Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Remaja
2.1.1 Definisi Remaja
Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-
kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang
pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga memengaruhi terjadinya perubahan-
perubahan perkembangan, baik fisik, mental, maupun peran sosial. (Kumalasari
Intan, 2012)
Menurut WHO, remaja adalah mereka yang berusia 10-19 tahun.
Sementara dalam terminologi lain PBB menyebutkan anak muda (youth) untuk
mereka yang berusia 15-24. Ini kemudian disatukan dalam sebuah terminologi
kaum muda (young people) yang mencakup 10-24 tahun. Menurut Hurlock
(1993), masa remaja adalah masa yang penuh dengan kegoncangan, taraf mencari
identitas diri dan merupakan periode yang paling berat. Menurut Bisri (1995),
remaja adalah mereka yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh
dengan ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab. (Marmi,
2014)

2.1.2 Tahapan Remaja


Tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan
psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan berikut :
a. Masa remaja awal atau dini (early adolescence) : umur 11-13 tahun.
b. Masa remaja pertangahan (middle adolescence) : umur 14-16 tahun.
c. Masa remaja lanjut (late adolescence) : umur 17-20 tahun.
(Marmi, 2014)

2.1.3 Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja


a. Perkembangan Remaja dan Tugasnya
Tugas perkembangan remaja difokuskan pada upaya meninggalkan
sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai
kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas
perkembangan remaja menurut Hurlock (1991) adalah sebagai berikut :
1) Mampu menerima keadaan fisiknya
2) Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa
3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis.
4) Mencapai kemandirian ekonomi
5) Mencapai kemandirian emosional
6) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual
7) Memahami dan menginternalisasi nilai-nilai orang dewasa dan orang tua
8) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa
9) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan
10) Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga

4
5

b. Tumbuh kembang remaja


Tumbuh kembang remaja merupakan proses atau tahap perubahan,
di antaranya adalah sebagai berikut :
1) Perubahan fisik meliputi perubahan yang bersifat badaniyah, baik yang
biasa dilihat dari luar maupun yang tidak dilihat
2) Perubahan emosional yang tercermin dari sikap dan tingkah laku
3) Perkembangan kepribadian di mana masa ini tidak hanya dipengaruhi oleh
orang tua dan lingkungan keluarga tetapi juga lingkungan luar sekolah.
(Kumalasari Intan, 2012 hal14-16)
2.1.4 Ciri-ciri Masa Remaja
Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan tersebut diikuti munculnya tanda-
tanda sebagi berikut :
a. Tanda-tanda seks primer
Berhubungan langsung dengan organ seks. Dalam modul kesehatan
reproduksi remaja (depkes, 2002) disebutkan bahwa ciri-ciri seks primer pada
remaja adalah sebagai berikut :
1) Remaja laki-laki
Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila
telah mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja
laki-laki usia antara 10-15 tahun.
2) Remaja wanita
Pada remaja wanita sebagai tanda kematangan organ reproduksi
adalah ditandai dengan datangnya menstruasi (menarche). Menstruasi
alah proses peluruhan lapisan dalam atau endometrium yang banyak
mengandung pembuluh darah dari uterus melalui vagina. Hal ini
berlangsung terus sampai menjelang masa menopause yaitu ketika
seorang berumur sekitar 40-50 tahun.
b. Tanda-tanda seks sekunder
Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai berikut :
1) Remaja laki-laki
a) lengan dan tungkai kaki bertambah panjang, tangan dan kaki
bertambah besar
b) bahu melebar, pundak serta dada bertambah besar dan membidang,
pinggul menyempit
c) pertumbuhan rambut di sekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan dan
kaki.
d) Tulang wajah memanjang dan membesar tidak tampak seperti anak
kecil lagi
e) Tumbuh jakun, suara menjadi besar
f) Penis dan buah zakar membesar
g) Kulit menjadi lebih kasar dan tebal dan berminyak
h) Rambut menjadi lebih berminyak
i) Produksi keringat menjadi lebih banyak
2) Remaja wanita
a) lengan dan tungkai kaki bertambah panjang, tangan dan kaki
bertambah besar
6

b) pinggul lebar, bulat dan membesar


c) tumbuh bulu-bulu halus disekitar ketiak dan vagina
d) tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar
e) pertumbuhan payudara, puting susu membesar dan menonjol, serta
kelenjar susu berkembang, payudara menjadi lebih besar dan lebih
bulat
f) kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori
bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih
aktif
g) otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan
menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada
bahu lengan dan tungkai.
h) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu
(Kumalasari Intan, 2012)

2.2 Menstruasi
2.2.1 Definisi Menstruasi
Menstruasi adalah masa perdarahan yang terjadi pada perempuan secara
rutin setiap bulan selama masa suburnya kecuali apabila terjadi kehamilan. (Nur
Najmi, 2011). Menstruasi merupakan proses pelepasan dinding rahim
(endometrium) yang disertai dengan perdarahan dan terjadi secara berulang setiap
bulan kecuali pada saat kehamilan. (Haryono Rudi, 2016 hal 2).
Perdarahan haid merupakan hasil interaksi kompleks yang melibatkan
sistem hormon dengan organ tubuh, yaitu hipotalamus, hipofise, ovarium, dan
uterus serta faktor lain di luar organ reproduksi. Ganguan haid atau disebut juga
dengan perdarahan uterus abnormal merupakan keluhan yang sering
menyebabkan seorang perempuan datang berobat ke dokter atau tempat
pertolongan pertama. Keluhan gangguan haid bervariasi dari ringan sampai berat.
(Prawirohardjo Sarwono, 2011)
Hormon dari kelenjar hipofise otak merangsang mengeluarkan hormon
estrogen. Hormon ini menimbulkan perubahan-perubahan pada dinding rahim.
Pada saat itu, sel telur bergerak ke tepi ovarium dan sel telur keluar melalui tuba
falopi. Peristiwa terlepasnya sel telur tersebut dinamakan ovulasi.
Pada saat terjadinya ovulasi menandakan seseorang berada di masa subur.
Dalam keadaan subur tersebut seorang wanita yang sudah mengalami menstruasi
dapat hamil jika sel telurnya bertemu dengan sel sperma.
Setelah ovulasi, terdapat perubahan yaitu terjadi peningkatan hormon
progesteron. Hormon ini menimbulkan perubahan di dinding rahim kehamilan
bila terjadi pembuahan. Bila tidak terjadi kehamilan maka kadar hormon tersebut
akan turun dan terjadilah pengelupasan dinding rahim yang disertai perdarahan
dan inilah yang disebut menstruasi. Semua proses umumnya terjadi setiap bulan.
Rata-rata siklus menstruasi pada masing-masing orang terjadi hampir sama
setiap bulannya, yaitu 28-30 hari sekali. Namun, ada siklus yang kurang dari 28
hari dan ada yang lebih dari 30 hari. Dan lama menstruasi antara 2-8 hari, namun
rata-rata berkisar antara 3-5 hari. Saat menstruasi, perempuan tidak akan
7

kehabisan darah karena pada saat menstruasi, jumlah darah yang keluar bervariasi,
rata-rata 50 ml. (Haryono Rudi, 2016 hal 3-4).

2.2.2 Siklus Menstruasi

Gambar 2.1 Siklus Haid


Sumber : http://makeyousmarter.blogspot.co.id/2012/12/mekanisme-
menstruasi.html
Jarak siklus haid yang paling panjang biasanya terjadi setelah haid yang
pertama (menarche) dan sesaat sebelum berhenti haid (menopause). Jarak di
antara waktu tersebut biasanya 2 bulan atau bahkan 1 bulan terjadi 2 kali siklus.
Ini hal yang normal dan tidak perlu dirisaukan. Dalam rentang waktu tertentu
semenjak menarche, siklus akan berlangsung normal. Pada perempuan yang akan
menopause, kondisi tersebut tidak perlu dicemaskan. Selama kesehatan tetap
terjaga, menopause tidak perlu ditakuti.
Siklus haid terdiri dari tiga fase, yaitu (1) Fase Folikuler, (2) fase
ovulatoir, dan (3) fase luteal

Gambar 2.2 Fase Haid


Sumber : www.akd3b.wordpress.com
a. Fase Folikuler
Fase ini dimulai dari hari ke-1 hingga sesaat sebelum kadar LH
(Luteinizing Hormone), hormon gonadotropi yang disekresi oleh kelenjar ptiutari
anterior serta berfungsi merangsang pelepasan sel telur dan membantu
pematangan serta perkembangan sel telur, meningkat dan terjadi pelepasan sel
telur atau ovulasi. Dinamakan fase folikuler karena pada masa ini terjadi
pertumbuhan folikel di dalam ovarium.
8

b. Fase Ovulatoir
Fase ini dimulai ketika kadar LH meningkat. Pada fase inilah telur
dilepaskan. Pada umumnya, sel telur dilepaskan setalah 16-32 jam terjadinya
peningkatan kadar LH.
c. Fase Luteal
Fase ini terjadi setelah pelepasan sel telur dan berlangsung selama 14 hari.
Setelah melepaskan sel telur, folikel yang pecah akan kembali menutup dan
membentuk corpus luteum (disebut juga yellow body, struktur anatomis yang
kecil dan berwarna kuning pada permukaan ovarium. Selama masa subur atau
masa reproduksi wanita, corpus luteum dibentuk setelah setiap ovulasi atau
pelepasan sel telur) yang menhasilkan progesteron dalam jumlah cukup besar.
Hormon progesteron ini akan menyebabkan suhu tubuh meningkat. Ini terjadi
selama fase luteal dan peningkatan suhu badan ini dapat digunakan sebagai
perkiraan terjadinya ovulasi. (Anugroho Dito, 2011)

2.2.3 Gangguan Menstruasi


a. Gangguan Lama dan Jumlah Darah Haid
1) Hipermenorea (menoragia)
Adalah perdarahan lebih dari 80 ml atau ganti pembalut lebih dari
6 kali per hari dengan siklus yang normal teratur.
2) Hipomenorea
Perdarahan haid dengan jumlah darah lebih sedikit dan atau durasi
lebih pendek dari normal.
b. Gangguan Siklus Haid
1) Polimenorea
Haid dengan siklus yang lebih pendek dari normal yaitu kurang dari 21
hari
2) Oligomenorea
Haid dengn siklus yang lebih panjang dari normal yaitu lebih dari 35
hari.
3) Amenorea
Tidak terjadi haid pada seorang perempuan dengan mencakup salah satu
tiga tanda sebagai berikut :
a) Tidak terjadi haid sampai usia 14 tahun, disertai tidak adanya
pertumbuhan atau perkembangan tanda kelamin sekunder
b) Tidak terjadi haid sampai usia 16 tahun, disertai adanya
pertumbuhan normal dan perkembangan tanda kelamin sekunder
c) Tidak terjadi haid untuk sedikitnya selama 3 bulan berturut-turut
pada perempuan yang sebelumnya pernah haid. (Prawirohardjo
Sarwono, 2011)
c. Gangguan Perdarahan di Luar Siklus Haid
1) Menometroragia
Perdarahan uterus yang lama dan berlebihan , yang terjadi dengan
interval yang tidak teratur dan sering. (Dorland W. A. Newman, 2012)
9

2) Gangguan Lain yang Berhubungan dengan Haid


a) Dismenorea
Salah satu nyeri haid yang sering dialami pada saat haid hari
pertama atau kedua. Rasa sakit bagian bawah perut hingga pinggul,
punggung bagian bawah atau paha. (Haryono Rudi, 2016).
b) Sindrome Prahaid
Gangguan siklus yang umum terjadi pada wanita muda dan
pertengahan, ditandai dengan gejala fisik dan emosional yang
konsisten, tejadi selama fase luteal pada siklus menstruasi. (Saryono,
2009)

