Anda di halaman 1dari 83

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes miletus (penyakit gula darah) bisa di akibatkan oleh faktor
keturunan atau pola hidup yang tidak sehat contohnya sering memakan
makanan yang manis atau gula berlebihan, diabetes miletus di tandai dengan
badan sering merasa lapar, sering merasa haus, dan sering mengantuk. Diabetes
miletus bila di diamkan atau tidak di obati maka akan timbul penumpukan
glukosa (gula) pada darah yang bisa menyebabkan luka.
Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau
sekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan pada penderita Diabetes Melitus yaitu
polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan berat badan kesemutan.
Menurut data dari organisasi kesehatan di dunia World Health Organisation
(WHO), diperkirakan jumlah penyandang diabetes mellitus di Indonesia
mencapai 21,3 juta orang pada tahun 2030, Sedangkan dari hasil International
Diabetes Federation (IDF), diperkirakan jumlah penderita diabetes melitus
mencapai lebih dari 371 juta jiwa di seluruh dunia yang berusia antara 20-79
tahun. Indonesia menduduki urutan ketujuh dengan kejadian diabetes paling
tinggi, di bawah China, India, USA, Brazil, Rusia, dan Meksiko (World Health
Organisation: 2015)
Pada tahun 2013 terdapat 15 kabupaten kota dengan angka kejadian diabetes
melitus melebihi angka kejadian diabetes mellitus Provinsi Jawa Barat.
Sedangkan tahun 2012 sebanyak 10 kabupaten kota. Berarti pada tahun 2013
mengalami peningkatan jumlah kabupaten kota dengan kejadian diabetes
mellitus melebihi angka kejadian provinsi (Dinkes Provinsi Jawa Barat, 2013).
Pada tahun 2017 angka kejadian di puskesmas Nagrak Kabupaten Cianjur
sebanyak 281 jiwa. (Puskesmas Nagrak, 2017)

1
2

Sebagian besar penyandang diabetes di Indonesia adalah kelompok diabetes


mellitus type II yaitu lebih dari 90% dari seluruh populasi diabetes, sedangkan
penyandang diabetes mellitus type I lebih sedikit jumlahnya (Perkeni, 2011).
Jumlah penderita diabetes di Indonesia tahun 2000 mencapai 8,43 juta jiwa dan
diperkirakan mencapai 21,257 juta jiwa pada tahun 2030, bahkan saat ini
prevalensi diabetes di Indonesia menduduki urutan ke enam didunia. World
Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 4 juta orang meninggal
setiap tahun akibat komplikasi (Kemenkes, 2013).
Penderita Diabetes melitus mempunyai resiko 15% terjadinya ulkus kaki
diabetik pada masa hidupnya dan resiko terjadinya kekambuhan dalam 5 tahun
sebesar 70%. Neuropati perifer, penyakit vaskular perifer, beban tekanan
abnormal pada plantar, dan infeksi menjadi resiko penting untuk terjadinya
ulkus kaki diabetik dan amputasi (Dimyati, 2011).
Ulkus kaki diabetik merupakan komplikasi menahun yang paling ditakuti
oleh penderita Diabetes melitus, baik ditinjau dari lamanya perawatan, biaya
tinggi yang diperlukan untuk pengobatan yang menghabiskan dana 3 kali lebih
banyak dibandingkan tanpa ulkus. Penderita ulkus kaki diabetik di negara maju
memerlukan biaya yang tinggi untuk perawatan yang diperkirakan antara
$10.000 - $12.000 per tahun untuk seorang penderita. Penderita ulkus kaki
diabetik di Indonesia memerlukan biaya yang tinggi sebesar Rp 1,3 juta sampai
Rp. 1,6 juta perbulan dan Rp. 43,5 juta per tahun untuk seorang penderita
(Dimyati, 2011).
Penyandang Diabetes melitus yang harus menjalani amputasi di Indonesia
pada tahun 2003 jumlahnya sekitar 25% dari seluruh pasien yang dirawat
karena kakinya bermasalah (Maulana, 2009). Amputasi tidak perlu terjadi
apabila penyandang Diabetes melitus mempunyai pengetahuan dan secara
serius mau menjaga dan merawat kakinya secara rutin. Perawatan kaki yang
baik dapat mencegah kejadian amputasi sekitar ½ sampai ¾ (Maulana, 2009).
Perawatan kaki merupakan upaya pencegahan primer yang dapat dilakukan
oleh penderita Diabetes melitus. Pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki
pada penderita Diabetes melitus meliputi pemeriksaan kaki setiap hari,
3

mencuci kaki setiap hari, dan memakai sepatu dengan ukuran yang sesuai dan
nyaman di pakai (Johnson, 2005).
Perawat dapat memberikan informasi tentang perawatan kaki pada
penderita Diabetes melitus melalui pendidikan kesehatan. Media yang dapat
dilakukan diantaranya dengan menggunakan leaflet dan metode demonstrasi.
Pendidikan kesehatan dengan menggunakan leaflet akan mendapatkan tingkat
pemahaman 40% sedangkan dengan menggunakan metode demonstrasi tingkat
pemahaman akan mencapai 90% (Silaban, 2012).
Hal terpenting dalam asuhan keperawatan pasien diabetes mellitus adalah
perawatan secara farmakologi dan non farmakologis. Secara farmakologis
yaitu dengan suntik insulin, dan secara non farmakologis yaitu seperti olahraga,
diet yang di atur, dan perawatan luka juga.
Berdasarkan data di atas penulis menerapkan konsep asuhan keperawatan
“pendidikan kesehatan dan metode demostrasi terhadap kemampuan merawat
kaki anggota keluarga yang mempunyai diabetes mellitus di wilayah kerja
Puskesmas Karang Tengah”

B. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan pendidikan kesehatan dan metode demostrasi
terhadap kemampuan merawat kaki anggota keluarga yang mempunyai
diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Karang Tengah?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan asuhan keperawatan dengan melaksanakan
penerapan pendidikan kesehatan pada keluarga dengan metode demostrasi
terhadap kemampuan merawat kaki anggota keluarga yang mempunyai
diabetes melitus.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami
Diabetes Melitus
4

b. Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien yang mengalami


Diabetes Melitus
c. Menyusun rencana keperawatan pada klien yang mengalami Diabetes
mellitus
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami
Diabetes Melitus
e. Melakukan evaluasi pada klien yang mengalami Diabetes Melitus
f. Menganalisis aplikasi tindakan penerapan pendidikan kesehatan pada
keluarga dengan metode demostrasi terhadap kemampuan merawat
kaki anggota keluarga mempunyai diabetes mellitus.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dilakukan untuk pengembangan ilmu keperawatan yang
menerapkan pendidikan kesehatan pada keluarga dengan metode
demostrasi terhadap kemampuan merawat kaki anggota keluarga
mempunyai diabetes mellitus.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Perawat
Menambah wawasan juga terhadap intervensi yang akan digunakan
dan bisa juga digunakan untuk implementasi agar penambahan ilmu
kepada klien.
b. Institusi Pendidikan
Dapat menjadi sumber acuan terhadap mahasiswa dalam melakukan
pendidikan kesehatan terhadap penderita diabetes mellitus yang ada
di anggota keluarganya.
c. Klien
Menambah wawasan terhadap keluarga yang mempunyai anggota
keluarga yang mempunyai luka diabetes melitus
5

BAB II
TINJUAN PUSTAKA

A. Konsep Diabetes Melitus


1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2012,
diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi kerana kelainan sekresi insulin,
gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah. Diabetes
Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda- tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein. (Iskandar, 2010: 65). Diabetes mellitus
adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin
atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009: 108).
Jadi diabetes mellitus adalah sebuah penyakit yang mengganggu
system metabolic dengan karakteristik hiperglikemia karena kelainan
sekresi insulin, karena kerusakannya pancreas dalam tubuh yang bisa
memproduksi insulin tersebut.
2. Klasifikasi
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu:
a. Diabetes melitus tipe 1. Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta
pankreas sehingga kekurangan insulin absolut (Iskandar, 2009: 29).
Umumnya penyakit berkembang kearah ketoasidosis diabetik yang
menyebabkan kematian. Pada diabetes melitus tipe ini biasanya terjadi
sebelum umur 30 tahun dan harus mendapatkan insulin dari luar.
Beberapa faktor resiko dalam diabetes melitus tipe ini adalah

5
6

autoimun, infeksi virus, riwayat keluarga diabetes melitus (ADA,


2012: 40).
b. Diabetes melitus tipe 2. Pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan
insulin tetapi insulin yang bekerja kurang sempurna karena adanya
resistensi insulin akibat kegemukan. Faktor genetis dan pola hidup
juga sebagai penyebabnya. Faktor resiko DM tipe 2 adalah: obesitas,
stress fisik dan emosional, kehamilan umur lebih dari 40 tahun,
pengobatan dan riwayat keluarga diabetes melitus. Hampir 90%
penderita diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 2 (ADA, 2012:
43).
c. Diabetes melitus dengan kehamilan atau Diabetes Melitus
Gestasional (DMG), merupakan penyakit diabetes melitus yang
muncul pada saat mengalami kehamilan padahal sebelumnya kadar
glukosa darah selalu normal. Tipe ini akan normal kembali setelah
melahirkan. Faktor resiko pada DMG adalah wanita yang hamil
dengan umur lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga
dengan diabetes melitus, infeksi yang berulang, melahirkan dengan
berat badan bayi lebih dari 4 kg (ADA, 2012: 45).
d. Diabetes tipe lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta,
defek genetik fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi dan sindrom genetik
lain yang berhubungan dengan diabetes melitus. Beberapa hormon
seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin
bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan hormone
tersebut dapat mengakibatkan diabetes melitus tipe ini (ADA, 2012:
57).
3. Etiologi
a. Obesitas. Makanan yang berlebihan menyebabkan gula dan lemak
dalm tubuh menumpuk dan menyebabkan kelenjar pankreas bekerja
keras memproduksi insulin untuk mengolah gula yang masuk
(Lanywati, 2011: 78).
7

b. Kekurangan insulin. Kekurangan insulin disebabkan kerena tidak


memadainya hasil sekresi insulin sehingga respon jaringan terhadap
insulin berkurang. Hal ini merupakan gejala dari heperglikemia
(American Diabetes Association, 2011: 88).
c. Pada saat hamil. Seorang ibu secara naluri akan menambah konsumsi
makanannya, sehingga berat badan ibu otomatis akan naik 7-10 kg.
Pada saat makanan ibu ditambah konsumsinya ternyata produksi
insulin kurang mencukupi, maka akan terjadi gejala diabetes melitus
(Lanywati, 2011: 67).
4. Patofisiologi
Semua tipe diabetes melitus, sebab utamanya adalah hiperglikemi atau
tingginya gula darah dalam tubuh yang di sebabkan oleh sekresi insulin,
kerja dari insulin atau keduanya (Ignativicius & Workman, 2006: 75).
Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu (ADA, 2012: 49):
a. Rusaknya sel-sel β pankreas. Rusaknya sel beta dapat di karenakan
genetic, imunologis atau dari lingkungan seperti virus. Karakteristik
inii biasanya terdapat pada Diabetes Melitus tipe 1.
b. Penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.
c. Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer
Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin, maka dapat
mengakibatkan beberapa hal menurut (Ignativicius dan Workman, 2006;
Smeltzer et al, 2008: 77):
a. Menurunnya transport glukosa melalui membran sel, keadaan ini
mengkibatkan sel-sel kekurngan makanan sehingga meningkatkan
metabolisme lemak dalam tubuh. Manifestasi yang muncul adalah
penderita DM selalu merasa lapar atau nafsu makan meningkat atau
yang biasa disebut poliphagia.
b. Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukogenesis, karena
proses ini disertai nafsu makan meningkat atau poliphagia sehingga
dapat mengkibatkan terjadinya hiperglikemi. Tingginya kadar gula
dalam darah mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi mengabsorbsi
8

dan glukosa keluar bersama urin, keadaan ini yang disebut glukosuria.
Manifestasi yang muncul yaitu penderita sering berkemih atau
poliuria dan selalu merasa haus atau polidipsi.
c. Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati
dan otot terganggu.
d. Meningkatkan glikognolisis, glukogeogenesis yang memecah sumber
selain karbohidrat seperti asam amino dan laktat.
e. Meningkatkan lipolisis, dimana pemecah trigliserida menjadi gliserol
dan asam lemak bebas.
f. Meningkatkan ketogenesis (merubah keton dari asam lemak bebas.
Proteolisis, dimana merubah protein dan asam amino dan dilepaskan
ke otot
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Diabetes Melitus dapat di golongkan menjadi gejala
akaut dan kronik (Perkeni, 2011: 66).
a. Gejala Akut Penyakit Diabetes Melitus
Gejala penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lain
bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apapun sampai
saat tertentu. Pemula gejala yang ditunjukkan yaitu banyak makan
(poliphagia), banyak minum (polidipsi) dan banyak kencing
(poliuria). Keadaan tersebut, jika tidak segera diobati maka akan
timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai
berkurang/berat badan turun dengan cepat (turun 5 – 10 kg dalam
waktu 3-4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak segera diobati, akan
timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut
dengan koma diabetik.
b. Gejala Kronik Diabetes Melitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderiata diabetes melitus
adalah kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk
jarum, rasa tebal di kulit, kram, mudah mengantuk, mata kabur,
biasanya sering ganti kaca mata, gatal di sekitar kemaluan terutama
9

wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual


menurun, bahkan impotensi dan para ibu hamil sering mengalami
keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau bayi lahir
dengan berat 4 kg (Soegondo dkk, 2004: 55).
6. Komplikasi
Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai
komplikasi. Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu
komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi:
Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar non ketotik, dan hiperglikemia
(Perkeni,2011: 71).
Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah, makroangiopati,
mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada pembuluh
darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak.
Mikroangipati terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti
kapiler retina mata, dan kapiler ginjal (Perkeni, 2011: 71).
7. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Menurut Perkeni (2011: 72), penataksanaan diabetes melitus terdiri dari:
a. Edukasi
Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang
diabetes melitus memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga,
masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku. Edukasi yang di berikan meliputi:
Edukasi untuk pencegahan primer yaitu edukasi yang ditunjukkan
untuk kelompok resiko tinggi. Edukasi untuk pencegahan skunder
yaitu edukasi yang ditunjukkan untuk pasien baru. Materi edukasi
beruapa penegrtian diabetes, gejala, penatalaksanaan, mengenal dan
mencegah komplikasi akut dan kronik.
Edukasi untuk penceghan tersier yaitu edukasi yang ditunjukkan
pada pasien tingkat lanjut, dan materi yang diberikan meliputi: cara
pencegahan komplikasi dan perawatan, upaya untuk rehabilitasi, dll.
10

b. Terapi gizi atau Perencanaan Makan


Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan
secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas
kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Menurut Smeltzer et al,
(2008: 78) bahwa perencanaan makan pada pasien diabetes meliputi:
1) Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes melitus
2) Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan
seperti vitamin dan mineral
3) Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
4) Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena
pada pasien diabetes melitus jika serum lipid menurun maka
resiko komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun
5) Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi
komplikasi yang dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.
c. Latihan jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko
kardiovaskuler. Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Latihan jug adapt meningkatkan kadar HDL
kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida
(ADA, 2012).
Kegiatan sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang dari 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan diabetes melitus. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti : jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknnya disesuiakan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Menurut ADA (2012: 90), ada beberapa pedoman
umum untuk melakukan latihan
11

d. Jasmani pada pasien diabetes yaitu:


1) Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindungan
kaki lainnya.
2) Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin
3) Periksa kaki setelah melakukan latihan.
4) Hindari latihan pada saat pengendalian metabolik buruk
e. Terapi farmakologis
Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar,
olah raga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan
insulin. Pasien diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan
insulin setiap hari. Pasien diabetes melitus tipe 2, umumnya pasien
perlu minum obat antidiabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes
memerlukan suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan
kombinasi suntikan insulin dan tablet (ADA, 2012: 90).
f. Monitoring keton dan gula darah
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara
mandiri penderita diabetes dapat mengatur terapinya untuk
mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Monitoring
glukosa darah merupakan pilar kelima dianjurkan kepada pasien
diabetes melitus. Monitor level gula darah sendiri dapat mencegah dan
mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemiadan hiperglikemia
dan pasien dapat melakukan keempat pilar di atas untuk menurunkan
resiko komplikasi dari diabetes melitus (Smeltzer et al, 2008: 75).

B. Konsep Pendidikan Kesehatan dan Pengetahuan


1. Pendidikan Kesehatan
a. Pengertian Pendidikan Kesehatan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau
masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang di harapkan oleh
pelaku pendidikan, yang tersirat dalam pendidikan adalah: input
12

adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, dan masyarakat),


pendidik adalah (pelaku pendidikan), proses adalah (upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain), output adalah
(melakukan apa yang diharapkan atau perilaku) (Notoatmodjo, 2012:
34).
Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental,
spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomi, dan menurut WHO yang
paling baru ini memang lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan
batasan sebelumnya yang mengatakan, bahwa kesehatan adalah
keadaan sempurna, baik fisik maupun mental dan tidak hanya bebas
dari penyakit dan cacat (Notoatmodjo, 2012: 34). Pendidikan
kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan dalam bidang
kesehatan. Secara opearasional pendidikan kesehatan adalah semua
kegiatan untuk memberikan dan meningkatkan pengetahuan, sikap,
praktek baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara
dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2012: 34).
Pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya atau kegiatan
untuk menciptakan perilaku kesehatan yang kondusif untuk
kesehatan. Tujuan pendidikan diantaranya adalah: untuk
meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit,
mempertahakan derajat kesehatan yang sudah ada, memaksimalkan
fungsi dan peran pasien selama sakit dan membantu pasien serta
keluarga untuk mengatasi masalah (Supriadi, Kusyati, Susilawati.
2013)
b. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Menurut Susilo (2011: 45) tujuan pendidikan kesehatan terdiri dari:
1) Tujuan kaitannya dengan batasan sehat
Menurut WHO (1954) pendidikan kesehatan adalah untuk
mengubah perilaku orang atau masyarakat dari perilaku tidak
sehat menjadi perilaku sehat. Seperti kita ketahui bila perilaku
13

tidak sesuai dengan prinsip kesehatan maka dapat menyebabkan


terjadinya gangguan terhadap kesehatan. Masalah ini harus benar-
benar dikuasai oleh semua kader kesehatan di semua tingkat dan
jajaran, sebab istilah sehat, bukan sekedar apa yang terlihat oleh
mata yakni tampak badannya besar dan kekar.
Mungkin saja sebenarnya ia menderita batin atau menderita
gangguan jiwa yang menyebabkan ia tidak stabil, tingkah laku
dan sikapnya. Untuk menapai sehat seperti definisi diatas, maka
orang harus mengikuti berbagai latihan atau mengetahui apa saja
yang harus dilakukan agar orang benar-benar menjadi sehat.
2) Mengubah perilaku kaitannya dengan budaya
Sikap dan perilaku adalah bagian dari budaya. Kebiasaan,
adat istiadat, tata nilai atau norma, adalah kebudayaan. Mengubah
kebiasaan, apalagi adat kepercayaan yang telah menjadi norma
atau nilai di suatu kelompok masyarakat, tidak segampang itu
untuk mengubahnya. Hal itu melalui proses yang sangat panjang
karena kebudayaan adalah suatu sikap dan perilaku serta cara
berpikir orang yang terjadinya melalui proses belajar.
Meskipun secara garis besar tujuan dari pendidikan
kesehatan mengubah perilaku belum sehat menjadi perilaku
sehat, namun perilaku tersebut ternyata mencakup hal yang luas,
sehingga perlu perilaku tersebut dikategorikan secara mendasar.
Susilo membagi perilaku kesehatan sebagai tujuan pendidikan
kesehatan menjadi 3 macam yaitu:
a) Perilaku yang menjadikan kesehatan sebagai suatu yang
bernilai di masyarakat. Dengan demikian kader kesehatan
mempunyai tanggung jawab di dalam penyuluhannya
mengarahkan pada keadaan bahwa cara-cara hidup sehat
menjadi kebiasaan hidup masyarakat sehari-hari.
b) Secara mandiri mampu menciptakan perilaku sehat bagi
dirinya sendiri maupun menciptakan perilaku sehat di dalam
14

kelompok. Itulah sebabnya dalam hal ini Pelayanan


Kesehatan Dasar (PHC = Primary Health Care) diarahkan
agar dikelola sendiri oleh masyarakat, dalam hal bentuk yang
nyata adalah PKMD. Contoh PKMD adalah Posyandu.
Seterusnya dalam kegiatan ini diharapkan adanya langkah-
langkah mencegah timbulnya penyakit.
c) Mendorong berkembangnya dan penggunaan sarana
pelayanan kesehatan yang ada secara tepat. Ada kalanya
masyarakat memanfaatkan sarana kesehatan yang ada secara
berlebihan. Sebaliknya sudah sakit belum pula menggunakan
sarana kesehatan yang ada sebagaimana mestinya.
3) Sasaran Pendidikan Kesehatan
Menurut Susilo (2011: 76) sasaran pendidikan kesehatan di
indonesia, berdasarkan kepada program pembangunan di
Indonesia adalah:
a) Masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat
pedesaan.
b) Masyarakat dalam kelompok tertentu, seperi wanita,
pemuda, remaja. Termasuk dalam kelompok khusus ini
adalah kelompok pendidikan mulai dari TK sampai
perguruan tinggi, sekolah agama swasta maupun negeri.
4) Metode Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2012: 80) metode pendidikan kesehatan
dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
a) Metode Individual (Perorangan)
Metode ini dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu:
(1) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and counceling)
(2) Wawancara (interview)
b) Metode Kelompok
Metode kelompok ini harus memperhatikan apakah
kelompok tersebut besar atau kecil, karena metodenya akan
15

lain. Efektifitas metodenya pun akan tergantung pada


besarnya sasaran pendidikan
(1) Kelompok besar
(a) Ceramah
Metode yang cocok untuk yang berpendidikan
tinggi maupun rendah.
(b) Seminar
Metode ini cocok digunakan untuk kelompok besar
dengan pendidikan menengah atas. Seminar sendiri
adalah presentasi dari seorang ahli atau beberapa
orang ahli dengan topik tertentu.
(2) Kelompok kecil
(a) Diskusi kelompok
Kelompok ini dibuat saling berhadapan, ketua
kelompok menempatkan diri diantara kelompok,
setiap kelompok punya kebebasan untuk
mengutarakan pendapat, biasanya pemimpin
mengarahkan agar tidak ada dominasi antar
kelompok.
(b) Curah pendapat (Brin storming)
Merupakan hasil dari modifikasi kelompok, tiap
kelompok memberikan pendapatnya, pendapat
tersebut di tulis di papan tulis, saat memberikan
pendapat tidak ada yang boleh mengomentari
pendapat siapapun sebelum semuanya
mengemukakan pendapatnya, kemudian tiap
anggota berkomentar lalu terjadi diskusi
(c) Bola salju (Snow balling)
Setiap orang di bagi menjadi berpasangan, setiap
pasang ada 2 orang. Kemudian diberikan satu
pertanyaan, beri waktu kurang lebih 5 menit
16

kemudian setiap 2 pasang bergabung menjadi satu


dan mendiskuskan pertanyaan tersebut, kemudian 2
pasang yang beranggotakan 4 orang tadi bergabung
lagi dengan kelompok yang lain, demikian
seterusnya sampai membentuk kelompok satu kelas
dan timbulah diskusi.
(3) Kelompok-kelompok kecil (Buzz group)
Kelompok di bagi menjadi kelompok-kelompok kecil
kemudian dilontarkan satu pertanyaan kemudian
masing-masing kelompok mendiskusikan masalah
tersebut dan kemudian kesimpulan dari kelompok
tersebut dicari kesimpulannya.
(4) Bermain peran (Role play)
Beberapa anggota kelompok ditunjuk untuk
memerankan suatu peranan misalnya menjadi dokter,
perawat atau bidan, sedangkan anggota yang lain sebagai
pasien atau masyarakat.
(5) Permainan simulasi (Simulation game)
Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan
diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan dsajikan
dalam beberapa bentuk permainan seperti permainan
monopoli, beberapa orang ditunjuk untuk memainkan
peranan dan yang lain sebagai narasumber.
c) Metode Massa
Pada umumnya bentuk pendekatan ini dilakukan secara tidak
langsung atau menggunakan media massa.

c. Model Pendidikan Kesehatan


Menurut Nursalam (2008: 50) perawat sebagai pendidik harus
memiliki kemampuan untuk mengkaji kekuatan dan dampak yang
ditimbulkan oleh intervensi keperawatan terhadap perilaku subyek
17

yang dapat memperkaya, memberikan informasi dan melengkapi


perilaku subyek yang diinginkan. Model pendidikan kesehatan yang
dapat digunakan oleh perawat adalah sebagai berikut:
1) Model Perilaku Individu
Ada dua model yang sering digunakan untuk menjelaskan
faktor penentu dari perilaku preventif, yaitu model nilai kesehatan
dan model promosi kesehatan. Secara mendasar model nilai
kesehatan ditunjukkan untuk promosi peningkatan perilaku sehat
daripada mengulangi faktor penyebab.
Model ini berfokus pada orientasi mencegah penyakit yang
spesifik. Dimensi yang digunakan pada model nilai kesehatan
meliputi kepekaan, keparahan, penghalang yang dirasakan,
variabel structural serta sosiopsikologis lainnya. Sedangkan
model promosi kesehatan merupakan modifikasi nilai kesehatan
dan lebih memfokuskan pada prediksi perubahan perilaku akibat
promosi kesehatan.
2) Model Pemberdayaan Masyarakat
Perubahan perilaku yang terjadi pada individu belum
membawa dampak yang berarti pada perubahan perilaku di
masyarakat. Sehingga perawat perlu membantu individu dan
keluarga yang telah berubah perilakunya yang ditampilkan pada
komunitas. Fokus proses pemberdayaan masyarakat adalah
komunikasi, informasi, dan pendidikan kesehatan (WHO, 1994).
Di Indonesia sering disebut komunikasi informasi dan edukasi
(KIE) yang ditujukan pada individu, keluarga, dan kelompok.
Strategi yang dapat digunakan oleh perawat dalam rangka
KIE adalah pembelajaran pemecahan masalah (problem solving),
memperluas jaringan kerja (networking), bernegosiasi dengan
pihak yang bersangkutan (negotiating), pendekatan untuk
mempengaruhi orang lain (lobbying) dan pencarian informasi
18

(information seeking) untuk meningkatkan derajat kesehatan


kliennya.
d. Media Pendidikan Kesehatan
Menurut Nursalam (2008: 51) media pendidikan kesehatan
adalah saluran komunikasi yang dipakai untuk mengirimkan pesan
kesehatan. Media dibagi menjadi 3, yaitu: cetak, elektronik, media
papan (billboard).
1) Media cetak
a) Booklet: untuk menyampaikan pesan dalam bentuk pesan
tulisan maupun gambar, biasanya sasarannya masyarakat
yang bisa membaca.
b) Leaflet: penyampaian pesan melalui lembar yang dilipat
biasanya berisi gambar atau tulisan atau biasanya kedua-
duanya.
c) Flyer (selebaran): seperti leaflet tetapi tidak berbentuk
lipatan.
d) Flip chart (lembar balik): informasi kesehatan yang
berbentuk lembar balik dan berbentuk buku. Biasanya berisi
gambar dibaliknya berisi pesan kalimat berisi informasi
berkaitan dengan gambar tersebut.
e) Rubik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah,
mengenai hal yang berkaitan dengan hal kesehatan.
f) Poster: berbentuk media cetak berisi pesan-pesan kesehatan
biasanya ditempel di tembok-tembok tempat umum dan
kendaraan umum.
g) Foto: yang mengungkapkan masalah informasi kesehatan.

