DODI ENDRIANA
0302030211
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPARTEMEN KIMIA
DEPOK
2007
Oleh :
DODI ENDRIANA
0302030211
DEPOK
2007
NPM : 0302030211
Pembimbing Utama
Penguji I : ...............................................................................
Penguji II : ...............................................................................
Segala puji dan sukur hanya bagi Allah SWT, pemilik segala ilmu,
pemberi rahmat dan kasih sayang, yang telah melimpahkan rahmat dan
“Sintesis Biodiesel (Metil Ester) dari Minyak Biji Bintaro (Cerbera odollam
Gaertn.) Hasil Ekstraksi”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu
Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah
itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih
yang baru atas semua fasilitas yang diberikan kepada penulis selama
penelitian;
penulis;
Singgi dan Neng Anggun dan seluruh saudara lain) atas doa,
jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis akan menyambut baik segala
saran dan kritik yang membangun. Namun demikian, semoga hasil penelitian
dan skripsi yang penulis laporkan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
Penulis
minyak atau lemak tanaman non pangan. Oleh karena itu, pada penelitian ini
peralatan soxhlet dengan pelarut n-heksana selama 6-8 jam. Minyak yang
dapat diekstrak dari biji bintaro adalah sekitar 60,70% dari berat serbuk
kering. Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji bintaro terdiri
(3,21%), asam oleat (34,02%), asam elaidat (8,54%), asam linoleat (16,74%),
reaksi telah dilakukan untuk memperoleh konversi metil ester yang optimal,
dan diperoleh kondisi optimum pada perbandingan mol minyak dan metanol
(1:9), dengan katalis KOH 0,5% berat, dan waktu reaksi 40 menit.
biji bintaro yang akan diuji karakteristiknya. Metil ester (biodiesel) yang
no. 2-D.
ultrasonokimia.
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….......i
ABSTRAK........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..............................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
1.4 Hipotesis........................................................................................6
2.3 Khasiat dan kandungan kimia dalam biji bintaro ....................... ..9
2.11 BIODIESEL…………………………………………………………..26
2.12 Ultrasonokimia……………………………………………………....31
2.13 Transesterifikasi……………………………………………………..33
3.1 Bahan.......................................................................................39
3.2 Alat............................................................................................40
5.1 Kesimpulan....................................................................................84
5.1 Saran.............................................................................................85
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................87
LAMPIRAN.....................................................................................................91
Halaman
Tabel 2.3 Data Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Bintaro Hasil Ekstraksi............13
Bintaro............................................................................................14
Tabel 2.5 Spesifikasi Minyak Solar /Automotive Diesel Oil (ADO) Super,
Bintaro............................................................................................59
Internasional...................................................................................82
Klasifikasi Internasional..................................................................83
Halaman
Basa............................................................................................33
Gambar 4.2 Minyak biji bintaro sebelum pemurnian (kiri) dan setelah
pemurnian (kanan)......................................................................57
BF3-Metanolat.............................................................................58
Halaman
Lampiran 1. Kromatogram Asam lemak Standar dari Minyak Biji Bintaro (Hasil
Lampiran 3. Hasil Analisis Biodiesel (dari Minyak Biji Bintaro) dari LEMIGAS,
Jakarta.........................................................................................94
Bintaro.........................................................................................98
PENDAHULUAN
Utara akan habis pada tahun 2010. Permasalahan yang dihadapi dunia
bahan bakar semakin lama semakin berkurang dan pada suatu saat akan
semakin menipis.
Indonesia yang saat ini dikenal sebagai salah satu negara pengekspor
minyak bumi, juga diperkirakan akan mengimpor bahan bakar minyak pada
konsumsi bahan bakar minyak Indonesia sekitar 57,8 juta kilo Liter setiap
minyak ini. Dari konsumsi sebanyak itu 30% diperoleh dari impor, sehingga
jenis bahan bakar fosil, padahal banyak sumber energi alternatif yang dapat
bidang industri, selain lebih efisien, mudah didapatkan, biodiesel ini juga
biodiesel ini dapat menurunkan tingkat polusi akibat logam berat, asap,
biodiesel ini, efek rumah kaca (pemanasan global) akibat emisi gas CO2
dapat ditekan seminimal mungkin. Hal ini dikarenakan oleh sifat biodiesel
pada tahun 1895. Beliau menciptakan mesin ‘diesel’ dengan tujuan agar
Sejak saat itu pula, mesin diesel telah dimodifikasi agar dapat berjalan
menurut sejarah bahan bakar tersebut adalah bahan bakar murah yang
tersedia2.
telah dilakukan penelitian membuat biodiesel dari minyak biji teh3, minyak
goreng sawit bekas4, minyak biji karet5, minyak biji ketapang6, minyak biji
tanjung7, dan minyak biji nyamplung8. Selain itu, telah pula dilakukan
non pangan yang salah satunya adalah tumbuhan bintaro. Beberapa jenis
bagian akar, kulit, getah dan daunnya dapat berguna sebagai obat pencahar,
kayunya berguna untuk menghasilkan arang yang ringan. Sedangkan dari biji
Kandungan minyak biji bintaro yang cukup besar ini sangat mungkin
kehidupan manusia.
dari minyak biji bintaro, di antaranya: bentuk fisik, warna, titik leleh, indeks
bias, berat jenis, bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod, bilangan
peroksida, dan materi tidak tersabunkan. Pada penelitian kali ini, minyak
lemaknya. Minyak biji bintaro yang telah dimurnikan, akan disintesis menjadi
berat jenis, titik nyala, titik tuang, residu karbon, viskositas kinematik, Indeks
dan komposisi asam lemak penyusun trigliseridanya, maka pada penelitian ini
akan dicoba mensintesis biodesel dari minyak biji bintaro dengan metode
dari biodiesel yang dihasilkan, sehingga diharapkan biodiesel dari minyak biji
1.4 Hipotesis
potensi sebagai bahan bakar biodiesel, karena tidak memiliki asam lemak
beratom C lebih dari 20 yang juga akan berpengaruh pada kekentalan dari
biodiesel tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Divisi : Spermatophyta
Klas : Magnoliopsida
Ordo : Gentianales
Famili : Apocynaceae
Genus : Cerbera
sebagai berikut14,15 :
Minangkabau : Madangkapo
Bali : Kanyeriputih
Makasar : Lambuto
Ambon : Wabo
(central).
tersebar, lonjong, tepi rata, ujung dan pangkal meruncing, tipis, licin,
3-5 cm. Bentuk bunga yang dimiliki tumbuhan bintaro majemuk, berkelamin
kelopak tidak jelas, tangkai putik panjang 2-2,5 cm berjumlah empat, kepala
hijau dan apabila matang berwarna merah muda dan seterusnya berwarna
tunggang dan berwarna coklat. Bintaro tumbuh dan berkembang dari daerah
bakau, pada lazimnya ketinggian pohon tidak lebih tinggi dari 20 m, terdapat
Dari biji bintaro yang masak, dapat menghasilkan minyak untuk lampu.
Selain itu, minyak biji bintaro juga dapat juga digunakan untuk memasak
benang guna penyerapan zat-zat warna, obat kudis, serta dapat menjadi obat
rendah, keletihan, sakit perut, degupan jantung yang tidak normal dan anak
mata mengembang. Daun tumbuhan ini juga dapat memberi pengaruh pada
sistem saraf pusat. Bijinya berbahaya bagi manusia dan hewan. Inti biji
bintaro yang masak dan segar mengandung cerberine 0,6%, setiap 1% dari
komponen yang ada pada biji tersebut dan zat pahit yang beracun disebut
odolline.
Minyak dan lemak merupakan suatu ester dari gliserol dan asam
O H2C O C
R1
C O CH
R3
R2 H2C O C
O
Dimana R1, R2 dan R3 adalah rantai alkil dari asam-asam lemak.
tumbuhan. Berbagai bahan pangan seperti daging, ikan, telur, susu, buahan
oleh manusia sehari-hari. Minyak atau lemak tersebut dikenal sebagai minyak
atau lemak tersembunyi (invisible fat), sedangkan minyak atau lemak yang
berikut17 :
a. daging hewan ternak, seperti lemak sapi, kambing, babi dan lainnya.
lainnya.
posisi dari asam lemak yang terikat dengan gliserol sangatlah sulit. Oleh
rantai karbon tidak bercabang dan berbeda satu sama lain, dalam hal
lemak alam yang paling besar kelimpahannya, yang kemudian diikuti oleh
yang terdapat pada minyak atau lemak ditampilkan pada Tabel 2.1 dan
Tabel 2.2.18
Asam Oktadek-9, 12, 15- Asam Linolenat C17H25COOH, Δ3, Δ6, -11
Δ9
trienoat all cis
Asam Ikosa-5, 8, 11, 14- Asam Arakhidonat C19H31COOH, Δ6, Δ9, -50
Δ12, Δ15
tetraenoat all cis
Δ3, Δ6,
Asam Ikosa-5, 8, 11,14, EPA C19H29COOH, -54
Δ9, Δ12, Δ15
17-pentaenoat all cis
Beberapa karakter minyak atau lemak yang berasal dari biji bintaro
dapat dilihat dari sifat fisiko-kimianya. Pada penelitian yang telah dilakukan
Tabel 2.3 Data Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Bintaro Hasil Ekstraksi
Sifat Fisika
- Bentuk Fisik Cairan Cairan
- Warna Coklat Kuning
- Berat Jenis (g/mL) 0,91 0,85
o
- Indeks Bias (n) 25 C 1,46 1,45
- Titik Leleh (°C) 12-15 8-10
Sifat Kimia
- Bilangan Asam (mg KOH/g minyak) 2,54 1,17
- Bilangan Penyabunan (mg KOH/g minyak) 203,57 190,57
- Materi Tidak Tersabunkan 4,8% 0,04%
- Bilangan Iod (g I2/100 g minyak) 70,15 63,79
- Bilangan Peroksida (meq O2/kg minyak 9,2 3,85
pada minyak biji bintaro, yaitu dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut :
Tabel 2.4 Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji bintaro
Keterangan : Ada beberapa asam lemak yang belum dapat diidentifikasi oleh karena
keterbatasan asam lemak standar. Sehingga pada penelitian kali ini dilakukan kembali
penentuan komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji bintaro untuk
mendapatkan total asam lemak hingga 100%.
2.8.1. Rendering
material yang mengandung kadar air yang tinggi. Rendering terbagi dalam
1. Wet Rendering
2. Dry Rendering
dalam suatu pelarut organik (non polar). Pada cara ini dihasilkan ampas
dengan kadar minyak yang rendah, yaitu sekitar 1%. Sedangkan mutu
pengepresan secara berulir, karena sebagian fraksi bukan minyak juga akan
1. Berat Jenis
Berat jenis adalah massa minyak atau lemak per satuan volume air
pada suhu tertentu. Berat jenis minyak atau lemak sangat dipengaruhi oleh
berat molekul dari komponen asam lemaknya. Berat jenis akan semakin turun
2. Indeks Bias
nilai indeks bias suatu lemak atau minyak. Harga indeks bias semakin besar
rangkap yang terdapat dalam suatu molekul lemak atau minyak. Selain itu,
3. Titik Leleh
lemak. Makin tinggi bilangan asamnya, maka kualitas suatu minyak atau
lemak dapat dikatakan kurang baik, karena sifatnya menjadi asam, yang
5. Bilangan Penyabunan
suatu minyak atau lemak dan asam lemak bebas yang ada pada minyak atau
lemak.
6. Bilangan Iod
Bilangan iod adalah jumlah gram iod yang dapat diikat oleh 100 g
lebih dari 130, sedangkan minyak yang mempunyai bilangan iod antara
Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen (O2) pada ikatan
mengoperasikan suatu mesin diesel. Agar dapat berfungsi dengan baik dan
antara lain :
bakar diesel. Kebutuhan dari angka setana bergantung pada desain mesin,
ukuran, kecepatan natural dan variasi mesin. Angka setana yang tinggi
berarti makin sedikit jumlah bahan bakar diesel yang terdapat di dalam ruang
pembakaran suatu bahan bakar motor diesel pada motor uji dengan sifat
sampel dengan jumlah besar. Oleh karena itu, sebagai alternatif dan
Tabel 2.5 Spesifikasi Minyak Solar /Automotive Diesel Oil (ADO) Super,
Medium dan Reguler
Angka setana dapat juga dihitung dengan suatu rumus tertentu, yang
dengan ASTM D-976, melalui berat jenis dan suhu ketika 50% bahan bakar
angka iod dari bahan bakar diesel (metode AOCS). Persamaan indeks
5459
Indeks Se tan a = 46,3 + − 0,225 y
x
Dimana :
x = Bilangan penyabunan
y = Bilangan iod
utama bagi bahan bakar untuk membentuk uap yang mudah terbakar. Sifat
Titik nyala adalah suhu terendah yang diperlukan suatu bahan untuk
dapat membentuk uap dan menyala dengan sendirinya. Harga titik nyala
dengan udara yang mudah terbakar. Harga ini juga digunakan untuk
5. Viskositas (Kekentalan)
dengan viskositas tertentu. Hal tersebut penting untuk kemampuan alir pada
saluran bahan bakar. Atomisasi yang efektif dari bahan bakar pada silinder
injeksi dan komponen mesin lainnya yang bergesekan dengan pompa injeksi
dekomposisi termal. Residu karbon ini berasal dari fraksi yang memiliki titik
7. Kemurnian
yang tinggi dari bahan bakar untuk penentuan pajak ekspor dan impor.
Cloud point adalah suhu pada saat bahan bakar mulai tampak
di dalam bahan bakar. Meski bahan bakar masih bisa mengalir pada titik ini,
aliran bahan bakar di dalam filter, pompa, dan injektor. Sedangkan pour point
bakar. Angka ini menunjukkan kinerja bahan bakar pada kondisi dingin. Di
bawah pour point bahan bakar tidak lagi bisa mengalir karena terbentuknya
kristal/gel yang menyumbat aliran bahan bakar. Dilihat dari definisinya, cloud
point terjadi pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan pour point.
ASTM D 97.
menggerakkan motor diesel, yaitu3 : minyak bakar, minyak diesel dan minyak
solar.
rendah serta kadar sulfurnya yang lebih tinggi dibandingkan minyak diesel.
Bahan bakar ini sering digunakan untuk mesin diesel putaran rendah, seperti
mesin diesel untuk kapal laut dan konstruksi baja (alat berat).
Minyak diesel memiliki kekentalan yang lebih besar dan lebih berat
daripada minyak solar. Begitu pula dengan mutu pembakarannya rendah dan
kadar sulfurnya lebih tinggi daripada minyak solar. Minyak diesel ini
bekerja pada putaran di atas 1000 putaran per menit (rpm) atau lebih. Minyak
solar ini memiliki kriteria seperti: angka setana yang tinggi (min. 45), kadar
sulfur yang rendah (maks. 0,5% berat) dan viskositas kinematik yang rendah
yaitu :
1. No. 1-D, merupakan bahan bakar diesel yang digunakan untuk mesin
2. No. 2-D, merupakan bahan bakar diesel yang digunakan untuk mesin
3. No. 4-D, merupakan bahan bakar diesel yang digunakan untuk mesin
Spesifikasi bahan bakar diesel berdasarkan ASTM D-975 pada tahun 1990
Biodiesel adalah suatu ester monoalkil dari asam lemak rantai panjang
yang berasal dari minyak tumbuhan dan lemak hewan, yang dapat digunakan
sebagai bahan bakar pada mesin diesel. Kandungan utama dari biodiesel ini
adalah metil ester asam lemak yang dihasilkan dari trigliserida dalam minyak
dan bantuan katalis. Hasilnya adalah suatu bahan bakar yang tidak berbeda
digunakan langsung dalam mesin diesel atau dipakai untuk campuran bahan
bakar diesel22.
bunga matahari dan zaitun sebagai bahan bakar alternatif untuk mesin diesel,
tentunya bukan barang yang murah. Kedelai dan biji bunga matahari adalah
dapat dipakai untuk bahan bakar diesel. Sebagai contoh, Amerika dengan
minyak biji kedelai (soybean oil), Eropa dengan minyak lobak (radish oil) dan
minyak bunga matahari (sunflower oil), dan negara tropis seperti Malaysia
bakar diesel dari minyak bumi, karena karakter biodiesel mirip dengan
5. Penurunan viskositas
dapat mengurangi berat molekul sampai sepertiga dari berat trigliserida dan
minyak bumi.
bahan bakar minyak bumi, angka setana biodiesel yang tinggi berdampak
Biodiesel tidak berbau seperti minyak diesel dari minyak bumi, dan
bakar.
menjadi semipadat pada suhu rendah (di bawah 0°C). Metil ester dan etil
ester dari minyak tumbuhan akan menjadi semipadat dan memisah dari
ultraviolet dan beberapa logam serta suhu dan udara. Degradasi hidrolisis
adalah hidrolisis metil ester dengan air sebagai mediumnya. Hal tersebut
dapat dipengaruhi oleh jumlah air (terlarut, teremulsi atau terpisah pada
dari biodiesel karena memiliki pengaruh kuat pada karakter bahan bakarnya.
harus diperhatikan adalah biodiesel harus sebisa mungkin bebas dari air,
cukup besar;
8. Sifat auto ignition dari ester asam lemak menyebabkan jalan mesin
ini standar Jerman DIN 516067 adalah yang paling banyak dijadikan acuan
oleh banyak negara. Standar ini digunakan juga di Austria, Italia dan negara
Society for Testing and Materials). Standar biodiesel Indonesia yang diajukan
Jerman (DIN 51606), Eropa (EN 14214) dan Amerika (ASTM D 6752) dapat
2.12 Ultrasonokimia23,24
bidang kimia adalah Wood dan Loomis pada tahun 1927, ketika mereka
melihat bahwa reaksi-reaksi kimia yang mereka teliti bukan suatu akibat dari
pemanasan tetapi dari energi suara (sonic). Sejak penemuan pertama kali
diandalkan dan murah tersedia pada tahun 1980-an, hal ini menyebabkan
sonokimia.
