BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Judul
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2014). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi
Asia dan keempat didunia, setelah India, Cina, dan Amerika Berdasarkan data terbaru
dan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas 2013), stroke merupakan penyebab
kesehatan sebesar 7,0 per mil dan yang berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau
gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis
oleh nakes. Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global),
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat 2menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (Israr, 2013). Setiap tahun, hampir
700.000 orang Amerika mengalami stroke, dan stroke mengakibatkan hampir 150.000
kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan
setiap 4 detik terjadi kematian akibat stroke. Pada suatu saat, 5,8 juta orang di Amerika
Serikat mengalami stroke, yang mengakibatkan biaya kesehatan berkenaan dengan stroke
mendekati 70 miliar dolar per tahun. Pada tahun 2012, Amerika telah menghabiskan $
73,7 juta untuk menbiayai tanggungan medis dan rehabilitasi akibat stroke.Selain itu,
meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun dan 43% pada usia 85 tahun
(Medicastore,2013).
Jawa Timur sebesar 16 per mil. Terjadi peningkatan prevalensi stroke berdasarkan
wawancara (berdasarkan jawaban responden yang pernah didiagnosis nakes dan gejala)
juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi 12,1 per1000 (2013) (Riskesdas 2013).
Rumah Sakit Islam Fatimah Banyuwangi merupakan salah satu RSI rujukan di
Kabupaten Banyuwangi. Dilaporkan bahwa jumlah pasien dengan kasus penyakit CVA
yang MRS di bulan Juni sampai Agustus 2018 sampai dengan 18 September 2018
3
melalui Instalasi Gawat Darurat adalah sebanyak 83 orang. Patogenesis timbulnya CVA
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah
yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan
keluarga. Tidak ada upaya dari diri sendiri atau motivasi dari keluarga yang kurang
berulang. Penatalaksanaan yang dapat digunakan untuk mengatasi pasien dengan CVA
terbagi melalui farmakologi dan nonfarmakologi, dari segi nonfarmakologi klien dapat
dilakukan dengan menjaga istirahat, diet rendah kolesterol, tinggi protein, rendah
karbohidrat, rendah lemak, dan hindari merokok sedagkan yang harus dilakukan
penatalaksanaan keperawatan.
4
1) Tujuan Umum
Tujuan umum dari studi kasus ini adalah penulis mampu menerapkan asuhan
keperawatan pada Ny. S dengan Stroke/ Cerebro Vaskuler Accident (CVA) di Instalasi
2) Tujuan Khusus
3) Studi literature/dokumentasi
5
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin,
2014). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
2.2 KLASIFIKASI
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu: (Muttaqin,
2013)
a. Stroke Hemoragi
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya
6
saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
1) Perdarahan intraserebral
menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
2) Perdarahan subaraknoid
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan
meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.
2.3 ETIOLOGI
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk
a. Aterosklerosis
pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri
8
berikut:
thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat
2) Myokard infark
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
2. Haemorhagi
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
4. Hipoksia Setempat
2.4 PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah
yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
11
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya
tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral
oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik
infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis,
atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi
aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah
ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus
dan pons.
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60
cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan
lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya.
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
8. Gangguan persepsi
2.6 KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini
2. Berhubungan dengan paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas
dan terjatuh
4. Hidrocephalus
5. Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
6. Pemeriksaan laboratorium
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
2.8 PENATALAKSANAAN
a. Pengobatan Konservatif
b. Terapi Pembedahan
c. Penatalaksanaan keperawatan
sebagai berikut:
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
6. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan.
17
I. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
2. Primary Survey
A (Airway) :
Kaji kepatenan alan napas, ada sumbatan dijalan napas berupa lendir atau sekret,
B (Breathing) :
Kaji adanya sesak napas, frekuensi pernapasan, irama pernafasan, dan pola nafas
C (Circulation) :
D (Dissability) :
4. Secondary Survey
a. SAMPLE
Symtomp:
Alergi:
18
Medikasi :
Apakah sedang dalam terapi pengobatan/ tidak, jenis obvt yang dikonsumsi
Past illness:
Riwayat penyakit sebelumnya yang diderita klien, adanya riwayat hipertensi, DM, dll
Last meal :
Event/ peristiwa :
atas 150 mmHg, nadi lebih dari 100x/menit, RR ≥ 20x/menit, suhu dalam batas
normal.
laboratorium.