2) Media elektronik
a) Televisi: dalam bentuk ceramah di TV, sinetron, sandiwara,
dan vorum diskusi tanya jawab dan lain sebagainya.
19

b) Radio: bisa dalam bentuk ceramah radio, sport radio, obrolan


Tanya jawab dan lain sebagainya.
c) Vidio Compact Disc (VCD).
d) Slide: slide juga dapat digunakan sebagai sarana informasi.
e) Film strip juga bisa digunakan menyampaikan pesan
kesehatan.
f) Media papan (bill board) Papan yang dipasang di tempat-
tempat umum dan dapat dipakai dan diisi pesan-pesan
kesehatan.
e. Standar Operasional Prosedur
1) Pengertian
Melakukan tindakan perawatan: mengganti balutan,
membersihkan luka pada luka kotor.
2) Tujuan
a) Mencegah infeksi.
b) Membantu Penyembuhan luka.
3) Peralatan
Bak Instrumen yang berisi :
a) Pinset Anatomi
b) Pinset Chirurgis
c) Gunting Debridemand
d) Kasa Steril
e) Kom: 3 buah
Peralatan lain terdiri dari:
a) Sarung tangan
b) Gunting Plester
c) Plester atau perekat
d) Alkohol 70%/ wash bensin
e) Desinfektant
f) NaCl 0,9%
g) Bengkok: 2 buah,1 buah berisi larutan desinfektan
20

h) Verband
i) Obat luka sesuai kebutuhan
4) Prosedur Pelaksanaan
a) Tahap Pra Interaksi
(1) Melakukan Verifikasi program terapi
(2) Mencuci tangan
(3) Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
b) Tahap Orientasi
(1) Memberikan salam dan menyapa nama pasien
(2) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/klien
(3) Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan.
c) Tahap Kerja
(1) Menjaga Privacy
(2) Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat
jelas
(3) Membuka peralatan
(4) Memakai sarung tangan
(5) Membasahi plaster dengan alkohol/wash bensin dan
buka dengan menggunakan pinset
(6) Membuka balutan lapis terluar
(7) Membersihkan sekitar luka dan bekas plester
(8) Membuka balutan lapis dalam
(9) Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk
mengeluarkan pus
(10) Melakukan debridement
(11) Membersihkan luka dengan menggunakan cairan NaCl
(12) Melakukan kompres desinfektant dan tutup dengan
kassa
(13) Memasang plester atau verband
21

(14) Merapikan pasien


d) Tahap Terminasi
(1) Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
(2) Berpamitan dengan klien
(3) Membereskan alat-alat
(4) Mencuci tangan
(5) Mencatat kegiatan dalam lembar/ catatan keperawatan.
2. Konsep Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,
hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu
pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra
pendengaran yaitu telinga dan indra penglihatan yaitu mata
(Notoatmodjo, 2012: 39).
Menurut Notoatmodjo (2012: 39), pengetahuan merupakan hasil
dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia
(2011), pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan
proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor
dari dalam, seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi
yang tersedia, serta keadaan sosial budaya. Pengetahuan adalah
informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang
(Agus, 2013: 44).
b. Proses terjadinya Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2011: 40) pengetahuan mengungkapkan
bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang
tersebut terjadi proses sebagai berikut:
22

1) Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam


arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi (obyek).
2) Merasa (Interest), tertarik terhadap stimulasi atau obyek tersebut
disini sikap obyek mulai timbul.
3) Menimbang-nimbang (Evaluation), terhadap baik dan tidaknya
stimulasi tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden
sudah lebih baik lagi.
4) Mencoba (Trial), dimana subyek mulai mencoba melakukan
sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki.
5) Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulasi.
c. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012: 40) pengetahuan yang dicakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya, pada tingkatan ini reccal (mengingat
kembali) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsang yang diterima. Oleh sebab itu tingkatan
ini adalah yang paling rendah.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar tentang objek
yang dilakukan dengan menjelaskan, menyebutkan contoh dan
lain-lain.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
23

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam


kontak atau situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitan satu sama lain,
kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja
dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis ini
suatu kemampuan untuk menyusun, dapat merencanakan,
meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang
telah ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakuksan
penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Dari teori tingkat pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa
pengetahauan memiliki 6 tingkatan pengetahuan dimana tingkat
pengetahuan tersebut diantaranya tingkat pertama tahu setelah
mendapatkan pengetahuan, tingkat kedua memahami pengetahuan
yang didapatkan, tingkat ketiga dapat mengaplikasikan pengetahuan
dalam kehidupan sehari-hari, tingkat keempat mampu menjabarkan
suatu materi atau menganalisis, tingkat kelima dapat mensintesis atau
menunjukan kemampuan untuk meringkas suatu materi, dan tingkat
pengetahuan yang keenam seseorang mempunyai kemampuan untuk
melakukan penilaian terhadap suatu materi.
24

d. Jenis Pengetahuan
Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam konteks
kesehatan sangat beraneka ragam. Pengetahuan merupakan bagian
perilaku kesehatan.
Jenis pengetahuan diantaranya sebagai berikut:
1) Pengetahuan implisit
Pengetahuan implisit adalan pengetahuan yang masih
tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-
faktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi,
persfektif, dan prinsip. Biasanya pengalaman seseorang sulit
untuk ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan.
Pengetahuan implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya
bahkan bisa tidak disadari. Contoh seseorang mengetahui tentang
bahaya merokok bagi kesehatan, namun ternyata ia merokok.
2) Pengetahuan eksplisit
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah
didokumentasikan atau tersimpan dalam wujud nyata, bisa dalam
wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata dideskripsikan
dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.
Contoh seseorang yang telah mengetahui bahaya merokok bagi
kesehatan dan ia tidak merokok (Agus, 2013: 45).
e. Cara Memperoleh Pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang
berasal dari berbagai macam sumber, misalnya: media massa, media
elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat
dekat dan sebagainya.
Menurut Notoatmodjo (2012: 42) dari berbagai macam cara yang
telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang
sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua yakni:
1) Cara tradisional atau non ilmiah
Cara tradisional terdiri dari empat cara yaitu:
25

a) Trial and Error


Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan
mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu bila
seseorang menghadapi persoalan atau masalah, upaya yang
dilakukan hanya dengan mencoba-coba saja. Cara coba-coba
ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut
tidak berhasil maka di coba kemungkinan yang lain sampai
berhasil. Oleh karena itu cara ini disebut dengan metode Trial
(coba) dan Error (gagal atau salah atau metode coba salah
adalah coba-coba).
b) Kekuasaaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali
kebiasaan dan tradisi yang dilakukan oleh orang, penalaran,
dan tradisi-tradisi yang dilakukan itu baik atau tidak.
Kebiasaan ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional
saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern.
Kebiasaan-kebiasaan ini seolah-olah diterima dari
sumbernya berbagai kebenaran yang mutlak. Sumber
pengetahuan ini dapat berupa pemimpin-pemimpin
masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama,
pemegang pemerintahan dan sebagainya.
c) Berdasarkan pengalaman pribadi
Adapun pepatah mengatakan “Pengalaman adalah guru
terbaik. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman
itu merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu
merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan.
d) Jalan pikiran
Sejalan perkembangan kebudayaan umat kebudayaan
umat manusia cara berpikir umat manusia pun ikut
26

berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan


penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata
lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia
telah menjalankan jalan pikirannya, baik melalui induksi
maupun deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya adalah
cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui
pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan.
2) Cara modern atau cara ilmiah
Cara baru memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih
sistematis, logis dan ilmiah yang disebut metode ilmiah.
Kemudian metode berfikir induktif bahwa dalam memperoleh
kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung,
membuat catatan terhadap semua fakta sehubungan dengan
objek yang diamati (Notoatmodjo, 2012: 83).
f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, sebagai berikut:
1) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah (baik
formal maupun nonformal), berlangsung seumur hidup.
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidian seseorang
semakin mudah orang tersebut menerima informasi.
Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan semakin
cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain
maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang
masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat mengenai
kesehatan. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di
pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada
27

pendidikan nonformal. Pengetahuan seseorang tentang suatu


objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek
negatif. Kedua aspek inilah akhirnya akan menentukan sikap
seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif
dari objek yang diketahui, maka akan menumbuhkan sikap makin
positif terhadap objek tersebut.
2) Informasi/media massa
Informasi adalah adalah suatu yang dapat diketahui, namun
ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer
pengetahuan. Selain itu, informasi juga dapat didefinisikan
sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,
menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis dan
menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu (Undang-Undang
Teknologi Informasi). Informasi yang diperoleh baik dari
pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan
pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.
Berkembangnya teknologi akan menyediakan bermacam-
macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan
masyarakat tentang inovasi baru. Sehingga sarana komunikasi,
berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan opini dan kepercayaan orang. Penyampaian
informasi sebagai tugas pokoknya, media massa juga membawa
pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini
seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya
pengetahuan terhadap hal tersebut.
28

3) Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di sektor formal memiliki akses
yang lebih baik, terhadap berbagai informasi, termasuk kesehatan
(Notoatmodjo, 2012: 85).
4) Sosial, budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang biasa dilakukan orang-orang
tidak melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.
Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan
menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk
kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang.
5) Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan
kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini
terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang
akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
6) Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara
mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman
belajar dalam bekerja yang dikembangkan akan memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional, serta dapat
mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan manisfestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah
dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerja.
29

7) Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan
lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta
lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya
menyesuaikan diri menuju usia tua. Kemampuan intelektual,
pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir
tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai
jalannya perkembangan selama hidup adalah sebagai berikut:
a) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi
yang dijumpai semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga
menambah pengetahuan.
b) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang
yang sudah tua karena telah mengalami kemunduran baik
fisik maupun mental. Dapat diperkirakan IQ akan menurun
sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa
kemampuan yang lain, seperti kosa kata dan pengetahuan
umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang
akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya
usia (Agus, 2013: 32).
g. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek
penelitian atau responden. Dalam mengukur pengetahuan harus
diperhatikan rumusan kalimat pertanyaan menurut tahapan
pengetahuan (Agus, 2013: 33).
Skala ini menggunakan data kuantitatif yang berbentuk angka-
angka yang menggunakan alternatif jawaban serta menggunakan
peningkatan yaitu kolom menunjukkan letak ini maka sebagai
30

konsekuensinya setiap centangan pada kolom jawaban menunjukkan


nilai tertentu. Dengan demikian analisa data dilakukan dengan
mencermati banyaknya centangan dalam setiap kolom yang berbeda
nilainya lalu mengalihkan frekuensi pada masing-masing kolom yang
bersangkutan. Disini peneliti hanya menggunakan 2 pilihan yaitu:
“Benar” (B) dan “Salah” (S).

C. Asuhan Keperawatan Keluarga


1. Pengkajian
Pengkajian Keluarga merupakan suatu tahapan dimana perawat
dimana suatu perawat mengambil informasi dari keluarga dengan
pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa,
sehingga dapat di ketahui kebutuhan keluarga yang di binanya. Metode
dalam pengkajian bisa melalui wawancara, observasi vasilitas dan keadaan
rumah, pemeriksaan fisik dari anggota keluarga dan measurement dari data
sekunder (hasil lab, papsmear, dll). (Susanto, 2012 : 93)
Data fokus pengkajian DM
Pengkajian keluarga meliputi (Susanto, 2012 : 100) :
a. Data umum
1) Identitas
Pada data ini yang perlu dikaji adalah tentang nama, usia, pendidi
kan, pekerjaan, alamat, dan genogram.
2) Komposisi keluarga
Dikaji tentang daftar anggota keluarga dan genogram.
3) Tipe keluarga
Pada tipe keluarga ini yang dikaji yaitu tentang jenis keluarga
beserta kendala atau masalah yang terjadi dengan tipe tersebut.
4) Suku bangsa
Kaji identifikasi budaya suku bangsa terebut.
31

