PENDAHULUAN
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat diperoleh
dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui esterifikasi
dengan alkohol. The American Society for Testing and Materials (ASTM) (1998)
mendefinisikan biodiesel sebagai mono-alkil ester yang terdiri dari asam lemak
rantai panjang, didapat dari lemak terbarukan, seperti minyak nabati atau lemak
hewani. Mono-alkil ester dapat berupa metil ester atau etil ester, tergantung dari
sumber alkohol yang digunakan (Siddiq, 2015).
Indonesia dan Malaysia merupakan negara yang mendominasi produksi
minyak sawit dunia dengan secara total menghasilkan sekitar 85-90% dari total
produksi minyak sawit dunia (Indonesia Investments, 2017). Menurut data Statistik
Perkebunan Indonesia, volume ekspor-impor kelapa sawit terjadi peningkatan pada
sepanjang tahun 2011 – 2015. Peningkatan ini akan terjadi dalam jangka panjang
sejalan dengan jumlah populasi dunia yang bertumbuh dan peningkatan komsumsi
produk-produk dengan bahan baku minyak sawit. Selain diolah menjadi produk
makanan dan kosmetik, minyak sawit dapat dijadikan biofuel dimana pemerintah
di berbagai negara sedang mendukung pemakaian biofuel.
Ekspor 15.1 17.1 17.1 17.6 18.2 22.4 21.7 26.4 27.0
(juta ton)
Ekspor
15.6 10.0 16.4 20.2 21.6 20.6 21.1 18.6 18.6
(dollar
AS)
Luas
n.a. n.a. n.a. n.a. 9.6 10.5 10.7 11.4 11.8
Areal
(juta ha)
(Indonesia Investments, 2017)
Pada Tabel 1.2 terjadi peningkatan nilai ekspor dari tahun 2008 – 2016.
Ekspor minyak kelapa sawit adalah penghasil devisa yang penting. Dalam hal
pertanian, minyak sawit merupakan industri terpenting di Indonesia yang
menyumbang di antara 1,5 - 2,5 persen terhadap total produk domestik bruto (PDB).
Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia mendorong proses
pengolahan produk sumber daya alam supaya memiliki harga jual yang lebih tinggi.
Kapasitas penyulingan di Indonesia melompat menjadi 45 juta ton per tahun pada
awal 2015, naik dari 30,7 juta ton pada tahun 2013, dan lebih dari dua kali lipat
kapasitas di tahun 2012 yaitu 21,3 juta ton (Indonesia Investments, 2017).
Pajak ekspor minyak sawit mentah (CPO) berada di antara 0% – 22,5%
tergantung pada harga minyak sawit internasional. Indonesia memiliki “mekanisme
otomatis” sehingga ketika harga CPO acuan Pemerintah (berdasarkan harga CPO
lokal dan internasional) jatuh di bawah 750 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik
ton, pajak ekspor dipotong menjadi 0%. Ini terjadi di antara Oktober 2014 dan Mei
2016 waktu harga acuan ini jatuh di bawah 750 dollar AS per metrik ton.
Pemerintah memutuskan untuk mengintroduksi pungutan ekspor minyak sawit di
pertengahan 2015. Pungutan sebesar 50 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik ton
diterapkan untuk ekspor minyak sawit mentah dan pungutan senilai 30 dollar AS
per metrik ton ditetapkan untuk ekspor produk-produk minyak sawit olahan.
Pendapatan dari pungutan baru ini digunakan (sebagian) untuk mendanai program
subsidi biodiesel Pemerintah (Indonesia Investments, 2017).
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional menyebutkan pengembangan biodiesel sebagai energi terbarukan akan
dilaksanakan selama 25 tahun, dimulai dengan persiapan pada tahun 2004 dan
eksekusi sejak tahun 2005. Periode 25 tahun tersebut dibagi dalam tiga fasa
pengembangan biodiesel. Pada fasa pertama (2005 – 2010), pemanfaatan biodisel
minimum sebesar 2% atau sama dengan 720.000 kilo liter (KL). Pada fasa kedua
(2011 – 2015), hasil produksi mampu memenuhi 3% dari konsumsi diesel atau
ekuibalen dengan 1,5 juta KL. Pada fasa ketiga (2016 – 2025), teknologi yang ada
diharapkan telah mencapai level ‘high performance’ dimana produk yang
dihasilkan memiliki angka setana yang tinggi dan casting point yang rendah. Hasil
yang dicapai diharpkan dapat memenuhi 5% dari konsumsi nasional atau ekuibalen
dengan 4,7 juta KL (gapki.id, 2017).
Peluang untuk mengembangkan potensi pengembangan biodiesel di
Indonesia cukup besar, mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai
sekitar 40% penggunaan BBM untuk transportasi. Sedangkan penggunaan solar
pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada
kedua sektor tersebut. Pada tahun 2008, Indonesia berhasil memproduksi 630 ribu
KL biodiesel, sedangkan tingkat konsumsi adalah 23 ribu KL. Pada tahun 2017,
produksi produksi biodiesel Indonesia meningkat pesat atau lebih dari 4 kali lipat
menjadi 2,6 juta KL. Pada pasar biodiesel global, terlihat bahwa konsumsi biofuel
dunia akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2020 (gapki.id, 2017). Berikut
Gambar 1.1 mengimplementasikan data pasar biodiesel dunia dalam bentuk grafik:
Gambar 1.1 Pasar Biodiesel Dunia Tahun 2010, 2015, dan 2020
(Sumber: gapki.id, 2017)
Pada tahun 2006, share pangsa biodiesel Indonesia di Asia adalah 3,5% dan
pada tahun 2016 meningkat drastis hingga mencapai 35,4%. Bila dibandingkan
share biodiesel Indonesia di pasar global, naik pesat dari 0,2% pada tahun 2006
menjadi 3,0% pada tahun 2016. Dari sisi pertumbuhan juga terlihat bahwa
pertumbuhan biodiesel dunia adalah rata-rata meningkat 14,1% per tahun.
Sedangkan Asia tumbuh lebih pesat, yakni rata-rata 25% per tahun (gapki.id, 2017).
Berikut Tabel 1.3 menunjukan data produksi biodiesel Asia dalam ribu ton:
Korea
511 309 283 321 337 385 404
Selatan
Share
Indonesia di 19,9% 25,4% 21,6% 29,1% 34,7% 21,1% 35,4%
Asia Pasifik
Share
Indonesia di 1,1% 1,7% 2,1% 2,4% 3,2% 1,7% 3,0%
Dunia
(gapki.id, 2017)
Lalu, dengan memprediksi data kebutuhan biodiesel di pasar global hingga
tahun 2029 dengan peningkatan rata-rata share Indonesia di Asia Pasifik adalah
sebesar 2,21% per tahun dan peningkatan rata-rata share Indonesia di Dunia adalah
0,27% per tahun, maka didapatkan data sebagai berikut: