Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TUTORIAL

MODUL VII

SISTEM RESPIRATORIUS

SKENARIO 6 :

CANCER???

TUTOR : dr.Mustafa

Ketua : Ruly Purnama Sari Hrp


Screber : Rahmi Fitriana Z
Notulen : Safrina
Anggota : Nurrul Asni
Nina Isnani Tiara
Firman Julizal
Rian Permana Putra
Irvandi Ahmad Putra
Dedi Sumantri
Evans Adhitya
Munawir Reza
Dwi Rahmayanto
Andespi Ridho putra

UNIVERSITAS ABULYATAMA
2008
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN TUTORIAL KEGIATAN PBL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA

Nama Kelompok : A4
Modul : VII
Skenario : 6
Tutor Pembimbing : dr.Mustafa
Ketua Tutorial : Ruly Purnama Sari Hrp
Screber : Rahmi Fitriana Z
Notulen : Safrina
Anggota : Nina Isnani Tiara
Firman Julizal
Rian Permana Putra
Irvandi Ahmad Putra
Dedi Sumantri
Evans Adhitya
Munawir Reza
Dwi Rahmayanto
Andespi Ridho Putra
Nurrul Asni

Lampoh Keudee, 31 Juli 2008 Ketua Kelompok A4


Mengesahkan,

dr. Mustafa Ruli purnama sari harahap


HALAMAN ISI

1. Halaman Pengesahan …………………………………………………….2


2. Halaman Isi ……………………………….
………………...3
3. Pendahuluan …………………………………………………….4
4. Skenario
…………………………………………………….5
5. Bagian I. Identifikasi Istilah
…………………………………………………….6
6. Bagian II. Identifikasi Masalah …………………………………………………….7
7. Bagian III. Analisa Masalah …………………………………………………….8
8. Bagian IV. Strukturisasi …………………………………………………….9
9. Bagian V. Learning Issue
……………………………………………………10
10. Bagian VI. Hasil Belajar Mandiri
………………………………………………........11
11. Kesimpulan
…………………………………………………....44
Daftar Pustaka …………………………………………………....45
PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor
ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor
ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat
pertama Tumor ini berasal dari fossa Rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah
transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa Survei yang dilakukan
oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara “pathology based” mendapatkan angka
prevalensi karsinoma nasofaring 4,7 per100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000
kasus per tahun di seluruh Indonesia. Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini
masih merupakan suatu problem, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini
yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi, sehingga diagnosis sering terlambat.
Pada stadium dini, radioterapi masih merupakan pengobatan pilihan yang dapat diberikan
secara tunggal dan memberikan angka kesembuhan yang cukup tinggi. Pada stadium lanjut,
diperlukan terapi tambahan kemoterapi yang dikombinasikan dengan radioterapi.
SKENARIO 6

CANCER???

Denis, seorang laki-laki, 54 tahun, warga negara Cina, mengeluh sejak lama hidung
terasa tersumbat, sering mimisan, telinga sebelah kanan berdenging dan pendengaran
berkurang. Tidak ada keluhan pandangan kabur. Pasien menyangkal adanya riwayat
trauma, pembedahan, pemakaian obat-obatan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
benjolan pada limfonodi leher bilateral.Berdasarkan hasil pemeriksaan biopsi kelenjar
limfe leher, dokter akhirnya memutuskan untuk mulai melakukan radioterapi.
TAHAP I IDENTIFIKASI ISTILAH

1. Biopsi : pengambilan dan pemeriksaan yang


diambil dari jaringantubuh yang hidup yang
dilakukan untuk menegakkan diagnosa pasti.

2. Limfenodi : kumpulan (jamak) kelenjar getah bening.

3. Radioterapi : pengobatan penyakit dengan radiasi pegion.


: pengobatan penyakit dengan menggunakan radiasi
ionisasi, jaringan dipajankan terhadap sinar radiasi/
unsur radioaktif.

4. Trauma : (cidera, injury)


: rasa sakit pada tubuh akibat suatu pengaruh kecelakaan.
: luka/ cidera baik fisis ataupun psikis.

5. Bilateral : berkenaan dengan dua sisi, mempunyai dua sisi.

6. Cancer, carsinoma : penyakit neoplastik (yang membentuk jaringan baru)


kerena sebab alamiah yang bersifat fatal.

7. Fresh frozen section : potongan jaringan yang terlebih dahulu dibekukan.

8. Fresh sub section : motipikasi pengeringan/ pembekuan dimana es/ jaringan.


TAHAP II IDENTIFIKASI MASALAH

Masalah inti : carsinoma nasofaring


Masalah tambahan: carsinoma paru
TAHAP III ANALISA MASALAH

- Carsinoma nasofaring yaitu pertumbuhan baru pada nasofaring yang ganas dan
terdiri dari sel-sel epitel yang cenderung menginfiltrasikan jaringan sekitarnya
dan menimbulkan metasfasis.

- Anamnesis
Nama : Dennis
Jenis kelamin : laki – laki
Suku : cina
KU : hidung tersumbat
: mimisan
: telinga kanan berdengung (pendengran berkurang)
Pemeriksaan Fisik : pembesaran limfenodi leher bilateral
Pemeriksaan penunjang : biopsi
Terapi dianjurkan melakukan radioterapi.
TAHAP IV STRUKTURISASI

Dennis ♂ 54 tahun, suku cina

Hidung Telinga

Tersumbat Mimisan Berdengung gangguan


pendengaran

Pemeriksaan

Fisik Penunjang

Pembesaran Limfenodi Biopsi

Diduga carsinoma nasofaring

Radioterapi
ANATOMI
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral yang
secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan
gangguan yang sering timbul. Ke arah posterior dinding nasofaring melengkung ke supero-
anterior dan terletak di bawah os sfenoid,sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan
dengan ruang retrofaring, fasia pre vertebralis dan otot-otot dinding faring. Pada dinding
lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius dimana orifisium ini dibatasi superior dan
posterior oleh torus tubarius, sehingga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan
sumbatan orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran. Ke arah
posterosuperior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang merupakan lokasi
tersering karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa
yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa, dimana pada usia muda dinding postero-
superior nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini disebabkan karena adanya jaringan
adenoid.Di nasofaring terdapat banyak saluran getah bening yang terutama mengalir ke lateral
bermuara di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere).

KARSINOMA NASOFARING

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak
ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma
nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring
(16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Berdasar
data Laboratorium Patologi Anatomik tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam
kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri,
tumor payudara, tumor getah bening dan tumor.
Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena nasofaring
tersembunyi di belakang tabir langitlangit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta
berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke
posterior leher.
oleh karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli, seringkali
tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan
sebagai gejala pertama.
Sangat mencolok perbedaan prognosis (angka bertahan hidup 5 tahun) dari stadium awal
dengan stadium lanjut, yaitu 76,9%untuk stadium I, 56.0% untuk stadium II, 38.4% untuk
stadium III dan hanya 16.4% untuk stadium IV.
Untuk dapat berperan dalam pencegahan, deteksi dini dan rehabilitasi perlu diketahui seluruh
aspeknya, antara lain epidemiologi, etlologi, diagnostik, pemeriksaan serologi, histopatolagi,
terapi dan pencegahan, serta perawatan paliatif pasien yang pengobatannya tidak berhasil
baik.(1)

Epidemiologi dan etiologi


Meskipun banyak ditemukan di negara dengan penduduk non-Mongoloid, namun demikian
daerah Cina bagian selatan masih menduduhi tempat tertinggi, yaitu dengan 2.500 kasus baru
pertahun untuk propinsi Guang-don (Kwantung) atau prevalensi 39.84/100.000 penduduk.
Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker nasofaring, sehingga kerap cukup
tinggi pada penduduk Cina bagian Selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura
dan Indonesia.
temukan pula cukup banyak kasus di Yunani, Afrika bagian Utara seperti Aljazair dan Tunisia,
pada orang Eskimo di Alaska daM Tanah Hijau yang diduga penyebabnya adalah karena
mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan
pengawet nitrosamin.
Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah. Di RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin
Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, Palembang 25 kasus, 15 kasus setahun di
Denpasar dan 11 kasus di Padang dan Bukittinggi. Demikian pula angka-angka yang
didapatkan di Medan, Semarang, Surabaya dan lain-lain menunjukkan bahwa tumor ganas ini
terdapat merata di Indonesia. Dalam pengamatan dari pengujung poliklinik tumor THT RSCM,
pasien karsinoma nasofaring dari ras Cina relatif sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainnya.
Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah Virus Epstein-
Barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EB yang cukup tinggi.
Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor
organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun.
Banyak penyelidikan mengenai peangai dari virus ini dikemukakan, tetapi virus ini bukan satu-
satunya faktor, karena banyang sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini,
seperti letak geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup,
kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit
Letak geografis sudah disebutkan diatas, demikian pula faktor rasial. Tumor ini lebih sering
ditemukan pada laki-Iaki dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin
ada hubungannya dengan faktor genetik, kebiasaan hid up, pekerjaan dan lain-lain.
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu,
kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan
terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan
mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan keganasan lain tidak
jelas.
Kebiasaan penduduk Eskimo memakan makanan yang diawetkan (daging dan ikan) terutama
pada musim dingin menyebabkan tingginya kejadian karsinoma ini.
Tentang faktor genetik telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien
karsinoma nasofaring dengan keganasan pad a organ tubuh lain. Suatu contoh terkenal di Cina
Selatan, satu keluarga dengan 49 anggota dari dua generasi didapatkan 9 pasien karsinoma
nasofaring dan 1 menderita tumor ganas payudara. Secara umum didapatkan 10 % dar! pasien
karsinoma nasofaring menderita keganasan organ lain. Pengaruh genetik terhadap karsinoma
nasofaring sedang dalam pembuktian dengan mempelajari eel/mediated immunity dari virus EB
dan tumor associated antigens pada karsinoma nasofaring. Sebagian besar pasien adalah
golongan sosial ekonomi rendah dan hal ini menyangkut pula dengan keadaan lingkungan dan
kebiasaan hid up. Pengaruh infeksi dapat dilihat dengan menurunnya kejadian malaria akan
diikuti oleh menurunnya pula Limfoma Burkitt, suatu keganasan yang disebabkan oleh virus
yang sama.(1)

Gejala dan tanda


Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala nasofaring sendiri,
gejala telinga, gejala mata dan syaraf, serta metastasis alau gejala di leher.
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung, untuk itu nasofaring
harus diperiksa dengan cermat, kalau perlu dengan nasofaringoskop, karena sering gejala
belum ada sedangkan tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih terdapat di
bawah mukosa (creeping tumor).
Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat
muara tuba Eustachius (fosa RosenmOiler).Gangguan dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman
di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).Tidak jarang pasien dengan gangguan
pendengaran ini baru kemudian disadari bahwa penyebabnya adalah karsinoma nasofaring.
Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak me:alui beberapa lobang, maka
gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini.
Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke I!I, IV, VI dan dapat pula ke
V, sehingga tidak jarang gejala diplopialah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata.
Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum
terdapat keluhan lain yang berarti.
Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran
melalui foramen jugulare, yailu sualu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini
sering disebut dengan sindrom Jackson.
Bila sudah mengenai seluruh syarat otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan
destruksi tulang tengkorak danbila sudah terjadi demikian, biasanya prognosisnya buruk.
Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang mendorong pasien untuk
berobat, karena sebelumnya tidak terdapnl keluhan lain.
Suatu kelainan nasofaring yang disollill lesi hiperplastik nasofaring atau LHN diteliti di Cina
(RRC), yaitu 3 bentuk mencurigakan pada nasofaring,seperti pembesaran adenoid pada orang
dewasa,pembesaran nodul dan mukosistis berat pada daerah nasofaring Kelainan ini bila
diikuti bertahun – tahun kemudian menjadi karsinoma nasofaring (1)
Gejala Dini
Penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring dimana tumor
masih terbatas di nasofaring, yaitu :
a. Gejala telinga
- Rasa penuh pada telinga
- Tinitus
- Gangguan pendengaran
b. Gejala hidung
- Epistaksis
- Hidung tersumbat
c. Gejala mata dan saraf
- Diplopia
- Gerakan bola mata terbatas
2. Gejala lanjut
- Limfadenopati servikal
- Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
- Gejala akibat metastase jauh.
Histopatologi
Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma (epidermoid) pad a nasofaring
yaitu karsinoma sel skuamosa (berkeratinisasi), karsinoma tidak berkeratinisasi dan karsinoma
tidak berdiferensiasi. Semua yang kita kenai selama ini dengan limfoepitelioma, sel
transisional, sel spindle, sel clear, anaplastik dan lain-lain dimasukkan dalam kelompok tidak
berdiferensiasi Pada peneiitian di Malaysia oleh Prathap dkk sering didapat kombinasi dari
ketiga jenis karsinoma seperti karsinoma sel skuamosa dan karsinoma tidak berkeratinisasi
karsinoma sel skuamosa dan karsinoma tidak berdiferensiasi karsinoma tidak berkeratinisasi
dan karsinoma tidak berdiferensiasi atau karsinoma sel sku amosa dan tidak berkeratinisasi
serta karsinoma tidak berdiferensiasi.(1)
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).
Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.
2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).
Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi selskuamosa tanpa
jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.
3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma).
Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler,berbentuk oval
atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan
jelas.2,6,10
Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat
radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif.2
Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang direkomendasikan oleh WHO
pada tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu :
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).
2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).
Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.

Stadium
Untuk penentuan stadium dipakai sistem TNM menurut UICC (2002).
T = Tumor primer.
To = Tidak tampak tumor.
T1 = Tumor terbatas di nasofaring
T2 = Tumor meluas ke jaringan lunak
T2a = Perluasan tumor ke orofaring dan / atau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring*
T2b = Disertai perluasan ke parafaring
T3 = Tumor menginvasi struktur tulang dan atau sinus paranasal
T4 = Tumor dengan perluasan intrakranial dan/ atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa
infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator
Catatan; Perluasan parafaring menunjukkan inflltrasi tumor ke arah postero~lateral melebihi
fasia faring-basilar
N = Pembesaran kelenjar getah bening regional
NX =Pembesaran Kelenjar Getah Bening tidak dapat dinilai
No = Tidak ada pembesaran.
N1 = Metastasi kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama
dengan 6 em, di atas fossa supraklavikula
N2 = Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama
dengan 6 em, di atas fossa supraklavikula
N3 = Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6 em, atau
terletak di dalamfossa supraklavikula
N3a: ukuran lebih dari 6 em
N3b: di dalam fossa supraklavikula
Catatan: kelenjar yang terletak di daerah midline dianggap sebagai kelenjar ipsilateral.
M = Metastasis jauh Mx- metastasis jauh tidak dapat dinilai
Mo =Tidak ada metastasis jauh.
M1 = Terdapat -metastasis jauh.

Stadium 0 T1s NO MO
Stadium I T1 NO MO
Stadium IIA T2a NO MO
Stadium llB T1 N1 MO
T2a N1 MO
T2b NO,N1 MO
Stadium III T1 N2 MO
T2a,T2b N2 MO
T3 N2 MO
Stadium IVa T4 NO,N1,N2 MO
Stadium IVb semua T N3 MO
Stadium IVe semua T semua N MI

Penatalaksanaan
1- Stadium I: Radioterapi
2- Stadium II & III: Kemoradiasi
3- Stadium IV dengan N< 6 cm: Kemoradiasi
4- Stadium IV dgn N > 6 cm: Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi(1)
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan
karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring adalah
radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
2. Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata dapat meningkatkan
hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh.
3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan
nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau
adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primersudah dinyatakan bersih yang
dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik danserologi Nasofaringektomi merupakan suatu
operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada
nasofaring yang tidakberhasil diterapi dengan cara lain.
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-
Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi
Radioterapi
Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit-penyakit maligna dengan menggunakan sinar
peng-ion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin dan memelihara
jaringan sehat di sekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu berat. Karsinoma
nasofaring bersifat radioresponsif sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting.12
Radiasi pada jaringan dapat menimbulkan ionisasi air dan elektrolit dari cairan tubuh baik
intra maupun ekstra seluler, sehingga timbul ion H+ dan OH- yang sangat reaktif. Ion itu
dapat bereaksi dengan molekul DNA dalam kromosom, sehingga dapat terjadi :
1. Rantai ganda DNA pecah
2. Perubahan cross-linkage dalam rantai DNA
3. Perubahan base yang menyebabkan degenerasi atau kematian sel.14
Dosis lethal dan kemampuan reparasi kerusakan pada sel-sel kanker lebih rendah dari sel-sel
normal, sehingga akibat radiasi sel-sel kanker lebih banyak yang mati dan yang tetap rusak
dibandingkan dengan sel-sel normal.Sel-sel yang masih tahan hidup akan mengadakan
reparasi kerusakan DNA-nya sendiri-sendiri. Kemampuan reparasi DNA sel normal lebih baik
dan lebih cepat dari sel kanker. Keadaan ini dipakai sebagai dasar untuk radioterapi pada
kanker.Pada kongres Radiologi Internasional ke VIII tahun 1953, ditetapkan RAD (Radiation
Absorbed Dose) sebagai banyaknya energi yang di serap per unit jaringan. Saat ini unit
Sistem Internasional ( SI ) dari dosis yang di absorpsi telah diubah menjadi Gray (Gy) dan
satuan yang sering dipakai adalah satuan centi gray (cGy)
1 Gy = 100 rad
1 rad = 1 cGy = 10-2 Gy.13,14
Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons terhadap penyinaran sangat
tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin berkurang responsnya.
Untuk stadium I dan II, diperoleh respons komplit 80% .100% dengan terapi radiasi.
Sedangkan stadium III dan IV, ditemukan angka kegagalan respons lokal dan metastasis jauh
yang tinggi, yaitu 50% - 80%. Angka ketahanan hidup penderita karsinoma nasofaring
tergantung beberapa faktor, diantaranya yang terpenting adalah stadium penyakit.12
Qin dkk, melaporkan angka harapan hidup rata-rata 5 tahun dari 1379 penderita yang
diberikan terapi radiasi adalah 86%, 59%, 49% dan 29% pada stadium I, II, III dan IV.12
a. Persiapan / perencanaan sebelum radioterapi
Sebelum diberi terapi radiasi, dibuat penentuan stadium klinik, diagnosis histopatologik,
sekaligus ditentukan tujuan radiasi, kuratif atau paliatif. Penderita juga dipersiapkan secara
mental dan fisik. Pada penderita, bila perlu juga keluarganya diberikan penerangan mengenai
perlunya tindakan ini, tujuan pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama periode
pengobatan.Pemeriksaan fisik dan laboratorium sebelum radiasi dimulai adalah mutlak.
Penderita dengan keadaan umum yang buruk, gizi kurang atau demam tidak diperbolehkan
untuk radiasi, kecuali pada keadaan yang mengancam hidup penderita, seperti obstruksi jalan
makanan, perdarahan yang masif dari tumor, radiasi tetap dimulai sambil memperbaiki
keadaan umum penderita. Sebagai tolok ukur, kadar Hb tidak boleh kurang dari 10 gr
%,jumlah lekosit tidak boleh kurang dari 3000 per mm3 dan rombosit 100.000 per uL.
b. Penentuan batas-batas lapangan radiasi
Tindakan ini merupakan salah satu langkah yang terpenting untuk menjaminberhasilnya suatu
radioterapi. Lapangan penyinaran meliputi daerah tumor primer dansekitarnya / potensi
penjalaran perkontinuitatum serta kelenjar-kelenjar getahbening regional.
Untuk tumor stadium I dan II, daerah-daerah dibawah ini harus disinari :
1. Seluruh nasofaring
2. Seluruh sfenoid dan basis oksiput
3. Sinus kavernosus
4. Basis kranii, minimal luasnya 7 cm2 meliputi foramen ovale, kanalis karotikus
dan foramen jugularis lateral.
5. Setengah belakang kavum nasi
6. Sinus etmoid posterior
7. 1/3 posterior orbit
8. 1/3 posterior sinus maksila
9. Fossa pterygoidea
10. Dinding lateral dan posterior faring setinggi fossa midtonsilar
11. Kelenjar retrofaringeal
12. Kelenjar servikalis bilateral termasuk jugular posterior, spinal aksesori dan
supraklavikular.
Apabila ada perluasan ke kavum nasi atau orofaring ( T3 ) seluruh kavum nasi danorofaring
harus dimasukkan dalam lapangan radiasi. Apabila perluasan melalui dasartengkorak sudah
mencapai rongga kranial, batas atas dari lapangan radiasi terletakdi atas fossa pituitary.
Apabila penyebaran tumor sampai pada sinus etmoid danmaksila atau orbit, seluruh sinus atau
orbit harus disinari. Kelenjar limfe sub mentaldan oksipital secara rutin tidak termasuk,
kecuali apabila ditemukan limfadenopatiservikal yang masif atau apabila ada metastase ke
kelenjar sub maksila.Secara garis besar, batas-batas lapangan penyinaran adalah :
- Batas atas : meliputi basis kranii, sella tursika masuk dalam lapangan
radiasi.
- Batas depan : terletak dibelakang bola mata dan koana
- Batas belakang : tepat dibelakang meatus akustikus eksterna, kecuali bila
terdapat
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring.
Biopsi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulul.
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi
dimasukkan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam
diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi.
Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui
hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersamasama
ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung di sebelahnya,
sehingga palatum mole tertarik ke atas.
Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat
tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut,
massa tumor akan terlihal lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan dengan
analgesia topikal dengan Xylocain 10%.(1)

TERAPI
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan
megavoltage dan pengaturan dengan komputer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat
berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kerRot~rapi, seroterapi,
vaksin dan anti virus.
Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih
tetap terbaik sebagai terapi ajuvan (tambahan). Berbagai macam kombinasi dikembangkan,
yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti.
Pemberian ajuvan kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil sedang
dikembangkan di Departemen THT FKUI dengan hosil sementara yang cukup memuaskan.
Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin
Jon cis-patinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi membi'lrikan harapan
kcsembuhan lebih baik.
Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari belum
dil)erikan radiasi yang bersifat "radiosensitizer" memperlihatkan hasil yang memberi harapan
akan kesembuhan total pasien karsiI noma nasofaring.
Pengobatan pembedahan diseksi leher lilll'radika' dilakukan terhadap benjolan di leher : I yang
lidak menghilang pada penyinaran (re,!I; I sidu) alou timbul kembali setelah penyinaran . I ,I
selesai, telapi dengan syarat tumor induknya ~ III' sudah hilang yang dibuktikan dengan peme~
'I 'Ii riksaan radiologik dan serologi, serta tidak L'I; I. I ditemukan adanya metastasis jauh.
'Ilii Operasi tumor induk sisa (residu) atau I I, kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering
timbul komplikasi yang berat akibat operasi (1)

Perawatan paliatif
Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa kering
disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran.
Tidak banyak yang dapat dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyaK
membawa minuman kemana pun
pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang
keluarnya air liur.Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur. rasa kaku di
daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan
dan kadang-kadang muntah atau rasa mual.
Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana tumor tetap
ada (residu) atau kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul metastasis jauh pasea
pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut di atas tidak banyak
tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Perawatan paliatif di indikasikan langsung terhadap pengurangan rasa
nyeri, mengontrol gejala dan memperpanjang usia. Radiasi sangat efektif untuk mengurangi
nyeri akibat metastasis tulang. Pasien akhirnya meninggal akibat keadaan umum yang buruk,
perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi
alat-alat vital akibat metastasis tumor.
Follow-Up
Tidak seperti keganasan kepala leher yang lainnya, KNF mempunyai risiko terjadinya
rekurensi, dan follow-up jangka panjang diperlukan. Kekambuhan tersering terjadi kurang dari
5 tahun, 5-15% kekambuhan seringkali terjadi antara 5-10 tahun. Sehingga pasien KNF perlu di
follow up setidaknya 10 tahun setelah terapi(1)

PENCEGAHAN
Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi.
Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan risiko tinggi ke tempat lainnya.
Penerangan akan kebiasaan hid up yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk
mencegah akibat yang timbul dari bahanbahan yang berbahaya, Penyuluhan mengenai
lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal(1)

PENGOBATAN
Sampai dengan saat ini dasar pengobatan KNF yang masih terbatas pada daerah kepala dan
leher adalah terapi radiasi. Kombinasi pengobatan dengan khemoterapi diperlukan apabila
kankersudah tumbuh sedemikian besarnya sehingga menyulitkan tindakan radioterapi. Di
samping itu pemberian khemoterapi diharapkan dapat meningkatkan kepekaan jaringan tumor
terhadap radiasi serta membunuh sel sel kanker yang sudah berada di luar jangkauan
radioterapi.
Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna, dapat menggunakan pesawat kobalt (Co
60) atau dengan akselerator linier (Linear Accelerator atau Linac). Radiasi ini ditujukan pada
kanker primer di daerah nasofaring dan ruang parafaringeal serta pada daerah aliran getah
bening leher atas, bawah serta klavikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap dilakukan
sebagai tindakan preventif sekalipun tidak dijumpai pembesaran kelenjar.Metode brakhiterapi,
yakni dengan memasukkan sumber radiasi ke dalam rongga nasofaring saat ini banyak
digunakan guna memberikan dosis maksimal pada tumor primer tetapi tidak menimbulkan
cedera yang serius pada jaringan sehat di sekitarnya. Kombinasi ini diberikan pada kasus kasus
yang telah memperoleh dosis radiasi eksterna maksimum tetapi masih dijumpai sisa jaringan
kanker atau pada kasus kambuh lokal. Perkembangan teknologi pada dasawarsa terakhir telah
memungkinkan pemberian radiasi yang sangat terbatas pada daerah nasofaring dengan
menimbulkan efek samping sesedikit mungkin. Metode yang disebut sebagai IMRT (Intensified
Modulated Radiation Therapy) telah digunakan di beberapa negara maju. Bahkan saat ini
Malaysia dan Filipina telah memilikinya.
Penatalaksanaan pembedahan tidak mempunyai peranan pada KNF mengingat lokasi tumor
yang melekat erat pada mukosa dasar tengkorak.(2)

EFEK SAMPING RADIASI


Radiasi pada daerah kepala dan leher khususnya nasofaring mau tidak mau akan
mengikutsertakan sebagian besar mukosa mulut dan kelenjar parotis. Akibatnya dalam keadaan
akut akan terjadi efek samping pada mukosa mulut berupa mukositis yang dirasa pasien sebagai
nyeri telan, mulut kering dan hilangnya cita rasa (taste). Keadaan ini seringkali diperparah oleh
timbulnya infeksi jamur pada mukosa lidah serta palatum. Setelah radiasi selesai maka efek
samping akut di atas akan menghilang dengan pengobatan simptomatik. Akibat kelenjar parotis
terkena radiasi dosis tinggi terjadilah disfungsi berupa menurunnya alir saliva yang akan diikuti
(2)
KANKER PARU
Adalah Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru; tetapi kanker
paru-paru bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru-paru.
Kanker paru-paru merupakan kanker yang paling sering terjadi, baik pada pria maupun wanita.
Kanker paru-paru juga merupakan penyebab utama dari kematian akibat kanker.

Jenis Kanker Paru-paru


Lebih dari 90% kanker paru-paru berawal dari bronki (saluran udara besar yang masuk ke paru-
paru), kanker ini disebut karsinoma bronkogenik, yang terdiri dari:
- Karsinoma sel skuamosa
- Karsinoma sel kecil atau karsinoma sel gandum
- Karsinoma sel besar
- Adenokarsinoma.

Karsinoma sel alveolar berasal dari kantong udara (alveoli) di paru-paru. Kanker ini bisa
merupakan pertumbuhan tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paru-
paru.
Tumor paru-paru yang lebih jarang terjadi adalah:
- Adenoma (bisa ganas atau jinak)
- Hamartoma kondromatous (jinak)
-Sarkoma(ganas)

Limfoma merupakan kanker dari sistem getah bening, yang bisa berasal dari paru-paru atau
merupakan penyebaran dari organ lain.
Banyak kanker yang berasal dari tempat lain menyebar ke paru-paru. Biasanya kanker ini
berasal dari payudara, usus besar, prostat, ginjal, tiroid, lambung, leher rahim, rektum, buah
zakar, tulang dan kulit.

Tingkatan

Stadium I Pertumbuhan kanker masih terbatas pada paru-paru dan dikelilingi oleh
jaringan paru-paru
Stadium II Kanker telah menyebar dekat kelenjar getah bening
Stadium III Kanker telah menyebar keluar paru-paru
Stadium IIIa Kanker dapat dicabut dengan operasi bedah
Stadium IIIb Kanker tidak dapat dicabut dengan operasi bedah
Stadium IV Kanker telah menyebar dari tempat pertumbuhan awal ke bagian tubuh
lainnya. Kondisi ini dinamai metastase
PENYEBABNYA

Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan
sekitar 70% pada wanita.
Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin besar resiko untuk menderita kanker paru-paru.

Hanya sebagian kecil kanker paru-paru (sekitar 10%-15% pada pria dan 5% pada wanita) yang
disebabkan oleh zat yang ditemui atau terhirup di tempat bekerja.
Bekerja dengan asbes, radiasi, arsen, kromat, nikel, klorometil eter, gas mustard dan pancaran
oven arang bisa menyebabkan kanker paru-paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja
yang juga merokok.

Peranan polusi uadara sebagai penyebab kanker paru-paru masih belum jelas.
Beberapa kasus terjadi karena adanya pemaparan oleh gas radon di rumah tangga.

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang
yang paru-parunya telah memiliki jaringan parut karena penyakit paru-paru lainnya, seperti

tuberkulosis dan fibrosis.

Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan
sekitar 70% kasus pada wanita. Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin besar resiko
untuk menderita kanker paru-paru.

Hanya sebagian kecil kanker paru-paru (sekitar 10%-15% pada pria dan 5% pada wanita) yang
disebabkan oleh zat yang ditemui atau terhirup di tempat bekerja. Bekerja dengan asbes,
radiasi, arsen, kromat, nikel, klorometil eter, gas mustard dan pancaran oven arang

bisa menyebabkan kanker paru-paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja
yang juga merokok.

Peranan polusi udara sebagai penyebab kanker paru-paru masih belum jelas.
Beberapa kasus terjadi karena adanya pemaparan oleh gas radon di rumah tangga.

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi
pada orang yang paru-parunya telah memiliki jaringan parut akibat penyakit paru-paru
lainnya, seperti tuberkulosis dan fibrosis.

GEJALA
Gejala kanker paru-paru tergantung kepada jenis, lokasi dan cara penyebarannya.