5) Agama
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji yaitu panutan keluarga
tersebut dan bagaimana keluarga tersebut menjalankan
ibadahnya.
6) Status sosial ekonomi keluarga
Pada status sosial ekonomi yang dikaji yaitu tentang pekerjaan,
tempat kerja, dan penghasilan setiap anggota yang sudah bekerja,
sumber penghasilan, berapa jumlah yang dihasilkan oleh setiap
anggota keluarga yang bekerja.
7) Aktivitas rekreasi kelurga
Dimana pengkajian ini berisi tentang kegiatan keluarga dalam
mengisi waktu luang dan kapan keluarga pergi bersama ketempat
rekreasi.
b. Riwayat dan perkembangan keluarga
Menurut Susanto (2012: 105) ada beberapa hal yang harus dikaji
dalam riwayat dan perkembangan keluarga:
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Pada tahap ini yang dikaji adalah hubungan keluarga saat ini, dan
komunikasi antar keluarga tersebut, apaka ada pertengkaran,
perdebatan dan sebagainya antar keluarga.
2) Tahap perkembangan keluarga yg berlaku yg belum terpenuhi
Pada tahap ini yang dikaji adalah tugas perkembangan keluarga
saat ini yg belum belum dilaksanakan secara optimal oleh
keluarga.
3) Riwayat keluarga inti
Pada tahap ini yang dikaji adalah hubungan keluarga inti, dan apa
latar belakang sebelum menjalani sebuah kelurga.
4) Riwayat keluarga sebelumnya
Pada tahap ini yang dikaji adalah bagaimana keaadan keluarga
sebelumnya, sampai keadaan sekarang.
32

c. Lingkungan
Menurut Susanto (2012: 114) beberapa hal yang penting dikaji dalam
lingkungan keluarga tersebut:
1) Karakteristik rumah
Pada tahap ini yg dikaji adalah letak posisi rumah pada denah
perkampungan yg ditinggali keluarga dengan jelas.
2) Karakteristik tetangga dan komunitas
Pada tahap ini yg dikaji adalah gambaran tentang rumah keluarga
dan apa yg dilakukan keluarga setiap harinya, misalnya berbaur
dengan tetangga.
3) Mobilitas geografis keluarga
Pada tahap ini yg dikaji adalah letak daerah rumah keluarga
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi keluarga
Pada tahap ini yg dikaji adalah tentang interaksi dengan tetangga,
misalnya apakah keluarga mengikuti pengajian atau perkumpulan
ibu-ibu rumah tangga lainnya ataupun kegiatan lainya
5) Sistem pendukung keluarga
Pada tahap ini dikaji adalah tentang kesulitan keungan yang
keluarga dapat diatasi dengan dukungan keluarga.
d. Struktur Keluarga
Struktur keluarga yang dikaji yaitu (Mubarok, 2010: 98):
1) Pola-pola komunikasi keluarga
Menjelaskan komunikasi antar anggota keluarga, termasuk pesan
yang disampaikan, bhsa yang digunakan, komunikasi secara
langsung atau tidak, pesan emosional (positif/negatif), frekuensi
kualitas komunikasi yang berlangsung. Adakah hal – hal yang
tertutup dalam keluarga dan untuk didiskusikan.
2) Strukrur kekuatan keluarga
Keputusan dalam keluarga, siapa yang membuat yang
memutuskan dalam penggunaan keuangan, pengambilan
keputusan dalam pekerjaan tempat tinggal, serta siapa yang
33

memutuskan kegiatan dan kedisiplinan anak – anak. Model


kekuatan atau kekuasaan yang digunakan adalah membuat
keputusan.
3) Struktur peran
Menjelaskan peran dari masing – masing anggota keluarga baik
secara formal maupun informal (Mubarok, 2010: 98).
4) Struktur nilai atau norma keluarga menjelaskan mengenai nilai
norma yang dianut keluarga dengan kelompok atau komunitas.
e. Fungsi keluarga
Menurut Harnilawati (2013: 09) fungsi keluarga meliputi:
1) Fungsi afektif
Mengkaji diri keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki keluarga,
dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya,
kehangatan kepada keluarga dan keluarga mengembangkan sikap
saling menghargai
2) Fungsi sosialisasi
Mengkaji tentang otonomi setiap anggota dalam keluarga, saling
ketergantungan keluarga, yang bertanggung jawab dalam
membesarkan anak. Fungsi mengembangkan dan tempat melatih
anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah
untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah.
3) Fungsi perawatan kesehatan
Mengkaji tentang sejauh mana keluarga menyediakan makanan,
pakaian, dan perlindungan terhadap anggota yang sakit.
4) Fungsi reproduksi
Mengkaji tentang beberapa jumlah anak, merencanakan jumlah
anggota keluarga serta metode yang digunakan keluarga dalam
mengendalikan jumlah anggota keluarga.
5) Fungsi ekonomi
Mengkaji sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang
pangan dan papan.
34

f. Stres dan koping keluarga


Beberapa hal yang dikaji dalam stres dan koping individu (Mubarok,
2010: 102):
1) Stesor jangka pendek
Stresor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaikan
dalam waktu lebih dari 6 bulan. Strategi koping yang digunakan
yaitu mengkaji tentang strategi koping apa yang digunakan
keluarga bila menghadapi permasalahan.
Kemampuan keluarga berespons terhadap situasi atau stresor,
Mengkaji sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi atau
stresor.
2) Strategi adaptasi disfungsional
Menjelaskan adaptasi disfungsional yang digunakan keluarga bila
menghadapi permasalahan.
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga metode ini
sama dengan pemerikasaan fisik di klinik.
Data fokus pengkajian DM
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien.
Menurut Doenges (2014: 726), data pengkajian pada pasien dengan
Diabetes Mellitus bergantung pada berat dan lamanya
ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh fungsi pada organ, data
yang perlu dikaji meliputi:
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot
Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut
35

Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung


c. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuri), nyeri tekan
abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk (infeksi), adanya asites.
d. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB,
haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen
e. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi
g. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa
sputum
Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasn
h. Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
i. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok,
hipertensi
j. Harapan keluarga
Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga
terhadap petugas kesehatan yang ada.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan keluarga merupakan perpanjangan diri
diagnosis ke sistem keluarga dan subsistemnya serta merupakan hasil
pengkajian keperawatan. Diagnosis keperawatan keluarga termasuk
36

masalah kesehatan aktual dan potensial dengan perawat keluarga yang


memiliki kemampuan dan mendapatkan lisensi untuk menanganinya
berdasarkan pendidikan dan pengalaman. (Friedman, 2010: 170)
a. Perumusan diagnosa
Diagnosa keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data
yang didapat pada pengkajian yang terdiri dari masalah keperawatan
yang akan berhubungan dengan etiologi yang berasal dan pengkajian
fungsi perawatan keluarga. Diagnosa keperawatan mengacu pada
rumusan PES dimana untuk problem dapat menggunakan rumusan
NANDA. Tipologi dari diagnosa keperawatan keluarga terdiri dari:
actual (terjadi defisit atau gangguan kesehatan), resiko (ancaman
kesehatan) dan keadaan sejahtera (Wellness).
b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa keperawatan dibuat berdasarkan analisa data pasien.
Kemungkinan diagnosa yang mungkin muncul pada diabetes melitus:
1) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan ketidaktahuan
keluarga mengenal masalah anggota keluarga.
2) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga.
3) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan ketidak
mampuan keluarga merawat anggota keluarga.
4) Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan
dengan ketidaktahuan keluarga mengenal masalah.
5) Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaktahuan
keluarga mengenal masalah.
6) Ganguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga mengenal masalah.
7) Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan
dan pengobatan berhubungan ketidaktahuan keluarga merawat
dan mengenal masalah anggota keluarga.
37

c. Prioritas Masalah
Setelah menentukan masalah atau diagnosa keperawatan, langkah
selanjutnya adalah menentukan prioritas masalah kesehatan dan
keperawatan keluarga. Faktor yang dapat mempengaruhi peentuan
prioritas masalah adalah:
1) Sifat masalah, bobot yang paling berat diberikan pada tidak/
kurang sehat yang pertama memerlukan tindakan segera dan
biasanya disadari, dirasakan oleh keluarga.
2) Kemungkinan masalah dapat diubah, perawat perlu
memperhatikan terjangkaunya faktor-faktor sebagai berikut:
a) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan
untuk menangani masalah.
b) Sumber daya keluarga: dalam bentuk fisik, keuangan, dan
tenaga.
c) Sumber daya perawat: dalam bentuk pengewtahuan
keterampilan dan waktu.
d) Sumber daya masyarakat: dalam bentuk fasilitas dalam
masyarakat.
3) Potensial masalah dapat dicegah, faktor-faktor yang perlu
diperhatikan adalah:
a) Kepekaan dari masalah yang berhubungan dengan penyakit
atau masalah.
b) Lamanya masalah yang berhubungan dengan penyakit atau
masalah.
c) Tindakan yang sedang dijalankan adalah tindakan yang tepat
dalam mempengaruhi masalah.
d) Adanya kelompok yang sangat peka menambah potensi
untuk mencegah masalah.
e) Menonjolnya masalah, perawat perlu menilai presepsi atau
bagaimana keluarga melihat masalah kesehatan tersebut.
38

d. Menentukan skala Prioritas Asuhan Keperawatan Keluarga (Susanto,


2012: 63

Tabel 2.1
Skoring

No. Kriteria Skore Bobot


1 Sifat masalah skala:
a. Aktual (Tidak / kurang sehat) 3
b. Ancaman kesehatan 2 1
c. Sejahtera 1
2 Kemungkinan masalah dapat
diubah skala:
a. Mudah 2
b. Sebagian 1 2
c. Tidak dapat diubah 0
3 Potensi masalah untuk dicegah
a. Tinggi 3
b. Sedang 2 1
c. Rendah 1
4 Menonjolnya masalah
a. Masalah berat, harus segera 2
ditangani
b. Ada masalah, tidak perlu 1 1
segera ditangani
c. Masalah tidak dirasakan 0

Skoring:
1) Tentukan skore untuk setiap kinerja
2) Skor dibagi dengan makna tertinggi dan kalikanlah dengan bobot.
Skor x bobot
Angka tertinggi
39

3. Intervensi Keperawatan
Menurut (Susanto, 2012: 63) Perencanaan keperawatan keluarga
merupakan kumpulan tindakan yang ditentukan oleh perawat bersama-
sama sasaran yaitu keluarga untuk dilaksanakan, sehingga masalah
kesehatan dan masalah keperawatan yang telah diidentifikasi dapat
diselesaikan.
a. Menetapkan tujuan keperawatan
Tujuan keperawatan harus mewakili status yang diinginkan yang
dapat dicapai atau dipertahankan melalui program intervensi
keperawatan (mandiri). Dalam penyususnan tujuan keperawatan
keluarga perawat harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Tujuan harus berorientasi pada keluarga, dimana keluarga
diarahkan untuk mencapai suatu hasil.
2) Kriteria hasil atau standar hasil pencapaian tujuan harus benar-
benar bisa diukur dan dicapai oleh keluarga.
3) Tujuan menggambarkan alternatif-alternatif pemecahan masalah
yang dapat dipilih oleh keluarga.
4) Tujuan harus bersifat spesifik atau sesuai dengan konteks
diagnosa keperawatan keluarga dan faktor-faktor yang
berhubungan.
5) Tujuan harus menggambarkan kemampuan atau tanggung jawab
keluarga dalam pemecahan masalah.
6) Penyusunan tujuan harus bersama-sama dengan keluarga
Dalam menyusun tujuan terdapat dua macam yaitu tujuan jangka
pendek (khusus), dan tujuan jangka panjang (umum). Hal ini
bertujuan untuk membedakan masalah yang dapat diselesaikan
sendiri oleh keluarga dan masalah yang harus diserahkan pada tim
keperawatan atau kolektif.
a) Tujuan jangka pendek (tujuan khusus) sifatnya spesifik,
dapat diukur, dapat dimotivasi atau member kepercayaan
pada keluarga bahwa kemajuan sedang dalam proses dan
40

membingbing keluarga kearah tujuan yang jangka panjang


atau umum.
b) Tujuan jangka panjang (umum) merupakan tujuan akhir yang
menyatakan maksud-maksud luas yang diharapkan oleh
keluarga agar dapat tercapai.
b. Rencana tindakan keperawatan keluarga
Rencana tindakan keperawatan adalah menyusun alternatif-
alternatif dan mengidentifikasi sumber-sumber kekuatan dari
keluarga (kemampuan perawatan diri, sumber pendukung atau
bantuan yang bisa dimanfaatkan) yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah dalam keluarga.
Rencana tindakan keperawatan terhadap keluarga meliputi
kegiatan yang bertujuan:
1) Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai
masalah dan kebutuhan kesehatan.
2) Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan
yang tepat.
3) Memberikan kepercayaan diri selama merawat anggota
keluarga yang sakit.
4) Membantu keluarga untuk memelihara (memodifikasi)
lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan keluarga.
5) Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan
yang ada.
4. Implementasi/Pelaksanaan asuhan keperawatan
Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal berikut :
a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai
masalah-masalah kesehatan dengan cara :
1) Memberikan informasi.
2) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan.
3) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.
41

b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat


1) Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan.
2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga.
3) Mendiskisikan tentang konsekuensi tiap tindakan.
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang
sakit dengan cara :
1) Mendemonstrasikan cara perawatan.
2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di dalam rumah.
3) Mengawasi keluarga dalam melakukan perawatan.
d. Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat
lingkungan menjadi sehat, dengan cara:
1) Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga.
2) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.
e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
ada, dengan cara:
1) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan
keluarga.
2) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
5. Tahap Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandungkan antara hasil
implementasi dengan kriteria yang telah ditetapkan untuk melihat
keberhasilannya. Membandingkan respon keluarga dengan kriteria hasil
dan menyimpulkan hasil kemajuan masalah dan kemajuan pencapaian
tujuan keperawatan. Bila hasil evaluasi tidak atau berhasil sebagian, perlu
disusun rencana keperawatan yang baru. Perlu diperhatikan juga evaluasi
perlu dilakukan beberapa kali dengan melibatkan keluarga sehingga perlu
pula direncanakan waktu yang sesuai dengan kesediaan keluarga.
S adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subyektif setelah
dilakukan intervensi keperawatan, misalnya: keluarga mengatakan
nyeri berkurang.
42

O adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara obyektif setelah


dilakukan intervensi keperawatan, misalnya BB naik 1 kg dalam satu
bulan.
A adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan
yang terkait dengan diagnosis.
P adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari
keluarga pada tahap evaluasi.
Evaluasi juga dapat disusun menggunakan format SOAPIER secara
operasional. Format ini digunakan jika implementasi keperawatan dan
evaluasi didokumentasikan dalam satu catatan perkembangan.
S adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subyektif setelah
dilakukan intervensi keperawatan.
O adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara obyektif setelah
dilakukan intervensi keperawatan.
A adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan
yang terkait dengan diagnosis.
P adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari
keluarga.
I adalah implementasi dari perencanaan dengan mencatat waktu tindakan
dan tindakan keperawatan.
E adalah evaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dicaapi keluarga.
R adalah revisi apabila perubahan dalam rencana keperawatan.
43

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu penelitian kualitatif yang
digolongkan ke dalam strategi penelitian case study research. Penelitian ini
menghimpun data-data naratif dengan kata-kata (bukan angka-angka,
nonnumerical) untuk menjawab pertanyaan–pertanyaan yang dilontarkan.
Biasanya penelitian ini memiliki beberapa jenis rancangan (design) dalam
bidang sosial dan kesehatan, metode ini merupakan salah satu bentuk penelitian
formatif yang menerapkan teknik tertentu untuk memperoleh jawaban yang
mendekati tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan khalayak sasaran
(William Chang, 2014).
Berg (dalam Satori dan Komariah, 2010: 23) menyatakan bahwa
“Qualitative Research (QR) thus refers to the meaning, conceps, definition,
characteristics, simbols, and descriptions of things”. Maksudnya adalah
penelitian kualitatif mengacu pada suatu maksud atau arti, konsep-konsep,
definisi, karakteristik, simbol-simbol, dan deskripsi dari berbagai hal. Bogdan
dan Taylor (dalam Moleong, 2010: 4), menjelaskan metode kualitatif
merupakan sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang maupun perilaku yang
dapat diamati.
Metode ini dipilih peneliti untuk mengaplikasikan tindakan keperawatan
penerapan penkes dengan metode demonstrasi terhadap keluarga dengan
diabetes miletus di Puskesmas Karang Tengah, Cianjur.

B. Subjek Penelitian / Partisipan


Moleong (2011: 102) mendeskripsikan subjek penelitian sebagai
informan, yang artinya orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Penelitian

43
44

juga harus memelurkan sebuah subjek untuk mereka teliti karena tanpa subjek
penelitian tidak akan bisa dilakukan atau tidak aka nada sebuah masalah yang
dapat dipecahkan. Hal yang perlu dilakukan untuk mengumpulkan data-data
atau informasi tentang subjek yang akan diteliti.
Dalam penelitian yang digunakan penulis, pengambilan sumber data
penelitian menggunakan teknik purpose. Pengambilan sampel ini didasarkan
pada pilihan peneliti tentang aspek dan siapa yang dijadikan fokus pada saat
situasi tertentu dan saat ini terus-menerus sepenjang dilakukannya penelitian.
Didalam penelitian ini yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah 2
keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang menderita luka diabetes
melitus di wilayah kerja puskesmas karang tengah kabupaten cianjur.

C. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sindanglaka, Karang Tengah,
Cianjur`pertimbangan tempat tersebut merupakan salah satu wilayah yang
memiliki klien Diabetes miletus.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan mengajukan judul pada Februari 2018, lalu
dilanjutkan dengan menyusun proposal dan melaksanakan seminar
proposal kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data selama tiga hari,
penyusunan hasil penelitian dan persiapan sidang hasil, kemudian KTI
dikumpulkan pada bulan juni 2018.

D. Setting Penelitian
Setting penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi sosial penelitian yang
ingin diketahui apa yang terjadi di dalamnya. Pada obyek penelitian ini, peneliti
dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors)
yang ada pada tempat (place) tertentu (Sugiyono, 2009: 215).
Situasi rumah ramai, jenis rumah permanen, rumah satu lantai, terdapat
2, 1 ruang tamu, dan 1 mushola pada kasus I. Situasi rumah tidak terlalu ramai,
45

jenis rumah permanen, terdapat 2 kamar, 1 ruang tamu, 2 WC dan 1 ruang


keluarga pada kasus II.

E. Metode Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, teknik
yang akan peneliti gunakan adalah sebagai berikut:
1. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan pewawancara (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu (Moloeng, 2013: 186). Wawancara
dipergunakan untuk mengadakan komunikasi dengan subjek penelitian
sehingga diperoleh data-data yang diperlukan. Teknik wawancara
mendalam ini diperoleh langsung dari subyek penelitian melalui
serangkaian tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait langsung dengan
pokok permasalahan.
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin yaitu
cara mengajukan pertanyaan yang dikemukakan bebas, artinya pertanyaan
tidak terpaku pada pedoman wawancara tentang masalah-masalah pokok
2. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA: inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi) pada sistem tubuh klien.
3. Studi Dokumentasi Dan Angket
Selain wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh lewat
fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip, hasil raport,
cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen
seperti ini bisa dipakai untuk menggali informasi yang terjadi dimasa
silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan teoritik untuk memaknai semua
dokumen tersebut sehingga tidak sekedar barang yang tidak bermakna
(Creswell, 1998) dalam penelitian ini peneliti menuliskan dalam asuhan
keperawatan dan catatan perkembangan.
46

F. Metode Uji Keabsahan Data (Uji Triangulasi Sumber)


Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data/informasi
yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan validitas
tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi instrumen utama)
maka uji keabsahan data dapat menggunakan triangulasi sumber/metode.
Yaitu menggunakan klien, perawat, keluarga klien sebagai sumber informasi,
sumber dokumentasi dll. Jika informasi yang didapatkan dari sumber klien,
sama dengan yang didapatkan dari perawat dan keluarga klien, maka informasi
tersebut valid.

G. Metode Analisis Data (Domain Analisis)


Menganalisis data tidak sekedar mendeskripsikan dan
menginterpretasikan data yang telah diolah. Keluaran akhir dari analisis data
harus memperoleh makna atau arti dari hasil penelitian tersebut. Interpretasi
data mempunyai dua sisi, sisi yang sempit dan sisi yang luas. Interpretasi data
dari sisi yang sempit, hanya sebatas pada masalah penelitian yang akan dijawab
melalui data yang diperoleh tersebut. Sedangkan dari sisi yang lebih luas,
interpretasi data berarti mencari makna data hasil penelitian dengan cara tidak
hanya menjelaskan hasil penelitian tersebut, tetapi juga melakukan inferensi
atau generalisasi dari data yang diperoleh melalui penelitian tersebut
(Notoatmodjo, S, 2012).
Oleh sebab itu secara rinci tujuan analisis data adalah :
1. Memperoleh gambaran dari hasil penelitian yang telah dirumuskan dalam
tujuan penelitian.
2. Membuktikan hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dirumuskan.
3. Memperoleh kesimpulan secara umum dari penelitian, yang merupakan
kontribusi dalam pengembangan ilmu yang bersangkutan. (Notoatmodjo,
S, 2012).
47

ANALISA PICOT
Format PICOT adalah suatu pendekatan yang sangat membantu dalam
meringkas pertanyaan penelitian yang mengungkap efel dari terapi (Riva.,
Keshena., Stephen., Andrea & Jason, 2012, Hal: 1)

Tabel 3.1
PICOT
Problem/pasien Problem: pasien dengan diabetes miletus grade 2
pasien : 2 responden yang memiliki penyakit diabetes
miletus dengan luka
Intervention Intervensi yang diberikan adalah penerapan penkes
dengan metode demontrasi cara perawatan luka kaki
penderita diabetes miletus.
Comparison Mengidentifikasi intervensi yang digunakan peneliti
dengan referensi yang digunakan dalam perencanaan.
Pada penelitian ini digunakan pembanding 2
responden dengan penerpan penkes penkes dengan
metode demontrasi cara perawatan luka kaki
penderita diabetes miletus pada respasonden pertama
dan kedua sebelum dan setelah dilakukan tindakan
Penkes terhadap kecemasan pada klien dengan
masalah ketidakmampuan keluarga mengenal
masalah pada anggota keluarga yang sedang sakit.
Outcome Mempresentasikan hasil apa yang peneliti rencanakan
dalam pengkuruan untuk memeriksa keefektifan
intervensi peneliti. Pada peneliti ini outcome yang
diharapkan adalah setelah dilakukan intervensi
penerapan Penkes penkes dengan metode demontrasi
cara perawatan luka kaki penderita diabetes miletus
48

diharapkan keluarga dapat merawat luka pada kaki


klien

Timing & Teori Mendeskripsikan durasi dalam pengumpulan data.


Penelitian ini tidak dicantumkan waktu peneliti,
namun hanya mencantumkan intervensi yang
dilakukan yakni selama 3 hari. Waktu pelaksanaan
dimulai dari tanggal 10 april 2018, 13 april 2018, 15
april 2018,.

H. Etik Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat permohonan
untuk mendapatkan ijin melakukn penelitian di desa sindanglaka kec. karang
tengah. Setelah ada persetujuan barulah penelitian ini dilakukan dengan
menekankan pada masalah kesehatan yang meliputi:
1. Informed Concent (lembar persetujuan)
Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan
suatu tindakan, seperti operasi atau prosedur diagnostik invasif,
berdasarkan pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternatif, dan
akibat penolakan. Informed consent merupakan kewajiban hukum bagi
penyelengara pelayanan kesehatan untuk memberikan informasi dalam
istilah yang dimengerti oleh klien sehingga klien dapat membuat pilihan.
Persetujuan ini harus diperoleh pada saat klien tidak berada dalam
pengaruh obat seperti narkotika (Guwandi, 2009: 39)
Lembar pesetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti,
peneliti menjelaskan maksud dari penelitian serta dampak yng mungkin
terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika responden bersedia,
maka mereka harus menandatangani surat persetujuan penelitian, jika
responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan
tetap menghormati hak-haknya.
49

2. Anonimity (tanpa nama)


Anonymity merupakan etik penelitian dimana peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur, tetapi hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan
dicantumkan nama dan lembar pengumpulan data dan cukup diberikan
kode tertentu.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip ini adalah bahwa informasi tentang klien harus
dijaga privasinya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Kerahasian
informasi yang diperoleh dari responden dijamin oleh peneliti, hanya
sekelompok data tertentu yang akan disajikan dan dilaporkan sebagai hasil
penelitian
50

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Pengkajian data umum
a. Kasus I
Tn.M merupakan anak pertama dari 4 bersaudara, Tn.M menikah
dengan Ny.Y yang merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara, Tn.M dan
Ny.Y mempunyai 3 anak yang terdiri dari 1 anak perempuan dan 2
anak laki-laki. Pada genogram di temukan ada faktor keturunan
Diabetes miletus dari keluarga (bapak) Tn.M
Nama klien Tn.M dengan umur 63 tahun, beralamat di Kp.
Sindanglaka RT/RT 05/01, agama islam, suku bangsa jawa/
Indonesia, berpendidikan terakhir SD, keluhan utama yang dirsakan
saat dikaji yaitu pusing, pemeriksaan fisik ekstremitas bawah : bentuk
simetris, terdapat lika pada kaki kanan, terdapat nyeri pada bagian
sebelah kanan klien dan ada pembengkakan juga, jari tidak lengkap.
b. Kasus II
Nama klien Tn.C dengan umur 41 tahun, beralamat di Kp. Pateken
RT/RT 01/09, agama islam, suku bangsa sunda/ Indonesia,
berpendidikan terakhir SLTP, keluhan utama yang dirsakan saat dikaji
yaitu nyeri pada kaki, pemeriksaan fisik ekstremitas bawah: bentuk
simetris, tidak ada kelainan, terdapat nyeri pada kaki bagian kiri dan
ada pembengkakan juga, jari tidak lengkap.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kasus I
Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan pada tanggal 10
april 2018 di dapatkan data subjektif klien mengatakan bingung harus
memilih makanan karena bila makan yang manis-manis luka akan
kembali basah. Dan data objektif klien tampak bingung. Penyebab

50
51

yang didapatkan adalah Gangguan perfusi jaringan berhubungan


dengan ketidaktahuan keluarga mengenal masalah.
Tabel 4.1
Skoring Diagnosa Pertama kasus I
No. Kriteria Skor Bobot Nilai Pembenaran
1. Sifat masalah skala: Keluarga
a. Aktual (Tidak / 3 Tn.M tidak
kurang sehat) tahu
b. Ancaman 2 1 2/3 bagaimana
kesehatan cara
c. Sejahtera 1 penanganan
tentang luka
diabetes
melitus
2. Kemungkinan Dengan
masalah dapat Pendidikan
diubah skala: kesehatan
a. Mudah 2 pengetahuan
b. Sebagian 1 2 1 keluarga
c. Tidak dapat 0 meningkat
diubah
3. Potensi masalah Dengan
untuk dicegah demostrasi
a. Tinggi 3 dapat
b. Sedang 2 1 1 meningkatkan
c. Rendah 1 pengetahuan
akan luka
gangrene
4. Menonjolnya Akan
masalah terjadinya
a. Masalah berat, 2 penyebaran/
harus segera perluasan
ditangani daerah luka
b. Ada masalah, 1 1 1 gangrene
tidak perlu
segera ditangani
c. Masalah tidak 0
dirasakan
Jumlah 3 2/3

Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan pada tanggal 10


april 2018 di dapatkan data subjektif keluarga klien mengatakan tidak
52

paham tentang komlikasi penyakit diabetes miletus dan data objektif


kaki klien tampak ada luka di sebelah kanan. Penyebab yang
didapatkan adalah Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga.
Tabel 4.2
Skoring Diagnosa Kedua kasus I

No. Kriteria Skor Bobot Nilai Pembenaran


1. Sifat masalah Gangguan
skala: integritas harus
a. Aktual 3 disegera ditangi
(Tidak / dengan cepat
kurang 1 1 dibawa ke rumah
sehat) sakit
b. Ancaman 2
kesehatan
c. Sejahtera 1
2. Kemungkinan Pengetahuan
masalah dapat keluarga maupun
diubah skala: klien dapat
a. Mudah 2 2 1 meningkatkan
b. Sebagian 1 dengan
c. Tidak dapat 0 dilakukannya
diubah Pendidikan
kesehatan dan
demonstrasi
3. Potensi masalah Keluarga mampu
untuk dicegah mendemonstrasikan
a. Tinggi 3 pergantian perban
b. Sedang 2 1 1 yang baik dan benar
c. Rendah 1
4. Menonjolnya Takut terjadinya
masalah infeksi atau
a. Masalah 2 perluasan luka
berat, harus terhadap luka yang
segera sudah di deritanya.
ditangani
b. Ada 1 1 1
masalah,
tidak perlu
segera
ditangani
53

c. Masalah 0
tidak
dirasakan
Jumlah 4

Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan pada tanggal 10


april 2018 di dapatkan data subjektif klien mengatakan nyeri di bagian
luka pada kaki dan data objektif klien terlihat meringis. Penyebab yang
didapatkan adalah Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga.
Tabel 4.3
Skoring Diagnosa Ketiga kasus I
No. Kriteria Skor Bobot Nilai Pembenaran
1. Sifat masalah Tidak terdapat
skala: nyeri karena
a. Aktual (Tidak 3 terjadi obstruksi
/ kurang sehat) 1/3 jaringan pada
b. Ancaman 2 1 daerah luka
kesehatan
c. Sejahtera 1
2. Kemungkinan Perawatan yang
masalah dapat tepat
diubah Skala : 2 mengurangi rasa
a. Mudah 1 2 1 nyeri dan tidak
b. Sebagian 0 ada nyeri
c. Tidak dapat
diubah
3. Potensi masalah Demonstrasi
untuk dicegah dapat
a. Tinggi 3 memudahkan
b. Sedang 2 1 1 masalah dapat
c. Rendah 1 dicegah
4. Menonjolnya Keluarga
masalah 2 menyadari
a. Masalah berat, adanya masalah
harus segera tapi tidak harus
ditangani 1 di segera
b. Ada masalah, 1 ditangani
tidak perlu
segera
ditangani
54

c. Masalah tidak 0
dirasakan
Jumlah 2 5/6

b. Kasus II
Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan pada tanggal 16
april 2018 di dapatkan data subjektif klien mengatakan bingung harus
memilih makanan karna bila makan yang manis-manis luka akan
kembali basah. Dan data objektif klien tampak lemas. Penyebab yang
didapatkan adalah Gangguan perfusi berhubungan dengan Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga mengenal
masalah.
Tabel 4.4
Skoring Diagnosa Pertama kasus II
No. Kriteria Skor Bobot Nilai pembenaran
1. Sifat masalah Keluarga Tn.M
skala: tidak tahu
a. Aktual 3 bagaimana cara
(Tidak / penanganan tentang
kurang sehat) 1 2/3 luka diabetes
b. Ancaman 2 melitus
kesehatan
c. Sejahtera 1
2. Kemungkinan Dengan Pendidikan
masalah dapat kesehatan
diubah skala: pengetahuan
a. Mudah 2 keluarga meningkat
b. Sebagian 1 2 1
c. Tidak dapat 0
diubah
3. Potensi masalah Dengan demostrasi
untuk dicegah dapat
a. Tinggi 3 meningkatkan
b. Sedang 2 1 1 pengetahuan akan
c. Rendah 1 luka gangrene
4. Menonjolnya Akan terjadinya
masalah: penyebaran/
a. Masalah 2 perluasan daerah
berat, harus luka gangrene
55

segera 1 1
ditangani
b. Ada masalah, 1
tidak perlu
segera
ditangani
c. Masalah 0
tidak
dirasakan
Jumlah 3 2/3

Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan pada tanggal 19


april 2018 di dapatkan data subjektif keluarga klien mengatakan tidak
paham tentang komlikasi penyakit diabetes miletus dan data objektif
kaki klien tampak ada luka di sebelah kanan. Penyebab yang didapatkan
adalah Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga.
Tabel 4.5
Skoring Diagnosa Pertama kasus II
No. Kriteria Skor Bobot Nilai Pembenaran
1. Sifat masalah Gangguan integritas
skala: harus disegera
a. Aktual 3 ditangi dengan cepat
(Tidak / dibawa ke rumah
kurang sehat) 1 1 sakit
b. Ancaman 2
kesehatan
c. Sejahtera 1
2. Kemungkinan Pengetahuan
masalah dapat keluarga maupun
diubah skala: klien dapat
a. Mudah 2 meningkatkan
b. Sebagian 1 2 1 dengan
c. Tidak dapat 0 dilakukannya
diubah Pendidikan
kesehatan dan
demonstrasi
3. Potensi masalah Keluarga mampu
untuk dicegah mendemonstrasikan
a. Tinggi 3 pergantian perban
b. Sedang 2 1 1 yang baik dan benar
56

c. Rendah 1
4. Menonjolnya Takut terjadinya
masalah infeksi atau
a. Masalah 2 perluasan luka
berat, harus terhadap luka yang
segera sudah di deritanya.
ditangani
b. Ada 1 1 1
masalah,
tidak perlu
segera
ditangani
c. Masalah 0
tidak
dirasakan
Jumlah 4

Berdasarkan hasil pengkajian yang sudah dilakukan pada tanggal 21


april 2018 di dapatkan data subjektif klien mengatakan nyeri di bagian
luka pada kaki. Penyebab yang didapatkan adalah Ganguan rasa
nyaman (nyeri) berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga.
Tabel 4.6
Skoring Diagnosa Pertama kasus II
No. Kriteria Skor Bobot Nilai pembenaran
1. Sifat masalah Tidak terdapat
skala: nyeri karena
a. Aktual (Tidak / 3 terjadi obstruksi
kurang sehat) jaringan pada
b. Ancaman 2 1 1/3 daerah luka
kesehatan
c. Sejahtera 1
2. Kemungkinan Perawatan yang
masalah dapat tepat mengurangi
diubah skala: rasa nyeri dan
a. Mudah 2 2 1 tidak ada nyeri
b. Sebagian 1
c. Tidak dapat 0
diubah
3. Potensi masalah Demonstrasi
untuk dicegah dapat
a. Tinggi 3 memudahkan
57

b. Sedang 2 1 1 masalah dapat


c. Rendah 1 dicegah
4. Menonjolnya Keluarga
masalah menyadari adanya
a. Masalah berat, 2 masalah tapi tidak
harus segera harus di segera
ditangani ditangani
b. Ada masalah, 1 1 ½
tidak perlu
segera
ditangani
c. Masalah tidak 0
dirasakan
Jumlah 2 5/6

3. Intervensi Keperawatan
a. Kasus I
Intervensi yang pertama dari Gangguan perfusi berhubungan
dengan ketidaktahuan keluarga mengenal masalah adalah Ajarkan
pasien untuk melakukan mobilisasi, Ajarkan tentang faktor-faktor
yang dapat meningkatkan aliran darah: Tinggikan kaki sedikit lebih
rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu istirahat), hindari
penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal,
di belakang lutut dan sebagainya, Ajarkan tentang modifikasi faktor-
faktor resiko berupa: Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi,
menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat
vasokontriksi.
Intervensi yang pertama dari diagnosa Gangguan integritas
jaringan berhubungan dengan ketidakmampuan merawat anggota
keluarga adalah Kaji luas dan keadaan luka serta proses
penyembuhan, Rawat luka dengan baik dan benar: Membersihkan
luka secara aseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat
sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang
mati, Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan
kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
58

Intervensi yang pertama dari diagnosa Ganguan rasa nyaman


(nyeri) berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat
anggota keluarga adalah Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang
dialami pasien, jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya
nyeri, ciptakan lingkungan yang tenang, ajarkan teknik distraksi dan
relaksasi, atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan
pasien, lakukan massage saat rawat luka, kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian analgesik.
b. Kasus II
Intervensi yang pertama dari Gangguan perfusi berhubungan
dengan ketidaktahuan keluarga mengenal masalah adalah Ajarkan
pasien untuk melakukan mobilisasi, Ajarkan tentang faktor-faktor
yang dapat meningkatkan aliran darah: Tinggikan kaki sedikit lebih
rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu istirahat), hindari
penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal,
di belakang lutut dan sebagainya, Ajarkan tentang modifikasi faktor-
faktor resiko berupa: Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi,
menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat
vasokontriksi.
Intervensi yang pertama dari diagnosa Gangguan integritas
jaringan berhubungan dengan ketidakmampuan merawat anggota
keluarga adalah Kaji luas dan keadaan luka serta proses
penyembuhan, Rawat luka dengan baik dan benar: Membersihkan
luka secara aseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat
sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang
mati, Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan
kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Intervensi yang pertama dari diagnosa Ganguan rasa nyaman
(nyeri) berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat
anggota keluarga adalah Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang
dialami pasien, jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya
59

nyeri, ciptakan lingkungan yang tenang, ajarkan teknik distraksi dan


relaksasi, atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan
pasien, lakukan massage saat rawat luka, kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian analgesik.
4. Implementasi Keperawatan
a. Kasus I
1) Gangguan perfusi berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga
mengenal masalah
Hari Jumat 13 April 2018 jam 13.30 WIB mengajarkan
pasien untuk melakukan mobilisasi, mengajarkan tentang faktor-
faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : tinggikan kaki
sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu
istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat,
hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya,
mengajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan
kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Hari Sabtu 14 April 2018 jam 09.00 WIB mengajarkan
pasien untuk melakukan mobilisasi, mengajarkan tentang faktor-
faktor yang dapat meningkatkan aliran darah: tinggikan kaki
sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu
istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat,
hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Hari minggu 15 April 2018 jam 10.00 WIB mengajarkan
pasien untuk melakukan mobilisasi, mengajarkan tentang
modifikasi faktor-faktor resiko berupa: hindari diet tinggi
kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi.
60

2) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan


ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
Hari Jumat 13 April 2018 jam 13.30 mengkaji luas dan
keadaan luka serta proses penyembuhan, merawat luka dengan
baik dan benar: Membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati,
berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti
biotik.
Hari Sabtu 14 April 2018 jam 09.00 WIB mengkaji luas dan
keadaan luka serta proses penyembuhan, berkolaborasi dengan
dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Hari Minggu 15 April 2018 jam 10.00 WIB mengkaji luas
dan keadaan luka serta proses penyembuhan, merawat luka
dengan baik dan benar: Membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati,
berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti
biotik.
3) Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
Hari Jumat 13 April 2018 jam 13.30 WIB mengkaji tingkat,
frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien adalah
menjelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri,
menciptakan lingkungan yang tenang, mengajarkan teknik
distraksi dan relaksasi, mengatur posisi pasien senyaman
mungkin sesuai keinginan pasien, melakukan massage saat rawat
luka, berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
61

Hari Sabtu 14 April 2018 jam 09.00 WIB menciptakan


lingkungan yang tenang, mengajarkan teknik distraksi dan
relaksasi, mengatur posisi pasien senyaman mungkin sesuai
keinginan pasien, melakukan massage saat rawat luka.
Hari Minggu 15 April 2018 jam 10.00 WIB mengkaji tingkat,
frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien adalah
menjelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri,
menciptakan lingkungan yang tenang, mengajarkan teknik
distraksi dan relaksasi, mengatur posisi pasien senyaman
mungkin sesuai keinginan pasien, melakukan massage saat rawat
luka.
b. Kasus II
1) Gangguan perfusi berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga
mengenal masalah
Hari Senin 16 April 2018 jam 13.30 WIB mengajarkan
pasien untuk melakukan mobilisasi, mengajarkan tentang faktor-
faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : tinggikan kaki
sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu
istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat,
hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya,
mengajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan
kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Hari Selasa 17 April 2018 jam 15.00 WIB mengajarkan
pasien untuk melakukan mobilisasi, mengajarkan tentang faktor-
faktor yang dapat meningkatkan aliran darah: tinggikan kaki
sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu
istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat,
hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Hari Rabu 18 April 2018 jam 14.30 WIB mengajarkan
pasien untuk melakukan mobilisasi, mengajarkan tentang
62

modifikasi faktor-faktor resiko berupa: hindari diet tinggi


kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi.
2) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
Hari Senin 16 April 2018 jam 13.30 mengkaji luas dan
keadaan luka serta proses penyembuhan, merawat luka dengan
baik dan benar: Membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati,
berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti
biotik.
Hari Selasa 17 April 2018 jam 15.00 WIB mengkaji luas dan
keadaan luka serta proses penyembuhan, berkolaborasi dengan
dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Hari Rabu 18 April 2018 jam 14.30 WIB mengkaji luas dan
keadaan luka serta proses penyembuhan, merawat luka dengan
baik dan benar: Membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati,
berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti
biotik.
3) Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
Hari Senin 16 April 2018 jam 13.30 WIB mengkaji tingkat,
frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien adalah
menjelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri,
menciptakan lingkungan yang tenang, mengajarkan teknik
63

distraksi dan relaksasi, mengatur posisi pasien senyaman


mungkin sesuai keinginan pasien, melakukan massage saat rawat
luka, berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Hari Selasa 17 April 2018 jam 15.00 WIB menciptakan
lingkungan yang tenang, mengajarkan teknik distraksi dan
relaksasi, mengatur posisi pasien senyaman mungkin sesuai
keinginan pasien, melakukan massage saat rawat luka.
Hari Rabu 18 April 2018 jam 14.30 WIB mengkaji tingkat,
frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien adalah
menjelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri,
menciptakan lingkungan yang tenang, mengajarkan teknik
distraksi dan relaksasi, mengatur posisi pasien senyaman
mungkin sesuai keinginan pasien, melakukan massage saat rawat
luka.
5. Evaluasi Keperawatan
a. Kasus I
1) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan ketidaktahuan
keluarga mengenal masalah.
Evaluasi hari Jumat tanggal 13 April 2018 di dapatkan data
subjektif klien mengatakan bingung harus memilih makanan
karna bila makan yang manis-manis luka akan kembali basah.
Data objektif klien tampak lemas. Analisa Masalah belum
teratasi, dengan Planning mengajarkan pasien untuk melakukan
mobilisasi, mengajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko
berupa: hindari diet tinggi kolestrol.
Evaluasi hari Sabtu tanggal 14 April 2018 di dapatkan data
subjektif klien mengatakan sudah tidak bingung lagi masalah
makanan. Data objektif klien sedikit lemas. Analisa Masalah
teratas sebagaian, dengan Planning mengajarkan pasien untuk
melakukan mobilisasi, mengajarkan tentang modifikasi faktor-
faktor resiko berupa: hindari diet tinggi kolestrol.
64

Evaluasi hari Minggu tanggal 15 April 2018 di dapatkan data


subjektif klien mengatakan sudah megerti makanan yang harus
dimakan dan tidak boleh dimakan. Data objektif klien tidak
lemas. Analisa Masalah teratasi, dengan Planning dihentikan.
2) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
Evaluasi hari Jumat tanggal 13 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengatakan tidak tahu cara merawat bagian
luka. Data objektif tampak bingung, cemas. Analisa masalah
belum teratasi, dengan Planning mengkaji luas dan keadaan luka
serta proses penyembuhan, merawat luka dengan baik dan benar.
Evaluasi hari Sabtu tanggal 14 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengatakan mengerti sedikit cara merawat
bagian luka. Data objektif tampak masih tampak bingung.
Analisa masalah teratasi sebagian, dengan Planning mengkaji
luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan, merawat luka
dengan baik dan benar.
Evaluasi hari Minggu tanggal 15 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengatakan sudah mengerti cara merawat
bagian luka. Data objektif tidak terlihat bingung. Analisa masalah
teratasi, dengan Planning dihentikan.
3) Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga.
Evaluasi hari Jumat tanggal 13 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengatakan tidak tahu cara merawat untuk
mengurangi rasa nyeri. Data objektif keluarga tampak bingung.
Analisa masalah masalah belum teratasi, dengan planning
menciptakan lingkungan yang tenang, mengajarkan teknik
distraksi dan relaksasi, mengatur posisi pasien senyaman
mungkin sesuai keinginan pasien
65

Evaluasi hari Sabtu tanggal 14 April 2018 didapatkan data


subjektif keluarga masih belum mengerti semua cara mengurangi
rasa nyeri. Data objektif masih tampak bingung. Analisa masalah
teratasi sebagian, dengan Planning menciptakan lingkungan yang
tenang, mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi, mengatur
posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien
Evaluasi hari Minggu tanggal 15 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengerti cara mengurangi rasa nyeri. Data
objektif keluarga tidak tampak cemas. Analisa masalah teratasi,
dengan Planning dihentikan.
b. Kasus II
1) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan ketidaktahuan
keluarga mengenal masalah.
Evaluasi hari Senin tanggal 16 April 2018 di dapatkan data
subjektif klien mengatakan bingung harus memilih makanan
karna bila makan yang manis-manis luka akan kembali basah.
Data objektif klien tampak lemas. Analisa Masalah belum
teratasi, dengan Planning mengajarkan pasien untuk melakukan
mobilisasi, mengajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko
berupa: hindari diet tinggi kolestrol.
Evaluasi hari Selasa tanggal 17 April 2018 di dapatkan data
subjektif klien mengatakan sudah tidak bingung lagi masalah
makanan. Data objektif klien sedikit lemas. Analisa Masalah
teratas sebagaian, dengan Planning mengajarkan pasien untuk
melakukan mobilisasi, mengajarkan tentang modifikasi faktor-
faktor resiko berupa: hindari diet tinggi kolestrol.
Evaluasi hari Rabu tanggal 18 April 2018 di dapatkan data
subjektif klien mengatakan sudah megerti makanan yang harus
dimakan dan tidak boleh dimakan. Data objektif klien tidak
lemas. Analisa Masalah teratasi, dengan Planning dihentikan.
66

2) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan


ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
Evaluasi hari Senin tanggal 16 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengatakan tidak tahu cara merawat bagian
luka. Data objektif tampak bingung, cemas. Analisa masalah
belum teratasi, dengan Planning mengkaji luas dan keadaan luka
serta proses penyembuhan, merawat luka dengan baik dan benar.
Evaluasi hari Selasa tanggal 17 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengatakan mengerti sedikit cara merawat
bagian luka. Data objektif tampak masih tampak bingung.
Analisa masalah teratasi sebagian, dengan Planning mengkaji
luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan, merawat luka
dengan baik dan benar.
Evaluasi hari Rabu tanggal 18 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengatakan sudah mengerti cara merawat
bagian luka. Data objektif tidak terlihat bingung. Analisa masalah
teratasi, dengan Planning dihentikan.
3) Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga.
Evaluasi hari Senin tanggal 16 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengatakan tidak tahu cara merawat untuk
mengurangi rasa nyeri. Data objektif keluarga tampak bingung.
Analisa masalah masalah belum teratasi, dengan planning
menciptakan lingkungan yang tenang, mengajarkan teknik
distraksi dan relaksasi, mengatur posisi pasien senyaman
mungkin sesuai keinginan pasien
Evaluasi hari Selasa tanggal 17 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga masih belum mengerti semua cara mengurangi
rasa nyeri. Data objektif masih tampak bingung. Analisa masalah
teratasi sebagian, dengan Planning menciptakan lingkungan yang
67

tenang, mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi, mengatur


posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien
Evaluasi hari Rabu tanggal 18 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengerti cara mengurangi rasa nyeri. Data
objektif keluarga tidak tampak cemas. Analisa masalah teratasi,
dengan Planning dihentikan.
6. Aplikasi dari tindakan utama
a. Kasus I
Pada tanggal 10 April 2018 peneliti datang ke tempat tinggal
Tn.M Melakukan perkenalan dan inform consent. Pada tanggal 13
April 2018 penulis datang ke rumah untuk melakukan tindakan
keperawatan yaitu penkes dengan menggunakan media leaflet, penkes
dilakukan selama 30 menit dan metode demonstrasi kepada keluarga
Tn.M cara merawat luka diabetes miletus dengan menggunakan NaCl
dan betadine, karena teknik ini keluarga Tn.M mulai sedikit mengerti
cara perawatan luka diabetes melitus. Pada tanggal 14 April 2018
penulis datang kembali ke rumah Tn.M untuk melakukan kembali
tindakan keperawatan yaitu penkes dengan menggunakan media
leaflet, penkes dilakukan selama 30 menit dan metode demonstrasi
kepada keluarga Tn.M cara merawat luka diabetes miletus dengan
menggunakan NaCl dan betadine, karena dengan menggunakan
teknik ini keluarga Tn.M menjadi mengerti akan perawatan luka
diabetes melitus. Pada hari keempat tanggal 15 April 2018 penulis
datang kembali ke rumah Tn.M untuk melakukan kembali tindakan
yaitu penkes dengan menggunakan media leaflet, penkes dilakukan
selama 30 menit dan metode demostrasi kepada keluarga Tn.M cara
merawat luka diabetes melitus dengan menggunakan NaCl dan
betadine, karena teknik ini keluarga Tn.M menjadi mengerti dan dapat
mengaplikasi cara merawat luka diabetes melitus dengan baik dan
benar.
68

b. Kasus II
Pada tanggal 15 April 2018 peneliti datang ke tempat tinggal
Tn.C Melakukan perkenalan dan inform consent. Pada tanggal 16
April 2018 penulis datang ke rumah untuk melakukan tindakan
keperawatan yaitu penkes dengan menggunakan media leaflet, penkes
dilakukan selama 30 menit dan metode demonstrasi kepada keluarga
Tn.C cara merawat luka diabetes miletus dengan menggunakan NaCl
dan betadine, karena teknik ini keluarga Tn.C mulai sedikit mengerti
cara perawatan luka diabetes melitus. Pada tanggal 17 April 2018
penulis datang kembali ke rumah Tn.C untuk melakukan kembali
tindakan keperawatan yaitu penkes dengan menggunakan media
leaflet, penkes dilakukan selama 30 menit dan metode demonstrasi
kepada keluarga Tn.C cara merawat luka diabetes miletus dengan
menggunakan NaCl dan betadine, karena dengan menggunakan
teknik ini keluarga Tn.C menjadi mengerti akan perawatan luka
diabetes melitus. Pada hari keempat tanggal 18 April 2018 penulis
datang kembali ke rumah Tn.C untuk melakukan kembali tindakan
yaitu penkes dengan menggunakan media leaflet, penkes dilakukan
selama 30 menit dan metode demostrasi kepada keluarga Tn.C cara
merawat luka diabetes melitus dengan menggunakan NaCl dan
betadine, karena teknik ini keluarga Tn.C menjadi mengerti dan dapat
mengaplikasi cara merawat luka diabetes melitus dengan baik dan
benar

B. Pembahasan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. Menurut Doenges (2014: 726), data pengkajian pada
pasien dengan Diabetes Mellitus bergantung pada berat dan lamanya
69

ketidak seimbangan metabolik dan pengaruh fungsi pada organ, data yang
perlu dikaji meliputi
Kasus I dan kasus II tidak terdapat kesenjangan sesuai teori dengan
gejala sering mengantuk, penglihatan kabur, sering mengalami kencing
tidak tertahan, dan sebagainya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah merupakan keputusan klinik tentang
respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan
actual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamanya,
perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pastiuntuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah,
dan merubah status kesehatan klien (carpenito, 2000; dan Nanda.)
Diagnosa keperawatan Diabetes Millitus secara teori
menurut (Carpenito, Lyna juall. 2000).
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan ketidaktahuan
keluarga mengenal masalah anggota keluarga.
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan ketidakmampuan
merawat anggota keluarga.
c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga.
d. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan ketudaktahuan
keluarga mengenal masalah.
e. Ganguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidaktahuan mengenal masalah.
f. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan
ketidaktahuan mengenal masalah.
g. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga merawat
dan mengenal masalah anggota keluarga.
70

Kasus I dan Kasus II memiliki diagnosa keperawatan yang sama


sesuai dengan teori dan saat dilakukan dipraktik, jadi terdapat kesenjangan
antara teori dan praktik.
3. Intervensi Keperawatan
Tahap perencanan memberi kesempatan pada perawat, klien,
keluarga, dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan
keperawatan guna mengatasi masalah yang di alami klien. Perencanaan
merupakan suatu petunjuk atau bukti tertulis yang menggambarkan secara
tepat rencana tindakan keperawatan dan yang akan di lakukan terhadap
klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan
(Asmadi, 2008).
Perbandingan antara teori menurut (Carpenito, Lyna juall. 2000).
Pada kasus I menurut teori, yang di lakukan pada diagnosa Gangguan
perfusi berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga mengenal masalah
adalah ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi, ajarkan tentang faktor-
faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : tinggikan kaki sedikit lebih
rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu istirahat), hindari
penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di
belakang lutut dan sebagainya, ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor
resiko berupa : hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan
kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi, kerja sama
dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula
darah secara rutin dan terapi oksigen (HBO). Intervensi pada diagnosa
keperawatan kedua yakni Ganguan integritas jaringan berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga adalah kaji
luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan, rawat luka dengan baik
dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang
tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi
jaringan yang mati, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Intervensi pada diagnosa ketiga yakni Ganguan rasa nyaman (nyeri)
71

berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota


keluarga adalah kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami
pasien, jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri,
ciptakan lingkungan yang tenang, ajarkan teknik distraksi dan relaksasi,
atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien, lakukan
massage saat rawat luka, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgesik.
Pada kasus II menurut teori, yang di lakukan pada diagnosa
Gangguan perfusi berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga mengenal
masalah adalah ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi, ajarkan
tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : tinggikan
kaki sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu istirahat),
hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan
bantal, di belakang lutut dan sebagainya, ajarkan tentang modifikasi
faktor-faktor resiko berupa : hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi,
menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi,
kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen (HBO). Intervensi
pada diagnosa keperawatan kedua yakni Ganguan integritas jaringan
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga adalah kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan,
rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati, kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula
darah pemberian anti biotik. Intervensi pada diagnosa ketiga yakni
Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga adalah kaji tingkat, frekuensi, dan
reaksi nyeri yang dialami pasien, jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab
timbulnya nyeri, ciptakan lingkungan yang tenang, ajarkan teknik distraksi
dan relaksasi, atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan
72

pasien, lakukan massage saat rawat luka, kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgesik. Adanya kesesuaian antara intervensi keperawatan
dalam Pratik dengan teori pada kasus I dan kasus II
4. Implementasi Keperawatan
Fase implementasi dimulai ketika perawat menempatkan intervensi
tertentu ke dalam tindakan dan mengumpulkan umpan balik mengenai
efeknya. Umpan balik muncul kembali kedalam bentuk observasi dan
kemunikasi serta memberi dasar data untuk mengevaluasi hasil intervensi
keperawatan. Selama hasil implementasi keaamanan dan kenyamanan
psikologi pasien berkenaan dengan asuhan atraumatik tetap harus
diperhatikan (Donna dkk, 2009, p. 24).
Perbandingan antara teori menurut (Carpenito, Lyna juall. 2000). Pada
kasus I menurut teori, yang di lakukan pada diagnosa Gangguan perfusi
berhubungan dengan ketidaktahuan keluarga mengenal masalah adalah
mengajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi, mengajarkan tentang
faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : tinggikan kaki sedikit
lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari
penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di
belakang lutut dan sebagainya, mengajarkan tentang modifikasi faktor-
faktor resiko berupa : hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi,
menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi,
kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
mememeriksa gula darah secara rutin dan terapi oksigen (HBO).
Implementasi pada diagnosa keperawatan kedua yakni Ganguan integritas
jaringan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga adalah mengkaji luas dan keadaan luka serta proses
penyembuhan, merawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka
secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa
balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati,
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik. Implementasi pada
73

diagnosa ketiga yakni Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan


ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga adalah kaji tingkat,
frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien, jelaskan pada pasien
tentang sebab-sebab timbulnya nyeri, menciptakan lingkungan yang
tenang, mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi, mengatur posisi pasien
senyaman mungkin sesuai keinginan pasien, lakukan massage saat rawat
luka, berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
5. Evaluasi
Menurut (Donna dkk, 2009, p.24) bahwa dalam evaluasi
keperawatan itu menggunakan format SOAP yaitu, S (Subjective) adalah
inormasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diperbaiki. O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah
dilakukan tindakan. A (Analisa) adalah membandingkan antara inormasi
subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah
teratasi sebagian, atau muncul masalah baru. P (Planning) adalah rencana
keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa, baik
itu rencana diteruskan, dimodifikasi, dibatalkan ada masalah baru, selesai
(tujuan tercapai). Ada kesenjangan dalam evaluasi keperawatan karena
kasus I dan kasus II sesuai dengan teori. Evaluasi keperawatan pada kasus
I dan kasus II juga menggunakan SOAP yaitu,
a. Kasus I:
1) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan ketidaktahuan
keluarga mengenal masalah.
Evaluasi hari Jumat tanggal 13 April 2018 di dapatkan data
subjektif klien mengatakan bingung harus memilih makanan
karna bila makan yang manis-manis luka akan kembali basah.
Data objektif klien tampak lemas. Analisa Masalah belum
teratasi, dengan Planning mengajarkan pasien untuk melakukan
74

mobilisasi, mengajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko


berupa: hindari diet tinggi kolestrol.
Evaluasi hari Sabtu tanggal 14 April 2018 di dapatkan data
subjektif klien mengatakan sudah tidak bingung lagi masalah
makanan. Data objektif klien sedikit lemas. Analisa Masalah
teratas sebagaian, dengan Planning mengajarkan pasien untuk
melakukan mobilisasi, mengajarkan tentang modifikasi faktor-
faktor resiko berupa: hindari diet tinggi kolestrol.
Evaluasi hari Minggu tanggal 15 April 2018 di dapatkan data
subjektif klien mengatakan sudah megerti makanan yang harus
dimakan dan tidak boleh dimakan. Data objektif klien tidak
lemas. Analisa Masalah teratasi, dengan Planning dihentikan.
2) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
Evaluasi hari Jumat tanggal 13 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengatakan tidak tahu cara merawat bagian
luka. Data objektif tampak bingung, cemas. Analisa masalah
belum teratasi, dengan Planning mengkaji luas dan keadaan luka
serta proses penyembuhan, merawat luka dengan baik dan benar.
Evaluasi hari Sabtu tanggal 14 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengatakan mengerti sedikit cara merawat
bagian luka. Data objektif tampak masih tampak bingung.
Analisa masalah teratasi sebagian, dengan Planning mengkaji
luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan, merawat luka
dengan baik dan benar.
Evaluasi hari Minggu tanggal 15 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengatakan sudah mengerti cara merawat
bagian luka. Data objektif tidak terlihat bingung. Analisa masalah
teratasi, dengan Planning dihentikan.
3) Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga.
75

Evaluasi hari Jumat tanggal 13 April 2018 didapatkan data


subjektif keluarga mengatakan tidak tahu cara merawat untuk
mengurangi rasa nyeri. Data objektif keluarga tampak bingung.
Analisa masalah masalah belum teratasi, dengan planning
menciptakan lingkungan yang tenang, mengajarkan teknik
distraksi dan relaksasi, mengatur posisi pasien senyaman
mungkin sesuai keinginan pasien
Evaluasi hari Sabtu tanggal 14 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga masih belum mengerti semua cara mengurangi
rasa nyeri. Data objektif masih tampak bingung. Analisa masalah
teratasi sebagian, dengan Planning menciptakan lingkungan yang
tenang, mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi, mengatur
posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien
Evaluasi hari Minggu tanggal 15 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengerti cara mengurangi rasa nyeri. Data
objektif keluarga tidak tampak cemas. Analisa masalah teratasi,
dengan Planning dihentikan.
b. Kasus II
1) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan ketidaktahuan
keluarga mengenal masalah.
Evaluasi hari Senin tanggal 16 April 2018 di dapatkan data
subjektif klien mengatakan bingung harus memilih makanan
karna bila makan yang manis-manis luka akan kembali basah.
Data objektif klien tampak lemas. Analisa Masalah belum
teratasi, dengan Planning mengajarkan pasien untuk melakukan
mobilisasi, mengajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko
berupa: hindari diet tinggi kolestrol.
Evaluasi hari Selasa tanggal 17 April 2018 di dapatkan data
subjektif klien mengatakan sudah tidak bingung lagi masalah
makanan. Data objektif klien sedikit lemas. Analisa Masalah
teratas sebagaian, dengan Planning mengajarkan pasien untuk
76

melakukan mobilisasi, mengajarkan tentang modifikasi faktor-


faktor resiko berupa: hindari diet tinggi kolestrol.
Evaluasi hari Rabu tanggal 18 April 2018 di dapatkan data
subjektif klien mengatakan sudah megerti makanan yang harus
dimakan dan tidak boleh dimakan. Data objektif klien tidak
lemas. Analisa Masalah teratasi, dengan Planning dihentikan.
2) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
Evaluasi hari Senin tanggal 16 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengatakan tidak tahu cara merawat bagian
luka. Data objektif tampak bingung, cemas. Analisa masalah
belum teratasi, dengan Planning mengkaji luas dan keadaan luka
serta proses penyembuhan, merawat luka dengan baik dan benar.
Evaluasi hari Selasa tanggal 17 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengatakan mengerti sedikit cara merawat
bagian luka. Data objektif tampak masih tampak bingung.
Analisa masalah teratasi sebagian, dengan Planning mengkaji
luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan, merawat luka
dengan baik dan benar.
Evaluasi hari Rabu tanggal 18 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengatakan sudah mengerti cara merawat
bagian luka. Data objektif tidak terlihat bingung. Analisa masalah
teratasi, dengan Planning dihentikan.
3) Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga.
Evaluasi hari Senin tanggal 16 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengatakan tidak tahu cara merawat untuk
mengurangi rasa nyeri. Data objektif keluarga tampak bingung.
Analisa masalah masalah belum teratasi, dengan planning
menciptakan lingkungan yang tenang, mengajarkan teknik
77

distraksi dan relaksasi, mengatur posisi pasien senyaman


mungkin sesuai keinginan pasien
Evaluasi hari Selasa tanggal 17 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga masih belum mengerti semua cara mengurangi
rasa nyeri. Data objektif masih tampak bingung. Analisa masalah
teratasi sebagian, dengan Planning menciptakan lingkungan yang
tenang, mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi, mengatur
posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien
Evaluasi hari Rabu tanggal 18 April 2018 didapatkan data
subjektif keluarga mengerti cara mengurangi rasa nyeri. Data
objektif keluarga tidak tampak cemas. Analisa masalah teratasi,
dengan Planning dihentikan.

6. Analisa PICOT
Tabel 4.7
Analisa PICOT
Problem/ Pasien problem: pasien dengan diabetes miletus grade 2
pasien: 2 responden yang memiliki penyakit diabetes
miletus dengan luka
Intervensi problem : pasien dengan diabetes miletus grade 2
Sampel : 2 responden yang memiliki penyakit
diabetes miletus dengan luka
Comparison Kasus I
Hasil akhir tindakan selama 3 hari keluarga klien
mengerti dan bisa mendemonstrasikan cara
perawatan luka diabetes melitus pada penderita
diabetes melitus.
Kasus II
Hasil akhir tindakan selama 3 hari keluarga klien
mengerti dan bisa mendemonstrasikan cara
78

perawatan luka diabetes melitus pada penderita


diabetes melitus.
Outcome Kasus I
Hasil akhir tindakan selama 3 hari keluarga klien
mengerti dan bisa mendemonstrasikan cara
perawatan luka diabetes melitus pada penderita
diabetes melitus.
Kasus II
Hasil akhir tindakan selama 3 hari keluarga klien
mengerti dan bisa mendemonstrasikan cara
perawatan luka diabetes melitus pada penderita
diabetes melitus.
Timing Kasus I
Dilakukan Pendidikan kesehatan tentang perawatan
luka dan demostrasi pada penderita diabetes melitus
selama 30 menit dalam 3 hari dapat memberikan
pengetahuan tentang perawatan luka diabetes
melitus.
Kasus II
Dilakukan Pendidikan kesehatan tentang perawatan
luka pada penderita diabetes melitus selama 30 menit
dalam 3 hari dapat memberikanpengetahuan tentang
perawatan luka diabetes melitus.

Pendidikan Kesehatan secara umum adalah segala


upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi
orang lain, baik individu, kelompok atau masyarakat,
sehingga mereka melakukan apa yang di harapkan
joleh pelaku pendidikan, yang tersirat dalam
pendidikan adalah: input adalah sasaran pendidikan
79

(individu, kelompok, dan masyarakat), pendidik


adalah (pelaku pendidikan), proses adalah (upaya
yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain),
output adalah (melakukan apa yang diharapkan atau
perilaku) (Notoatmodjo, 2012).
80

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada hasil pengkajian saat Pratik pada kasus I maupun kasus II dengan
teori tidak terjadi kesenjangan. Pengkajian dilakukan sesuai dengan teori yang
didapatkan dan hasil dari pengkajian pun sesuai dengan teori.
Hasil dari praktik dan teori di bagian diagnosa keperawatan terdapat
kesenjangan, dalam teori terdapat 7 diagnosa sedangkan dalam praktik hanya
ditemukan 3 diagnosa.
Intervensi keperawatan yang digunakan saat praktik sesuai dengan teori
dari Nanda (2012). Intervensi semua digunakan untuk perumusan rencana yang
akan digunakan.
Implementasi keperawatan yang digunakan saat praktik sesuai dengan
teori dari Nanda (2012). Implementasi yang digunakan sesuai kebutuhan
keluarga maupun klien yang menderita diabetes melitus.
Tidak ada kesenjangan dalam evaluasi keperawatan karena kasus I dan
kasus II sesuai dengan teori bahwa tindakan penkes perawatan luka diabetes
miletus terhadap pengetahuan dan kemampuan keluarga merawat luka pada Tn.
M dan Tn. C dengan diabetes miletus karena luka diabetes miletus terbukti
keluarga dan klien mampu merawat luka diabetes miletus.
Berdasarkan analisis PICOT didapatkan hasil Pasien diabetes miletus
dengan luka bisa merawat luka setelah di berikan pendidikan kesehatan dan
demonstrasi tentang perawatan luka diabetes miletus.

B. Saran
1. Bagi Perawat
Untuk perawat diharapkan dapat melakukan perawatan luka sesuai dengan
prosedur yang telah ditentukan agar hasil yang diharapkan dapat tercapai
secara optimal.

80
81

2. Bagi Puskesmas
Tindakan penkes perawatan luka dapat dijadikan salah satu tindakan atau
prosedur tetap yang dapat dilakukan perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan bagi klien diabetes miletus terutama yang mengalami luka
diabetes miletus.
3. Bagi Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Cianjur.
Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana prasarana yang
merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan keterampilan dalam melalui praktik klinik dan
pembuatan laporan
4. Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan keluarga dapat berpartisipasi dalam tindakan penkes
perawatan luka diabetes miletus dan dapat merawat anggota keluarga yang
menderita penyakit diabetes miletus.
82

DAFTAR PUSTAKA

ADA. 2012. Diagnosis and Clasification of Diabetes Melitus. Diakses pada 10 Juni
2018.

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2017. Metodologi Penelitian Keperawatan dan


Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC


Carpenito-Moyet,L.J. 2009. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10. Jakarta:
EGC

Chang, William. 2014. Metologi Penulisan Ilmiah Teknik Penulisan Esai, Skripsi,
Tesis, & Disertai untuk Mahasiswa. Penerbit Erlangga

Dimyati, Tjutju Tarliah & Ahmad Dimyati. 2011. Operation Research : Model-
model pengambilan keputusan. Bandung : sinar baru algesindo.

Doenges, Marilynn E. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. 2006. Medical Surgical Nursing : Critical
thinking for collaborative care. Fifth edition. St. Louis, Missouri: Elsevier
Sauder.

Iskandar. 2010 metodology penelitian Pendidikan dan sosial (kuantitatif dan


kualitatif.) Jakarta: Gaung PErsada Press (GP Press).

J Corwin, Eliszabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media
J Lexy, Meoleong. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya

Lanywati. 2011. Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta: Kanisius


Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jilid 1. Jakarta : Salemba

82
83

PERKENI. 2006. Konsep dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.


Jakarta : PB. PERKENI

Soegondo, dkk. 2004. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Jakarta :


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :


Alfabeta

Susilo, R. 2011. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Yogyakarta: Nuha


Medika

Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pedriatrik Volume 1. Ahli Bahasa
Agus Sutarna dkk. Jakarta : EGC

Sulistiari, D. A. (2013). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Perawatan Kaki Terhadap


Keptuhan Pasian Diabetes Miletus Tipe 2 dalam Melakukan Perawatan Kaki
di Wilayah Kerja Puskesmas Janggawah Kabupaten Jember.
http://repository.unej .ac.id/handle/123456789/9920.

Supriadi, Kusyati, Sulistyawati. (2013). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan


Metode Demonstrasi Terhadap Kemampuan Merawat Kaki Pada Penderita
DiabetesMiletus. http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JMK/article/view/948.
Diakses pada tanggal 18 maret 2018.

Anda mungkin juga menyukai