cairan, serbuk atau reaksi-reaksi senyawa kimia dan fisika dapat dipercepat
tekanan yang tinggi sekali dan putaran pemanasan dan pendinginan cepat
(bubble) ini dapat menghasilkan suhu sekitar 50000C dan tekanan sekitar
1000 atm dalam skala mikro detik (µ second), juga dihasilkan nilai
pemanasan dan pendinginan yang besar >109 K/detik dan pancaran aliran
digunakan untuk meningkatkan laju reaksi dan jumlah produk. Dalam hal
yaitu asam atau basa. Bila digunakan katalis asam, maka reaksi bersifat
atau Basa
monogliserida dan akhirnya gliserol. Satu mol ester terbentuk pada setiap
rantai pendek, seperti metanol, etanol dan butanol. Dalam hal ini, metanol
meninggalkan residu karbon yang lebih banyak. Selain itu, etil ester juga
dapat menghasilkan residu karbon yang lebih banyak serta titik tuang (pour
point) yang lebih rendah dibandingkan metil ester, sehingga sangat sulit
digunakan pada daerah beriklim subtropis. Untuk etil ester, pada suhu tinggi
berikut :
O CH2 OH
C + H2C CH2
C CH2
R O R O
digunakan dan paling mudah didapatkan. Telah diketahui, bahwa katalis basa
memerlukan waktu yang lebih singkat untuk menyelesaikan reaksi pada suhu
yang lebih lama (10-20 jam) dan memerlukan suhu yang lebih tinggi (100°C).
yang sama. Begitu pula dengan tingkat korosifitas biodiesel yang dihasilkan
dengan katalis asam lebih besar dibanding dengan asam sehingga kurang
efektif bila digunakan pada mesin diesel. Oleh karena itu, transesterifikasi
banyak dilakukan dengan katalis basa. Jenis katalis lainnya adalah enzim
maupun non cair. Namun, katalis ini tidak sering digunakan karena sulit
didapat dan mahal serta mudah terurai atau terdeaktivasi oleh alkohol, misal
metanol.
stoikiometri yang digunakan adalah tiga mol alkohol (metanol) untuk satu mol
agar sabun atau garam alkali asam lemak yang terbentuk tidak membentuk
padatan karena jika terbentuk sabun padat, maka reaksi tidak dapat berlanjut
dilakukan dalam bahan baku mentah (minyak yang belum dimurnikan). Pada
tingkat konversi 94-97%. Adanya asam lemak bebas pada minyak akan
bereaksi juga dengan katalis, namun dalam kondisi suhu dan tekanan yang
dapat larut. Reaktan awalnya membentuk sistem cairan dua fasa. Salah satu
cara untuk mempercepat suatu reaksi adalah dengan memperbesar titik temu
yang baik untuk kedua reaktan dan akan membentuk satu fasa. Pengadukan
yang tepat sangat signifikan pengaruhnya pada awal reaksi. Namun setelah
berpengaruh.
zat yang mudah menguap, dengan cara melewatkan aliran gas pada suatu
fasa yang tidak bergerak (stationaery phase). Pada kromatografi gas, proses
komponen fasa diam (stasionaery phase) dan fasa gerak (mobile phase).
Dalam kromatografi dikenal istilah waktu retensi (Rt), yaitu waktu komponen
biji bintaro digunakan kromatografi gas. Analisis kualitatif dan kuantitatif dari
PERCOBAAN
3.1 Bahan
2. Na2SO4 anhidrat
3. n-heksana
4. HCl encer
5. HCl Pekat
6. KOH
7. Etanol 95%
8. Metanol p.a
12. BF3-metanolat
13. Kloroform
15. Kanji 1%
1. Peralatan Soxhlet
2. Peralatan Ultrasonikasi
3. Heating Mantel
4. Timbangan
5. Blender
6. Gelas kimia
7. Buret
12. Corong
18. Piknometer
19. Termometer
21. Viskometer
(±4-5 hari) atau dipanaskan di oven pada suhu 70-800C selama ± 2-3 hari
(hingga mencapai berat yang konstan), dan selanjutnya biji bintaro tersebut
evaporator vacuum.
dilengkapi pendingin balik, dan dididihkan sampai larut sekitar ± 2 menit dan
Gas Pembawa : H2
UI.
(1:6, 1:9, 1:12) serta katalis KOH ( 0,5% dan 1% berat sampel). Diperoleh
mol minyak:metanol 1:9 dengan KOH 0,5% berat. Kondisi optimum ini
sebesar 1:9 menggunakan katalis basa KOH 0,5% berat minyak (melarutkan
selama ± 3 menit, setelah itu campuran reaksi ini ditempatkan pada ultrasonic
air) dan ester (lapisan atas/fraksi organik). Lapisan ester dipisahkan dari
gliserol kemudian dilakukan pencucian dengan air panas (60°C) sampai air
sejumlah Na2SO4 anhidrat sambil diaduk. Ester kemudian disaring dan siap
berisi minyak dengan berat piknometer kosong. Berat jenis sampel adalah
batas. Suhu pada alat diatur sedemikian rupa, hingga terjadi nyala sesaat di
atas sampel. Suhu yang tertera pada saat sampel menyala inilah yang
ke dalam alat pendingin. Jika sampel yang diamati dirasa sudah tidak
penangas air pada suhu 45°C selama 30 menit. Sampel ditarik dengan bulp
sampai di atas tanda batas pertama. Waktu pengaliran diukur dari batas
V=Cxt
Dengan :
sampel ini dimasukkan dalam tanur pada suhu 500-700°C sampai sampel
sampelnya.
dikocok sampai semua contoh melarut. Larutan ini kemudian dititrasi dengan
merah jambu. Setelah itu dihitung jumlah mg KOH yang digunakan untuk
pendingin balik dan contoh dididihkan dengan hati-hati sampai semua contoh
tersabunkan dengan sempurna, yaitu jika terlihat larutan yang ada bebas dari
balik dibilas dengan sedikit air, selanjutnya ke dalam larutan ini ditambahkan
5 tetes larutan indikator fenolftalen 1%, kemudian dititrasi dengan HCl 0,5 N
sampai warna biru hilang. Terhadap blanko juga dilakukan dengan prosedur
A × N × 12,69
Angka Iod =
G
Dimana :
A = selisih volume larutan Na2S2O3 0,1 N yang diperlukan untuk titrasi blanko
dan contoh
12,69 = BA Iod/10
Dengan :
D = Densitas 15°C
x = Bilangan penyabunan
y = Bilangan iod
sendiri. Suhu cawan dijaga sesuai suhu pembakaran agar pembakaran tidak
dipanaskan dalam dapur Muffle pada suhu 775 ± 25°C sampai seluruh
karbon hilang. Cawan didinginkan pada suhu ruang dalam desikator (tanpa
pengering) dan ditimbang. Pemanasan diulangi lagi pada suhu 775 ± 25°C
Cangkang bintaro
Biji bintaro
Dikeringkan dengan sinar matahari
± 4-5 hari atau dipanaskan di dalam
oven ± 2-3 hari (sampai berat konstan)
Biji bintaro kering
Minyak kasar
Minyak murni
Optimasi kondisi reaksi transesterifikasi
(sintesis biodiesel)
Penentuan komposisi asam lemak
Penyusun trigliserida Ditambah metanol(1:9)-KOH 0,5%
berat,disonikasi dengan frekuensi ultrasonik
40 kHz dan waktu reaksi 40 menit.
Kemudian gliserol dipisahkan, ester dicuci
dengan air hangat,dikeringkan dengan
Na2SO4 anhidrat, lalu disaring
- Berat Jenis
- Titik Nyala
- Titik Tuang
- Viskositas Kinematik
- Indeks Setana
- Residu Karbon
- Angka Asam
- Angka Iod
- Angka Penyabunan
- Kandungan abu
mekanik dan ekstraksi pelarut. Pada penelitian ini digunakan cara ekstraksi
yang terdapat dalam biji bintaro. Biji bintaro yang dipergunakan pada
peralatan soxhlet adalah sebagai berikut: pelarut n-heksana dalam labu bulat
diuapkan dengan heating mantle, dan keluar melalui pipa terluar dari soxhlet
uap pelarut tersebut berubah menjadi cair kembali dan turun ke dalam
yang terdapat dalam biji bintaro. Setelah cairan di dalam soxhlet penuh, maka
minyak biji bintaro yang telah terekstraksi beserta pelarutnya akan turun
melalui pipa kecil bagian dalam dari soxhlet menuju labu bulat, jadi prinsip
pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi selalu baru atau fresh hasil
Adapun alat soxhlet yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.1
berikut ini :
Na2SO4 anhidrat. Dalam hal ini, Na2SO4 anhidrat berfungsi sebagai penarik
air yang mungkin masih ada dalam larutan. Larutan tersebut kemudian
disaring dan pelarut yang masih ada diuapkan dengan rotatory evaporator
sebelum titik didihnya, sehingga pemisahan pelarut dari minyak biji bintaro
menjadi lebih cepat dan senyawa organik yang ada tidak rusak, karena
Serbuk Inti Biji Bintaro (g) Minyak Bintaro (g) Kandungan (%)
189,94* 101,12* 53,24*
276,47 191,33 69,2
236,71 142,19 59,65
Kandungan rata-rata 60,7
*) hasil penelitian sebelumnya12
yang tidak diinginkan, seperti bau yang kurang sedap, warna yang kurang
menarik serta rasa yang tidak enak. Lemak atau minyak kasar yang
senyawa terlarut seperti asam lemak bebas, fosfatida dan beberapa pigmen
lemak bebas rendah, cukup ditambahkan larutan NaOH, garam Na2CO3 atau
larutan KOH sehingga asam lemak ikut fase air dan terpisah dari minyaknya.
(jumlah total asam lemak), diperoleh kandungan asam lemak bebas dari
minyak biji bintaro kurang dari 2%, yang berarti nilai ini cukup rendah.
larutan alkali, dalam hal ini digunakan larutan KOH. Sampel minyak yang
melarutkan minyak, juga dapat melarutkan sabun yang terbentuk dari hasil
reaksi antara asam-asam lemak bebas minyak biji bintaro dengan larutan
organik) dari fasa airnya (sabun yang terlarut dalam alkohol). Kemudian
pemucat) dan karbon aktif. Zat warna dalam minyak akan diserap oleh
permukaan adsorben dan juga akan menyerap suspensi koloid (gum dan
beberapa kali sampai tidak ada lagi warna hitam pada kertas saring dan
Dari Gambar 4.2, terlihat jelas bahwa terjadi perubahan warna dari minyak biji
Gambar 4.2. Minyak biji bintaro sebelum pemurnian (kiri) dan setelah
pemurnian (kanan)
(HCl, H2SO4, p-Toluen sulfonat dan lain-lain) serta rendemen hasil metil
diekstraksi dengan petroleum eter dan NaCl jenuh yang bertujuan untuk
kromatografi gas.
Katalis BF3-Metanolat
dengan luas area kromatogram standar. Hasil analisis kualitatif dan kuantitatif
asam lemak penyusun trigliserida minyak biji nyamplung dapat dilihat pada
Tabel 4.2 komposisi Asam Lemak Penyusun Trigliserida Minyak Biji Bintaro
Dari Tabel 4.2, terlihat bahwa kandungan asam lemak tidak jenuhnya
tinggi, cenderung memiliki titik leleh yang rendah, sehingga minyak berbentuk
sampel tidak terdeteksi sampai 100%, hal ini karena tidak adanya puncak
untuk bahan bakar pada mesin diesel akan menimbulkan masalah, yang
pompa bahan bakar dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Aliran
bahan bakar yang rendah akan menyulitkan terjadinya atomisasi bahan bakar
pembakaran, daya mesin, dan emisi gas buang. Selain masalah nilai
satu cara yang dapat diambil adalah dengan mengkonversi minyak nabati
(berupa trigliserida asam lemak) menjadi metil ester asam lemaknya melalui
reaksi transesterifikasi.
ketika trigliserida (ester asam lemak dan gliserol) sebagai minyak nabati,
bereaksi dengan alkohol dengan adanya katalis (asam atau basa), yang
menghasilkan alkil ester asam lemak (bentuk ester yang lain) dan gliserol.
jenis dan konsentrasi katalis, suhu dan waktu reaksi, serta kecepatan
pengadukan.
alasan sifat alami fisika dan kimianya, dimana metanol merupakan alkohol
rantai yang paling pendek dan sifatnya yang polar. Selain itu, penggunaan
metanol dapat menghasilkan metil ester yang lebih stabil dan kurang
dipengaruhi oleh adanya air karena etanol dan air merupakan larutan
kelemahan, dimana etil ester yang terbentuk kurang stabil dan meninggalkan
residu karbon yang lebih besar. Kelemahan lainnya adalah etil ester yang
terbentuk juga dapat mengalami peristiwa reaksi pirolisis ester pada suhu
tinggi, yang akan menghasilkan etilena (etena) dan asam lemak kembali.
O CH2 OH
C + H2C CH2
C CH2
R O R O
dan asam untuk menghasilkan konversi metil ester yang maksimal, dimana
(yield) dari metanol pun lebih tinggi dibandingkan dengan etanol, yang
minyak kedelai pada suhu 23oC. Penggunaan butanol merupakan reaksi orde
kedua, pada menit pertama reaksi sangat cepat dan menghasilkan 60% ester
tetapi setelah 4 menit tidak ada penambahan produk ester lagi. Dengan
dalam penelitian kali ini digunakan metanol sebagai reaktan dalam proses
transesterifikasi.
antar muka dan menyebabkan reaksinya berjalan lambat. Oleh karena itu,
katalis. Jenis katalis yang biasa digunakan adalah katalis basa, asam atau
sebagai katalis yang tidak menghasilkan reaksi samping, tetapi lipase ini
katalis asam berguna untuk minyak yang mengandung asam lemak bebas
dan kadar air yang cukup tinggi, tetapi reaksi dengan katalis asam ini
membutuhkan waktu yang sangat lama (48-96 jam), memerlukan suhu yang
tinggi (>100oC) serta perbandingan mol minyak dan alkohol yang besar
dan lebih cepat (4000 kali lebih cepat dari katalis asam) serta tidak
katalis basa ini adalah adanya reaksi samping antara trigliserida dan katalis,
yaitu pembentukan sabun (garam asam lemak), terutama ketika katalis yang
katalis basa, selain karena alasan ekonomis (harga katalis basa lebih murah
daripada katalis asam atau enzim) juga reaksi bisa berlangsung lebih cepat.
Katalis basa yang digunakan adalah kalium hidroksida (KOH), yang terlebih
dahulu dilarutkan dalam alkohol. KOH dipilih karena dianggap lebih reaktif
(garam asam lemak) akan terbentuk sebagai larutan dalam alkohol dan
metil ester dan gliserol25. Maka perlu diketahui berapa jumlah katalis basa
alkohol per mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol ester asam lemak dan
reaksi tidak sempurna dan jika terlalu tinggi akan menyulitkan pemisahan
perbandingan mol 1:9. Untuk perbandingan mol lebih kecil daripada 1:6,
metil ester menjadi sulit dan menyebabkan konversi metil ester berkurang.
O
O H2C O C R1 O O O H 2C OH
R2 C O CH O + 3 CH3OH KOH R1COCH 3 + R2COCH 3 + R3COCH 3 + HC OH
30 o C
H2C O C R3 H 2C OH
Trigliserida (minyak/lemak) metanol Biodiesel (metil ester asam lemak) gliserol
H 2C OH O O H 2C OH
KOH
HC O C R2+ H 3COH R2 C OCH3 + HC OH O
H2C O C R3 H 2C O C R3
Monogliserida
O
Digliserida
H 3COH & KOH
O H 2C OH
R3 C OCH 3 + HC OH + KOH
H2C OH
Gliserol
Mekanisme reaksi substitusi nukleofilik (S N) tetrahedral
+
R H 3CO H R OCH3 _ OH - R
R C O
C O + HOCH3 C
-
C
- H+ H3CO
HO HO O HO O H
bentuk geometri tetrahedral
(1:6) dan katalis NaOH 1% pada suhu 60oC. Setelah 1 menit, konversi metil
optimalnya, dimana minyak telah optimal diubah menjadi metil ester. Jika
waktu reaksi yang digunakan terlalu lama, dapat mengakibatkan ester yang
reaksi dapat berjalan cepat karena kemungkinan tumbukan atau titik temu
antara kedua reaktan (minyak dan metanol/alkohol lain) semakin besar. Pada
(± 60 menit) untuk reaksi berlangsung, sehingga perlu dicari alternatif lain dari
cara pengadukan pada proses produksi metil ester (biodiesel) yang lebih
terbentuk, maka area permukaan yang tersedia untuk reaksi antara dua fasa
jumlah dari campuran yang terlibat dalam proses (perbandingan minyak dan
yang berbeda dan suatu distribusi yang berbeda dari butiran-butiran kecil
sehingga dapat dihasilkan metil ester yang optimal. Parameter ini dilakukan
awal reaksi dikondisikan ±37oC yang selanjutnya terkontrol otomatis oleh alat.
Adapun hasil optimasi kondisi reaksi terlihat pada Tabel 4.3 berikut :
*) % konversi metil ester (biodiesel) terhadap berat minyak yang ditimbang. Dengan
frekuensi ultrasonik 40 kHz dan waktu reaksi 30 menit.
**)waktu reaksi yang digunakan 40 menit
pada perbandingan mol minyak:metanol 1:9, KOH 0,5% berat sampel dan
sintesis metil ester (biodiesel) minyak biji bintaro yang akan diuji
karakteristiknya.
Larutan ini dicampurkan pada minyak biji bintaro, lalu dilakukan proses
cairan yang tidak bercampur (dua fasa yang berbeda), dimana minyak biji
dan membentuk mikro emulsi. Pada minyak tidak terjadi fenomena kavitasi
(garam asam lemak) hasil dari reaksi trigliserida dengan katalis basa (KOH).
(gliserol) dan lapisan atas yang berupa fasa organik (metil ester). Gliserol
dipisahkan dari metil ester, kemudian metil ester dicuci dengan air hangat
dilanjutkan sampai tidak terjadi lagi perubahan pada kertas lakmus merah
mungkin masih ada dalam metil ester, dilakukan pemanasan pada suhu
105°C selama 15 menit. Sedangkan air yang masih tersisa pada metil ester
menghasilkan produk metil ester (biodiesel) yang bebas dari pengotor atau
produk samping.
menghilangkan sisa metanol, air, katalis dan sabun yang mungkin masih ada
pada biodiesel. Sisa katalis basa dan sabun yang masih terdapat pada
nilai titik nyala yang rendah, sehingga dapat menimbulkan masalah di ruang
Nilai ini berbeda dengan hasil konversi pada waktu melakukan optimasi
kondisi reaksi yang mencapai 94,32%, hal ini terjadi karena adanya
kemungkinan metil ester yang hilang selama proses, yaitu saat pemisahan
Hasil Uji karakteristik metil ester dari minyak biji bintaro dapat dilihat
Berat jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume sampel pada
suhu 25°C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis
komponen terbesar yang terdapat dalam minyak atau lemak. Berat jenis
minyak atau lemak akan naik sebanding dengan naiknya berat molekul
Titik nyala adalah suhu terendah yang diperlukan suatu bahan untuk
dapat membentuk uap dan menyala dengan sendirinya ketika dipicu oleh api.
Harga titik nyala menunjukkan adanya bahan yang mudah menguap dan
membentuk campuran dengan udara yang mudah terbakar. Titik nyala yang
bakar. Hal ini juga dapat meningkatkan resiko bahaya pada saat
penyimpanan.
Dari penelitian ini, diperoleh titik nyala metil ester minyak biji bintaro
sebesar 144°C. Nilai ini memenuhi standar Jerman (DIN 51606), Eropa
(EN 14214), Amerika (ASTM D 6752) dan Standar Nasional Indonesia (SNI),
metil ester (biodiesel) dari minyak biji bintaro aman untuk disimpan dalam
terjadinya aliran bahan bakar. Nilai titik tuang menunjukkan kinerja pada
kondisi dingin. Pada umumnya, titik tuang biodiesel lebih tinggi dibandingkan
mengatasi hal ini, biasanya ditambahkan aditif tertentu pada biodiesel untuk
bakar32.
Titik tuang yang diperoleh dari metil ester (biodiesel) minyak biji bintaro
adalah 5,20°C. Nilai ini memenuhi standar biodiesel di Eropa, Amerika dan
Standar Nasional Indonesia (SNI), yang menentukan titik tuang untuk bahan
bakar diesel antara -15 sampai 13°C. Dengan demikian, metil ester
(biodiesel) minyak biji bintaro ini tidak terlalu bermasalah bagi negara-negara
dengan pompa injeksi bahan bakar sehingga hal ini dapat berpengaruh pula
Viskositas merupakan sifat fisik yang penting bagi bahan bakar mesin
diesel. Viskositas yang terlalu tinggi lebih sulit untuk dialirkan dan akan
mengalir dengan kecepatan yang rendah. Kecepatan alir yang rendah melalui
bahan bakar. Kedua hal yang ekstrim ini dapat menimbulkan kerugian,
sehingga salah satu persyaratan bahan bakar mesin diesel adalah harus
pada 40oC adalah 4,850 mm2/detik (cSt). Harga ini memenuhi Standar
Nasional Indonesia (SNI) yaitu 2,3-6,0 mm2/detik (pada 40oC) juga memenuhi
metil ester, semakin besar kandungan mono-, di-, dan trigliserida dalam metil
menyumbat saluran bahan bakar. Residu karbon ini berasal dari fraksi yang
bagian pompa injeksi bahan bakar cepat menjadi aus. Dengan demikian,
semakin rendah nilai sisa karbon, semakin baik efisiensi motor tersebut.
Dalam menentukan residu karbon ini digunakan metode ASTM D 4530, yaitu
Residu karbon metil ester (biodiesel) dari minyak biji bintaro yang
diperoleh adalah 0,0125% berat. Nilai ini memenuhi standar biodiesel Eropa
(EN 14214), Amerika (ASTM D-975) dan Indonesia (SNI), yaitu maksimum
0,3% berat, dan juga memenuhi standar Jerman (DIN 51606) dengan
maksimum residu karbon 0,05% berat. Dengan demikian, nilai residu karbon
metil ester (biodiesel) minyak biji bintaro yang rendah ini sangat baik untuk
Abu yang terkandung dalam bahan bakar padat adalah mineral yang
berisikan residu yang tertinggal ketika bahan bakar terbakar pada suhu tinggi,
mutu bahan bakar, karena menurunkan nilai kalor. Abu dapat terbentuk
angka setana. Akan tetapi, hal ini dapat menimbulkan masalah karena dapat
Berdasarkan hasil uji, pada metil ester (biodiesel) minyak biji bintaro
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 g sampel minyak atau
lemak. Bilangan asam ini menunjukkan ukuran jumlah asam lemak bebas
yang terdapat dalam suatu minyak atau lemak. Reaksinya adalah sebagai
berikut :
O O
C + KOH C + H20
R OH R OK
khususnya dalam hal ini adalah metil ester. Semakin tinggi bilangan asam
Bilangan asam metil ester (biodiesel) dari minyak biji bintaro adalah
Indonesia (SNI) dan Amerika yaitu maksimum 0,8 mg KOH/g sampel, tetapi
jumlah asam lemak total dalam minyak atau lemak. Pada penentuan bilangan
dapat diketahui.
nilai indeks setana dari metil ester. Angka penyabunan metil ester dari
jumlah g iod yang dapat diikat oleh 100 g minyak. Ikatan rangkap yang
terdapat dalam minyak akan bereaksi dengan iod membentuk suatu ikatan
tunggal.
menggunakan cara Wijs, yaitu memakai pereaksi iodium klorida (ICl) dalam
larutan asam asetat glasial (larutan Wijs). Sisa iod yang tidak bereaksi
H H Cl H
ICl + C C H C C H
H H H I
IClsisa + KI I2 + KCl
Titik akhir titrasi iodometri ditentukan dengan hilangnya warna biru dari
kompleks amilum-iodin. Bilangan iod metil ester (biodiesel) dari minyak biji
bintaro yang diperoleh adalah 73,60 g iod/100g sampel. Nilai ini memenuhi
banyak ikatan rangkap pada metil ester, sehingga daya tahan metil ester
asam lemak tidak jenuh juga akan menaikkan resiko terjadinya polimerisasi
menunjukkan waktu penyalaan (ignition delay) yang rendah dan akan mudah
dengan memasukkan faktor titik didih pertengahan dan berat jenis adalah
kurang tepat untuk minyak nabati dan ester asam lemak, karena tidak
teroksidasi dan terpolimerisasi. Hal ini sangat tidak diinginkan, karena dapat
getah (gum) pada sistem bahan bakar. Penentuan indeks setana dengan
5459
Indeks Se tana = 46,3 + − 0,225 y
x
Dimana :
x = Bilangan penyabunan
y = Bilangan iod
diperoleh nilai indeks setana metil ester (biodiesel) dari minyak biji bintaro
adalah 61,68. Nilai ini memenuhi standar, yaitu berada di atas nilai minimum
48 untuk standar indeks setana minyak solar. Indeks setana untuk biodiesel
yang lebih tinggi dari solar, akan menghasilkan suara mesin yang lebih
halus34. Angka setana yang tinggi dibutuhkan oleh mesin diesel putaran
tinggi.
Internasional
mm2/detik), berada di atas kelas rendah belerang No. 2-D, tetapi masih
kecepatan putar sedang dan rendah yaitu mesin untuk industri dan mesin
Klasifikasi Internasional
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian sintesis metil ester (biodiesel) dari minyak biji
biji bintaro.
bintaro.
yang sedikit serta menghasilkan konversi yang lebih baik dari sistem
konvensional.
6752) dan Indonesia (SNI) untuk bahan bakar biodiesel sebagai bahan
klasifikasi bahan bakar diesel kelas rendah belerang No. 2-D, yaitu
5.1 Saran
sebesar 91,32%, nilai ini sudah cukup baik, tetapi masih bisa
3. Lamira, I.R., 2006. Sintesis Biodiesel (Metil Ester) dari Minyak Biji The
Depok
Sawit Bekas. Karya Utama Sarjana Kimia, Jurusan Kimia FMIPA UI,
Depok
5. Manningara. 2006. Sintesis Biodiesel (Metil Ester) dari Minyak Biji Karet
7. Hasbi, H. 2007. Sintesis Biodiesel (Metil Ester) Dari Minyak Biji Tanjung
10. Anonim.,
http://www.hodnik.com/catalog/product_info.php?products_id =1695.,
pk.09.09 WIB
09.27 WIB
16. Gunstone, H. & Padley. 1986. Lipid Handbook. Chapman and Hall, New
York. London
Verlag, Stuttgart
20. Official and Tentative Methods of American Oil Chemist Society 3rd ed.
21. World Wide Fuel Charter dan Euro II. 2005. Spesifikasi BBM baru
26. Kachhwaha, S. S., Maji, S., Faran, M., Gupta, A., Ramchandran, J.,
27. Meneghetti, P.S.M., Mario, R., Wolf, C.R. 2006. Biodiesel from castor oil:
2262-2265
30. Gogate, P.R., Tayal, R.K., Pandit, A.B. 2006. Current 46 T Science,
32. http://beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2006-09-21-Mengenal-Biodiesel:-
Karakteristik,-Produksi,-hingga-Performansi-Mesin-(3).shtml, Kamis,
LEMIGAS, Jakarta
Diketahui :
penyusun trigliseridanya :
779,429
= 35,07 ∼ 35 mL
1. Bilangan Asam
× ×
Angka Asam = A N 56,1
G
Dimana :
KHP dengan air suling (akuades) sampai volume 100 mL sehingga diperoleh
akan digunakan sampai terbentuk warna merah muda (titik akhir titrasi).
Sehingga N KOH standar yang diperoleh sebesar 0,0875 N. Nilai ini digunakan
berikut :
G2 = 1,02 g A2 = 0,15 mL
G3 = 1,02 g A3 = 0,15 mL
1,02
1,02
1,02
2. Bialangan Penyabunan
(A − B )× N × 56,1
Angka Penyabunan =
G
Dimana :
sebesar 0,45 N.
G2 = 1,01 g B2 = 4,15 mL
G3 = 1,02 g B3 = 4,05 mL
1,02
1,01
1,02
A × N × 12,69
Angka Iod =
G
Dimana :
A = selisih volume larutan Na2S2O3 0,1 N yang diperlukan untuk titrasi blanko
dan contoh
12,69 = BA Iod/10
G2 = 0,52 g S2 = 11,95 mL
G3 = 0,52 g S3 = 12,00 mL
0,51
0,52
0,52
5459
Indeks Se tana = 46,3 + − 0,225 y
x
Dimana :
x = Bilangan penyabunan
y = Bilangan iod
Dari bilangan penyabunan dan bilangan iod pada lampiran 5 (no. 2 dan
5459
Indeks Se tana = 46,3 + − 0,225 (73,60)
170,92
= 61,68