Biasanya gejala utama adalah batuk yang menetap.


Penderita bronkitis kronis yang menderita kanker paru-paru seringkali menyadari bahwa
batuknya semakin memburuk.

Dahak bisa mengandung darah.


Jika kanker tumbuh ke dalam pembuluh darah dibawahnya, bisa menyebabkan perdarahan
hebat.

Kanker bisa menyebabkan bunyi mengi karena terjadi penyempitan saluran udara di dalam
atau di sekitar tempat tumbuhnya kanker.
Penyumbatan bronkus bisa menyebabkan kolaps pada bagian paru-paru yang merupakan
percabangan dari bronkus tersebut, keadaan ini disebut atelektasis
Akibat lainnya adalah pneumonia dengan gejala berupa batuk, demam, nyrei dada dan sesak
nafas.

Jika tumor tumbuh ke dalam dinding dada, bisa menyebabkan nyeri dada yang menetap.

Gejala yang timbul kemudian adalah hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan dan
kelemahan.
Kanker paru seringkali menyebabkan penimbunan cairan di sekitar paru-paru (efusi pleura),
sehingga penderita mengalami sesak nafas.
Jika kanker menyebar di dalam paru-paru, bisa terjadi sesak nafas yang hebat, kadar oksigen
darah yang rendah dan gagal jantung.

Kanker bisa tumbuh ke dalam saraf tertentu di leher, menyebabkan terjadinya sindroma
Horner, yang terdiri dari:
- penutupan kelopak mata
- pupil yang kecil
- mata cekung
- berkurangnya keringat di salah satu sisi wajah.

Kanker di puncak paru-paru bisa tumbuh ke dalam saraf yang menuju ke lengan sehingga
lengan terasa nyeri, mati rasa dan lemah. Kerusakan juga bisa terjadi pada saraf pita suara
sehingga suara penderita menjadi serak.
Kanker bisa tumbuh secara langsung ke dalam kerongkongan, atau tumbuh di dekat
kerongkongan dan menekannya, sehingga terjadi gangguan menelan. Kadang terbentuk
saluran abnormal (fistula) diantara kerongkongan dan bronki, menyebabkan batuk hebat
selama proses menelan berlangsung, karena makanan dan cairan masuk ke dalam paru-paru.

Kanker paru-paru bisa tumbuh ke dalam jantung dan menyebabkan:


- Irama jantung yang abnormal
- Pembesaran jantung
- Penimbunan cairan di kantong perikardial.
Kanker juga bisa tumbuh di sekitar vena kava superior. Penyumbatan vena ini menyebabkan
darah mengalir kembali ke atas, yaitu ke dalam vena lainnya dari bagian tubuh sebelah atas:
- Vena di dinding dada akan membesar
- Wajah, leher dan dinding dada sebelah atas (termasuk payudara) akan membengkak dan
tampak berwarna keunguan.
Keadaan ini juga menyebabkan sesak nafas, sakit kepala, gangguan penglihatan, pusing dan
perasaan mengantuk. Gejala tersebut biasanya akan memburuk jika penderita membungkuk
ke depan atau berbaring.

Kanker paru-paru juga bisa menyebar melalui aliran darah menuju ke hati, otak, kelenjar
adrenal dan tulang. Hal ini bisa terjadi pada stadium awal, terutama pada karsinoma sel kecil.
Gejalanya berupa gagal hati, kebingungan, kejang dan nyeri tulang; yang bisa timbul sebelum
terjadinya berbagai kelainan paru-paru, sehingga diagnosis dini sulit ditegakkan.

Beberapa kanker paru-paru menimbulkan efek di tempat yang jauh dari paru-paru, seperti
kelainan metabolik, kelainan saraf dan kelainan otot (sindroma paraneoplastik).
Sindroma ini tidak berhubungan dengan ukuran maupun lokasi dari kanker dan tidak selalu
menunjukkan bahwa kanker telah menyebar keluar dada; sindroma ini disebabkan oleh bahan
yang dikeluarkan oleh kanker.
Gejalanya bisa merupakan petanda awal dari kanker atau merupakan petunjuk awal bahwa
kanker telah kembali, setelah dilakukannya pengobatan.
Salah satu contoh dari sindroma paraneoplastik adalah sindroma Eaton-Lambert, yang
ditandai dengan kelemahan otot yang luar biasa. Contoh lainnya adalah kelemahan otot dan
rasa sakit karena peradangan (polimiositis), yang bisa disertai dengan peradangan kulit
(dermatomiositis).

Beberapa kanker paru-paru melepaskan hormon atau bahan yang menyerupai hormon,
sehingga terjadi kadar hormon yang tinggi.
Karsinoma sel kecil menghasilkan kortikotropin (menyebabkan sindroma Cushing) atau
hormon antidiuretik (menyebabkan penimbunan cairan dan kadar natrium yang rendah di
dalam darah).
Pembentukan hormon yang berlebihan juga bisa menyebabkan sindroma karsinoid, yaitu
berupa kemerahan, bunyi nafas mengi, diare dan kelainan katup jantung.
Karsinoma sel skuamosa melepaskan bahan menyerupai hormon yang menyebabkan kadar
kalsium darah sangat tinggi.

Sindroma hormonal lainnya yang berhubungan dengan kanker paru-paru adalah:


- pembesaran payudara pada pria (ginekomastia)
- kelebihan hormon tiroid (hipertiroidisme)
- perubahan kulit (kulit di ketiak menjadi lebih gelap).
Kanker paru-paru juga bisa menyebabkan perubahan bentuk jari tangan dan jari jkaki dan
perubahan pada ujung tulang-tulang panjang, yang bisa terlihat pada roentgen
DIANGNOS
Jika seseorang (terutama perokok) mengalami batuk yang menetap atau semakin memburuk
atau gejala paru-paru lainnya, maka terdapat kemungkinan terjadinya kanker paru-paru.
Kadang petunjuk awalnya berupa ditemukannya bayangan pada rontgen dada dari seseorang
yang tidak menunjukkan gejala. Rontgen dada bisa menemukan sebagian besar tumor paru-
paru, meskipun tidak semua bayangan yang terlihat merupakan kanker.

Biasanya dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari contoh jaringan, yang kadang berasal dari
dahak penderita (sitologi dahak). Untuk mendapatkan jaringan yang diperlukan, dilakukan
bronkoskopi.

CT scan bisa menunjukkan bayangan kecil yang tidak tampak pada foto rontgen dada dan bisa
menunjukkan adanya pembesaran kelenjar getah bening.
Untuk mengetahui adanya penyebaran ke hati, kelenjar adrenal atau otak, dilakukan CT scan
perut dan otak.

Penyebaran ke tulang bisa dilihat melalui skening tulang. Kadang dilakukan biopsi sumsum
tulang, karena karsinoma sel kecil cenderung menyebar ke sumsum tulang

Penggolongan (stadium) kanker dilakukan berdasarkan:


- Ukuran tumor
- Penyebaran ke kelenjar getah bening di dekatnya
- Penyebaran ke organ lain.
Stadium ini digunakan untuk menentukan jenis pengobatan yang akan dilakukan dan ramalan
penyakit pada penderita

PENGOBATAN
Tumor bronkial jinak biasanya diangkat melalui pembedahan karena bisa menyumbat bronki
dan lama-lama bisa menjadi ganas.
Kadang dilakukan pembedahan pada kanker selain karsinoma sel kecil yang belummenyebar.
Sekitar 10-35% kanker bisa diangkat melalui pembedahan, tetapi pembedahan tidak selalu
membawa kesembuhan.

Sekitar 25-40% penderita tumor yang terisolasi dan tumbuh secara perlahan, memiliki harapan
hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Penderita ini harus melakukan
pemeriksaan rutin karena kanker paru-paru kambuh kembali pada 6-12% penderita yang telah
menjalani pembedahan.

Sebelum pembedahan, dilakukan tes fungsi paru-paru untuk menentukan apakah paru-paru
yang tersisa masih bisa menjalankan fungsinya dengan baik atau tidak. Jika hasilnya jelek,
maka tidak mungkin dilakukan pembedahan.
Pembedahan tidak perlu dilakukan jika:
- Kanker telah menyebar keluar paru-paru
- Kanker terlalu dekat dengan trakea
- Penderita memiliki keadaan yang serus (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru
yang berat).

Terapi penyinaran dilakukan pada penderita yang tidak dapat menjalani pembedahan karena
mereka memiliki penyakit lain yang serius.
Tujuan dari penyinaran adalah memperlambat pertumbuhan kanker, bukan untuk
penyembuhan. Terapi penyinaran juga bisa mengurangi nyeri otot, sindroma vena kava
superior dan penekanan saraf tulang belakang. Tetapi terapi penyinaran bisa menyebabkan
peradang paru-paru (pneumonitis karena penyinaran), dengan gejala berupa batuk, sesak nafas
dan demam. Gejala ini bisa dikurangi dengan corticosteroid (misalnya prednisone).

Pada saat terdiagnosis, karsinoma sel kecil hampir selalu telah menyebar ke bagian tubuh
lainnya, sehingga tidak mungkin dilakukan pembedahan. Kanker ini diobati dengan
kemoterapi, kadang disetai terapi penyinaran.

Penderita kanker paru-paru banyak yang mengalami penurunan fungsi paru-paru. Untuk
mengurangi gangguan pernafasan bisa diberikan terapi oksigen dan obat yang melebarkan
saluran udara (bronkodilator)

PERAWATAN

kanker paru-paru biasanya dirawat tidak hanya dengan satu terapi tetapi dengan
menggunakan kombinasi dari berbagai terapi.

- Bedah, yakni dengan mengangkat sel-sel kanker.


- Radioterapi, teknik yang menggunakan sinar X dosis tinggi. Penyinaran ini dapat
dilakukan dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh dengan mendekatkan zat radioaktif
pada tumor.
- Kemoterapi, pengobatan dengan menggunakan obat keras yangd apat membunuh sel
kanker namun juga dapat membunuh sel normal.
- terapi Photodynamic, merupakan cara perawatan baru, sering digunakna dalam
percobaan klinis.
- Immunoterapi, penggunaan obat-obatan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh agar
menyerang kanker dalam tubuh.
- Terapi gen merupakan metode membasmi mutasi genetika yangmenjadi penyebab
kanker.
- Penggunaan obat
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai