I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan kota adalah komunitas tumbuh-tumbuhan berupa pohon dan asosiasinya yang
tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol
(menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang
memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman, dan
estetis.
Tidak disangsikan lagi kehadiran berbagai jenis pohon di tepi ruas jalur jalan, pedestrian
dan di taman kota menciptakan kenyamanan dan jasa lingkungan. Secara fisik, kehadirannya
berperan sebagai penyejuk udara, penyerap polusi udara, penjerap debu, serta penyaji nuansa
estetika melalui warna, bentuk, aroma dari tajuk, batang, daun, bunga dan buah.
Bahkan secara massal dapat berfungsi mengendalikan aliran udara dengan mereduksi
kecepatan angin, “menyaring” dan mengarahkan alirannya. Disamping itu beberapa jenis
berkemampuan menguapkan air dari dalam tanah. Melalui mekanisme penguapan air lewat
daun dan bagian tanaman, pohon dapat berperan “memompa” air pada daerah yang basah.
Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup. Air mempunyai
peranan sangat penting karena air merupakan bahan pelarut bagi kebanyakan reaksi
dalam tubuh makhluk hidup. Air juga digunakan sebagai medium enzimatis. Air sangat
penting bagi tumbuhan. 30% sampai 90% berat tumbuhan tersusun atas air. Tumbuhan
menggunakan air pada proses fotosintesis. Mineral-mineral yang diserap oleh akar harus
terlarut juga dalam air. Keberadaan air juga dapat mendatangkan bencana sehingga
diperlukan pohon-pohon untuk dapat menyerap atau mengatur tata air agar air hujan
dapat meresap dengan baik.
II. ISI
Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhkan pohon-pohon yang
kompak dan rapat didalam wilayah perkotaan, baik pada tanah Negara maupun pada tanah
hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Adapun tujuanya
adalah untuk kelestarian, keserasian dan kesinambungan ekosistem perkotaan yang meliputi
unsure lingkungan, social dan budaya.
Manfaat Hutan Kota, antara lain memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai
estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota
dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
Penyelenggaraan hutan kota tersebut meliputi, penunjukan lokasi dan luas hutan kota
dilakukan oleh walikota atau Bupati, Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan
(RTRWP). Lokasi hutan merupakan bagian dari ruang tebuka hijau (RTH) wilayah
perkotaan.
Hutan Kota dapat menggambarkan identitas kota melalui koleksi jenis tanaman dan
hewan yang merupakan simbol atau lambang suatu kota di areal Hutan Kota tersebut.
Telah disebutkan bahwa salah satu fungsi hutan kota adalah sebagai daerah untuk
meresapkan air, didalam tubuh tanaman, lebih dari 90% air yang diserap oleh akar
dikeluarkan lagi ke udara sebagai uap air. Penyerapan air oleh tanaman sebagian besar
melalui rambut-rambut akar, yang menyediakan permukaan untuk penyerapan yang amat
luas. Pada beberapa tanaman, ketika akar menyerap air dari tanah dan mengangkutnya ke
dalam xylem akar, air dalam xylem akan membentuk tekanan positif atau tekanan akar.
Intensitas transpirasi sangat dipengaruhi oleh kadar karbondioksida di dalam ruangan
interseluler, cahaya, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, dan keadaan air dalam tanah
(Harso, 2010).
Sekitar 99 persen, yang masuk kedalam tumbuhan meninggalkan daun dan batang
sebagai uap air. Proses tersebut dinamakan transpirasi.Kemungkinan kehilangan air dari
jaringan tanaman melalui bagian tanaman yang lain dapat saja terjadi, tetapi porsi kehilangna
tersebut sangat kecil dibanding dengan yang hilang melalui stomata. Sebagian besar dari
jaringan yang terdapat dalam daun secara langsung terlibat dalam transpirasi. Pada waktu
transpirasi, air menguap dari permukaan sel palisade dan mesofil bunga karang ke dalam
ruang antar sel. Dari ruang tersebut uap air berdifusi melalui stomata ke udara. Air yang
hilang dari dinding sel basah ini diisi air dan protoplas. Persediaan air dari protoplas, pada
gilirannya, biasanya diperoleh dari gerakan air dari sel-sel sekitarnya, dan akhirnya tulang
daun, yang merupakan bagian dari sistem pembuluh yang meluas ke tempat persediaan air
dalam tanah. Sebatang tumbuhan yang tumbuh di tanah dapat dibayangkan sebagai dua buah
sistem percabangan, satu di bawah dan satu lagi di atas permukaan tanah. Kedua sistem ini
dihubungkan oleh sebuah sumbu utama yang sebagian besar terdapat di atas tanah. Sistem
yang ada dalam tanah terdiri atas akar yang bercabang-cabang menempati hemisfer tanah
yang besar. Akar-akar terkecil terutama yang menempati bagian luar hemisfer tersebut.
Karena sumbu yang menghubungkan akar dan daun memungkinkan air mengalir dengan
tahanan wajar, maka tidak dapat dielakkan lagi bahwa air akan mengalir sepanjang gradasi
tekanan air yang membentang dari tanah ke udara dalam tubuh tumbuhan. Oleh karena itu
seluruh tumbuhan dapat dibandingkan dengan sumbu lampu, yang menyerap air dari tanah
melalui akar, mengalirkannya melalui batang dan kemudian menguapkannya ke udara dari
daun-daun. Aliran air ini dikenal dengan istilah alur transpirasi, merupakan konsekuensi
struktur tumbuhan dalam hubungannya dengan lingkungan (Loveless, 1991).
Air diperlukan oleh tanaman untuk mengangkut unsur-unsur hara dan zat-zat
terlarut lain di dalam tanaman dan untuk produksi gula pada proses fotosintesis, darimana
tanaman memperoleh energi untuk pertumbuhan dan menjadi dewasa. Sebagian besar air
digunakan dalam proses transpirasi.Apabila air hilang ke dalam atmosfer melalui transpirasi
melebihi dari air yang diserap tanaman dari tanah, maka air akan hilang dari sel-sel tanaman
sehingga sel tanaman kehilangan tegangan turgor dan akhirnya tanaman menjadi layu.setiap
gejala kelayuan pada tanaman dapat dijadikan petunjuk bahwa pertumbuhan tanaman akan
terhenti. Pertumbuhan akan tergantung pada tegangan turgor yang memungkinkan sel-sel
baru terbentuk (Asdak, 2005).
Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis tanaman yang
mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis tanaman yang memenuhi kriteria ini
adalah tanaman yang mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata
(mulut daun) yang banyak pula.Menurut Manan (1976) tanaman penguap yang sedang tinggi
vilosa, Indigofera galegoides, Dalbergia spp., mahoni (Swietenia spp), jati (Tectona grandis),
kihujan (Samanea saman) dan lamtoro (Leucanea glauca).
Kota-kota yang terletak di tepi pantai seperti DKI Jakarta pada beberapa tahun terakhir ini
dihantui oleh intrusi air laut. Pemilihan jenis tanaman dalam pembangunan hutan kota pada kota
yang mempunyai masalah intrusi air laut harus betul-betul diperhatikan karena:
1. Penanaman dengan tanaman yang kurang tahan terhadap kandungan garam yang sedang-
agak tinggi akan mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik, bahkan mungkin
akan mengalami kematian.
2. Penanaman dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang tinggi akan
menguras air dari dalam tanah, sehingga konsentrasi garam adalah tanah akan meningkat.
Dengan demikian penghijauan bukan lagi memecahkan masalah intrusi air asin, malah
sebaliknya akan memperburuk keadaannya.
Upaya untuk mengatasi masalah ini sama dengan upaya untuk meningkatkan kandungan
air tanah yaitu membangun hutan lindung kota pada daerah resapan air tanah yaitu membangun
hutan lindung kota pada daerah resapan air dengan tanaman yang mempunyai daya
evapotranspirasi yang rendah.
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar
jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap air
yang besar (Bernatzky, 1978). Maka kadar air tanah hutan akan meningkat.Pada daerah hulu
yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya ditanami dengan tanaman yang
mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah. Di samping itu sistem perakaran dan serasahnya
dapat memperbesar porositas tanah, sehingga air hujan banyak yang masuk ke dalam tanah
sebagai air infiltrasi dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan.
Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan tanah yang
lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah. Dengan demikian hutan kota yang dibangun pada
daerah resapan air dari kota yang bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air
dengan kualitas yang baik.
Menurut Manan (1976) tanaman yang mempunyai daya evapotrnspirasi yang rendah
antara lain : cemara laut Casuarina equisetifolia), Ficus elastica, karet (Hevea brasiliensis),
manggis (Garcinia mangostana), bungur (Lagerstroemia speciosa), Fragraea fragrans dan kelapa
(Cocos nucifera).
Po : jumlah penduduk
c : faktor pengendali
t : tahun
Pa : potensi air tanah
z : kemampuan hutan kota dalam menyimpan air
Berikut beberapa jenis tanaman yang cocok di wilayah perkotaan:
pinus, palem botol, bungur, kayu putih—tahan terhadap terpaan angin kencang.
II. PENUTUP
Lahan yang terbatas di kota-kota seringkali digunakan untuk berbagai kepentingan yang lebih
bersifat komersial yang sebetulnya kurang sesuai dengan peruntukannya. Di sisi lain,
pembangunan kota yang kurang terencana dengan baik juga telah banyak menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan hidup yang pada akhirnya dapat menyebabkan turunnya
kualitas lingkungan hidup kota. Hutan Kota merupakan salah satu alternatif yang baik dalam
mengatasi masalah lingkungan hidup di kota. Melalui fungsi dan peranannya yang sangat
beragam, Hutan Kota diharapkan dapat membantu mengatasi pencemaran udara, meredam
kebisingan, menjaga tata air, dan melestarikan plasma nutfah, di samping dapat juga
menghasilkan udara segar serta sebagai sarana pendidikan dan rekreasi bagi masyarakat kota.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, E.N. 1989. Studi Kemampuan Tanaman dalam Menjerap dan Menyerap
Timbal Emisi dari Kendaraan Bermotor. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana,
Fakuara, Y. 1982. Hutan Kota Ditinjau dari Aspek Nasional. Seminar Hutan Kota
DKI Jakarta.
Fakuara, Y., E.N. Dahlan, Y.A. Husin, Ekarelawan, I.A.S. Danur, H. Pringgodigdo
dan Sigit. 1982. Studi Toleransi Tanaman terhadap Pencemar Udara dan
Kemampuannya dalam Menyerap Timbal dari Kendaraan Bermotor.