G (Give Comfort) :
H (History) :
Mekanisme kejadian yang dialami pasien sebelum tejadi serangan, apakah terjadi
19
tercabut, terdapat nyeri pada kepala, tidak ada massa atau lesi
c) Wajah : simetris, tidak ada edema, warna kulit sama dengan sekitar
f) Telinga : simetris, daun telinga bersih, tidak ada nyeri. Tidak ada sekret.
h) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada peningkatan vena
i) Dada : bentuk dada simetris, tidak ada pengunaan otot diafragma. Irama napas
j) Jantung : Kesan murni terdengar bunyi lup dup (S1 dan S2)
k) Abdomen : Simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran abdomen.
l) Ektremitas : Ektremitas atas dan bawah tidak ada atrofi atau hipertrofi. Tidak
ada udem. Kadang disertai kelemahan pada salah satu anggota gerak. Refleks
Biseps (+), Triseps (+), Patella (+), Achilles (+), Babinski (+), pada ektremitas
m) Neurologis : umumnya terdapat gangguan pada nervus cranialis VII dan XII
20
central
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada area punggung dan tubuh bagian belakang
c. Pemeriksaan diagnostik
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
terhambat
neurovaskuler
21
K. RENCANA KEPERAWATAN
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan kasus yang telah
dilakukan dari pengkajian sampai dengan evaluasi pada tanggal 10 September 2018 dengan judul
Pasien dengan nama Ny. S jenis kelamin perempuan, umur 76 tahun dengan no. rekam
medis : 136358 diagnosa medis : CVA, agama islam, status perkawinan menikah pendidikan :
SD, pekerjaan IRT, Sumber informasi keluarga, alamat, Ledok 2/1 Jelun Licin Banyuwangi
3.2 Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 September 2018 pukul 16.30. Pasien dengan Ny S
Gejala (symptom) : pasien mengalami penurunan kesadaran. Alergi : klien tidak memiliki
riwayat alergi terhadap apapun. Medikasi : sebelum dibawa ke IGD RSI FATIMAH, sekitar
pukur 11.00 WIB klien mengeluh pusing dan muntah 2x. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
keluarga mengatakan klien tidak pernah mengalami penyakit sebelumnya hanya saja klien di
masa tuanya tidak pernah konsultasi ke dokter tentang kesehatannya. Makan Minum Terakhir :
Klien terakhir makan minum jam 06.30 WIB yaitu makan nasi dan lauk pauk yang disediakan
keluarga dan minum segelas air putih. Even/Peristiwa Penyebab: sejak pagi setelah klien makan,
klien mengeluh pusing tetapi klien tetap saja mencuci baju, setelah mencuci klien mengeluh
tambah pusing dan akhirnya muntah 2x dan terjatuh. Pada saat dirumah anggota gerak sebelah
kiri mengalami kelemahan hingga jam 11.00 wib mengalami penurunan kesadaran, akhirnya
oleh keluarganya klien dibawak ke IGD RSI FATIMAH. Pasien datang dengan kondisi lemah
26
GCS 1 1 2 tekanan darah 140/60 mmHg, nadi 68 x/menit, RR 28 x/menit, suhu 37,5 oC, dan
SpO2 98%. Dan setelah diperiksan pasien mengalami kelainan pada reflek menelan, N. patologis
Inspeksi : Nampak tidak ada pembesaran kepala, pertumbuhan rambut merata, warna rambut
putih, konjungtiva merah muda, sclera putih, hidung simetris, nampak bernafas
menggunakan mulut, telinga simetris, tidak ada serumen atau cairan atau darah yang
keluar dari telinga, mukosa bibir kering, tidak nampak ada pembesaran tonsil, tidak
Palpasi : Tidak ada benjolan abnormal dan nyeri tekan pada kepala, tidak ada pembengkakan
kelopak mata, tidak ada benjolan abnormal dan nyeri tekan di bagian telinga dan
Dada:
Inspeksi : Bentuk dada normal chest, perkembangan dada antara paru-paru kanan dan paru-paru
kiri saat ekspirasi maupun inspirasi simetris. Nampak ada penggunaan otot bantu
pernafasan dada.
Palpasi : Ekspansi paru-paru kanan dan paru-paru kiri sama kuat dan cepat, tidak ada benjolan
Sonor Sonor
Sonor Sonor
27
Auskultasi :
Wheezing Rhonci
- - - -
- - - -
- - - -
Jantung
Inspeksi : Warna kulit sama dengan area sekitar, ictus cordis tidak terlihat
Auskultasi : Suara jantung 1 dan suara jantung 2 terdengar tunggal, tidak terdengar bunyi
Abdomen:
Inspeksi : Kondisi perut datar, supel, warna sama dengan area sekitar, umbilicus masuk kedalam
Perkusi :
Pekak Thympani
Thympani Thympani
Pelvis:
Ektremitas Atas/Bawah:
Palpasi :
Krepitasi Odema
- - - -
- - - -
Kekuatan otot
1 1
1 1
Punggung :
Hasil : Laboratorium
Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 September 2018 pukul 16.30. Data yang
Data subyektif, keluarga pasien mengatakan sejak pagi setelah klien makan, klien
mengeluh pusing tetapi klien tetap saja mencuci baju, setelah mencuci klien mengeluh tambah
pusing dan akhirnya muntah 2x dan terjatuh. Pada saat dirumah anggota gerak sebelah kiri
Data obyektif, Pasien datang dengan kondisi lemah GCS 1 1 2 tekanan darah 140/60
mmHg, nadi 68 x/menit, RR 28 x/menit, suhu 37,5 oC, dan SpO2 98%. Dan setelah diperiksan
30
pasien mengalami kelainan pada reflek menelan, N. patologis, Babinski -/+, Chadock -/-,
3.4 Perencanaan
September 2018. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1 x 30 menit, resiko
aspirasi tidak Nampak. NOC : Respiratory Status : Ventilation, Aspiration control, Swallowing
Status. Kriteria Hasil : Klien dapat bernafas dengan mudah, tidak irama, frekuensi pernafasan
normal. NIC: Aspiration precaution. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan
menelan, Monitor status paru, Pelihara jalan nafas, Lakukan suction jika diperlukan, Cek
nasogastrik sebelum makan, Hindari makan kalau residu masih banyak, Potong makanan kecil
kecil, Haluskan obat sebelum pemberian, Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan
Resiko Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral /otak masih di observasi, Circulation status
Tissue Prefusion : cerebral. Kriteria Hasil, mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai
dengan, tekanan systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan, tidak ada hipertensi
ortostatik, tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg),
mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan, berkomunikasi dengan jelas dan
informasi, membuat keputusan dengan benar, menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang
menit, gangguan mobilitas fisik masih belum teratasi. Joint Movement : Active, Mobility Level,
Self care : ADLs, Transfer performance. Kriteria Hasil, Klien meningkat dalam aktivitas fisik,
31
kekuatan dan kemampuan berpindah, memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
(walker). NIC Exercise therapy : ambulation, monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan
lihat respon pasien saat latihan, konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai dengan kebutuhan, bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera, ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi, kaji
kemampuan pasien dalam mobilisasi, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan, dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana
3.5 IMPLEMENTASI
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 10 September pada Ny S adalah pada
diagnnosa resiko aspirasi, Mengatur posisi klien, R/ Klien merasa lebih nyaman bernafas
Memberikan O2 masker 6 lpmR/ Klien menghirup dengan baik. Melakukan pemeriksaan tanda-
tanda vital, R/ TD : 160/60 mmHg, Nadi : 86 x/menit, RR : 28 x/menit, S : 37,5 oC SpO2 : 98%
Untuk diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, Memberikan O2 masker 6 lpm
mmHg, Nadi : 86 x/menit, RR : 28 x/menit, S : 37,5 oC, SpO2 : 98%. Memberi edukasi tentang
R/ Keluarga menyetujui untuk dilakukan MRS. Berkolaborasi dengan tim medis lain dalam
pemberian cairan intravena RL 20 tpm, R/ infus terpasang di tangan sebelah kanan dan menetes
secara lancer. Berkolaborasi dengan tim medis lain dalam memberikan therapy (Ranitidin 1
ampul, citicolin 500gr, antrain 1 ampul), R/ injeksi masuk melalui selang intravena.
32
Untuk diagnose ketiga, Berkolaborasi dengan tim medis untuk melakukan pemasangan NGT dan
3.6 EVALUASI
Pada diagnosa resiko aspirasi, S : - O : Kondisi umum lemah, kesadaran stupor, GCS 112,
lemah, kesadaran stupor, GCS 112, klien gelisah, tanda-tanda vital, TD : 160/70 mmHg, Nadi :
Masalah teratasi sebagian. P : Lanjutkan intervensi pasien pindah ruangan mina jam 17.15.
Pada diagnosa mobilitas fisik, S : - O : Kondisi umum lemah, kesadaran stupor, GCS
112, klien gelisah, tanda-tanda vital, TD : 150/70 mmHg, Nadi : 86 x/menit, RR : 27 x/menit, S :
37 oC SpO2 : 99%, N. patologisBabinski -/+, Chadock -/-, Stranksky -/+, Schuffer -/+. A :
Masalah belum teratasi. P : Lanjutkan intervensi pasien pindah ruangan mina jam 17.15.
33
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai asuhan keperawatan pada Ny. S dengan
Stroke/ Cerebro Vaskuler Accident (CVA) di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Islam
Fatimah Banyuwangi. Dimana pembahasan ini akan dimulai dari proses pengkajian hingga
evaluasi. Studi kasus ini dilakukan pada seorang klien perempuan berusia 76 tahun.
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 10 September 2018 pukul
16.30 WIB keluarga mengatakan setelah jatuh klien setelah beberapa jam mengalami
penurunan kesadaran.
Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan
perencanaan yang dibuat. Oleh karena itu, pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan
cermat sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada klien dapat di identifikasi (Nikmatur
kesadaran, sesak dengan respirasi 28x/m ada retraksi dinding dada, menggunakan
pernafasan bibir, , dan dari pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah
140/60 nmmHg, nadi 86 x/menit, RR 28 x/menit, suhu 37,5oC, SpO2 98%, sedangkan dari
Sebelum pasien dibawa ke RSI FATIMAH sejak pagi setelah klien makan, klien
meengeluh pusing tetapi klien tetap saja mencuci baju, setelah mencuci klien mengeluh
34
tambah pusing dan akhirnya muntah 2x dan terjatuh. Pada saat dirumah anggota gerak
sebelah kiri mengalami kelemahan hingga jam 11.00 wib mengalami penurunan kesadaran,
Menurut Arum (2017) pada jurnalnya tentang “CVA” bahwa penyebab cva tidak
hanya dari hipertensi, jantung, DM, obesitas, usia dan faktor keluarga namun ada juga dari
faktor resiko medis dan faktor resiko perilaku. Faktor resiko medis diantaranya migraine (
sakit kepala ) sedangkan faktor resiko perilaku seperti kebiasaan pola makan yang tidak
teratur. Suka makanan siap saji, mie instan, makanan berlemak, jeroan, dan kurang olahraga,
serta suasana hati yang tidak nyaman seperti sering marah tanpa alasan yang jelas.
Menurut peneliti hal tersebut dapat dibuktikan dengan kasus ini pasien Ny S
yang berusia 75 tahun. Dilihat dari pernyataan keluarga pasien bahwa pasien sebelumnya
mengeluh pusing dan keluarga juga menjelaskan di usia yang saat ini pasien tidak mau untuk
cek kesehatan karena dianggap kondisinya baik-baik saja. Berdasarkan pengkajian yang
terjatuh.
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis pada pasien CVA diantaranya adalah
kelumpuhan wajah / anggota badan sebelah (hemiparise) yang timbul secara mendadak,
menurut peneliti manifestasi tersebut sama dengan yang terjadi pada pasien Ny S pasien
Menurut Web Of Caution Nanda (2015-2017) dimana dijelaskan pada pasien cva
terjadi peningkatan TIK yang dapat mengakibatkan herniasi serebral, pusat pencernaan
mengalami depresi sehingga terjadi gangguan pada respon gartsointestinal, pasien mengalami
mual dan terangsang muntah. Pada pasien Ny S sebelum terjatuh dan mengalami penurunan
35
kesadaran Ny S muntah 2 kali dan mengeluh pusing, gejala dan keluhan yang timbul
memiliki kesamaan dengan teori pendukung diatas bahwa pasien dengan CVA memiliki
gejala dan keluhan yang bervariasi seperti berdasarkan usia dan gaya hidup yang tidak sehat
serta stroke juga bisa diakibatkan komplikasi dari penyakit lain seperti hipertensi, jantung
A. Diagnosa Keperawatan
(keadaan sehat atau perubahan pola interaksi actual/potensial) dari individu atau kelompok
tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau
Pada konsep asuhan keperawatan, diagnose yang dapat muncul pada klien dengan CVA
adalah:
terhambat
neurovaskuler
36
Dari hasil pengkajian diatas, penulis menegakkan tiga diagnose keperawatan, yaitu :
ke otak terhambat
Ketiga diagnosa tersebut dapat ditegakkan karena data-data dari pengkajian pada
kasus ini tergolong dalam batasan karakteristik pengambilan diagnose sesuai NANDA NIC
dan NOC, selain itu juga merupakan prioritas-priortitas yang perlu diselesaikan terlebih
dahulu. Resiko aspirasi dapat ditegakkan karena beberapa data memenuhi karakteristik dari
resiko aspirasi, data-data yang ditemukan adalah pasien mengalami penurunan kesadaran
sehingga pasien sangan beresiko mengalami aspirasi karena pasien tidak dapat mengeluarkan
sekret secara mandiri, gcs 112 dan gelisah. Sedangkan data-data yang memenuhi batasan
mengalami peningkatan TIK, gelisah, peningkatan denyut nadi dan frekuensi nafas, pupil
memenuhi batasan karakteristik dalam penegakkan diagnose hambatan mobilitas fisik adalah
adanya kelemahan anggota gerak pada Ny S yang ditandai dengan pemeriksaan kekuatan
otot, hemiparise sinistra pada Ny S dan terdapat beberapa kelainan reflek yaitu reflek
tinjauan teori ataupun kasus, meskipun masih banyak diagnosa lain yang dapat muncul dari
37
klien dengan CVA sesuai teori. Pada 3 diagnosa yang di ambil oleh penulis adalah diagnose
prioritas yang utama yang harus segera ditangani mengingat penulis mengambil kasus di IGD
yang harus mengatasi masalah pada keluhan utama pasien . Pada diagnose pertama penulis
mengangkat masalah airway resiko aspirasi karena pasien datang mengalami penurunan
kesadaran pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran sangat beresiko lidah jatuh
kebelakang dan adanya secret yang tidak bisa dikeluarkan melalui reflek batuk. Untuk
diagnosa yang kedua penulis mengambil diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan otak
dikarenakan pasien mengalami sesak dengan respirasi 28 x/m karena kurangnya aliran
oksigen di otak pasien membutuhkan oksigen masker 8lpm dan untuk diagnosa ketiga
penulis mengambil hambatan mobilitas fisik karena pasien mengalami kelemahan fisik
sebelah kiri. Sehingga yang ditangani yang paling dikeluhkan terlebih dahulu dan yang
B. Intervensi Keperawatan
menyelesaikan masalah dengan aktif dan efisien. (Nikmaturrohmah & saiful walid, 2014).
Dari hasil rencana keperawatan yang ada pada teori hampir sama dengan rencana
keperawatan yang dapat dilakukan dilapangan tetapi peneliti hanya mengambil 3 dari 8
diagnosa yang ada karena tidak semua intervensi harus dilakukan di IGD mengingat pasien
38
di IGD di evaluasi dalam 30 menit dan diagnosa yang di ambil adalah diagnosa utama
permasalahan pada pasien Ny S. Hanya saja intervensi yang dilakukan tergantung dengan
diagnosa yang diambil. Pada NIC menurut Nanda, intervensi dari diganosa resiko aspirasi
terdiri dari Respiratory dan ventilation, dan pada kasus Ny S ini penulis juga melakukan
intervensi yang sama dari NANDA yaitu pada NIC Management penulis melakukan :
posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan, monitor respirasi dan status O2, dan pada Respiratory Monitoring kperencanaan
penulis adalah monitoring rata-rata, kedalaman, irama dan usaha bernafas, catat pergerakan
dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, monitor suara nafas, monitor pola
nafas, auskultasi suara nafas. Pada diagnosa Ketidakefektifan Perfusi jaringan otak,
perencanaan penulis adalah memacu pada NIC Intrakranial Pressure (ICP)/ Monitoring
(Monitor tekanan intrakranial) yang intervensinya terdiri dari berikan informasi kepada
keluarga, set alarm, monitor tekanan perfusi serebral, catat respon pasien terhadap stimuli,
monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap aktivitas, monitor jumlah
perencanaan memacu pada NIC yaitu Exercise therapy : ambulation, monitoring vital sign
sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan, konsultasikan dengan terapi
fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan, bantu klien untuk menggunakan
tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera, ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
C. Implementasi Keperawatan
dengan yang ada di dalam rencana. Pelaksanaan keperawatan adalah realisasi rencana
39
tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga
meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
pelaksaan tindakan, serta menilai data yang baru. (Nikmaturrohmah & saiful walid, 2014)
Pada kasus ini, asuhan keperawatan yang diberikan pada Ny S terdiri, memberi
O2 8lpm dengan menggunakan masker, diberi edukasi kepada keluarga prosedur selama
tindakan, pentingnya klien di MRS, dan kebutuhan istirahat. Dari segi penatalaksanaan Ny S
diberi injeksi Antrain 1gr, citicolin 500ml, ranitidin 50ml, furosemide 1 amp. Pada kasus ini,
Ny. S juga dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu cek darah lengkap, gula darah acak,
LFT, SE, Screening, EKG dan RFT. Implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan
hampir sepenuhnya telah dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat,
baik mandiri, edukasi maupun kolaborasi. Menurut Elfrita (2013) orang dengan klien CVA
pemeriksaan reflex neurologis, pemeriksaan EKG, gula darah acak. Pada kasus Ny S dengan
teori diatas dilakukan intervensi yang sama seperti contohnya dilakukan EKG pasien dengan
D. Evaluasi
Pada kasus ini, evaluasi yang digunakan bersistim pada SOAP ( Subyektif,
perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan criteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan. (Nikmaturrohmah & saiful walid, 2014). Untuk menilai bahwa
diagnosa ini dapat teratasi, teratasi sebagian, atau belum teratasi, penulis juga berpacu pada
Pada kasus Ny S ini, dari ketiga diagnosa yang ditegakkan tidak semua
evaluasinya masalah teratasi, karena klien yang berada di IGD tidak selamanya akan dirawat
inapkan di IGD, melainkan akan dilanjutkan di ruangan. Dan saat ini, Ny S telah dipindah
ruangkan di Mina.
41
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pengkajian pada klien dengan CVA dilakukan untuk mendapatkan informasi dan
data yang akurat, berdasarkan data dari hasil pengkajian telah dapat diintreprestasikan dan
ditetapkan diagnose, rencana, tindakan, dan evaluasi. Berdasarkan hasil pengkajian pada Ny
S dengan diagnosa CVA diperoleh data bahwa pasien sebelum mengalami penurunan
kesadaran pasien mengeluh pusing, anggota gerak sebelah kiri mengalami kelemahan dan
muntah 2x setelah itu pasien jatuh kemudian beberapa jam kemudian pasien mengalami
penurunan kesadaran.
mobilitas fisik telah dilakukan dan diperoleh hasil yaitu terdapat keluhan utama pasien
b. Diagnosa yang muncul pada kasus pasien Ny S adalah resiko aspirasi, ketidakefektifan
c. Rencana keperawatan yang disusun, pada diagnosa resiko aspirasi adalah Monitor
tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan, monitor status paru, pelihara
jalan nafas, lakukan suction jika diperlukan, cek nasogastrik sebelum makan, pada
serebral, catat respon pasien terhadap stimuli, monitor tekanan intrakranial pasien dan
Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan,
konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
keperawatan yang telah disusun, yaitu mengkaji keluhan utama pasien, pasien
e. Evaluasi trhadap keberhasilan tindakan yang telah dilakukan selama 30 menit dengan
hasil evalusi pasien Ny S, Subyektif : -, Obyektif : kesadaran stupor, GCS 112, terpasang
Masalah belum teratasi. P : Lanjutkan intervensi pasien pindah ruangan mina jam 17.15.
5.2 Saran
Hasil karya tulis ilmiah ini dijadikan acuan dalam mengidentifikasi faktor yang
disertai dengan penurunan kesadaran sangat membutuhkan penanganan yang ekstra dan
henti nafas dan sampai menyebabkan kematian apabila tidak ditangani secepatnya.
Sehingga dengan diadakannya studi kasus atau asuhan keperawatan ini dapat mengatasi
43
c. Bagi Masyarakat
Untuk masyarakat diharapkan lebih hati-hati lagi dalam beraktifitas, tidak boleh
memaksakan terutama pada orang yang mudah sekali lelah. Selain itu juga pada orang
yang lanjut usia dianjurkan untuk periksakan kondisi kesehatannya agar jika ada
kelainan dapat segera di tangani oleh dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya, harus
tetap menjalankan control rutin untuk menghindari timbulnya gejala-gejala yang dapat
menyebakan CVA.