MODUL VII
SISTEM RESPIRATORIUS
SKENARIO 6 :
CANCER???
TUTOR : dr.Mustafa
UNIVERSITAS ABULYATAMA
2008
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN TUTORIAL KEGIATAN PBL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
Nama Kelompok : A4
Modul : VII
Skenario : 6
Tutor Pembimbing : dr.Mustafa
Ketua Tutorial : Ruly Purnama Sari Hrp
Screber : Rahmi Fitriana Z
Notulen : Safrina
Anggota : Nina Isnani Tiara
Firman Julizal
Rian Permana Putra
Irvandi Ahmad Putra
Dedi Sumantri
Evans Adhitya
Munawir Reza
Dwi Rahmayanto
Andespi Ridho Putra
Nurrul Asni
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor
ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor
ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat
pertama Tumor ini berasal dari fossa Rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah
transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa Survei yang dilakukan
oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara “pathology based” mendapatkan angka
prevalensi karsinoma nasofaring 4,7 per100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000
kasus per tahun di seluruh Indonesia. Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini
masih merupakan suatu problem, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini
yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi, sehingga diagnosis sering terlambat.
Pada stadium dini, radioterapi masih merupakan pengobatan pilihan yang dapat diberikan
secara tunggal dan memberikan angka kesembuhan yang cukup tinggi. Pada stadium lanjut,
diperlukan terapi tambahan kemoterapi yang dikombinasikan dengan radioterapi.
SKENARIO 6
CANCER???
Denis, seorang laki-laki, 54 tahun, warga negara Cina, mengeluh sejak lama hidung
terasa tersumbat, sering mimisan, telinga sebelah kanan berdenging dan pendengaran
berkurang. Tidak ada keluhan pandangan kabur. Pasien menyangkal adanya riwayat
trauma, pembedahan, pemakaian obat-obatan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
benjolan pada limfonodi leher bilateral.Berdasarkan hasil pemeriksaan biopsi kelenjar
limfe leher, dokter akhirnya memutuskan untuk mulai melakukan radioterapi.
TAHAP I IDENTIFIKASI ISTILAH
- Carsinoma nasofaring yaitu pertumbuhan baru pada nasofaring yang ganas dan
terdiri dari sel-sel epitel yang cenderung menginfiltrasikan jaringan sekitarnya
dan menimbulkan metasfasis.
- Anamnesis
Nama : Dennis
Jenis kelamin : laki – laki
Suku : cina
KU : hidung tersumbat
: mimisan
: telinga kanan berdengung (pendengran berkurang)
Pemeriksaan Fisik : pembesaran limfenodi leher bilateral
Pemeriksaan penunjang : biopsi
Terapi dianjurkan melakukan radioterapi.
TAHAP IV STRUKTURISASI
Hidung Telinga
Pemeriksaan
Fisik Penunjang
Radioterapi
ANATOMI
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral yang
secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan
gangguan yang sering timbul. Ke arah posterior dinding nasofaring melengkung ke supero-
anterior dan terletak di bawah os sfenoid,sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan
dengan ruang retrofaring, fasia pre vertebralis dan otot-otot dinding faring. Pada dinding
lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius dimana orifisium ini dibatasi superior dan
posterior oleh torus tubarius, sehingga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan
sumbatan orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran. Ke arah
posterosuperior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang merupakan lokasi
tersering karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa
yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa, dimana pada usia muda dinding postero-
superior nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini disebabkan karena adanya jaringan
adenoid.Di nasofaring terdapat banyak saluran getah bening yang terutama mengalir ke lateral
bermuara di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere).
KARSINOMA NASOFARING
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak
ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma
nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring
(16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Berdasar
data Laboratorium Patologi Anatomik tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam
kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri,
tumor payudara, tumor getah bening dan tumor.
Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena nasofaring
tersembunyi di belakang tabir langitlangit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta
berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke
posterior leher.
oleh karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli, seringkali
tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan
sebagai gejala pertama.
Sangat mencolok perbedaan prognosis (angka bertahan hidup 5 tahun) dari stadium awal
dengan stadium lanjut, yaitu 76,9%untuk stadium I, 56.0% untuk stadium II, 38.4% untuk
stadium III dan hanya 16.4% untuk stadium IV.
Untuk dapat berperan dalam pencegahan, deteksi dini dan rehabilitasi perlu diketahui seluruh
aspeknya, antara lain epidemiologi, etlologi, diagnostik, pemeriksaan serologi, histopatolagi,
terapi dan pencegahan, serta perawatan paliatif pasien yang pengobatannya tidak berhasil
baik.(1)
Stadium
Untuk penentuan stadium dipakai sistem TNM menurut UICC (2002).
T = Tumor primer.
To = Tidak tampak tumor.
T1 = Tumor terbatas di nasofaring
T2 = Tumor meluas ke jaringan lunak
T2a = Perluasan tumor ke orofaring dan / atau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring*
T2b = Disertai perluasan ke parafaring
T3 = Tumor menginvasi struktur tulang dan atau sinus paranasal
T4 = Tumor dengan perluasan intrakranial dan/ atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa
infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator
Catatan; Perluasan parafaring menunjukkan inflltrasi tumor ke arah postero~lateral melebihi
fasia faring-basilar
N = Pembesaran kelenjar getah bening regional
NX =Pembesaran Kelenjar Getah Bening tidak dapat dinilai
No = Tidak ada pembesaran.
N1 = Metastasi kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama
dengan 6 em, di atas fossa supraklavikula
N2 = Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama
dengan 6 em, di atas fossa supraklavikula
N3 = Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6 em, atau
terletak di dalamfossa supraklavikula
N3a: ukuran lebih dari 6 em
N3b: di dalam fossa supraklavikula
Catatan: kelenjar yang terletak di daerah midline dianggap sebagai kelenjar ipsilateral.
M = Metastasis jauh Mx- metastasis jauh tidak dapat dinilai
Mo =Tidak ada metastasis jauh.
M1 = Terdapat -metastasis jauh.
Stadium 0 T1s NO MO
Stadium I T1 NO MO
Stadium IIA T2a NO MO
Stadium llB T1 N1 MO
T2a N1 MO
T2b NO,N1 MO
Stadium III T1 N2 MO
T2a,T2b N2 MO
T3 N2 MO
Stadium IVa T4 NO,N1,N2 MO
Stadium IVb semua T N3 MO
Stadium IVe semua T semua N MI
Penatalaksanaan
1- Stadium I: Radioterapi
2- Stadium II & III: Kemoradiasi
3- Stadium IV dengan N< 6 cm: Kemoradiasi
4- Stadium IV dgn N > 6 cm: Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi(1)
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan
karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring adalah
radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
2. Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata dapat meningkatkan
hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh.
3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan
nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau
adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primersudah dinyatakan bersih yang
dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik danserologi Nasofaringektomi merupakan suatu
operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada
nasofaring yang tidakberhasil diterapi dengan cara lain.
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-
Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi
Radioterapi
Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit-penyakit maligna dengan menggunakan sinar
peng-ion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin dan memelihara
jaringan sehat di sekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu berat. Karsinoma
nasofaring bersifat radioresponsif sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting.12
Radiasi pada jaringan dapat menimbulkan ionisasi air dan elektrolit dari cairan tubuh baik
intra maupun ekstra seluler, sehingga timbul ion H+ dan OH- yang sangat reaktif. Ion itu
dapat bereaksi dengan molekul DNA dalam kromosom, sehingga dapat terjadi :
1. Rantai ganda DNA pecah
2. Perubahan cross-linkage dalam rantai DNA
3. Perubahan base yang menyebabkan degenerasi atau kematian sel.14
Dosis lethal dan kemampuan reparasi kerusakan pada sel-sel kanker lebih rendah dari sel-sel
normal, sehingga akibat radiasi sel-sel kanker lebih banyak yang mati dan yang tetap rusak
dibandingkan dengan sel-sel normal.Sel-sel yang masih tahan hidup akan mengadakan
reparasi kerusakan DNA-nya sendiri-sendiri. Kemampuan reparasi DNA sel normal lebih baik
dan lebih cepat dari sel kanker. Keadaan ini dipakai sebagai dasar untuk radioterapi pada
kanker.Pada kongres Radiologi Internasional ke VIII tahun 1953, ditetapkan RAD (Radiation
Absorbed Dose) sebagai banyaknya energi yang di serap per unit jaringan. Saat ini unit
Sistem Internasional ( SI ) dari dosis yang di absorpsi telah diubah menjadi Gray (Gy) dan
satuan yang sering dipakai adalah satuan centi gray (cGy)
1 Gy = 100 rad
1 rad = 1 cGy = 10-2 Gy.13,14
Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons terhadap penyinaran sangat
tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin berkurang responsnya.
Untuk stadium I dan II, diperoleh respons komplit 80% .100% dengan terapi radiasi.
Sedangkan stadium III dan IV, ditemukan angka kegagalan respons lokal dan metastasis jauh
yang tinggi, yaitu 50% - 80%. Angka ketahanan hidup penderita karsinoma nasofaring
tergantung beberapa faktor, diantaranya yang terpenting adalah stadium penyakit.12
Qin dkk, melaporkan angka harapan hidup rata-rata 5 tahun dari 1379 penderita yang
diberikan terapi radiasi adalah 86%, 59%, 49% dan 29% pada stadium I, II, III dan IV.12
a. Persiapan / perencanaan sebelum radioterapi
Sebelum diberi terapi radiasi, dibuat penentuan stadium klinik, diagnosis histopatologik,
sekaligus ditentukan tujuan radiasi, kuratif atau paliatif. Penderita juga dipersiapkan secara
mental dan fisik. Pada penderita, bila perlu juga keluarganya diberikan penerangan mengenai
perlunya tindakan ini, tujuan pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama periode
pengobatan.Pemeriksaan fisik dan laboratorium sebelum radiasi dimulai adalah mutlak.
Penderita dengan keadaan umum yang buruk, gizi kurang atau demam tidak diperbolehkan
untuk radiasi, kecuali pada keadaan yang mengancam hidup penderita, seperti obstruksi jalan
makanan, perdarahan yang masif dari tumor, radiasi tetap dimulai sambil memperbaiki
keadaan umum penderita. Sebagai tolok ukur, kadar Hb tidak boleh kurang dari 10 gr
%,jumlah lekosit tidak boleh kurang dari 3000 per mm3 dan rombosit 100.000 per uL.
b. Penentuan batas-batas lapangan radiasi
Tindakan ini merupakan salah satu langkah yang terpenting untuk menjaminberhasilnya suatu
radioterapi. Lapangan penyinaran meliputi daerah tumor primer dansekitarnya / potensi
penjalaran perkontinuitatum serta kelenjar-kelenjar getahbening regional.
Untuk tumor stadium I dan II, daerah-daerah dibawah ini harus disinari :
1. Seluruh nasofaring
2. Seluruh sfenoid dan basis oksiput
3. Sinus kavernosus
4. Basis kranii, minimal luasnya 7 cm2 meliputi foramen ovale, kanalis karotikus
dan foramen jugularis lateral.
5. Setengah belakang kavum nasi
6. Sinus etmoid posterior
7. 1/3 posterior orbit
8. 1/3 posterior sinus maksila
9. Fossa pterygoidea
10. Dinding lateral dan posterior faring setinggi fossa midtonsilar
11. Kelenjar retrofaringeal
12. Kelenjar servikalis bilateral termasuk jugular posterior, spinal aksesori dan
supraklavikular.
Apabila ada perluasan ke kavum nasi atau orofaring ( T3 ) seluruh kavum nasi danorofaring
harus dimasukkan dalam lapangan radiasi. Apabila perluasan melalui dasartengkorak sudah
mencapai rongga kranial, batas atas dari lapangan radiasi terletakdi atas fossa pituitary.
Apabila penyebaran tumor sampai pada sinus etmoid danmaksila atau orbit, seluruh sinus atau
orbit harus disinari. Kelenjar limfe sub mentaldan oksipital secara rutin tidak termasuk,
kecuali apabila ditemukan limfadenopatiservikal yang masif atau apabila ada metastase ke
kelenjar sub maksila.Secara garis besar, batas-batas lapangan penyinaran adalah :
- Batas atas : meliputi basis kranii, sella tursika masuk dalam lapangan
radiasi.
- Batas depan : terletak dibelakang bola mata dan koana
- Batas belakang : tepat dibelakang meatus akustikus eksterna, kecuali bila
terdapat
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring.
Biopsi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulul.
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi
dimasukkan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam
diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi.
Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui
hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersamasama
ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung di sebelahnya,
sehingga palatum mole tertarik ke atas.
Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat
tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut,
massa tumor akan terlihal lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan dengan
analgesia topikal dengan Xylocain 10%.(1)
TERAPI
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan
megavoltage dan pengaturan dengan komputer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat
berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kerRot~rapi, seroterapi,
vaksin dan anti virus.
Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih
tetap terbaik sebagai terapi ajuvan (tambahan). Berbagai macam kombinasi dikembangkan,
yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti.
Pemberian ajuvan kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil sedang
dikembangkan di Departemen THT FKUI dengan hosil sementara yang cukup memuaskan.
Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin
Jon cis-patinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi membi'lrikan harapan
kcsembuhan lebih baik.
Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari belum
dil)erikan radiasi yang bersifat "radiosensitizer" memperlihatkan hasil yang memberi harapan
akan kesembuhan total pasien karsiI noma nasofaring.
Pengobatan pembedahan diseksi leher lilll'radika' dilakukan terhadap benjolan di leher : I yang
lidak menghilang pada penyinaran (re,!I; I sidu) alou timbul kembali setelah penyinaran . I ,I
selesai, telapi dengan syarat tumor induknya ~ III' sudah hilang yang dibuktikan dengan peme~
'I 'Ii riksaan radiologik dan serologi, serta tidak L'I; I. I ditemukan adanya metastasis jauh.
'Ilii Operasi tumor induk sisa (residu) atau I I, kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering
timbul komplikasi yang berat akibat operasi (1)
Perawatan paliatif
Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa kering
disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran.
Tidak banyak yang dapat dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyaK
membawa minuman kemana pun
pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang
keluarnya air liur.Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur. rasa kaku di
daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan
dan kadang-kadang muntah atau rasa mual.
Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana tumor tetap
ada (residu) atau kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul metastasis jauh pasea
pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut di atas tidak banyak
tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Perawatan paliatif di indikasikan langsung terhadap pengurangan rasa
nyeri, mengontrol gejala dan memperpanjang usia. Radiasi sangat efektif untuk mengurangi
nyeri akibat metastasis tulang. Pasien akhirnya meninggal akibat keadaan umum yang buruk,
perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi
alat-alat vital akibat metastasis tumor.
Follow-Up
Tidak seperti keganasan kepala leher yang lainnya, KNF mempunyai risiko terjadinya
rekurensi, dan follow-up jangka panjang diperlukan. Kekambuhan tersering terjadi kurang dari
5 tahun, 5-15% kekambuhan seringkali terjadi antara 5-10 tahun. Sehingga pasien KNF perlu di
follow up setidaknya 10 tahun setelah terapi(1)
PENCEGAHAN
Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi.
Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan risiko tinggi ke tempat lainnya.
Penerangan akan kebiasaan hid up yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk
mencegah akibat yang timbul dari bahanbahan yang berbahaya, Penyuluhan mengenai
lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal(1)
PENGOBATAN
Sampai dengan saat ini dasar pengobatan KNF yang masih terbatas pada daerah kepala dan
leher adalah terapi radiasi. Kombinasi pengobatan dengan khemoterapi diperlukan apabila
kankersudah tumbuh sedemikian besarnya sehingga menyulitkan tindakan radioterapi. Di
samping itu pemberian khemoterapi diharapkan dapat meningkatkan kepekaan jaringan tumor
terhadap radiasi serta membunuh sel sel kanker yang sudah berada di luar jangkauan
radioterapi.
Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna, dapat menggunakan pesawat kobalt (Co
60) atau dengan akselerator linier (Linear Accelerator atau Linac). Radiasi ini ditujukan pada
kanker primer di daerah nasofaring dan ruang parafaringeal serta pada daerah aliran getah
bening leher atas, bawah serta klavikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap dilakukan
sebagai tindakan preventif sekalipun tidak dijumpai pembesaran kelenjar.Metode brakhiterapi,
yakni dengan memasukkan sumber radiasi ke dalam rongga nasofaring saat ini banyak
digunakan guna memberikan dosis maksimal pada tumor primer tetapi tidak menimbulkan
cedera yang serius pada jaringan sehat di sekitarnya. Kombinasi ini diberikan pada kasus kasus
yang telah memperoleh dosis radiasi eksterna maksimum tetapi masih dijumpai sisa jaringan
kanker atau pada kasus kambuh lokal. Perkembangan teknologi pada dasawarsa terakhir telah
memungkinkan pemberian radiasi yang sangat terbatas pada daerah nasofaring dengan
menimbulkan efek samping sesedikit mungkin. Metode yang disebut sebagai IMRT (Intensified
Modulated Radiation Therapy) telah digunakan di beberapa negara maju. Bahkan saat ini
Malaysia dan Filipina telah memilikinya.
Penatalaksanaan pembedahan tidak mempunyai peranan pada KNF mengingat lokasi tumor
yang melekat erat pada mukosa dasar tengkorak.(2)
Karsinoma sel alveolar berasal dari kantong udara (alveoli) di paru-paru. Kanker ini bisa
merupakan pertumbuhan tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paru-
paru.
Tumor paru-paru yang lebih jarang terjadi adalah:
- Adenoma (bisa ganas atau jinak)
- Hamartoma kondromatous (jinak)
-Sarkoma(ganas)
Limfoma merupakan kanker dari sistem getah bening, yang bisa berasal dari paru-paru atau
merupakan penyebaran dari organ lain.
Banyak kanker yang berasal dari tempat lain menyebar ke paru-paru. Biasanya kanker ini
berasal dari payudara, usus besar, prostat, ginjal, tiroid, lambung, leher rahim, rektum, buah
zakar, tulang dan kulit.
Tingkatan
Stadium I Pertumbuhan kanker masih terbatas pada paru-paru dan dikelilingi oleh
jaringan paru-paru
Stadium II Kanker telah menyebar dekat kelenjar getah bening
Stadium III Kanker telah menyebar keluar paru-paru
Stadium IIIa Kanker dapat dicabut dengan operasi bedah
Stadium IIIb Kanker tidak dapat dicabut dengan operasi bedah
Stadium IV Kanker telah menyebar dari tempat pertumbuhan awal ke bagian tubuh
lainnya. Kondisi ini dinamai metastase
PENYEBABNYA
Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan
sekitar 70% pada wanita.
Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin besar resiko untuk menderita kanker paru-paru.
Hanya sebagian kecil kanker paru-paru (sekitar 10%-15% pada pria dan 5% pada wanita) yang
disebabkan oleh zat yang ditemui atau terhirup di tempat bekerja.
Bekerja dengan asbes, radiasi, arsen, kromat, nikel, klorometil eter, gas mustard dan pancaran
oven arang bisa menyebabkan kanker paru-paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja
yang juga merokok.
Peranan polusi uadara sebagai penyebab kanker paru-paru masih belum jelas.
Beberapa kasus terjadi karena adanya pemaparan oleh gas radon di rumah tangga.
Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang
yang paru-parunya telah memiliki jaringan parut karena penyakit paru-paru lainnya, seperti
Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan
sekitar 70% kasus pada wanita. Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin besar resiko
untuk menderita kanker paru-paru.
Hanya sebagian kecil kanker paru-paru (sekitar 10%-15% pada pria dan 5% pada wanita) yang
disebabkan oleh zat yang ditemui atau terhirup di tempat bekerja. Bekerja dengan asbes,
radiasi, arsen, kromat, nikel, klorometil eter, gas mustard dan pancaran oven arang
bisa menyebabkan kanker paru-paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja
yang juga merokok.
Peranan polusi udara sebagai penyebab kanker paru-paru masih belum jelas.
Beberapa kasus terjadi karena adanya pemaparan oleh gas radon di rumah tangga.
Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi
pada orang yang paru-parunya telah memiliki jaringan parut akibat penyakit paru-paru
lainnya, seperti tuberkulosis dan fibrosis.
GEJALA
Gejala kanker paru-paru tergantung kepada jenis, lokasi dan cara penyebarannya.
Kanker bisa menyebabkan bunyi mengi karena terjadi penyempitan saluran udara di dalam
atau di sekitar tempat tumbuhnya kanker.
Penyumbatan bronkus bisa menyebabkan kolaps pada bagian paru-paru yang merupakan
percabangan dari bronkus tersebut, keadaan ini disebut atelektasis
Akibat lainnya adalah pneumonia dengan gejala berupa batuk, demam, nyrei dada dan sesak
nafas.
Jika tumor tumbuh ke dalam dinding dada, bisa menyebabkan nyeri dada yang menetap.
Gejala yang timbul kemudian adalah hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan dan
kelemahan.
Kanker paru seringkali menyebabkan penimbunan cairan di sekitar paru-paru (efusi pleura),
sehingga penderita mengalami sesak nafas.
Jika kanker menyebar di dalam paru-paru, bisa terjadi sesak nafas yang hebat, kadar oksigen
darah yang rendah dan gagal jantung.
Kanker bisa tumbuh ke dalam saraf tertentu di leher, menyebabkan terjadinya sindroma
Horner, yang terdiri dari:
- penutupan kelopak mata
- pupil yang kecil
- mata cekung
- berkurangnya keringat di salah satu sisi wajah.
Kanker di puncak paru-paru bisa tumbuh ke dalam saraf yang menuju ke lengan sehingga
lengan terasa nyeri, mati rasa dan lemah. Kerusakan juga bisa terjadi pada saraf pita suara
sehingga suara penderita menjadi serak.
Kanker bisa tumbuh secara langsung ke dalam kerongkongan, atau tumbuh di dekat
kerongkongan dan menekannya, sehingga terjadi gangguan menelan. Kadang terbentuk
saluran abnormal (fistula) diantara kerongkongan dan bronki, menyebabkan batuk hebat
selama proses menelan berlangsung, karena makanan dan cairan masuk ke dalam paru-paru.
Kanker paru-paru juga bisa menyebar melalui aliran darah menuju ke hati, otak, kelenjar
adrenal dan tulang. Hal ini bisa terjadi pada stadium awal, terutama pada karsinoma sel kecil.
Gejalanya berupa gagal hati, kebingungan, kejang dan nyeri tulang; yang bisa timbul sebelum
terjadinya berbagai kelainan paru-paru, sehingga diagnosis dini sulit ditegakkan.
Beberapa kanker paru-paru menimbulkan efek di tempat yang jauh dari paru-paru, seperti
kelainan metabolik, kelainan saraf dan kelainan otot (sindroma paraneoplastik).
Sindroma ini tidak berhubungan dengan ukuran maupun lokasi dari kanker dan tidak selalu
menunjukkan bahwa kanker telah menyebar keluar dada; sindroma ini disebabkan oleh bahan
yang dikeluarkan oleh kanker.
Gejalanya bisa merupakan petanda awal dari kanker atau merupakan petunjuk awal bahwa
kanker telah kembali, setelah dilakukannya pengobatan.
Salah satu contoh dari sindroma paraneoplastik adalah sindroma Eaton-Lambert, yang
ditandai dengan kelemahan otot yang luar biasa. Contoh lainnya adalah kelemahan otot dan
rasa sakit karena peradangan (polimiositis), yang bisa disertai dengan peradangan kulit
(dermatomiositis).
Beberapa kanker paru-paru melepaskan hormon atau bahan yang menyerupai hormon,
sehingga terjadi kadar hormon yang tinggi.
Karsinoma sel kecil menghasilkan kortikotropin (menyebabkan sindroma Cushing) atau
hormon antidiuretik (menyebabkan penimbunan cairan dan kadar natrium yang rendah di
dalam darah).
Pembentukan hormon yang berlebihan juga bisa menyebabkan sindroma karsinoid, yaitu
berupa kemerahan, bunyi nafas mengi, diare dan kelainan katup jantung.
Karsinoma sel skuamosa melepaskan bahan menyerupai hormon yang menyebabkan kadar
kalsium darah sangat tinggi.
Biasanya dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari contoh jaringan, yang kadang berasal dari
dahak penderita (sitologi dahak). Untuk mendapatkan jaringan yang diperlukan, dilakukan
bronkoskopi.
CT scan bisa menunjukkan bayangan kecil yang tidak tampak pada foto rontgen dada dan bisa
menunjukkan adanya pembesaran kelenjar getah bening.
Untuk mengetahui adanya penyebaran ke hati, kelenjar adrenal atau otak, dilakukan CT scan
perut dan otak.
Penyebaran ke tulang bisa dilihat melalui skening tulang. Kadang dilakukan biopsi sumsum
tulang, karena karsinoma sel kecil cenderung menyebar ke sumsum tulang
PENGOBATAN
Tumor bronkial jinak biasanya diangkat melalui pembedahan karena bisa menyumbat bronki
dan lama-lama bisa menjadi ganas.
Kadang dilakukan pembedahan pada kanker selain karsinoma sel kecil yang belummenyebar.
Sekitar 10-35% kanker bisa diangkat melalui pembedahan, tetapi pembedahan tidak selalu
membawa kesembuhan.
Sekitar 25-40% penderita tumor yang terisolasi dan tumbuh secara perlahan, memiliki harapan
hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Penderita ini harus melakukan
pemeriksaan rutin karena kanker paru-paru kambuh kembali pada 6-12% penderita yang telah
menjalani pembedahan.
Sebelum pembedahan, dilakukan tes fungsi paru-paru untuk menentukan apakah paru-paru
yang tersisa masih bisa menjalankan fungsinya dengan baik atau tidak. Jika hasilnya jelek,
maka tidak mungkin dilakukan pembedahan.
Pembedahan tidak perlu dilakukan jika:
- Kanker telah menyebar keluar paru-paru
- Kanker terlalu dekat dengan trakea
- Penderita memiliki keadaan yang serus (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru
yang berat).
Terapi penyinaran dilakukan pada penderita yang tidak dapat menjalani pembedahan karena
mereka memiliki penyakit lain yang serius.
Tujuan dari penyinaran adalah memperlambat pertumbuhan kanker, bukan untuk
penyembuhan. Terapi penyinaran juga bisa mengurangi nyeri otot, sindroma vena kava
superior dan penekanan saraf tulang belakang. Tetapi terapi penyinaran bisa menyebabkan
peradang paru-paru (pneumonitis karena penyinaran), dengan gejala berupa batuk, sesak nafas
dan demam. Gejala ini bisa dikurangi dengan corticosteroid (misalnya prednisone).
Pada saat terdiagnosis, karsinoma sel kecil hampir selalu telah menyebar ke bagian tubuh
lainnya, sehingga tidak mungkin dilakukan pembedahan. Kanker ini diobati dengan
kemoterapi, kadang disetai terapi penyinaran.
Penderita kanker paru-paru banyak yang mengalami penurunan fungsi paru-paru. Untuk
mengurangi gangguan pernafasan bisa diberikan terapi oksigen dan obat yang melebarkan
saluran udara (bronkodilator)
PERAWATAN
kanker paru-paru biasanya dirawat tidak hanya dengan satu terapi tetapi dengan
menggunakan kombinasi dari berbagai terapi.