2.3 Dismenorea
2.3.1 Definisi Dismenorea
Salah satu nyeri haid yang sering dialami pada saat haid hari pertama atau
kedua. Rasa sakit bagian bawah perut hingga pinggul, punggung bagian bawah
atau paha. Hal ini sangat wajar dialami separuh perempuan, namun sekitar 10 %
perempuan mengalami rasa sakit yang hebat hingga perlu meminum obat pereda
nyeri haid untuk mengurangi rasa sakit. Rasa nyeri disebabkan oleh 2 hal, yaitu
Dismenorea primer (kelainan ginekologis) dan Dismenorea sekunder (gangguan
ginekologis). Dismenorea primer disebabkan tingginya kadar prostaglandin. Hal
ini tidak berbahaya, biasanya rasa nyeri ini hilang pada pertengahan usia 20-an
atau setelah melahirkan. Sedangkan Dismenorea sekunder disebabkan oleh tumor
fibroid (tumor jinak pada dinding rahim), penyakit radang panggul, adanya kista
pada indung telur. (Haryono Rudi, 2016).
Dismenorea adalah nyeri saat haid, biasanya dengan rasa kram dan
terpusat di abdomen bawah. Keluhan nyeri haid dapat terjadi bervariasi mulai dari
yang ringan sampai berat. Keparahan Dismenorea berhubungan langsung dengan
lama dan jumlah darah haid. Seperti diketahui haid hampir selalu diikuti dengan
rasa mulas/nyeri. Namun, yang dimaksud dengan Dismenorea pada topik ini
adalah nyeri haid berat sampai menyebabkan perempuan tersebut datang berobat
ke dokter atau mengobati dirinya sendiri dengan obat anti nyeri. (Prawirohardjo
Sarwono, 2011)

2.3.2 Klasifikasi Dismenorea


Dismenorea dapat dibagi menjadi dua kelompok, Dismenorea primer dan
Dismenorea sekunder.
a. Dismenorea Primer
Dismenorea Primer adalah nyeri haid tanpa ditemukan keadaan
patologi pada panggul, Dismenorea primer berhubungan dengan siklus
ovulasi dan disebabkan oleh kontraksi miometrium sehingga terjadi iskemia
akibat adanya prostaglandin yang diproduksi oleh endometrium fase sekresi.
Molekul yang berperan pada Dismenorea adalah prostaglandin F2α,
yang selalu menstimulasi kontraksi uterus, Sedangkan prostaglandin E
menghambat kontraksi uterus. Terdapat peningkatan kadar prostaglandin di
endometrium saat perubahan dari fase poliferasi ke fase sekresi. Perempuan
dengan Dismenorea primer didapatkan kadar prostaglandin lebih tinggi
10

dibandingkan perempuan tanpa Dismenorea. Peningkatan kadar


prostaglandin tertinggi saat haid terjadi pada 48 jam pertama. Hal ini sejalan
dengan awal muncul dan besarnya intensitas keluhan nyeri haid. Keluhan
mual, muntah, nyeri kepala, atau diare sering menyertai Dismenorea yang
diduga karena masuknya prostaglandin ke sirkulasi sistemik.
b. Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder adalah nyeri haid yang berhubungan dengan
berbagai keadaan patologis di organ genetalia, misalnya endometriosis,
adenomiosis, mioma uteri, stenosis serviks, penyakit radang panggul,
perlekatan panggul, atau irritable bowel syndrome. (Prawirohardjo Sarwono,
2011 hal 182)

2.3.3 Faktor Penyebab


Secara umum, nyeri haid muncul akibat kontraksi disritmik miometrium
yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai
berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha.
Riset biologi molekuler terbaru berhasil menemukan kerentanan gen
(susceptibility genes), yaitu genotipe CYPAI MspI dan Hincll memodifikasi
hubungan antara merokok pasif (Passive smoking) dan nyeri haid. Berikut adalah
penyebab nyeri haid berdasarkan klasifikasinya.
a. Penyebab Dismenorea Primer
1) Faktor endokrin. Rendahnya kadar progestin pada akhir fase corpus
luteum. Hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraktilis
uterus sedangkan hormon estrogen merangsang kontraksi tilitas uterus.
Disisi lain, endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin
F2α sehingga menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika kadar
prostaglandin yang berlebihan memasuki peredaran darah maka selain
Dismenorea dapat juga dijumpai efek lainnya seperti nausea (mual),
muntah, diare, flushing (respons involunter (tak terkontrol) dari sistem
saraf yang memicu pelebaran pembuluh kapiler kulit, dapat berupa warna
kemerahan atau sensasi panas). Jelaslah bahwa peningkatan kadar
prostaglandin memegang peranan penting pada timbulnya Dismenorea
primer.
2) Kelainan organik, seperti retrofleksia (kelainan letak-arah anatomis
rahim), hipoplasia uterus (perkembangan rahim yang tak lengkap),
mioma submukosa bertangkai (tumor jinak yang terdiri dari jaringan
otot), dan polip endometrium.
3) Faktor kejiwaan atau gangguan psikis, seperti rasa bersalah, ketakutan
seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik dengan masalah
jenis kelaminnya dan imaturitas (belum mencapai kematangan). (Dito
Anurogo, 2011)
b. Penyebab Dismenorea Sekunder
Beberapa penyebab Dismenorea sekunder antara lain :
1) Intrauterine contraceptive devices (alat kontrasepsi dalam rahim)
2) Adenomyosis (adanya endometrium selain di rahim)
11

3) Uterine myoma (tumor jinak rahim yang terdiri dari jaringan otot),
terutama mioma submukosum (bentuk jinak di rahim)
4) Uterine Polyps (tumor jinak di rahim)
5) Adhesions (pelekatan)
6) Stenosis atau striktur serviks, striktur kanalis servikalis, varikosis pelvik,
dan adanya AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
7) Ovarium Cyst (Kista ovarium)
8) Ovarian torsion (sel telur terpuntir atau terpelintir)
9) Pelvic congestion syndrome (gangguan atau sumbatan di panggul)
10) Uterine leiomyoma (tumor jinak otot rahim)
11) Mittelschmerz (nyeri saat pertengahan siklus ovulasi)
12) Psychogenic pain (nyeri psikogenik)
13) Endometriosis pelvis (jaringan endometrium yang berada di panggul)
14) Penyakit radang panggul kronis
15) Tumor ovarium, polip endometrium
16) Kelainan letak uterus seperti retrofleksi, hiperantefleksi dan retrofleksi
terfiksasi
17) Faktor psikis, seperti takut tidak punya anak, konflik dengan pasangan,
gangguan libido
18) Allen-masters syndrome (kerusakan lapisan otot dipanggul sehingga
pergerakan serviks (leher rahim) meningkat abnormal). Sindrome master
allen ditandai dengan : nyeri perut bagian bawah yang akut, nyeri saat
bersenggama (dyspareuniah), kelelahan yang sangat (excessive fatigue),
nyeri panggul secara umum (general pelvic pain), dan nyeri punggung
(backache). Selain itu, dokter juga menjumpai adanya tanda-tanda
peradangan di lapisan perut (peritoneal inflamation). Semua penderita
memiliki riwayat pernah hamil. Dalam literatur, sindrom ini disebut juga
dengan istilah traumatic laceration of uterine support. (Dito Anurogo,
2011)

2.3.4 Patofisiologis Dismenorea


a. Dismenorea Primer
Dismenorea primer biasanya setelah haid pertama. Selama menstruasi,
sel-sel endometrium yang terkelupas melepaskan prostaglandin (kelompok
persenyawaan mirip hormon kuat yang terdiri dari asam lemak esensial.
Prostaglandin merangsang otot uterus (rahim) dan memengaruhi pembuluh
darah, biasa digunakan untuk menginduksi aborsi atau kelahiran) yang
menyebabkan iskemia uterus (penurunan suplai darah ke rahim) melalui
kontraksi myometrium (otot dinding rahim) dan vasoconstriction
(penyempitan pembuluh darah). Peningkatan kadar prostaglandin telah
terbukti ditemukan pada cairan haid pada perempuan dengan Dismenorea
berat. Kadar ini memang meningkat terutama selama dua hari pertama haid.
Vasopressin (disebut juga, antidiuretic hormone, suatu hormon yang disekresi
oleh lobus posterior kelenjar pituitari yang menyempitkan pembuluh darah,
meningkatkan tekanan darah, dan mengurangi pengeluaran excretion = air
seni) juga memiliki peran yang sama.
12

Riset terbaru menunjukkan bahwa patogenesis Dismenorea primer


adalah karena prostaglandin F2 alpha (PGF2alpha), suatu stimulan
miometrium yang kuat dan vasoconstrictor (penyempitan pembuluh darah)
yang ada di endometrium sekretori. Respons terhadap inhibitor (penghambat)
prostaglandin pada pasien dengan Dismenorea mendukung pernyataan bahwa
Dismenorea diperantarai oleh prostaglandin. Banyak bukti kuat
menghubungkan Dismenorea dengan kontraksi uterus yang memanjang dan
penurunan aliran darah ke miometrium.
Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan di cairan endometrium
perempuan dengan Dismenorea dan berhubungan baik dengan derajat nyeri.
Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak tiga kali lipat terjadi dari
fase folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi
selama haid. Peningkatan prostaglandin di endometrium yang mengikuti
penurunan progesterone pada akhir fase luteal menimbulkan peningkatan
tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan.
Luekotriene (suatu produk pengubahan metabolisme asam arakidonat,
bertanggung jawab atas terjadinya contraction (penyusutan atau penciutan)
otot polos (smooth muscle) proses perdagangan) juga telah diterima alhi
untuk mempertinggi sensitivitas nyeri serabut di uterus. Jumlah leukotriene
yang signifikan telah ditunjukkan di endometrium perempuan penderita
Dismenorea primer yang tidak merespons terapi antagonis prostaglandin.
Hormon pituitari posterior, vasopressin terlibat pada hipersensitivitas
miometrium, mengurangi aliran darah uterus, dan nyeri pada penderita
Dismenorea primer. Peranan vasopressin di endometrium dapat berhubungan
dengan sintesis dan pelepasan prostglandin. Hipotesis neuronal juga telah
direkomendasikan untuk patogenesis Dismenorea primer. Neuron nyeri tipe
C di stimulasi oleh metabolit anaerob yang diproduksi oleh ischemic
endometrium (berkurangnya suplai oksigen ke membran mukosa kelenjar
yang melapisi rahim).
Dismenorea primer kini telah dihubungkan dengan faktor tingkah laku
dan psikologis. Meskipun faktor-faktor ini belum diterima sepenuhnya
sebagai kausatif, tetapi dapat dipertimbangkan jika pengobatan secara medis
gagal. (Dito Anurogo, 2011)
a. Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder dapat terjadi kapan saja setelah haid
pertama, tetapi yang paling sering muncul di usia 20-30 tahunan, setelah
tahun-tahun normal dengan siklus tanpa nyeri. Peningkatan prostaglandin
dapat berperan pada Dismenorea sekunder. Namun, penyakit pelvis yang
menyertai haruslah ada. Penyebab yang umum, di antaranya termasuk
endometriosis (kejadian di mana jaringan endometrium berada diluar
rahim, dapat ditandai dengan nyeri haid), adenomyosis (bentuk
endometriosis yang invasive), polip endometrium (tumor jinak di
endometrium), chronic pelvic nflamatory disease (penyakit radang
panggul menahun), dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau IU(C)D
(intrauterin (contraceptive) device).
13

Hampir semua proses apapun yang memengaruhi pelvic viscera


(bagian organ panggul yang lunak) dapat mengakibatkan nyeri pelvis
siklik. (Dito Anugoro, 2011)

2.3.5 Tanda dan Gejala


a. Dismenorea Primer
Berhubungan dengan gejala-gejala umum, seperti berikut :
1) Malaise (rasa tidak enak badan)
2) Fatigue (lelah)
3) Nausea (mual) dan vomiting (muntah)
4) Diare
5) Nyeri punggung bawah
6) Sakit kepala
7) Kadang-kadang dapat juga disertai vertigo atau sensai jatuh,
perasaan cemas, gelisah, hingga jatuh pingsan.
8) Potret klinis Dismenorea primer termasuk onset segera setelah haid
pertama dan biasanya berlangsung sekitar 48-72 jam, sering mulai
beberapa jam sebelum atau sesaat setelah haid. Selain itu juga terjadi
nyeri perut atau nyeri seperti saat melahirkan dan hal ini sering
ditemukan pada pemeriksaan pelvis yang biasa atau pada rektum.
(Dito Anurogo, 2011)
b. Dismenorea Sekunder
Berikut adalah potret klinik dismenorea sekunder :
1) Dismenorea terjadi selama siklus pertama atau kedua setelah hadi
pertama.
2) Dismenorea dimulai setelah usia 25 tahun
3) Terdapat ketidaknormalan pelvis dengan pemeriksaan fisik,
pertimbangkan kemungkinan endometriosis, pelvic inflammatory
disease (perlekatan pelvic)
4) Sedikit atau tidak ada respons terhadap obat golongan NSAID
(nonsteroid anti-inflammatory drug) atau obat anti-inflamasi non-
steroid, kontrasepsi oral atau keduanya. (Dito Anurogo, 2011)

2.3.6 Penatalaksanaan dan Pengobatan


Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengobati nyeri haid.
Berikut adalah beberapa pengobatan :
a. Kayu Manis
Rempah yang beraroma manis ini mengandung asam sinemik yang
bermanfaat untuk meredakan berbagai nyeri, termasuk nyeri haid.
b. Kedelai
Kacang kedelai yang banyak manfaatnya ini kaya kandungan
phytoestrogens. zat tersebut sangat membantu menyeimbangkan hormon
tubuh terutama saat haid.
14

c. Cengkeh
Campuran bunga cengkeh kering, ketumbar, kunyit, dan bubuk pala bisa
membantu mengatasi nyeri haid.
d. Jahe
Sama efektifnya dengan asam mefenamat dan ibu profen untuk mengurangi
nyeri pada wanita dengan dismenorea primer
e. Oso dresie
Tumbuhan obat atau herbal yang digunakan oleh penduduk asli suriname.
Beberapa jenis tumbuhan ini digunakan untuk mengatasi nyeri haid oleh
wanita maroon dan creole di suriname. (Dito Anurogo, 2011)
f. Mengompres dengan suhu panas
Suhu panas diketahui bisa meninimalkan ketegangan otot. Setelah otot rileks,
rasa nyeri pun akan berangsur hilang.
g. Minum minuman yang hangat
Minuman hangat dapat memberikan sensai menghangatkan tubuh.
h. Minum air putih minimal 8 gelas setiap hari dapat mengurangi rasa nyeri
menstruasi dan memperlancar peredarah darah.
i. Mandi dengan air hangat. Rasa hangat yang disalurkan ke dalam tubuh saat
mandi air hangat.
j. Istirahat yang cukup untuk menghindari rasa sakit misalnya duduk sambil
menenangkan diri atau bersantai sembari menonton film.
k. Olahraga secara teratur, hasil yang didapat tidak hanya mengurangi stress
yang timbul biasanya timbul saat PMS dan menstruasi, tetapi juga bsia
meningkatkan produksi endorfin otak dan penawar alami tubuh.
l. Melakukan aroma terapi, aroma terapi dapat memberikan sensasi yang
menenenagkan diri dan otak serta stres yang dirasakan.
m. Melakukan pemijatan
n. Menghindari makanan dan minuman yang mengandung kafein dan alkohol
dan nikotin selama 2 minggu selama masa menstruasi.
o. Mengurangi makanan yang mengandung garam. Mengkonsusmsi banyak
garam dapat mengakibatkan sakit kepala.
p. Mengambil posisi menungging, posisi yang membuat rahim menggantung ke
bawah, sehingga bisa membantu relaksasi otot saat berkontraksi.
q. Menekuk lutut dan meringkuk
r. Melakukan relaksasi
s. Melakukan yoga (Nur Najmi, 2011)

2.3.7 Komplikasi
Ada 2 komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita nyeri haid, yaitu
sebagai berikut :
a. Jika diagnosis Dismenorea sekunder diabaikan atau terlupakan maka
patologi (kelainan atau gangguan yang mendasari dapat memicu
kenaikan angka kematian, termasuk kemandulan)
b. Isolasi sosial (merasa terasing atau dikucilkan) dan atau depresi (Dito
Nugroho, 2011)
15

2.3.8 Intensitas Dismenorea


a. Ringan
1) Terjadi sejenak, dapat pulih kembali
2) Tidak memerlukan obat, rasa nyeri hilang sendiri
3) Tidak mengganggu pekerjaan sehari-hari
b. Sedang
Memerlukan obat-obatan untuk menghilangkan rasa sakit tidak
perlu meninggalkan pekerjaannya
c. Berat
1) Rasa sakit yang hebat, sehingga tidak mampu melakukan tugas
harian
2) Memerlakukan istirahat
3) Memerlukan obat dengan intensitas tinggi
4) Diperlukan tindakan operasi, karena mengganggu setiap
menstruasi
(Manuaba, dkk, 2010)

2.3.9 Lokasi Nyeri Dismenorea


Salah satu nyeri haid yang sering dialami pada saat haid hari pertama atau
kedua. Rasa sakit bagian bawah perut hingga pinggul, punggung bagian bawah
atau paha. (Haryono Rudi, 2016).

