Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan industri merupakan salah satu sektor yang ditingkatkan dan


diharapkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pembangunan
industri terus ditingkatkan dan diarahkan agar sektor industri menjadi penggerak
utama ekonomi yang efisien dan berdaya saing tinggi. Salah satu sektor industri
yang didukung dan didorong perkembangannya adalah industri non minyak bumi
dan gas.
Sebagai bangsa yang besar dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta
jiwa, Indonesia menghadapai masalah energi yang cukup mendasar. Minyak
bumi sebagai sumber energi utama yang tidak terbarukan tingkat ketersediaanya
semakin berkurang. Produksi minyak bumi Indonesia yang telah mencapai
puncaknya pada tahun 1977 yaitu sebesar 1,7 juta barel per hari terus menurun
hingga tinggal 1,125 juta barel per hari tahun 2004. Di sisi lain konsumsi
minyak bumi terus meningkat dan tercatat 0,95 juta barel per hari tahun 2000,
menjadi 1,0516 juta barel per hari tahun 2003 dan sedikit menurun menjadi
1,0362 juta barel per hari tahun 2004. Cadangan minyak bumi Indonesia
diperkirakan akan habis dalam waktu 20 tahun (Subur, 2007).
Melihat kenyataan di atas perlu dipikirkan pencarian sumber energi
alternatif pengganti minyak bumi. Sumber energi baru yang dikembangkan
haruslah yang terbarukan dan lebih ramah lingkungan. Salah satu pilihan sumber
energi baru pengganti solar berbahan baku minyak bumi yaitu biodisel. Biodisel
mempunyai beberapa keuntungan dan kelebihan bila dibandingkan dengan solar,
yaitu (Torubarov, 2007):
1. Bahan baku yang dapat diperbarui.

2. Tidak tergantung minyak bumi dan gas alam.


3. Kandungan emisi CO2, belerang dan senyawa aromatik yang lebih rendah
sehingga memenuhi Standar Euro IV.
4. Tidak beracun
5. Biodegradabel
6.Daya Pelumasan Tinggi

1.2. Analisis Pasar

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat diperoleh
dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui esterifikasi
dengan alkohol. The American Society for Testing and Materials (ASTM) (1998)
mendefinisikan biodiesel sebagai mono-alkil ester yang terdiri dari asam lemak
rantai panjang, didapat dari lemak terbarukan, seperti minyak nabati atau lemak
hewani. Mono-alkil ester dapat berupa metil ester atau etil ester, tergantung dari
sumber alkohol yang digunakan (Siddiq, 2015).
Indonesia dan Malaysia merupakan negara yang mendominasi produksi
minyak sawit dunia dengan secara total menghasilkan sekitar 85-90% dari total
produksi minyak sawit dunia (Indonesia Investments, 2017). Menurut data Statistik
Perkebunan Indonesia, volume ekspor-impor kelapa sawit terjadi peningkatan pada
sepanjang tahun 2011 – 2015. Peningkatan ini akan terjadi dalam jangka panjang
sejalan dengan jumlah populasi dunia yang bertumbuh dan peningkatan komsumsi
produk-produk dengan bahan baku minyak sawit. Selain diolah menjadi produk
makanan dan kosmetik, minyak sawit dapat dijadikan biofuel dimana pemerintah
di berbagai negara sedang mendukung pemakaian biofuel.

Tabel 1.1 Ekspektasi Produksi Minyak Kelapa Sawit 2016


Negara Produksi (ton metrik)
Indonesia 36.000.000
Malaysia 21.000.000
Thailand 2.200.000
Kolombia 1.320.000
Nigeria 970.000
Dunia 58.800.000
(Indonesia Investments, 2017)

Mayoritas hasil produksi dari minyak kelapa sawit Indonesia diekspor ke


beberapa negara-negara tujuan. Negara-negara tujuan ekspor kelapa sawit
Indonesia adalah Republik Rakyat Tiongkok, India, Pakistan, Malaysia, dan
Belanda. Walaupun nilai ekspor kelapa sawit Indonesia tidak signifikan, Indonesia
juga mengimpor minyak sawit terutama dari India. Berikut total produksi dan
ekspor minyak kelapa sawit Indonesia:
Tabel 1.2 Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Produksi
19.2 19.4 21.8 23.5 26.5 30.0 31.5 32.5 32.0
(juta ton)

Ekspor 15.1 17.1 17.1 17.6 18.2 22.4 21.7 26.4 27.0
(juta ton)

Ekspor
15.6 10.0 16.4 20.2 21.6 20.6 21.1 18.6 18.6
(dollar
AS)

Luas
n.a. n.a. n.a. n.a. 9.6 10.5 10.7 11.4 11.8
Areal
(juta ha)
(Indonesia Investments, 2017)

Pada Tabel 1.2 terjadi peningkatan nilai ekspor dari tahun 2008 – 2016.
Ekspor minyak kelapa sawit adalah penghasil devisa yang penting. Dalam hal
pertanian, minyak sawit merupakan industri terpenting di Indonesia yang
menyumbang di antara 1,5 - 2,5 persen terhadap total produk domestik bruto (PDB).
Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia mendorong proses
pengolahan produk sumber daya alam supaya memiliki harga jual yang lebih tinggi.
Kapasitas penyulingan di Indonesia melompat menjadi 45 juta ton per tahun pada
awal 2015, naik dari 30,7 juta ton pada tahun 2013, dan lebih dari dua kali lipat
kapasitas di tahun 2012 yaitu 21,3 juta ton (Indonesia Investments, 2017).
Pajak ekspor minyak sawit mentah (CPO) berada di antara 0% – 22,5%
tergantung pada harga minyak sawit internasional. Indonesia memiliki “mekanisme
otomatis” sehingga ketika harga CPO acuan Pemerintah (berdasarkan harga CPO
lokal dan internasional) jatuh di bawah 750 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik
ton, pajak ekspor dipotong menjadi 0%. Ini terjadi di antara Oktober 2014 dan Mei
2016 waktu harga acuan ini jatuh di bawah 750 dollar AS per metrik ton.
Pemerintah memutuskan untuk mengintroduksi pungutan ekspor minyak sawit di
pertengahan 2015. Pungutan sebesar 50 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik ton
diterapkan untuk ekspor minyak sawit mentah dan pungutan senilai 30 dollar AS
per metrik ton ditetapkan untuk ekspor produk-produk minyak sawit olahan.
Pendapatan dari pungutan baru ini digunakan (sebagian) untuk mendanai program
subsidi biodiesel Pemerintah (Indonesia Investments, 2017).
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional menyebutkan pengembangan biodiesel sebagai energi terbarukan akan
dilaksanakan selama 25 tahun, dimulai dengan persiapan pada tahun 2004 dan
eksekusi sejak tahun 2005. Periode 25 tahun tersebut dibagi dalam tiga fasa
pengembangan biodiesel. Pada fasa pertama (2005 – 2010), pemanfaatan biodisel
minimum sebesar 2% atau sama dengan 720.000 kilo liter (KL). Pada fasa kedua
(2011 – 2015), hasil produksi mampu memenuhi 3% dari konsumsi diesel atau
ekuibalen dengan 1,5 juta KL. Pada fasa ketiga (2016 – 2025), teknologi yang ada
diharapkan telah mencapai level ‘high performance’ dimana produk yang
dihasilkan memiliki angka setana yang tinggi dan casting point yang rendah. Hasil
yang dicapai diharpkan dapat memenuhi 5% dari konsumsi nasional atau ekuibalen
dengan 4,7 juta KL (gapki.id, 2017).
Peluang untuk mengembangkan potensi pengembangan biodiesel di
Indonesia cukup besar, mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai
sekitar 40% penggunaan BBM untuk transportasi. Sedangkan penggunaan solar
pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada
kedua sektor tersebut. Pada tahun 2008, Indonesia berhasil memproduksi 630 ribu
KL biodiesel, sedangkan tingkat konsumsi adalah 23 ribu KL. Pada tahun 2017,
produksi produksi biodiesel Indonesia meningkat pesat atau lebih dari 4 kali lipat
menjadi 2,6 juta KL. Pada pasar biodiesel global, terlihat bahwa konsumsi biofuel
dunia akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2020 (gapki.id, 2017). Berikut
Gambar 1.1 mengimplementasikan data pasar biodiesel dunia dalam bentuk grafik:
Gambar 1.1 Pasar Biodiesel Dunia Tahun 2010, 2015, dan 2020
(Sumber: gapki.id, 2017)

Pada tahun 2006, share pangsa biodiesel Indonesia di Asia adalah 3,5% dan
pada tahun 2016 meningkat drastis hingga mencapai 35,4%. Bila dibandingkan
share biodiesel Indonesia di pasar global, naik pesat dari 0,2% pada tahun 2006
menjadi 3,0% pada tahun 2016. Dari sisi pertumbuhan juga terlihat bahwa
pertumbuhan biodiesel dunia adalah rata-rata meningkat 14,1% per tahun.
Sedangkan Asia tumbuh lebih pesat, yakni rata-rata 25% per tahun (gapki.id, 2017).
Berikut Tabel 1.3 menunjukan data produksi biodiesel Asia dalam ribu ton:

Tabel 1.3 Produksi Biodiesel Asia (Ribu Ton)


2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
China 1.584 1.970 2.103 2.346 2.609 2.653 2.053

India 123 210 229 268 349 410 505

Indonesia 723 1.110 1.397 1.750 2.547 1.354 2.503

Korea
511 309 283 321 337 385 404
Selatan

Thailand 700 765 1.054 1.330 1.490 1.603 1.610


Total Asia 3.641 4.365 5.064 6.014 7.332 6.406 7.077

Total Dunia 64.008 65.834 66.863 72.293 79.703 80.024 82.306

Share
Indonesia di 19,9% 25,4% 21,6% 29,1% 34,7% 21,1% 35,4%
Asia Pasifik

Share
Indonesia di 1,1% 1,7% 2,1% 2,4% 3,2% 1,7% 3,0%
Dunia
(gapki.id, 2017)
Lalu, dengan memprediksi data kebutuhan biodiesel di pasar global hingga
tahun 2029 dengan peningkatan rata-rata share Indonesia di Asia Pasifik adalah
sebesar 2,21% per tahun dan peningkatan rata-rata share Indonesia di Dunia adalah
0,27% per tahun, maka didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 1.4 Data Prediksi Kebutuhan Biodiesel hingga 2029


Tahun Share Indonesia di Asia Pasifik Share Indonesia di Asia Dunia
(%) (%)
2016 35,40 3,00
2017 37,61 3,27
2018 39,83 3,54
2019 42,04 3,81
2020 44,26 4,09
2021 46,47 4,36
2022 48,69 4,63
Tabel 1.4 Data Prediksi Kebutuhan Biodiesel hingga 2029 (Continued)
Tahun Share Indonesia di Asia Pasifik Share Indonesia di Asia Dunia
(%) (%)
2023 50,90 4,90
2024 53,11 5,17
2025 55,33 5,44
2026 57,54 5,71
2027 59,76 5,99
2028 61,97 6,26
2029 64,19 6,53

Di Indonesia, produksi biodiesel sepanjang 2018 mencapai 6,01 juta KL,


melampaui target yang ditetapkan sebesar 5,70 juta KL. Adapun data ESDM
menyebut, secara berturut-turut produksi biodiesel sejak 2014 adalah sebagai
berikut: 3,32 Juta KL (2014), 1,62 Juta KL (2015), 3,65 Juta KL (2016) dan 3,41
Juta KL (2017) (Puspa, 2019).

1.3. Pemilihan Lokasi

Beberapa pabrik pengolahan minyak sawit pada provinsi Kalimantan Timur


telah dibangun tepatnya pada tahun 2005 dan mulai beroperasi pada tahun 2009,
di Desa Saliki, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai kartanegara,Provinsi
Kalimatan Timur yaitu Pabrik Kelapa Sawit atau pabrik CPO. Salah satu pabrik
yang telah dibangun adalah Pabrik Kelapa Sawit PT. Tritunggal Sentra Buana
(TSB) merupakan pabrik yang memproduksi Crude Palm Oil (CPO).
Pabrik biodiesel dari CPO kelapa sawit ini akan dibangun di desa Saliki,
yang ditunjukkan pada Gambar 1.2 berikut.

Gambar 1.2 lokasi desa Saliki, Kalimantan Timur


(Sumber:Bappeda, 2007)
Dengan demikian, pabrik biodiesel akan didirikan di Desa Saliki,
Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai kartanegara,Provinsi Kalimatan Timur
dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahan Baku
Pertimbangan lokasi pabrik ini dipilih dikarenakan lokasi yang strategis dan
dekat dengan daerah produksi CPO oleh PT. Tritunggal Sentra Buana (TSB),
sehingga kebutuhan bahan baku akan selalu dapat terpenuhi.
2. Ketersediaan Utilitas
Kebutuhan energi listrik akan disuplai oleh PT. PLN berkapasitas 2 x 22,5
Mega Watt (MW). Sedangkan untuk kebutuhan utilitas air bersih, steam telah
disediakan oleh pabrik sendiri di kawasan industri.
3. Pemasaran Produk
Pendirian pabrik di desa Saliki sangat menguntungkan bagi pabrik karena
mempermudah distribusi produk. Selain itu, dengan adanya akses laut dan
pelabuhan sehingga sangat efisien dalam pendistribusian di dalam maupun luar
negeri.
4. Tenaga Kerja
Penyediaan tenaga kerja di Kalimantan Timur dapat diambil dari daerah
setempat dan dapat didatangkan dari daerah lain. Dengan adanya pabrik ini di
daerah sala tiga akan membuka lapangan pekerjaan sehingga akan memajukan
ekonomi warga sekitar. Selain itu, tingginya lulusan perguruan tinggi di
Kalimantan Timur, seperti Institut Teknologi Kalimantan, dapat memenuhi
angka tenaga ahli yang dibutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai