum
pernah terpajan (orang yang belum pernah mengalami TB) atau peradangan terjadi
sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
2) Tuberculosis Sekunder (Tuberculosis Post Primer)
Merupakan penyakit yang terjadi pada seseorang yang telah terpajan penyakit
tuberculosis atau peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang di
mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium
tersebut. Penyakit ini mungkin terjadi segera setelah tuberculosis primer, tetapi
umumnya muncul karena reaktivasi lesi primer dorman beberapa dekade setelah
infeksi awal, terutama jika sistem pertahanan penjamu (seseorang yang pernah
terkena TB sebelumnya) melemah.
d. Klasifikasi IV
Klasifikasi TB Paru berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat
pengobatan sebelumnya dibagi sebagai berikut:
1) TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT
6
d) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
e. Klasifikasi V
Berdasarkan tipe penderita. Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita :
1) Kasus baru : penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan.
2) Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil pemeriksaan
BTA positif.
3) Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
4) Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah berobat
paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang
kembali berobat.
6. Gejala Klinis
Penyakit tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Menurut Jhon Crofton (2002), gejala klinis yang timbul pada pasien Tuberculosis
berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses destruksi paru.
Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun, keluhan ini dirasakan dengan
kecenderungan progresif walau agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering
pada permulaan penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi produktif.
Dahak (sputum)
7
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah
menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen (kuning hijau) dan menjadi kental bila
sudah terjadi pengejuan.
Batuk darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai berupa sejumlah
besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya adalah akibat peradangan pada
pembuluh darah paru dan bronchus sehingga pecahnya pembuluh darah.
Sesak napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru. Merupakan proses lanjut
akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan.
Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada dinding
pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan otot pada saat batuk.
Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh sekret,
peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
Demam dan menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi umum dari proses
infeksi.
Penurunan berat badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul belakangan dan
lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
Malaise
Ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala,
nyeri otot, keringat malam.
Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
Berkeringat banyak terutama malam hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit Tuberculosis paru.
Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan menurun. Bila
mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. RR
meningkat (>24 x/menit). Adanya dyspnea, sianosis, distensi abdomen, batuk dan barrel
chest.
b. Palpasi
8
Badan teraba hangat (demam), denyut nadi meningkat (>100x/menit), turgor kulit
menurun, fremitus raba meningkat disisi yang sakit.
(Amin, 2007)
c. Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang cukup besar,
perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila mengenai pleura, perkusi
memberikan suara pekak.
d. Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan berupa rhonci
basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara
napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi
memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi memberikan suara napas
yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
9
dibaca dalam peiode tersebut. Interpretasi tes kulit menunjukan adanya beberapa tipe
reaksi:
1. Indurasi ≥ 5 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
a) Orang dengan HIV positif.
b) Baru saja kontak dengan orang yang menderita TB.
c) Orang dengan perubahan fibrotic pada radigrafi dada yang sesuai dengan
gambaran TB lama yang sudah sembuh.
d) Pasien yang menjalani tranplanstasi organ dan pasien yang mengalami
penekanan imunitas.
2. Indurasi ≥ 10 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
a) Baru tiba ( ≤ 5 tahun ) dari Negara yang berprevalensi tinggi.
b) Pemakai obat-obat yang disuntikkan.
c) Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan yang berisiko tinggi.
Penjara, rumah-rumah perawatan, panti jompo, fasilitas yang disiapkan untuk
pasien dengan AIDS, dan penampungan untuk tuna wisma
d) Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang berisioko tinggi.
e) Anak di bawa usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja yang terpajan orang
dewasa kelompok risiko tinggi.
3. Indurasi ≥ 15 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
a) Orang dengan factor risiko TB.
b) Target program-program tes kulit seharusnya hanya dilakukan di anatara
kelompok risiko tinggi.
(Price,2005:855)
Uji tuberculin : Menggunakan standar tuberkulin 1:10.000/5 TU PPD-S intrakutan yang
dibaca 48-72 jam dengan indurasi > 5 mm. Uji tuberkulin negatif belum dapat
menyingkirkan TB. False negatif pada pemeriksaan uji tuberkulin sering ditemukan pada
pasien HIV dan kejadiannya meningkat sebanding dengan peningkatan imunosupresi.
Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF, biopsi kulit) :
positif untuk Mycobacterium tuberculosis
Pemeriksaan Darah :
a) Hb dapat ditemukan menurun. Anemia bila penyakit berjalan menahun
10
b) LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal
pada tahap penyembuhan.
c) GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
Biopsi jarum pada jaringan paru (Needle Biopsi of Lung Tissue): Positif untuk granuloma
TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh
hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru
kronis luas.
Kadar Ig: Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
Reaksi rantai polimerase: Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel
perifer monoseluler.
b. Radiologi
Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru oleh simpanan kalsium lesi yang
sembuh primer atau efusi cairan. Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat
dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang
sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus
atau kerusakan paru karena TB.
Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC paru adalah penebalan pleura,
efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir
paru atau pleura).
11
TB BTA positif.Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya
biakan. Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya
biakan. Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya
kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun
gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS :
- Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
- Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung
diagnosis TB.
- Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen
positif.
- Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.
12
Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis harian 15 mg/kg
berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan 30 mg/kg
berat badan.
b. Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis (OAT).
Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
c. Evaluasi Pengobatan
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis ( hilangnya keluhan,
nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain ), berkurangnya kelainan
radiologis paru dan konversi sputum menjadi negatif.
Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan
6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2,
5, dan 8. Biakan BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan.
Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih positif setelah
tahap intensif dan pada awal terapi pasien yang mendapat pengobatan ulang
(retreatment).
Perawatan TBC
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :
a) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat yaitu
keluarga.
b) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.
c) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
d) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
e) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima dan enam
13
f) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik (Depkes RI,
2002)
Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
a) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut (dengan menggunakan masker)
sewaktu batuk dan membuang dahak di tempat yang disediakan dan tertutup, tidak
disembarangan tempat.
b) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus harus
diberikan vaksinasi BCG.
c) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antara
lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
d) Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu perhatian
khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur, pakaian), ventilasi
rumah dan sinar matahari yang cukup.
e) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-obat
kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur, waktu
yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan
pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
11. Pencegahan
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) pada tahun 2010 menjelaskan
tentang pencegahan penularan TBC, yaitu:
a. Bagi Masyarakat
1. Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh meningkat.
2. Tidur dan istirahat yang cukup.
3. Tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol
4. Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal ataupun lingkungan sekitar
5. Membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua ruangan, karena kuman TBC
akan mati bila terkena sinar matahari
6. Imunisasi BCG
7. Menyarankan apabila ada yang dicurigai menderita TBC agar segera memeriksakan
diri dan berobat sesuai aturan sampai sembuh
b. Bagi penderita
1. Tidak meludah di sembarang tempat
2. Menutup mulut saat batuk dan bersin
3. Berperilaku hidup bersih dan sehat
4. Berobat sesuai aturan sampai sembuh
14
5. Memeriksakan balita yang tinggal serumah agar segera diberi pengobatan
pencegahan.
Saat ini vaksin BCG (Bacille Calmette Guerin) adalah vaksin yang sudah dikenal
sebagai cara untuk mencegah TBC, diberikan dengan suntikan di bawah kulit. Vaksin ini
efektif pada anak baru lahir untuk mencegah penyakit TB berat. Saat ini TBC memang tidak
memberi dampak yang signifikan untuk mengurangi kasus TB pada orang dewasa.
Saat ini masih belum ditemukan vaksin yang efektif diberikan pada orang dewasa
untuk mencegah penyakit TBC. Akan tetapi, menurut studi literatur yang dilakukan melita
tahun 2013 menyatakan bahwa baru-baru ini ditemukan vaksin booster TBC baru, MVA85A,
dengan harapan dapat meningkatkan kekebalan pasien terhadap TBC. Hasil dari studi
literatur tersebut menyatakan bahwa Vaksin MVA85A aman dan sangat imunogenik pada
subjek yang pernah diberi vaksin BCG, subjek yang tinggal di daerah endemis TBC, subjek
dengan infeksi TBC laten di UK. Tiga penelitian membandingkan respons sel T setelah diberi
vaksin MVA85A dengan pemantauan selama 1 tahun dengan keadaan baseline. Keadaan
baseline yang dimaksud adalah keadaan sel T sebelum vaksinasi.
12. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru
stadium lanjut yaitu :
a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
b. Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi
bronchial.
c. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
13. Prognosis
TB adalah IO yang pada urutan kedua dalam daftar frekuensi IO di Indonesia, dan
adalah penyebab kematian kebanyakan Odha. Namun TB dapat disembuhkan dan
15
dicegah.Perkembangan dari infeksi TBC dengan penyakit TBC terjadi ketika bakteri TB
mengatasi pertahanan sistem kekebalan tubuh dan mulai berkembang biak. Pada TB primer
1-5% dari kasus-penyakit ini terjadi segera setelah infeksi. Pada pasien koinfeksi M. TB dan
HIV, risiko reaktivasi meningkat sampai 10% per tahun. Pasien dengan TB ini disebarluaskan
memiliki tingkat kematian mendekati 100% jika tidak diobati. Namun, Jika diobati, tingkat
kematian berkurang hingga hampir 10%.
16
Pada pasien dengan TBC kemungkinan mengalami gangguan pada system eliminasi jika
bakteri tersebut sudah menyebar sampai ke system gastrointestinal.
4. Aktivitas dan Latihan
Pada pasien dengan TBC kemungkinan ditemukan gangguan aktivitas dan latihan karena
pasien mengalami keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan
aktvitas sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam
posisi duduk tinggi.Gejala: adanya kelelahan dan kelemahan, kesulitan tidur pada malam
atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat
Tanda : takikardia, takipnea / dispnea saat beraktivitas, kelelahan otot
5. Persepsi, Sensori, Kognitif
Pasien mengalami gangguan berupa rasa nyeri di daerah dada. Perasaan takut.
Gejala : adanya faktor stres dalam waktu yang lama, adanya perasaan berduka
Tanda : ansietas, takut, perasaan bersalah (menyalahkan diri sendiri), keputusasaan,
kesedihan, ekpresi kurang dalam penerimaan terhadap penyakit, ekspresi kurang
kedamaian, rasa bersalah
6. Tidur dan Istirahat
Pasien mengalami gangguan pada pola tidurnya karena sulit untuk tidur karena nyeri dan
sesak napas.
7. Konsep Diri
Pasien mengalami gangguan pada harga diri , karena kondisi yang terkena TBC. Gejala :
adanya perasaan rendah diri karena mengidap penyakit menular, adanya perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran, tidak berpartisipasi dalam kegiatan agama,
perubahan pola ibadah, merasa diabaikan dan diasingkan, menolak interaksi dengan
orang lain, merasa dipisahkan dari lingkungan sosial.
perubahan interaksi dalam keluarga, seperti: perubahan tugas dalam keluarga, perubahan
dukungan emosional, perubahan pola komunikasi dalam keluarga, perubahan keakraban,
perubahan partisipasi dalam menyelesaikan masalah.
17
Pasien mengalami gangguan pada peran dan hubungan,hubungan yang ketergantungan
dengan keluarga, kurang sistem pendukung, penyakit lama atau ketidakmampuan
membaik.
9. Seksual dan Reproduksi
Pada pasien dengan tbc kemungkinan ditemukan penurunan libido.
10. Koping Stres dan Adaptasi
Pasien kemungkinan mengalami gangguan pada pola koping stress dan adaptasi, ansietas,
ketakutan, peka rangsang.
11. Nilai dan Kepercayaan
Pada pasien dengan pada tbc kemungkinan pasien mengalami gangguan dalam
melakukan aktivitas beribadah diluar rumah (tempat-tempat ibadah).
18
makan menurun/anoreksia, kelemahan ditandai dengan berat badan < 10%-20% BBI,
gangguan sensasi pengecap, tonus otot buruk.
g. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik berhubungan dengan
kompleksitas program terapeutik ditandai dengan pengungkapan kesulitan dalam
pengaturan pengobatan, pengungkapan ketidakdisiplinan dalam pengobatan.
19
Rasional: mencegah obstruksi atau aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bia pasien
tak mampu mengeluarkan sekret sendiri.
4. Bantu pasien untuk batuk dan napas dalam.
Rasional: memaksimalkan pengeluaran sputum.
5. Ajarkan batuk efektif.
Rasional: membantu mempermudah pengeluaran sekret.
6. Anjurkan asupan cairan adekuat.
Rasional: mengoptimalkan keseimbangan cairan dan membantu mengencerkan sekret
sehingga mudah dikeluarkan.
7. Kolaborasi pemberian oksigen.
Rasional: meringankan kerja paru untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
8. Kolaborasi pemberian broncodilator sesuai indikasi.
Rasional: bronkodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial
sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, sekret kental, tebal, edema
bronkialditandai dengansesak, pucat, sianosis pada bibir, napas cepat dan dangkal,
RR >20x/menit, AGD abnormal, takikardi, gelisah, penggunaan otot bantu
pernapasan, pernapasan cuping hidung, pergerakan dada tidak seimbang.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24jam diharapkan gangguan
pertukaran gas dapat diatasi dengan kriteria hasil:
NOC Label >>Respiratory Status: Gas Exchange
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu bernapas dengan mudah)
RR dbn (16-20 x/menit)
Hasil AGD dbn
Intervensi :
NIC Label >>Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi.
Rasional : Mengetahui karakteristik napas pasien
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
20
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan menandakan perburukan kondisi
pasien.
3. Pantau hasil AGD
Rasional : mengetahui status oksigenasi pasien.
4. Kolaborasi : Berikan O2 sesuai indikasi dengan masker, kanula atau ventilasi
mekanik.
Rasional : Mencegah memperbaiki hipoksemia dan gagal pernapasan.
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
ditandai dengan adanya sesak, sesak semakin berat apabila stres dan sering timbul
pada malam hari, frekuensi napas >20 x/menit, napas cepat dan dangkal, ekspansi
dada tampak menurun.
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan pola napas efektif
dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Respiratory Status: Ventilation
Kedalaman pernapasan normal
Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan
Tidak tampak retraksi dinding dada
NOC Label >> Vital Signs
Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/menit)
Intervensi
NIC Label >> Restiratory Monitoring
1. Pantau RR, irama dan kedalaman pernapasan
Rasional: Ketidakefektifan pola napas dapat dilihat dari peningkatan atau penurunan
RR, serta perubahan dalam irama dan kedalaman pernapasan
2. Pantau adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada menunjukkan
terjadi gangguan ekspansi paru
NIC Label >> Ventilation Assitance
3. Berikan posisi semifowler
Rasional : Posisi semifowler dapat membantu meningkatkan toleransi tubuh untuk
inspirasi dan ekspirasi
4. Pantau status pernapasan dan oksigen
21
Rasional : Kelainan status pernapasan dan perubahan saturasi O2 dapat menentukan
indikasi terapi
5. Berikan dan pertahankan masukan oksigen sesuai indikasi
Rasional : Pemberian oksigen sesuai indikasi diperlukan untuk mempertahankan
masukan O2 saat mengalami perubahan status respirasi
d. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat infeksi
TB, ditandai dengan adanya peningkatan suhu tubuh (>37,5°C), kulit teraba
hangat, nadi meningkat (>100x/menit), kulit tampak kemerahan, menggigil.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ..... x 24 jam diharapkan suhu tubuh
normal, dengan kriteria hasil:
NOC Label >>Thermoregulation
Suhu tubuh pasien normal (36-37±0,5˚C)
Melaporkan rasa nyaman
Tidak menggigil
NOCLabel >> Vital Signs
Suhu : 36-37±0,5˚C
Nadi: 60-100x/menit
RR: 16-20 x/menit
TD: 120/80 mmHg
Intervensi :
NIC Label >> Fever Treatment
1. Monitor suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, dan respirasi rate secara berkala.
Rasional: peningkatan suhu menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Menggigil
sering mendahului puncak suhu.
2. Berikan kompres hangat.
Rasional: membuat vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat membantu
mengurangi demam.
3. Anjurkan pasien untuk mempertahankan asupan cairan adekuat.
Rasional: untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan cairan karena suhu tubuh yang
tinggi.
22
4. Kolaborasi pemberian obat antipiretik sesuai indikasi.
Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
e. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap
sirkulasi toksin, batuk menetap ditandai dengan nyeri dada, sakit kepala, nyeri
sendi, melindungi area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan nyeri dapat
terkontrol dengan kriteria hasil:
NIC Label >>Pain Control
Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
Melaporkan perubahan gejala nyeri ke tenaga kesehatan
Melaporkan nyeri terkontrol
NIC Label >> Pain Level
Melaporkan nyeri berkurang
Tidak meringis dan menangis
Tidak kehilangan nafsu makan
TTV dalam batas normal: Suhu : 36-37±0,5˚C, Nadi: 60-100x/menit, RR: 16-20
x/menit, TD: 120/80 mmHg.
Intervensi:
NIC Label >> Pain Management
1. Kaji karakteristik nyeri meliputi lokasi, waktu, frekuensi, kualitas, faktor pencetus,
dan intensitas nyeri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis
tindakannya.
2. Kaji faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri pasien
Rasional : Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri, dapat
mencegah terjadinya faktor pencetus dan menentukan intervensi apabila nyeri terjadi.
3. Monitor status TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik
Rasional : mencegah kontraindikasi dan efek samping pemberian analgetik
4. Memastikan pasien mendapat terapi analgesik yang tepat
Rasional : Analgesik yang dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan tidak
mengakibatkan adanya reaksi alergi terhadap obat.
5. Eliminasi faktor-faktor pencetus nyeri
23
Rasional : Dengan mengeleminasi faktor-faktor pencetus nyeri, dapat mengurangi
risiko munculnya nyeri (mengurangi awitan terjadinya nyeri)
6. Ajarkan teknik nonfarmakologi (misalnya teknik relaksasi, guided imagery, terapi
musik, dan distraksi) yang dapat digunakan saat nyeri timbul.
Rasional : Dengan teknik manajemen nyeri, pasien bisa mengalihkan nyeri sehingga
rasa nyeri yang dirasakan berkurang.
7. Berikan dukungan selama pengobatan nyeri berlangsung
Rasional : Dukungan yang diberikan dapat membantu meningkatkan rasa percaya
terhadap perawat.
8. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Pemberian analgetik dapat memblok reseptor nyeri.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan kalori sekunder akibat infeksi TB ditandai dengan nafsu
makan menurun/anoreksia, kelemahan ditandai dengan berat badan < 10%-20%
BBI, gangguan sensasi pengecap, tonus otot buruk.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan … x 24 jam diharapkan pemenuhan nutrisi
adekuat, dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Nutritional Status
Masukan nutrisi adekuat
Masukan makanan dalam batas normal
NOC Label >>Nutritional Status: Nutrient Intake
Masukan kalori dalam batas normal
Nutrisi dalam makanan cukup mengandung protein, lemak, karbohidrat, serat,
vitamin, mineral, ion, kalsium, sodium
NOC Label >> Nutritional Status: Biochemical Measures
Serum albumin dalam batas normal (3,4-4,8 gr/dL)
Intervensi:
NIC Label >> Nutrition Therapy
1. Kaji status nutrisi
Rasional: pengkajian penting untuk mengetahui status nutrisi dan menentukan
intervensi yang tepat.
2. Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung kebutuhan kalori harian.
Rasional: dengan mengetahui masukan makanan atau cairan dapat mengetahui
apakah kebutuhan kalori harian sudah terpenuhi atau belum.
3. Tentukan jenis makanan yang cocok dengan tetap mempertimbangkan aspek agama
dan budaya pasien.
Rasional: memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dengan tetap memperhatikan aspek
agama dan budaya pasien sehingga pasien bersedia mengikuti diet yang ditentukan.
24
4. Anjurkan untuk menggunakan suplemen nutrisi sesuai indikasi.
Rasional: dapat membantu meningkatkan status nutrisi selain dari diet yang
ditentukan.
5. Jaga kebersihan mulut, ajarkan oral higiene pada pasien.
Rasional: menjaga kebersihan mulut dapat meningkatkan nafsu makan.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Rasional: untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhanpasien.
NIC Label >> Weight Gain Assistance
7. Timbang berat badan pasien secara teratur.
Rasional: dengan memantau berat badan pasien dengan teratur dapat mengetahui
kenaikan ataupun penurunan status gizi.
8. Diskusikan dengan keluarga pasien hal-hal yang menyebabkan penurunan berat
badan.
Rasional: membantu memilih alternatif pemenuhan nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan dan penyebab penurunan berat badan.
9. Pantau konsumsi kalori harian.
Rasional: membantu mengetahui masukan kalori harian pasien disesuaikan dengan
kebutuhan kalori sesuai usia.
10. Pantau hasil laboratorium, seperti kadar serum albumin, dan elektrolit.
Rasional: kadar albumin dan elektrolit yang normal menunjukkan status nutrisi baik.
Sajikan makanan dengan menarik.
11. Tentukan makanan kesukaan, rasa, dan temperatur makanan.
Rasional: meningkatkan nafsu makan dengan intake dan kualitas yang maksimal.
12. Anjurkan penggunaan suplemen penambah nafsu makan.
Rasional: dapat membantu meningkatkan nafsu makan pasien sehingga dapat
meningkatkan masukan nutrisi.
g. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik berhubungan dengan
kompleksitas program terapeutik ditandai dengan pengungkapan kesulitan dalam
pengaturan pengobatan, pengungkapan ketidakdisiplinan dalam pengobatan.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan pasien dan keluarga
memahami tata laksana pengobatan penyakit TBC dengan kriteria hasil :
Pasien mengungkapkan keinginan untuk segera pulih
Pasien mengungkapkan keinginan untuk mematuhi terapi
Keluarga mengungkapkan keinginan untuk memberikan perhatian dan pengawasan
dalam proses pengobatan pasien
25
Intervensi:
1. Jelaskan tanggung jawab individu/keluarga dalam proses pengobatan TBC.
Rasional : Meningkatkan sikap positif dan partisipasi aktif individu dan keluarga
2. Jelaskan kepada pasien pentingnya mengikuti protokol pengobatan dengan baik.
Rasional : Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga efek dari ketidak
patuhan terhadap protocol pengobatan
3. Ceritakan tentang keberhasilan pengobatan pada orang lain dan hindari kesan
pemaksaan serta kesan memberi harapan
Rasional : Dapat meningkatkan rasa percaya dan kekuatan diri
4. Implementasi
Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi keperawatan yang telah dibuat.
5. Evaluasi
Sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan
DAFTAR PUSTAKA
26
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Moorhead, Sue, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification. USA : Mosby
NANDA. 2012. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2002. Keperawatan Medikal - Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8,
Volume 3. Jakarta : EGC.
Sylvia A, dkk. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Volume II. Jakarta: EGC.
27