2.4 Nyeri
2.4.1 Definisi Nyeri
Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan, yang didefinisikan dalam
berbagai perspektif. Asosiasi International untuk penelitian nyeri (International
Association for The Study of Pain, IASP 1979) sebagaimana dikutip dalam
Suzanne C. Smeltzer, (2002) mendefinisikan nyeri sebagai sesuatu sensori
subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang actual, potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-
kejadian saat terjadi kesalahan. (Sulistyo, 2016 hal 16-17)

2.4.2 Strategi Penatalaksanaan Nyeri


Strategi penatalaksanaan nyeri atau lebih dikenal dengan manajemen nyeri
adalah suatu tindakan untuk mengurangi nyeri.
a. Tujuan Stategi Penatalaksanaan Nyeri
Dalam dunia keperawatan manajemen nyeri dilakukan dengan tujuan sebagi
berikut :
1) Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri
2) Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri
kronis yang persisten
3) Mengurangi penderitaan dan/atau ketidakmampuan/ketidakberdayaan
akibat nyeri
4) Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi nyeri
5) Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan
pasien untuk menjalaknan aktivitas sehari-hari.
16

b. Strategi Penatalaksaan Nyeri Nonfarmakologis


Merupakan tindakan menurunkan respons nyeri tanpa menggunakan
agen farmakologi.
1) Bimbingan Antisipasi
Adalah memberikan pemahaman kepada klien mengenai nyeri
yang dirasakan. Pemahaman yang diberikan bertujuan untuk memberikan
informasi kepada klien, dan mencegah salah interprestasi tentang peristiwa
nyeri.
Informasi yang diberikan kepada klien meliputi aspek-aspek sebagai
berikut :
a) Kejadian, awitan dan durasi nyeri yang akan dialami
b) Kualitas, keparahan dan lokasi nyeri
c) Informasi tentang cara keamanan klien telah dipastikan
d) Penyebab nyeri
e) Metode mengatasi nyeri yang digunakan oleh perawat dan klien
f) Harapan klien selama menjalani prosedur (sulistyo, 2016)
2) Terapi Es dan Panas/Kompres Panas dan Dingin
Terapi es (dingin) dan panas diduga bekerja dengan menstimulasi
reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama
pada cidera. Pemakaian kompres panas biasanya dilakukan hanya setempat
saja pada bagian tubuh tertentu. Dengan pemberian panas, pembuluh-
pembuluh darah akan melebar sehingga memperbaiki peredaran darah
dalam jaringan tersebut.
3) Stimulasi Saraf Elektris Transkutan/TENS (Transcutaneous Elektrical
Nerve Stimulation)
Suatu alat yang menggunakan aliran listrik, baik dengan frekuensi
rendah maupun tinggi, yang dihubungkan dengan beberapa elektroda pada
kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung
pada area nyeri.
4) Distraksi
Memfokuskan perhatian pasien pada suatu selain nyeri, atau dapat
diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu tindakan penglihatan perhatian
pasien ke hal-hal di luar nyeri.
5) Relaksasi
Suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari
ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap
nyeri
6) Imajinasi Terbimbing
Mengunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang
secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Tindakan ini
membutuhkan konsentrasi cukup.
7) Hipnosis
Sebuah teknik yang menghasilkan suatu keadaan yang tidak
sadarkan diri yang dicapai melalui gagasan yang disampaikan oleh orang
yang menghipnotisnya.
17

8) Akupunktur
Istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses memasukkan
jarum-jarum tajam pada titik-titik strategis pada tubuh untuk mencapai
efek terapeutik.
9) Umpan Balik Biologis
Sebuah proses tempat seorang belajar untuk mempengaruhi
respons fisiologis yang reliabel, yang biasanya tidak berada dalam kontrol
volunter. Teknik ini terdiri dari sebuah program latihan yang bertujuan
membantu seseorang untuk mengendalikan aspek-aspek tertentu dari
sistem saraf otonomnya.
10) Massage
Melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak biasanya otot,
tendon, atau ligamentum tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan
posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan/atau
memperbaiki sirkulasi. (Sulistyo, 2016)

c. Strategi Penatalaksanaan Nyeri Farmakologis


1) Analgesik non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
2) Kebanyakan NSAID bekerja pada reseptor saraf perifer untuk mengurangi
transmisi dan resepsi stimulus nyeri, tidak seperti opiat, NSAID tidak
menyebabkan sedasi atau depresi pernafasan juga tidak mengganggu
fungsi berkemih atau defekasi.
3) Analgesik narkotik atau opiat
4) Umumnya diresekan dan digunakan untuk nyeri sedang sampai berat,
seperti pascaoperasi dan nyeri maligna. Analgesik ini bekerja pada sistem
saraf pusat untuk mnghasilkan kombinasi efek mendepresi dan
menstimulasi.
5) Obat tambahan (Adjuvan)
6) Seperti sedatif, anticemas, dan relaksasi otot meningkatkan kontrol nyeri
atau menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri seperti mual dan
muntah. (Sulityo, 2016)

2.4.3 Intensitas Nyeri


Merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual serta
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua
orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan obyektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respons fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Namun pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran
pasti tentang nyeri itu sendiri. (Tamsuri 2007 dalam Sulistyo 2016).
Meminta individu untuk membuat tingkatan nyeri. Misalnya saja tidak
nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat, dan nyeri sangat berat. Dengan skala
nyeri yang sebelumnya bersifat kualitatif menjadi bersifat kuantitatif dengan
menggunakan skala 1-10. (Judha, Mohamad, dkk, 2012)
18

Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala sebagai


berikut :
a. Skala Numerik

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri Nyeri


Nyeri Sedang Hebat

Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan


sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 1-10. Skala paling efekstif digunakan saat mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan
skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992
dalam Perry dan Potter, 2006 dalam Sulistyo 2016).

b. Skala Deskritif

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang


lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (verbal descriptor scale, VDS)
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang
tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini di ranking
dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak terkontrol”. Bidan
menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas
nyeri terbaru yang ia rasakan. Bidan juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa
paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah
kategori untuk mendeskripsikan nyeri (Potter & Perry, 2006 dalam Sulistyo 2016)

Keterangan :
0 = Tidak Nyeri
1-3 = Nyeri ringan : klien dapat berkomunikasi
4-6 = Nyeri sedang : klien mendesis, meyeringai, dapat menunjukan lokasi
nyeri, dapat mendeskripsiskannya, dapat juga mengikuti perintah
dengan baik
7-9 = Nyeri berat : klien terkadang tidak mengikuti perintah tapi masih
respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan nafas panjang dan
19

distraksi
10 = Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi
(Manurung, Suryani, 2011)

c. Skala Analog Visual

Skala analog visual (visual analog scale, VAS) adalah suatu garis
lurus/horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Pasien di minta untuk
menunjukk titip pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi sepanjang garis
tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri”,
sedangkan ujung kanan biasanya menandakan “berat” atau “nyeri sangat hebat”.
Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang
dibuat pasien pada garis dari “tidak nyeri” di ukur dan ditulis dalam centimeter
(Smeltzer 2002 dalam sulistyo 2016)
Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifiksai
keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih
sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada
dipaksa memilih satu kata atau satu angka (McGuire, 1884 dalam Potter & Perry
2006 dalam Sulistyo 2016)

2.5 Terapi Nafas Dalam


2.5.1 Definisi Terapi Nafas Dalam
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari
ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi
lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan
perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan
menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (“hirup, dua, tiga”) dan
ekshalasi (“hembuskan, dua, tiga”). Nafas yang lambat, berirama, juga dapat
digunakan sebagai teknik distraksi. Hampir semua orang dengan nyeri kronis
mendapat manfaat dari metode-metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur
dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi
dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri (smeltzer & bare 2002 dalam
sulistyo 2016)

2.5.2 Tujuan dan Manfaat Relaksasi Nafas Dalam


Menurut National Safety Council (2004), bahwa teknik relaksasi nafas
dalam saat ini masih menjadi metode relaksasi yang termudah. Metode ini mudah
dilakukan karena pernafasan itu sendiri merupakan tindakan yang dapat dilakukan
secara normal tanpa perlu berfikir atau merasa ragu. Sementara Smeltzer dan Bare
20

(2002) menyatakan bahwa tujuan dari teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk
meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi
paru, meningkatkan efisiensi batuk mengurangi stress baik stress fisik maupun
emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan 9-10 menurunkan kecemasan.
Sedangkan manfaat yang dapat dirasakan oleh klien setelah melakukan teknik
relaksasi nafas dalam adalah dapat menghilangkan nyeri, ketenteraman hati, dan
berkurangnya rasa cemas. (M Arfa, 2015)

2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Teknik Relaksasi Nafas


Dalam terhadap Penurunan Nyeri
Teknik relaksasi nafas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui
mekanisme yaitu (Smeltzer dan Bare, 2002) :
a. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang
disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang
mengalami spasme dan iskemik.
b. Teknik relaksasi nafas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan enkefalin.
12 Pernyataan lain menyatakan bahwa penurunan nyeri oleh teknik relaksasi
nafas dalam disebabkan ketika seseorang melakukan relaksasi nafas dalam
untuk mengendalikan nyeri yang dirasakan, maka tubuh akan meningkatkan
komponen saraf parasimpatik secara stimulan, maka ini menyebabkan
terjadinya penurunan kadar hormon kortisol dan adrenalin dalam tubuh yang
mempengaruhi tingkat stress seseorang sehingga dapat meningkatkan
konsentrasi dan membuat klien merasa tenang untuk mengatur ritme
pernafasan menjadi teratur. Hal ini akan mendorong terjadinya peningkatan
kadar PaCO2 dan akan menurunkan kadar pH sehingga terjadi peningkatan
kadar oksigen (O2) dalam darah. (M Arfa, 2015)

2.5.4 Prosedur Terapi Nafas Dalam


Menganjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan mengisi paru-paru
dengan udara, menghembuskannya secara perlahan, melemaskan otot-otot tangan,
kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil terus
berkonsentrasi hingga pasien merasa nyaman, tenang, dan rileks. (Musrifatul
Uliyah, 2008)
Mengajarkan teknik nafas dalam :
a. Menjelaskan tentang pentingnya teknik nafas dalam bagi klien
b. Membantu klien untuk memposisikan semi fowler
c. Menginstruksikan klien untuk dengan lambat bernafas sedalam mungkin.
Meletakkan telapak tangan pada iga klien untuk mengetahui ekspansi penuh
dari paru. Mengobservasi gerakan naik turunnya rongga dada setiap kali klien
bernafas
d. Menginstruksikan klien untuk menghembuskan nafas dengan lambat
e. Mengulangi langkah 3 dan 4 sebanyak 15 kali. Observasi adanya keluhan
pusing, sesak nafas, atau masalah pernafasan lainnya.
(Ika Putri, dkk, 2015)
21

2.6 Kompres Hangat


2.6.1 Definisi Kompres Hangat
Pemberian panas adalah memberi rasa hangat pada bagian tubuh yang
memerlukan. Pemberian panas dilaksanakan langsung di atas kulit dan terdiri dari
beberapa cara yaitu pemberian panas (pemberian panas basah steril/kompres
pemberian panas kering). (Kusmiati, Uni. 2012)
Pemakaian kompres panas biasanya dilakukan hanya setempat saja pada
bagian tubuh tertentu. Dengan pemberian panas, pembuluh-pembuluh darah akan
melebar sehingga memperbaiki peredaran darah di dalam jaringan tersebut.
Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan
pembuangan dari zat-zat yang dibuang akan diperbaiki. Aktivitas sel yang
meningkat akan mengurangi rasa sakit/nyeri dan akan menunjang proses
penyembuhan luka dan proses peradangan (Stevens dkk, 2000 dalam Sulistyo
2016)

2.6.2 Tujuan Kompres Hangat


Tujuannya adalah agar sirkulasi darah menjadi baik, rasa sakit setempat
menjadi kurang. (Kusmiati, Uni. 2012)
Kompres panas dapat meningkatkan suhu kulit lokal sirkulasi dan
metabolisme jaringan. Kompres panas mengurangi spasme otot dan meningkatkan
ambang nyeri. Kompres panas juga mengurangi respons ‘fight or flight’. (Batbual,
2010 hal 120)

2.6.3 Prosedur Kompres Hangat


Persiapan alat dan Bahan
1. Botol berisi air panas (suhu 46-51,50C)
2. Termometer air
3. Kain pembungkus
Cara Kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Isi botol dengan air panas
4. Tutup botol yang telah di isi air panas kemudian dikeringkan
5. Masukkan botol ke dalam kantong kain. Bila menggunakan kain,
masukkan kain pada air hangat lalu diperas
6. Tempatkan botol/kain yang sudah diperas pada daerah yang akan di
kompres
7. Angkat botol/kain tersebut setelah 20 menit. Kemudian isi lagi
botol/masukkan lagi kain ke dalam air hangat lalu peras. Taruh lagi
botol/kain pada daerah yang akan di kompres
8. Catat perubahan yang terjadi selama tindakan
9. Cuci tangan
(Musrifatul Uliyah, 2008)
22

2.7 Pengaruh Terapi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri Dismenore


Primer
Relaksasi adalah teknik untuk mencapai kondisi nyaman. Dengan menarik
nafas dalam-dalam kita mengalirkan oksigen ke darah yang kemudian dialirkan
keseluruh tubuh. Hasilnya dapat membuat kita menjadi lebih tenang dan stabil.
(Mayunani, Anik. 2010)
Mengatasi nyeri terdapat cara untuk membebaskan nyeri disamping
penggunaan obat. Salah satunya dengan teknik relaksasi. Keteganggan otot,
kecemasan, dan nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman. Perasaan masing-
masing individu dapat memperberat nyeri dan membuat siklus nyeri semakin
hebat. Teknik relaksasi ini dapat membantu menurunkan intensitas nyeri,
misalnya nyeri yang timbul karena dismenorea primer. Penggunaan relaksasi ini
hanya membantu menurunkan ketakutan atau kecemasan yang berhubungan
dengan nyeri, supaya tidak bertambah semakin memburuk.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Retno Wida Hapsari dan Tri Anasari
dengan judul Efektivitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Metode Pemberian
Cokelat Terhadap Penurunan Intensitas Dismenorea pada Remaja Putri di SMK
Swagaya 2 Purwokerto pada tahun 2013, dari hasil penelitiannya bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara skala intensitas dismenorea sebelum dan
sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam dan pemberian cokelat. Namun,
teknik relaksasi nafas dalam lebih efektif terhadap penurunan skala intensitas
dismenorea dibandingkan dengan metode pemberian cokelat.

2.8 Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Dismenorea


Primer
Kompres hangat adalah salah satu cara paling efektif untuk menurunkan
nyeri pada beberapa kondisi, salah satunya nyeri dismenorea. Kompres panas ini
berkerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam
reseptor yang sama misalnya pada cidera. Area pemberian kompres panas dapat
menimbulkan respon sistemik dan respon lokal. Cara kerjanya, mengirimkan
impuls-impuls dari perifer ke hipotalamus kemudian menjadi temperatur tubuh
secara normal.
Kompres hangat mampu memberikan rasa hangat pada daerah tertentu
dengan menggunakan cairan atau alat yang akan memberikan kehangatan pada
bagian tubuh tersebut. Kompres hangat ini selain dapat melancarkan sirkulasi
darah juga dapat menurunkan rasa sakit, merangsang peristaltik usus, pengeluaran
getah radang menjadi lancar, serta dapat memberikan ketenangan dan
kenyamanan. Pemberian kompres dapat dilakukan pada radang persendian,
kekejangan otot, perut kembung dan pada saat kedinginan. (Zakiyah, Ana, 2015)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ambar Dwi Astuti dengan judul
Perbedaan Penurunan Nyeri Haid Antara Kompres Hangat dan Yoga pada siswi di
SMA Negeri 1 Simo Boyolali Tahun 2015, dari hasil penelitian kedua teknik ini
memiliki sistem yang sama dalam memblokade nyeri haid sehingga memiliki
kesaan efektivitas untuk menurunkan nyeri haid.
23

2.9 Kerangka Konsep


Remaja

Gejala umum Dismenorea


Primer
1. Malaise Menstruasi
2. Fatigue
3. Nausea dan Vomiting
4. Diare Naiknya kadar Gangguan
5. Nyeri punggung bawah prostaglandin Gynekologi
6. Sakit kepala
7. Vertigo
8. Nyeri Perut Merangsang Vasocontriction Dismenorea
Otot Uterus endometrium Sekunder
Sebab Dismenorea Primer : sekretori
1. Faktor kejiwaan atau
gangguan psikis
2. Kelainan organik Dismenorea
3. Peningkatan kadar Primer
prostaglandin meningkat,

Kontraksi otot-otot polos Terapi Nafas Kompres Hangat


(Nyeri) Dalam
Menstimulasi
Menurunnya
Kontraksi otot-otot Relaksasi Otot Melepaskan reseptor tidak
kadar
polos hormon skelet yang opioid endogen nyeri (non-
kortisol dan mengalami nosiseptor)
adrenalin spasme

Keterangan : Perubahan Intensitas Nyeri


Dismenorea Primes
: dipengaruhi - Tidak Nyeri skor 0
- Nyeri Ringan skor 1-3
: Tidak Diteliti - Nyeri Sedan skor 4-6
- Nyeri Berat skor 7-9
: Diteliti - Nyeri Sangat Berat skor
10

Gambar 2.3 Kerangka Konsep “Perbedaan Antara Terapi Nafas Dalam Dan
Kompres Hangat Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Dismenorea Primer
Pada Mahasiswi Tingkat I Poltekkes Kemenkes Malang Prodi Kebidanan
Kediri”
24

2.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada Perbedaan Antara Terapi Nafas
Dalam Dan Kompres Hangat Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Dismenorea
Primer Pada Mahasiswi Tingkat I Poltekkes Kemenkes Malang Prodi Kebidanan
Kediri.

Anda mungkin juga menyukai