Anda di halaman 1dari 6

BAB I Pendahuluan

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang lalui oleh 3 lempeng benua dan
samudra yang masih aktif sampai saat ini. Pergerakan ketiga lempeng tersebut
mengakibatkan Indonesia dikelilingi oleh gunung berapi muda maupun tua.
Pergerakan lempeng tersebut menghasilkan celah-celah yang dialiri oleh lava serta
berinteraksi dengan fluida magmatik maupun meteorik sehingga menghasilkan
beberapa jenis endapan. Endapan inilah dapat ditemukan beberapa mineralisasi
bijih dan juga adanya pesebaran alterasi hidrotermal.
Daerah Kulonprogo merupakan salah satu kabupaten di Yogyakarta yang
letaknya berada di bagian barat dari kota Yogyakarta. Daerah Kulonprogo disusun
oleh stratigrafi regional yang menurut Wartono Rahardjo dkk (1977),
Wirahadikusumah (1989), dan Mac Donald dkk (1984) dapat dibagi menjadi 4
formasi, yaitu Formasi Nanggulan, Formasi Andesit Tua, Formasi Joggrangan,
Formasi Sentolo, Formasi Alluvial
Daerah Kulonprogo menurut Van Bammelen (1949) merupakan suatu
pegunungan yang dimana berbentuk “dome” / kubah yang memiliki diameter 15
km – 20 km dengan arah perpanjangan barat laut - tenggara. Pegunungan ini
memiliki batas dibagian utara dan dan timur berupa lembah Kulonprogo dan pada
bagian selatan dibatasi oleh pantai selatan Jawa dan bagian barat laut dibatasi oleh
pegunungan Serayu.
“Dome”/kubah tersebut terdiri dari 3 gunung api Andesit Tua yang sudah
tererosi cukup dalam. Gunung Gajah yang terletak di bagian tengah dome
tersebut, merupakan gunung api tertua dan awal sekali terbentuk yang terdiri dari
lava Andesit hiperstein augit basaltik setelah itu gunung api Ijo yang terletak di
bagian selatan dari gunung Gadjah yang menghasilkan lava andesit piroksen,
kemudian lava andesit hornblende, dan pada akhir pembentukannya terdapat
intrusi batuan dasit. Setelah kegiatan gunung Gajah berhenti dan mengalami
denudasi, pada bagian utara dari gunung Gadjah terbentuk gunung Menoreh yang
menghasilkan lava andesit hornblen, kemudian dihasilkan intrusi dasit
1
BAB I Pendahuluan 2

dan yang terakhir berupa lava andesit (Rahardjo dkk,1995).


Selain memiliki “dome”, menurut Rahardjo dkk (1995) daerah
Kulonprogo juga terdapat struktur mayor dimana struktur yang berkembang
didaerah tersebut berupa beberapa sesar mayor yang diperkirakan. Sesar ini dapat
dilihat dari peta geologi regional daerah Kulonprogo dimana terdapat pergeseran
yang cukup jauh sehingga mempengaruhi morfologi daerah tersebut.
Komposisisi litologi dan juga struktur yang berkembang dari daerah
Kulonprogo yang di dominasi oleh batuan beku, sehingga peneliti merasa tertarik
untuk meneliti daerah Kulonprogo. Hal ini dikuatkan oleh peta geologi regional
yang dibuat oleh Rahardjo dkk (1995) yang menyatakan bahwa daerah ini
merupakan gunung api purba. Berdasarkan penelitian Subardi (2001) yang
berjudul “Alterasi dan Mineralisasi daerah Kulonprogo” dengan
mempertimbangkan jenis alterasi dan segala aspeknya menyebutkan bahwa
daerah ini merupakan daerah yang tipe endapannya berupa endapan epitermal
sulfidasi rendah. Menurut Hayba dkk., 1985 dalam Corbett dan Leach (1996)
endapan epitermal terbentuk di lingkungan dangkal dengan temperatur < 300oC,
dan fluida hidrotermal diinterpretasikan bersumber dari fluida meteorik. Endapan
tipe ini merupakan kelanjutan dari sistem hidrotermal tipe porfiri, dan terbentuk
pada busur magmatik bagian dalam di lingkungan gunung api kalk-alkali atau
batuan dasar sedimen.
Daerah ini menjadi menarik diteliti karena dapat menghasilkan jenis
mineralisasi bijih bernilai ekonomis jika terdapat struktur besar yang
mempengaruhi perkembangan endapan mineral di daerah tersebut (Corbett dan
Leach (1996) dalam Pirajno (2001)). Berdasarkan Suryono (2004) yang meneliti
mengenai kandungan logam emas maupun logam berat lainnya dengan penelitian
urat emasnya menyatakan bahwa daerah Kulonprogo memiliki mineralisasi bijih
yang cukup ekonomis untuk diteliti.
BAB I Pendahuluan 3

I.2 Letak dan Kesampaian Daerah Penelitian


Lokasi penelitian berada di daerah Sangon dan Plampang, Kecamatan
Kokap, Kabupaten Kulonprogo, Propinsi DIY yang terletak ± 100 km sebelah
barat laut Kota Yogyakarta (dapat dilihat pada Gambar 1). Daerah penelitian
memiliki ukuran 2 x 2 km. Secara geografis terletak pada UTM 9134200 -
9136500 dan 396200 - 398200.

I.3 Rumusan Masalah


Dalam penelitian ini ada beberapa rumusan masalah yang menjadi pokok
penelitian, yaitu:
• Belum adanya pemetaan kondisi geologi meliputi litologi dan struktur
pengontrol yang di daerah penelitian.
• Belum adanya penelitian mengenai tipe persebaran alterasi di daerah
tersebut.
• Belum adanya penelitian mengenai karakteristik dan genesa mineral bijih
di daerah penelitian.

I.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kondisi geologi yang mengontrol pembentukan endapan
hidrotermal yang ada di daerah penelitian.
2. Mengetahui karakteristik mineralogi bijih dan alterasi hidrotemal daerah
penelitian.
3. Menginterpretasikan tipe dan genesa mineralisasi endapan bijih
hidrotermal pada daerah penelitian.
Gambar 1.1. Peta Lokasi daerah penelitian.
BAB I Pendahuluan 5

I.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian


Pada daerah ini dilakukan pemetaan lapangan dan yang diteliti dilapangan
berupa pesebatan litologi dan alterasi daerah tersebut. Selama pemetaan lapangan
diambil juga sampel batuan dan juga beberapa sampel urat yang digunakan untuk
analisis laboratorium. Setelah dari pengambilan data lapangan, didapatkan data
berupa peta geologi, peta geomorfologi dan peta alterasi. Sampel yang didapat
kemudian dianalisa di lab dan dibuat sayatan tipis maupun poles dan beberapa di
analisis secara XRD. Dari pengamatan sampel tersebut diketahui mineral
penyusun batuan, mineral clay dari batuan serta genesa dan karakteristik dari
mineral bijih yang ada di darah penelitian.

I.6. Keaslian Penelitian


Berikut merupakan beberapa hasil peneliti-peneliti terdahulu yang pernah
meneliti daerah terkait, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian skripsi
dengan tema ini belum pernah dilakukan. Ide atau pokok tema yang diangkat
merupakan murni ketertarikan penulis.
1. Rahardjo dkk tahun 1995 mengenai peta geologi regional lembar
daerah Yogyakarta.
2. Subardi tahun 2001 yang meneliti “Alterasi dan Mineralisasi daerah
Kulonprogo” dengan mempertimbangkan jenis alterasi dan segala
aspeknya. Akan tetapi penelitian tersebut hanya mencakup
kegeologian meliputi peta geologi dan pesebaran alterasinya serta
ukuran dari daerah pemetaannya 3x4 km. Penelitian ini memiliki
kesamaan di bidang peta geologi dan alterasi. Namun penelitian yang
diteliti mendalami lebih lanjut mengenai mineralisasi bijih nya. Luasan
daerah 2 x 2 km meliputi daerah Sangon, Plampang 3, Kecamatan
Kokap dan sekitarnya.
3. Suryono pada skripsinya pada tahun 2004 yang berjudul "Geologi dan
Mineralisasi Logam pada Intrusi Andesit Oligosen Akhir pada daerah
Sangon" yang meneliti mengenai kandungan logam emas maupun
logam berat lainnya dengan penelitian urat emasnya. Namun memiliki
perbedaan peneliti meneliti mineralisasi bijih tidak secara
BAB I Pendahuluan 6

keekonomisannya melainkan secara umumnya dan hubungannya


dengan alterasi sekitarnya serta lebih condongnya penelitian tersebut
pada 1 daerah yang sangat spesifik. Daerahnya meliputi Sangon dan
sekitarnya, Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap dan sedikit Daerah
Temon dengan luasan 4 x 5 km.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut diatas maka tema penelitian


sekarang akan ditekankan kepada karakteristik persebaran mineralisasi bijih dan
alterasi hidrotermal dan belum dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai