Anda di halaman 1dari 43

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Judul

Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Stroke/ Cerebro Vaskuler Accident

(CVA) di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Fatimah Banyuwangi.

1.2 Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani

secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak

yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada

siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2014).

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat

akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung

selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang

jelas selain vaskuler.

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak

(Corwin, 2014). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang

diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi

penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2013).

Jumlah penderita Stroke di Indonesia terbanyak dan menduduki urutan pertama di

Asia dan keempat didunia, setelah India, Cina, dan Amerika Berdasarkan data terbaru

dan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas 2013), stroke merupakan penyebab

kematian utama di Indonesia.Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga


2

kesehatan sebesar 7,0 per mil dan yang berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau

gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis

oleh nakes. Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda

tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global),

dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat 2menyebabkan

kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (Israr, 2013). Setiap tahun, hampir

700.000 orang Amerika mengalami stroke, dan stroke mengakibatkan hampir 150.000

kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan

setiap 4 detik terjadi kematian akibat stroke. Pada suatu saat, 5,8 juta orang di Amerika

Serikat mengalami stroke, yang mengakibatkan biaya kesehatan berkenaan dengan stroke

mendekati 70 miliar dolar per tahun. Pada tahun 2012, Amerika telah menghabiskan $

73,7 juta untuk menbiayai tanggungan medis dan rehabilitasi akibat stroke.Selain itu,

11% orang Amerika berusia 55-64tahunmengalami infark serebral silent; prevalensinya

meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun dan 43% pada usia 85 tahun

(Medicastore,2013).

Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di

Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti

Jawa Timur sebesar 16 per mil. Terjadi peningkatan prevalensi stroke berdasarkan

wawancara (berdasarkan jawaban responden yang pernah didiagnosis nakes dan gejala)

juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi 12,1 per1000 (2013) (Riskesdas 2013).

Rumah Sakit Islam Fatimah Banyuwangi merupakan salah satu RSI rujukan di

Kabupaten Banyuwangi. Dilaporkan bahwa jumlah pasien dengan kasus penyakit CVA

yang MRS di bulan Juni sampai Agustus 2018 sampai dengan 18 September 2018
3

melalui Instalasi Gawat Darurat adalah sebanyak 83 orang. Patogenesis timbulnya CVA

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark

bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan

adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah

yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada

gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena

gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/

cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak

arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan

lambat atau terjadi turbulensi.

Keberhasilan pengobatan pada pasien CVA tergantung pada dukungan dari

keluarga. Tidak ada upaya dari diri sendiri atau motivasi dari keluarga yang kurang

memberikan dukungan untuk menjaga pola kehidupan akan mencetuskan kekambuhan

berulang. Penatalaksanaan yang dapat digunakan untuk mengatasi pasien dengan CVA

terbagi melalui farmakologi dan nonfarmakologi, dari segi nonfarmakologi klien dapat

dilakukan dengan menjaga istirahat, diet rendah kolesterol, tinggi protein, rendah

karbohidrat, rendah lemak, dan hindari merokok sedagkan yang harus dilakukan

menggunakan farmakologi adalah dengan pengobatan konservatif, terapi pembedahan,

penatalaksanaan keperawatan.
4

1.3 Tujuan Penelitian

1) Tujuan Umum

Tujuan umum dari studi kasus ini adalah penulis mampu menerapkan asuhan

keperawatan pada Ny. S dengan Stroke/ Cerebro Vaskuler Accident (CVA) di Instalasi

Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Fatimah Banyuwangi.

2) Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari studi kasus ini antara lain :

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny S dengan CVA

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny S dengan CVA

c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny S dengan CVA

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny S dengan CVA

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny S dengan CVA

1.4 Pengumpulan Data rencana

1) Observasi – partisipasif : penulis melakukan pengamatan dan turut serta dalam

melakukan tindakan pelayanan keperawatan

2) Interview : penulis melakukan pengumpulan data dengan cara tanya jawab

3) Studi literature/dokumentasi
5

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 DEFINISI

Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani

secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang

disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja

dan kapan saja (Muttaqin, 2014).

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat

gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24

jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain

vaskuler.

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin,

2014). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang

diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit

serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2013).

2.2 KLASIFIKASI

1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu: (Muttaqin,

2013)

a. Stroke Hemoragi

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan

oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya
6

saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.

Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:

1) Perdarahan intraserebral

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi

mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang

menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang

terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.

Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di

daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.

2) Perdarahan subaraknoid

Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.

Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan

cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan

keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,

meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang

berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun

fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)

b. Stroke Non Hemoragi

Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat

setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi

perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat

timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.


7

2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:

a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama

beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan

spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan

neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam

atau beberapa hari.

c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau

permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA

berulang.

2.3 ETIOLOGI

Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2014):

1. Thrombosis Cerebral

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga

menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di

sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun

tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan

darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk

pada 48 jam setelah trombosis.

Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:

a. Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan

pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri
8

iliaka (Ruhyanudin, 2010). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta

berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis

atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme

berikut:

1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.

2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.

3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan

thrombus (embolus).

4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi

perdarahan.

b. Hyperkoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat

melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis( radang pada arteri )

d. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,

lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang

terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat

dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:

1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).

2) Myokard infark

3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel


9

sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali

dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.

4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya

gumpalan-gumpalan pada endocardium.

2. Haemorhagi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang

subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena

atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan

perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,

pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan

membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin

herniasi otak.

3. Hipoksia Umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:

a. Hipertensi yang parah.

b. Cardiac Pulmonary Arrest

c. Cardiac output turun akibat aritmia

4. Hipoksia Setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:

a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.

b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.


10

2.4 PATOFISIOLOGI

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya

infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan

adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah

yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada

gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena

gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/

cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak

arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan

lambat atau terjadi turbulensi.

Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam

aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh

darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini

menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
11

berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan

berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya

tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral

oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik

infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis,

atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi

aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma

pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi

pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian

dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas

terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat

menyebabkan herniasi otak.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan

perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah

ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus

dan pons.

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan

disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan

irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena

gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan

mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan


12

perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar

serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di

daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60

cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan

lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc

diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di

pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2014).

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah

mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah

kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik

sepenuhnya.

1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)

2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul

mendadak.

3. Tonus otot lemah atau kaku

4. Menurun atau hilangnya rasa

5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”

6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)

7. Disartria (bicara pelo atau cadel)

8. Gangguan persepsi

9. Gangguan status mental


13

10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

11. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma)

2.6 KOMPLIKASI

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini

dapat dikelompokan berdasarkan:

1. Berhubungan dengan immobilisasi : infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,

konstipasi dan thromboflebitis.

2. Berhubungan dengan paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas

dan terjatuh

3. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala.

4. Hidrocephalus

5. Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon

pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Angiografi serebral

Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.

2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).

Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,

melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).


14

3. CT scan

Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya

jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.

4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)

Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya

perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari

hemoragik.

5. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan

yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.

6. Pemeriksaan laboratorium

a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan

yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal

(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.

b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)

c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.

d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-

rangsur turun kembali.

e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

2.8 PENATALAKSANAAN

a. Pengobatan Konservatif

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi

maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.


15

2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.

3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi

pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya

trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.

b. Terapi Pembedahan

1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka

arteri karotis di leher.

2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling

dirasakan oleh pasien TIA.

3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

c. Penatalaksanaan keperawatan

Tujuannya adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan tindakan

sebagai berikut:

1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang

sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.

2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha

memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.

4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin

pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK


16

6. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang

berlebihan.
17

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,

alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose

medis.

2. Primary Survey

A (Airway) :

Kaji kepatenan alan napas, ada sumbatan dijalan napas berupa lendir atau sekret,

terkadang disertai suara gargling, snoring, stridor

B (Breathing) :

Kaji adanya sesak napas, frekuensi pernapasan, irama pernafasan, dan pola nafas

C (Circulation) :

Kaji kualitas nadi, irama, dan frekuensinya. CRT apakah ≤ 2 detik

D (Dissability) :

Tingkat kesadaran samnolent. GCS = E1 M3 V1 = 5.

4. Secondary Survey

a. SAMPLE

Symtomp:

Tanda-tanda yang menunjukkan keluhan, misalnya adanya keluhan nyeri kepala,

mual-muntah, bicara pelo, disusul dengan penurunan kesadaran.

Alergi:
18

Ada/ tidaknya alergi terhadap makan, obat, dll.

Medikasi :

Apakah sedang dalam terapi pengobatan/ tidak, jenis obvt yang dikonsumsi

Past illness:

Riwayat penyakit sebelumnya yang diderita klien, adanya riwayat hipertensi, DM, dll

Last meal :

Sebelum terjadi serangan, makanan/ minuman terakhir yang dikonsumsi pasien

Event/ peristiwa :

Penyebab yang melatarbelakangi kejadian

b. E (Expossure) : tidak ada tanda-tanda kelainan seperti deformitas, contusio, abrasi,

penetrasi, laserasi, maupun edema.

F (Full Vital Sign/ Five Intervention/ Family Present) :

Pada pasien dengan riwayat hipertensi, seringkali didapatkan tekanan darahnya di

atas 150 mmHg, nadi lebih dari 100x/menit, RR ≥ 20x/menit, suhu dalam batas

normal.

Untuk tindakan observasi klien, biasanya dilakukan pemasangan pulse oximetri,

dower cateter, pemasangan sonde/ NGT, monitor EKG, dan pemeriksaan

laboratorium.

G (Give Comfort) :

Memberikan kenyamanan kepada pvsien dengan memberikan terapi farmakologis

dvn non farmakologis.

H (History) :

Mekanisme kejadian yang dialami pasien sebelum tejadi serangan, apakah terjadi
19

pada saat klien beristirahat atau saat beraktivitas.

Head To Toe Assesment

a) Keadaan umum : biasanya terdapat penurunan kesadaran, reflek menelan (-)

TTV; TD meningkat, nadi bervariasi.

b) Kepala : bentuk normochepal, rambut hitam, penyebaran merata, tidak mudah

tercabut, terdapat nyeri pada kepala, tidak ada massa atau lesi

c) Wajah : simetris, tidak ada edema, warna kulit sama dengan sekitar

d) Mata : simetris, tidak ikterus, tidak anemia, pupil isokor.

e) Hidung : simetris, tidak ada lesi atau sekret.

f) Telinga : simetris, daun telinga bersih, tidak ada nyeri. Tidak ada sekret.

g) Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada lesi / perdarahan. ·

h) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada peningkatan vena

jugularis, tidak ada nyeri tekan. ·

i) Dada : bentuk dada simetris, tidak ada pengunaan otot diafragma. Irama napas

reguler. Bunyi napas ronchi.

j) Jantung : Kesan murni terdengar bunyi lup dup (S1 dan S2)

k) Abdomen : Simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran abdomen.

Tidak ada pembesaran hati dan lien.

l) Ektremitas : Ektremitas atas dan bawah tidak ada atrofi atau hipertrofi. Tidak

ada udem. Kadang disertai kelemahan pada salah satu anggota gerak. Refleks

Biseps (+), Triseps (+), Patella (+), Achilles (+), Babinski (+), pada ektremitas

atas terdapat flexi abnormal.

m) Neurologis : umumnya terdapat gangguan pada nervus cranialis VII dan XII
20

central

I (Inspect Posterior Surface):

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada area punggung dan tubuh bagian belakang

c. Pemeriksaan diagnostik

Rontgen, pemeriksaan EKG, pemeriksaan laboratorium dan CT-Scan.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan otak berhubungan dengan aliran darah ke otak

terhambat

2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler.

4. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

5. Ketidakefektifan Pola nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran.

6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik

7. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran

8. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan

neurovaskuler
21

K. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)

1. Ketidakefektifan Perfusi NOC : NIC :


jaringan serebral /otak b.d Circulation status Intrakranial Pressure (ICP)/
aliran darah ke otak Tissue Prefusion : cerebral Monitoring (Monitor tekanan
terhambat. intrakranial)
Kriteria Hasil : a. Berikan informasi kepada
Definisi : beresiko - Mendemonstrasikan keluarga
mengalami penurunan status sirkulasi yang b. Set alarm
sirkulasi jaringan otak yang ditandai dengan: c. Monitor tekanan perfusi serebral
dapat mengganggu a. Tekanan systole d. Catat respon pasien terhadap
kesehatan dandiastole dalam stimuli
rentang yang e. Monitor tekanan intrakranial
diharapkan, pasien dan respon neurology
b. Tidak ada hipertensi terhadap aktivitas
ortostatik, f. Monitor jumlah drainage cairan
c. Tidak ada tanda serebrospinal
tanda peningkatan g. Monitor intake dan output
tekanan intrakranial cairan
(tidak lebih dari 15 h. Restrain pasien jika perlu
mmHg) i. Monitor suhu dan angka WBC
- mendemonstrasikan j. Kolaborasi pemberian antibiotik
kemampuan kognitif k. Posisikan pasien pada posisi
yang ditandai dengan: semifowler
a. berkomunikasi l. Minimalkan stimuli dari
dengan jelas dan lingkungan
sesuai dengan
kemampuan Terapi oksigen
b. menunjukkan a. Bersihkan jalan nafas dari secret
perhatian, b. Pertahankan jalan nafas tetap
konsentrasi dan efektif
orientasi c. Berikan oksigen sesuai intruksi
c. memproses d. Monitor aliran oksigen, kanul
informasi oksigen dan sistem humidifier
d. membuat keputusan e. Beri penjelasan kepada klien
dengan benar tentang pentingnya pemberian
- menunjukkan fungsi oksigen
sensori motori cranial f. Observasi tanda-tanda hipo-
yang utuh : ventilasi
a. tingkat kesadaran g. Monitor respon klien terhadap
mambaik, pemberian oksigen
b. tidak ada gerakan h. Anjurkan klien untuk tetap
gerakan involunter memakai oksigen selama
22

aktifitas dan tidur

Peripheral sensation management


(manajmen status perifer)
a. Monitor adanya daerah tertentu
yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajvm/tumpul
b. Monitor adanya paratese
c. Instruksikan keluarga untuk
mengobservasi kulit jika ada
lesi/ laserasi
d. Gunakan sarung tangan untuk
proteksi
e. Batasi gerakvn kepalv, leher dan
punggung
f. Monitor kemampuan BAB
g. Kolaborasi pemberian analgesik
h. Monitor adanya tromboplebitis
i. Diskusikan mengenai penyebab
perubahan sensasi

2. Hambatan komunikasi NOC: a. NIC :


verbal b.d penurunan - Anxiety self control b. Communication Enhancement:
sirkulasi ke otak - Coping speech deficit.
- Sensory function : a. Gunakan penerjemah, jika
Definisi: penurunan, hearing & vision diperlukan
kelambatan, - Fear self control b. Beri satu kalimat simpel setiap
ketidakmampuan untuk bertemu, jika diperlukan
memerima, memproses, Kriteria Hasil: c. Konsultasikan dengan dokter
mengirim, atau - Komunikasi : kebuthan terapi wicara
menggunakan sistem simbol. penerimaan, interpretasi d. Dorong pasien untuk
dan ekspresi pesan lisan, berkomunikasi secara perlahan
tulisan, dan nonverbal dan untuk mengulangi
meningkat. permintaan
- Komunikasi ekspresif e. Dengarkan dengan penuh
(kesulitan bicara): perhatian
ekspresi pesan verbal f. Berdiri didepan pasien ketika
dan atau non verbal berbicara
- Komunikasi reseptif g. Gunakan kartu baca, kertas,
(kesulitan mendengar) : pensil, bahasa tubuh, gambar,
penerimaan komunikasi daftar kosakata bahasa asing,
dan interpretasi pesan computer, dll untuk
verbal dan atau non memfasilitasi komunikasi dua
verbal arah
- Gerakan terkoordinasi : h. Ajarkan bicara dari esofagus,
23

mampu mengkoordinasi jika perlu


gerakan dalam i. Beri anjuran pada klien dan
menggunakan isyarat. keluarga tentang penggunaan
- Pengolahan informasi: alat bantu bicara
klien mampu j. Berilah pujian positif jika
memperoleh , mengatur, diperlukan
dan menggunakan k. Anjurkan pada pertemuan
informasi. kelompok
- Mampu mengontrol l. Anjurkan kunjungan keluarga
respon ketakutan dan secara teratur untuk memberi
kecemasan terhadap stimulasi komunikasi
ketidakmampuan m. Anjurkan ekspresi diri dengan
berbicara cara lain dalam menyampaikan
- Mampu memanajemen informasi (bahasa isyarat)
kemampuan fisik yang N
dimiliki
- Mampu
mengkomunikasikan
kebutuhan dengan
lingkungan sosial.

3. Hambatan mobilitas fisik b.d NOC: NIC :


kerusakan neurovaskuler. - Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
- Mobility Level a. Monitoring vital sign
Definisi: - Self care : ADLs sebelm/sesudah latihan dan lihat
Keterbatasan pada - Transfer performance respon pasien saat latihan
pergerakan fisik tubuh satu b. Konsultasikan dengan terapi
atau lebih ekstremitas secara Kriteria Hasil : fisik tentang rencana ambulasi
mandiri dan terarah. - Klien meningkat dalam sesuai dengan kebutuhan
aktivitas fisik c. Bantu klien untuk menggunakan
- Mengerti tujuan dari tongkat saat berjalan dan cegah
peningkatan mobilitas terhadap cedera
- Memverbalisasikan d. Ajarkan pasien atau tenaga
perasaan dalam kesehatan lain tentang teknik
meningkatkan kekuatan ambulasi
dan kemampuan e. Kaji kemampuan pasien dalam
berpindah mobilisasi
- Memperagakan f. Latih pasien dalam pemenuhan
penggunaan alat Bantu kebutuhan ADLs secara mandiri
untuk mobilisasi (walker) sesuai kemampuan
g. Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
h. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
24

i. Ajarkan pasien bagaimana


merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
4. Resiko Aspirasi NOC : NIC:
berhubungan dengan - Respiratory Status : Aspiration precaution
penurunan tingkat kesadaran Ventilation a. Monitor tingkat kesadaran,
- Aspiration control reflek batuk dan kemampuan
- Swallowing Status menelan
Kriteria Hasil : b. Monitor status paru
- Klien dapat bernafas c. Pelihara jalan nafas
dengan mudah, tidak d. Lakukan suction jika diperlukan
irama, frekuensi e. Cek nasogastrik sebelum makan
pernafasan normal f. Hindari makan kalau residu
- Pasien mampu menelan, masih banyak
mengunyah tanpa terjadi g. Potong makanan kecil kecil
aspirasi, dan h. Haluskan obat
mampumelakukan oral sebelumpemberian
hygiene i. Naikkan kepala 30-45 derajat
- Jalan nafas paten, setelah makan
mudah bernafas, tidak j. Pasang sonde, bila perlu
merasa tercekik dan
tidak ada suara nafas
abnormal
25

BAB 3

TINJAUAN KASUS

Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan kasus yang telah

dilakukan dari pengkajian sampai dengan evaluasi pada tanggal 10 September 2018 dengan judul

kasus “ Asuhan Keperawatan pada Ny S dengan CVA”.

3.1 Data Umum Pasien

Pasien dengan nama Ny. S jenis kelamin perempuan, umur 76 tahun dengan no. rekam

medis : 136358 diagnosa medis : CVA, agama islam, status perkawinan menikah pendidikan :

SD, pekerjaan IRT, Sumber informasi keluarga, alamat, Ledok 2/1 Jelun Licin Banyuwangi

3.2 Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 September 2018 pukul 16.30. Pasien dengan Ny S

Gejala (symptom) : pasien mengalami penurunan kesadaran. Alergi : klien tidak memiliki

riwayat alergi terhadap apapun. Medikasi : sebelum dibawa ke IGD RSI FATIMAH, sekitar

pukur 11.00 WIB klien mengeluh pusing dan muntah 2x. Riwayat Penyakit Sebelumnya:

keluarga mengatakan klien tidak pernah mengalami penyakit sebelumnya hanya saja klien di

masa tuanya tidak pernah konsultasi ke dokter tentang kesehatannya. Makan Minum Terakhir :

Klien terakhir makan minum jam 06.30 WIB yaitu makan nasi dan lauk pauk yang disediakan

keluarga dan minum segelas air putih. Even/Peristiwa Penyebab: sejak pagi setelah klien makan,

klien mengeluh pusing tetapi klien tetap saja mencuci baju, setelah mencuci klien mengeluh

tambah pusing dan akhirnya muntah 2x dan terjatuh. Pada saat dirumah anggota gerak sebelah

kiri mengalami kelemahan hingga jam 11.00 wib mengalami penurunan kesadaran, akhirnya

oleh keluarganya klien dibawak ke IGD RSI FATIMAH. Pasien datang dengan kondisi lemah
26

GCS 1 1 2 tekanan darah 140/60 mmHg, nadi 68 x/menit, RR 28 x/menit, suhu 37,5 oC, dan

SpO2 98%. Dan setelah diperiksan pasien mengalami kelainan pada reflek menelan, N. patologis

Babinski -/+, Chadock -/-, Stranksky -/+, Schuffer -/+.

Kepala dan Leher:

Inspeksi : Nampak tidak ada pembesaran kepala, pertumbuhan rambut merata, warna rambut

putih, konjungtiva merah muda, sclera putih, hidung simetris, nampak bernafas

menggunakan mulut, telinga simetris, tidak ada serumen atau cairan atau darah yang

keluar dari telinga, mukosa bibir kering, tidak nampak ada pembesaran tonsil, tidak

ada stomatitis, lidah sedikit kotor, tidak ada karies gigi.

Palpasi : Tidak ada benjolan abnormal dan nyeri tekan pada kepala, tidak ada pembengkakan

kelopak mata, tidak ada benjolan abnormal dan nyeri tekan di bagian telinga dan

hidung, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, jakun berada di tengah.

Dada:

Inspeksi : Bentuk dada normal chest, perkembangan dada antara paru-paru kanan dan paru-paru

kiri saat ekspirasi maupun inspirasi simetris. Nampak ada penggunaan otot bantu

pernafasan dada.

Palpasi : Ekspansi paru-paru kanan dan paru-paru kiri sama kuat dan cepat, tidak ada benjolan

abnormal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi

Perkusi : Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor
27

Auskultasi :

Wheezing Rhonci

- - - -

- - - -

- - - -

Jantung

Inspeksi : Warna kulit sama dengan area sekitar, ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 parasternal line

Perkusi : Terdengar pekak

Auskultasi : Suara jantung 1 dan suara jantung 2 terdengar tunggal, tidak terdengar bunyi

jantung tambahan seperti murmur atau gallop

Abdomen:

Inspeksi : Kondisi perut datar, supel, warna sama dengan area sekitar, umbilicus masuk kedalam

Palpasi : Tidak ada benjolan abnormal, tidak ada nyeri tekan

Perkusi :

Pekak Thympani

Thympani Thympani

Auskultasi : Bising usus terdengar 8x/menit

Pelvis:

Inspeksi : Tidak ada deformitas, tidak ada memar

Palpasi : Tidak ada bunyi krepitasi, tidak ada nyeri tekan


28

Ektremitas Atas/Bawah:

Inspeksi : Tidak ada deformitas, tidak ada memar

Palpasi :

Krepitasi Odema

- - - -

- - - -

Kekuatan otot

1 1

1 1

Punggung :

Inspeksi : Tidak ada luka/lesi, tidak ada memar

Palpasi : Tidak ada bunyi krepitasi, tidak ada nyeri tekan


29

Hasil : Laboratorium

Jenis Jumlah Satuan Normal

Hemoglobin 12,1 g/dL 11 – 16

Leukosit 29.300 /uL 4.000 – 10.000

Trombosit 257.000 150000-450000

Kadar Gula Acak 152 g/dL 74 – 105

Cholestrol 395 Mg/dL < 200

Ureum 50 Mg/dL 10-59

SGOT 30 U/L < 37

SGPT 35 U/L < 42

Serum creatinine 0,6 Mg/dL 0,7-1,2

Bilirubin total 0,8 Mg/dL <1

3.3 Diagnosa Keperawatan

Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 September 2018 pukul 16.30. Data yang

ditemukan adalah sebagai berikut :

Data subyektif, keluarga pasien mengatakan sejak pagi setelah klien makan, klien

mengeluh pusing tetapi klien tetap saja mencuci baju, setelah mencuci klien mengeluh tambah

pusing dan akhirnya muntah 2x dan terjatuh. Pada saat dirumah anggota gerak sebelah kiri

mengalami kelemahan hingga jam 11.00 wib mengalami penurunan kesadaran.

Data obyektif, Pasien datang dengan kondisi lemah GCS 1 1 2 tekanan darah 140/60

mmHg, nadi 68 x/menit, RR 28 x/menit, suhu 37,5 oC, dan SpO2 98%. Dan setelah diperiksan
30

pasien mengalami kelainan pada reflek menelan, N. patologis, Babinski -/+, Chadock -/-,

Stranksky -/+, Schuffer -/+.

3.4 Perencanaan

Rencana keperawatan yang dilakukan pada Ny S yang dilakukan pada tanggal 10

September 2018. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1 x 30 menit, resiko

aspirasi tidak Nampak. NOC : Respiratory Status : Ventilation, Aspiration control, Swallowing

Status. Kriteria Hasil : Klien dapat bernafas dengan mudah, tidak irama, frekuensi pernafasan

normal. NIC: Aspiration precaution. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan

menelan, Monitor status paru, Pelihara jalan nafas, Lakukan suction jika diperlukan, Cek

nasogastrik sebelum makan, Hindari makan kalau residu masih banyak, Potong makanan kecil

kecil, Haluskan obat sebelum pemberian, Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan

Diagnose kedua, Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1 x 30 menit,

Resiko Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral /otak masih di observasi, Circulation status

Tissue Prefusion : cerebral. Kriteria Hasil, mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai

dengan, tekanan systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan, tidak ada hipertensi

ortostatik, tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg),

mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan, berkomunikasi dengan jelas dan

sesuai dengan kemampuan, menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi, memproses

informasi, membuat keputusan dengan benar, menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang

utuh , tingkat kesadaran mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunter

Untuk diagnosa ketiga, Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1 x 30

menit, gangguan mobilitas fisik masih belum teratasi. Joint Movement : Active, Mobility Level,

Self care : ADLs, Transfer performance. Kriteria Hasil, Klien meningkat dalam aktivitas fisik,
31

Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas, memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan

kekuatan dan kemampuan berpindah, memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi

(walker). NIC Exercise therapy : ambulation, monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan

lihat respon pasien saat latihan, konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi

sesuai dengan kebutuhan, bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah

terhadap cedera, ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi, kaji

kemampuan pasien dalam mobilisasi, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara

mandiri sesuai kemampuan, dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi

kebutuhan ADLs ps. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana

merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.

3.5 IMPLEMENTASI

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 10 September pada Ny S adalah pada

diagnnosa resiko aspirasi, Mengatur posisi klien, R/ Klien merasa lebih nyaman bernafas

Memberikan O2 masker 6 lpmR/ Klien menghirup dengan baik. Melakukan pemeriksaan tanda-

tanda vital, R/ TD : 160/60 mmHg, Nadi : 86 x/menit, RR : 28 x/menit, S : 37,5 oC SpO2 : 98%

Untuk diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, Memberikan O2 masker 6 lpm

R/ Klien menghirup dengan baik. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital R/ TD : 160/60

mmHg, Nadi : 86 x/menit, RR : 28 x/menit, S : 37,5 oC, SpO2 : 98%. Memberi edukasi tentang

perlunya MRS terkait dengan kondisi penyakitnya

R/ Keluarga menyetujui untuk dilakukan MRS. Berkolaborasi dengan tim medis lain dalam

pemberian cairan intravena RL 20 tpm, R/ infus terpasang di tangan sebelah kanan dan menetes

secara lancer. Berkolaborasi dengan tim medis lain dalam memberikan therapy (Ranitidin 1

ampul, citicolin 500gr, antrain 1 ampul), R/ injeksi masuk melalui selang intravena.
32

Untuk diagnose ketiga, Berkolaborasi dengan tim medis untuk melakukan pemasangan NGT dan

Kateter, R/ Ngt dan kateter terpasang dengan baik dan benar.

3.6 EVALUASI

Evalusi pada Ny S pada tanggal 10 September 2018 jam 16.54,

Pada diagnosa resiko aspirasi, S : - O : Kondisi umum lemah, kesadaran stupor, GCS 112,

klien gelisah, tanda-tanda vital, TD : 150/70 mmHg, Nadi : 86 x/menit, RR : 27 x/menit, S : 37


o
C SpO2 : 99%, Pasien hanya merasakan respon nyeri. A : Masalah belum teratasi. P : Lanjutkan

intervensi pasien pindah ruangan mina jam 17.15.

Pada diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, S : - O : Kondisi umum

lemah, kesadaran stupor, GCS 112, klien gelisah, tanda-tanda vital, TD : 160/70 mmHg, Nadi :

86 x/menit, RR : 27 x/menit, S : 37 oC SpO2 : 99%, Pasien terpasang O2 masker 8lpm. A :

Masalah teratasi sebagian. P : Lanjutkan intervensi pasien pindah ruangan mina jam 17.15.

Pada diagnosa mobilitas fisik, S : - O : Kondisi umum lemah, kesadaran stupor, GCS

112, klien gelisah, tanda-tanda vital, TD : 150/70 mmHg, Nadi : 86 x/menit, RR : 27 x/menit, S :

37 oC SpO2 : 99%, N. patologisBabinski -/+, Chadock -/-, Stranksky -/+, Schuffer -/+. A :

Masalah belum teratasi. P : Lanjutkan intervensi pasien pindah ruangan mina jam 17.15.
33

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai asuhan keperawatan pada Ny. S dengan

Stroke/ Cerebro Vaskuler Accident (CVA) di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Islam

Fatimah Banyuwangi. Dimana pembahasan ini akan dimulai dari proses pengkajian hingga

evaluasi. Studi kasus ini dilakukan pada seorang klien perempuan berusia 76 tahun.

Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 10 September 2018 pukul

16.30 WIB keluarga mengatakan setelah jatuh klien setelah beberapa jam mengalami

penurunan kesadaran.

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan

menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis yang diangkat akan menetukan desain

perencanaan yang ditetapkan. Selanjutnya, tindakan keperawatan dan evauasi mengikuti

perencanaan yang dibuat. Oleh karena itu, pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan

cermat sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada klien dapat di identifikasi (Nikmatur

Rohmah & Saiful Walid, 2014).

Pada proses pengkajian awal ditemukan klien nampak mengalami penurunan

kesadaran, sesak dengan respirasi 28x/m ada retraksi dinding dada, menggunakan

pernafasan bibir, , dan dari pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah

140/60 nmmHg, nadi 86 x/menit, RR 28 x/menit, suhu 37,5oC, SpO2 98%, sedangkan dari

pemeriksaan neuro patologis Babinski -/+, chadok -/+, shuffern -/+.

Sebelum pasien dibawa ke RSI FATIMAH sejak pagi setelah klien makan, klien

meengeluh pusing tetapi klien tetap saja mencuci baju, setelah mencuci klien mengeluh
34

tambah pusing dan akhirnya muntah 2x dan terjatuh. Pada saat dirumah anggota gerak

sebelah kiri mengalami kelemahan hingga jam 11.00 wib mengalami penurunan kesadaran,

akhirnya oleh keluarganya klien dibawak ke IGD RSI FATIMAH.

Menurut Arum (2017) pada jurnalnya tentang “CVA” bahwa penyebab cva tidak

hanya dari hipertensi, jantung, DM, obesitas, usia dan faktor keluarga namun ada juga dari

faktor resiko medis dan faktor resiko perilaku. Faktor resiko medis diantaranya migraine (

sakit kepala ) sedangkan faktor resiko perilaku seperti kebiasaan pola makan yang tidak

teratur. Suka makanan siap saji, mie instan, makanan berlemak, jeroan, dan kurang olahraga,

serta suasana hati yang tidak nyaman seperti sering marah tanpa alasan yang jelas.

Menurut peneliti hal tersebut dapat dibuktikan dengan kasus ini pasien Ny S

yang berusia 75 tahun. Dilihat dari pernyataan keluarga pasien bahwa pasien sebelumnya

mengeluh pusing dan keluarga juga menjelaskan di usia yang saat ini pasien tidak mau untuk

cek kesehatan karena dianggap kondisinya baik-baik saja. Berdasarkan pengkajian yang

didapat pada Ny S keluarga mengatakan pasien mengalami penurunan kesadaran setelah

terjatuh.

Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis pada pasien CVA diantaranya adalah

kelumpuhan wajah / anggota badan sebelah (hemiparise) yang timbul secara mendadak,

menurut peneliti manifestasi tersebut sama dengan yang terjadi pada pasien Ny S pasien

mengalami kelemahan pada esktremitas sebelah kiri.

Menurut Web Of Caution Nanda (2015-2017) dimana dijelaskan pada pasien cva

terjadi peningkatan TIK yang dapat mengakibatkan herniasi serebral, pusat pencernaan

mengalami depresi sehingga terjadi gangguan pada respon gartsointestinal, pasien mengalami

mual dan terangsang muntah. Pada pasien Ny S sebelum terjatuh dan mengalami penurunan
35

kesadaran Ny S muntah 2 kali dan mengeluh pusing, gejala dan keluhan yang timbul

memiliki kesamaan dengan teori pendukung diatas bahwa pasien dengan CVA memiliki

gejala dan keluhan yang bervariasi seperti berdasarkan usia dan gaya hidup yang tidak sehat

serta stroke juga bisa diakibatkan komplikasi dari penyakit lain seperti hipertensi, jantung

dan diabetes mellitus.

A. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penyataan yang menggambarkan respon manusia

(keadaan sehat atau perubahan pola interaksi actual/potensial) dari individu atau kelompok

tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi

secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau

mencegah perubahan (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2014).

Pada konsep asuhan keperawatan, diagnose yang dapat muncul pada klien dengan CVA

adalah:

1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan otak berhubungan dengan aliran darah ke otak

terhambat

2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler.

4. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

5. Ketidakefektifan Pola nafas berhubungan dengan penurunan kesadaran.

6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik

7. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran

8. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan

neurovaskuler
36

Dari hasil pengkajian diatas, penulis menegakkan tiga diagnose keperawatan, yaitu :

3.6.1.1 Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

3.6.1.2 Ketidakefektifan Perfusi jaringan otak berhubungan dengan aliran darah

ke otak terhambat

3.6.1.3 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler.

Ketiga diagnosa tersebut dapat ditegakkan karena data-data dari pengkajian pada

kasus ini tergolong dalam batasan karakteristik pengambilan diagnose sesuai NANDA NIC

dan NOC, selain itu juga merupakan prioritas-priortitas yang perlu diselesaikan terlebih

dahulu. Resiko aspirasi dapat ditegakkan karena beberapa data memenuhi karakteristik dari

resiko aspirasi, data-data yang ditemukan adalah pasien mengalami penurunan kesadaran

sehingga pasien sangan beresiko mengalami aspirasi karena pasien tidak dapat mengeluarkan

sekret secara mandiri, gcs 112 dan gelisah. Sedangkan data-data yang memenuhi batasan

karakteristik dalam penegakan diagnose ketidakefektifan perfusi jaringan otak adalah

mengalami peningkatan TIK, gelisah, peningkatan denyut nadi dan frekuensi nafas, pupil

unisokor yaitu 3mm/1mm, menggunakan O2 masker 6lpm. Sedangkan data-data yang

memenuhi batasan karakteristik dalam penegakkan diagnose hambatan mobilitas fisik adalah

adanya kelemahan anggota gerak pada Ny S yang ditandai dengan pemeriksaan kekuatan

otot, hemiparise sinistra pada Ny S dan terdapat beberapa kelainan reflek yaitu reflek

Babinski -/+, Chadock -/-, Stranksky -/+, Schuffer -/+.

Dan diagnosa-diagnosa tersebut tidak terjadi perbedaan yang signifikan diantara

tinjauan teori ataupun kasus, meskipun masih banyak diagnosa lain yang dapat muncul dari
37

klien dengan CVA sesuai teori. Pada 3 diagnosa yang di ambil oleh penulis adalah diagnose

prioritas yang utama yang harus segera ditangani mengingat penulis mengambil kasus di IGD

yang harus mengatasi masalah pada keluhan utama pasien . Pada diagnose pertama penulis

mengangkat masalah airway resiko aspirasi karena pasien datang mengalami penurunan

kesadaran pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran sangat beresiko lidah jatuh

kebelakang dan adanya secret yang tidak bisa dikeluarkan melalui reflek batuk. Untuk

diagnosa yang kedua penulis mengambil diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan otak

dikarenakan pasien mengalami sesak dengan respirasi 28 x/m karena kurangnya aliran

oksigen di otak pasien membutuhkan oksigen masker 8lpm dan untuk diagnosa ketiga

penulis mengambil hambatan mobilitas fisik karena pasien mengalami kelemahan fisik

sebelah kiri. Sehingga yang ditangani yang paling dikeluhkan terlebih dahulu dan yang

paling mengancam nyawa pasien.

B. Intervensi Keperawatan

Pada kasus Ny. S ini, penulis menggunakan intervensi sesuai Nursing

Intervention Care menurut NANDA, dimana pada masing-masing maksimal menggunakan

NIC, dan penilaian NOC.

Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi

dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan.

Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara

menyelesaikan masalah dengan aktif dan efisien. (Nikmaturrohmah & saiful walid, 2014).

Dari hasil rencana keperawatan yang ada pada teori hampir sama dengan rencana

keperawatan yang dapat dilakukan dilapangan tetapi peneliti hanya mengambil 3 dari 8

diagnosa yang ada karena tidak semua intervensi harus dilakukan di IGD mengingat pasien
38

di IGD di evaluasi dalam 30 menit dan diagnosa yang di ambil adalah diagnosa utama

permasalahan pada pasien Ny S. Hanya saja intervensi yang dilakukan tergantung dengan

diagnosa yang diambil. Pada NIC menurut Nanda, intervensi dari diganosa resiko aspirasi

terdiri dari Respiratory dan ventilation, dan pada kasus Ny S ini penulis juga melakukan

intervensi yang sama dari NANDA yaitu pada NIC Management penulis melakukan :

posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, auskultasi suara nafas, catat adanya suara

tambahan, monitor respirasi dan status O2, dan pada Respiratory Monitoring kperencanaan

penulis adalah monitoring rata-rata, kedalaman, irama dan usaha bernafas, catat pergerakan

dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, monitor suara nafas, monitor pola

nafas, auskultasi suara nafas. Pada diagnosa Ketidakefektifan Perfusi jaringan otak,

perencanaan penulis adalah memacu pada NIC Intrakranial Pressure (ICP)/ Monitoring

(Monitor tekanan intrakranial) yang intervensinya terdiri dari berikan informasi kepada

keluarga, set alarm, monitor tekanan perfusi serebral, catat respon pasien terhadap stimuli,

monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap aktivitas, monitor jumlah

drainage cairan serebrospinal. Sedangkan untuk diagnosa Hambatan mobilitas fisik,

perencanaan memacu pada NIC yaitu Exercise therapy : ambulation, monitoring vital sign

sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan, konsultasikan dengan terapi

fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan, bantu klien untuk menggunakan

tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera, ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain

tentang teknik ambulasi, kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.

C. Implementasi Keperawatan

Menurut dari hasil tindakan yang dilaksanakan semuanya dilakukan sesuai

dengan yang ada di dalam rencana. Pelaksanaan keperawatan adalah realisasi rencana
39

tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga

meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah

pelaksaan tindakan, serta menilai data yang baru. (Nikmaturrohmah & saiful walid, 2014)

Pada kasus ini, asuhan keperawatan yang diberikan pada Ny S terdiri, memberi

O2 8lpm dengan menggunakan masker, diberi edukasi kepada keluarga prosedur selama

tindakan, pentingnya klien di MRS, dan kebutuhan istirahat. Dari segi penatalaksanaan Ny S

diberi injeksi Antrain 1gr, citicolin 500ml, ranitidin 50ml, furosemide 1 amp. Pada kasus ini,

Ny. S juga dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu cek darah lengkap, gula darah acak,

LFT, SE, Screening, EKG dan RFT. Implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan

hampir sepenuhnya telah dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat,

baik mandiri, edukasi maupun kolaborasi. Menurut Elfrita (2013) orang dengan klien CVA

dapat dilakukan pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah : pemeriksaan laboratorium,

pemeriksaan reflex neurologis, pemeriksaan EKG, gula darah acak. Pada kasus Ny S dengan

teori diatas dilakukan intervensi yang sama seperti contohnya dilakukan EKG pasien dengan

CVA dilakukan EKG ditakutkan pasien mengalami komplikasi jantung.

D. Evaluasi

Pada kasus ini, evaluasi yang digunakan bersistim pada SOAP ( Subyektif,

Obyektif, Analisis, Planning). Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan

perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan criteria hasil yang dibuat

pada tahap perencanaan. (Nikmaturrohmah & saiful walid, 2014). Untuk menilai bahwa

diagnosa ini dapat teratasi, teratasi sebagian, atau belum teratasi, penulis juga berpacu pada

indikator NOC yang digunakan pada setiap diagnosa.


40

Pada kasus Ny S ini, dari ketiga diagnosa yang ditegakkan tidak semua

evaluasinya masalah teratasi, karena klien yang berada di IGD tidak selamanya akan dirawat

inapkan di IGD, melainkan akan dilanjutkan di ruangan. Dan saat ini, Ny S telah dipindah

ruangkan di Mina.
41

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari studi kasus dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pengkajian pada klien dengan CVA dilakukan untuk mendapatkan informasi dan

data yang akurat, berdasarkan data dari hasil pengkajian telah dapat diintreprestasikan dan

ditetapkan diagnose, rencana, tindakan, dan evaluasi. Berdasarkan hasil pengkajian pada Ny

S dengan diagnosa CVA diperoleh data bahwa pasien sebelum mengalami penurunan

kesadaran pasien mengeluh pusing, anggota gerak sebelah kiri mengalami kelemahan dan

muntah 2x setelah itu pasien jatuh kemudian beberapa jam kemudian pasien mengalami

penurunan kesadaran.

a. Pengkajian terhadap masalah resiko aspirasi, ketidakefektifan jaringan cerebral,

mobilitas fisik telah dilakukan dan diperoleh hasil yaitu terdapat keluhan utama pasien

mengalami penurunan kesadaran dan hemiparase kiri.

b. Diagnosa yang muncul pada kasus pasien Ny S adalah resiko aspirasi, ketidakefektifan

jaringan cerebral, mobilitas fisik.

c. Rencana keperawatan yang disusun, pada diagnosa resiko aspirasi adalah Monitor

tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan, monitor status paru, pelihara

jalan nafas, lakukan suction jika diperlukan, cek nasogastrik sebelum makan, pada

diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah Monitor tekanan perfusi

serebral, catat respon pasien terhadap stimuli, monitor tekanan intrakranial pasien dan

respon neurology terhadap aktivitas. Diagnosa hambatan mobilitas fisik adalah


42

Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan,

konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.

d. Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan implementasi dari rencana

keperawatan yang telah disusun, yaitu mengkaji keluhan utama pasien, pasien

mengalami penurunan kesadaran dan lateralisasi kiri.

e. Evaluasi trhadap keberhasilan tindakan yang telah dilakukan selama 30 menit dengan

hasil evalusi pasien Ny S, Subyektif : -, Obyektif : kesadaran stupor, GCS 112, terpasang

oksigen masker 8lpm, TD : 150/70 mmHg, Nadi : 86 x/menit, RR : 27 x/menit, S : 37


o
C SpO2 : 99%, N. patologisBabinski -/+, Chadock -/-, Stranksky -/+, Schuffer -/+. A :

Masalah belum teratasi. P : Lanjutkan intervensi pasien pindah ruangan mina jam 17.15.

5.2 Saran

Dari hasil pengkajian dan tindakan keperawatan yang telah dilakukan,

diharapkan dapat menjadi masukan bagi beberapa pihak terkait yaitu:

a. Bagi Ruang Instalasi Gawat Darurat

Hasil karya tulis ilmiah ini dijadikan acuan dalam mengidentifikasi faktor yang

terkait dengan Stroke/ Cerebro Vaskuler Accident (CVA).

b. Bagi Profesi Keperawatan

Bahwasanya klien dengan Stroke/ Cerebro Vaskuler Accident (CVA) yang

disertai dengan penurunan kesadaran sangat membutuhkan penanganan yang ekstra dan

secepatanya, karena pasien yang mengalami penurunan kesadaran dapat mengalami

henti nafas dan sampai menyebabkan kematian apabila tidak ditangani secepatnya.

Sehingga dengan diadakannya studi kasus atau asuhan keperawatan ini dapat mengatasi
43

masalah Stroke/ Cerebro Vaskuler Accident (CVA) dengan penatalaksanaan yang

sesuai Asuhan Keperawatan.

c. Bagi Masyarakat

Untuk masyarakat diharapkan lebih hati-hati lagi dalam beraktifitas, tidak boleh

memaksakan terutama pada orang yang mudah sekali lelah. Selain itu juga pada orang

yang lanjut usia dianjurkan untuk periksakan kondisi kesehatannya agar jika ada

kelainan dapat segera di tangani oleh dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya, harus

tetap menjalankan control rutin untuk menghindari timbulnya gejala-gejala yang dapat

menyebakan CVA.

Anda mungkin juga menyukai