Anda di halaman 1dari 18

http://tatakota.ub.ac.id/index.

php/tatakota/article/view/131/129

http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfkh/article/view/2036/1980

PERANAN HUTAN KOTA DALAM MENJAGA


KESEIMBANGAN LINGKUNGAN November 13, 2009

Filed under: SDA & LH — Urip Santoso @ 3:53 am


Tags: hutan kota, keseimbangan lingkungan, manfaat pohon

Oleh : Doddy Irawan1)


ABSTRAK
Permasalahan lingkungan di perkotaan seakan tidak ada habisnya bahkan kian bertambah
dari tahun ke tahun. Kota-kota besar di negara maju telah mengantisipasi permasalahan
lingkungan sejak dini, antara lain dengan membangun ruang terbuka hijau berupa
tanaman atau green park yang luasnya bisa mencapai puluhan hektar dalam satu lokasi. Di
Indonesia, pembangunan struktur pada umunya tidak di ikuti dengan pembangunan ruang
terbuka hijau, oleh karena itu permasalahan menjadi beban yang berat dan memberi
dampak negatif pada masyarakat banyak. Walaupun ruang terbuka hijau pada kota-kota di
Indonesia masih sangat terbatas, tidak berarti peluang memperbaiki ekosistem di
perkotaan sudah tertutup. Masih banyak cara memperbaiki permasalahan lingkungan di
perkotaan antara lain dengan menanam pohon di setiap sudut kota pada areal yang sangat
sempit sekalipun. Pada tulisan ini disajikan hal-hal penting terkait dengan peranan hutan
kota dalam menjaga keseimbangan ligkungan.
Kata Kunci : Hutan Kota, Permasalahan Lingkungan, Manfaat Pohon

1. I. PENDAHULUAN

Pembangunan dan pengembangan hutan kota merupakan salah satu kebutuhan yang
dirasakan mendesak oleh pemerintah dan masyarakat. Hal ini terkait dengan pemenuhan
kebutuhan masyarakat akan terwujudnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai sarana dalam
mendukung hidup sehat yang ekonomis, aman, dan sekaligus memberikan pendidikan
masyarakat dibidang pengelolaan lingkungan dan pelestarian sumber daya alam.
Pembangunan dan pengembangan hutan kota juga diharapkan dapat mendukung
terwujudnya suatu hamparan hijau di wilayah kota yang dapat membantu memperbaiki
dan menjaga iklim mikro, meningkatkan nilai estetika dan menyuplai daerah resapan air
serta menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota.
Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau.
Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan
industri, jaringan transportasi, serta prasarana dan saran perkotaan lainnya. Lingkungan
perkotaan akhirnya hanya berkembang secara ekonomi, tetapi secara ekologi menurun.
Kondisi tersebut menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem perkotaan yang
ditandai dengan meningkatnya suhu udara, pencemaran udara (meningkatnya kadar CO,
ozon, karbon-dioksida, oksida nitrogen dan belerang, debu, suasana yang gersang,
monoton, bising dan kotor), banjir, intrusi alir laut, kandungan logam berat tanah
meningkat, dan menurunnya permukaan air tanah.
Secara umum tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah untuk kelestarian,
merehabilitasi lahan kritis, mengelimininasi polutan, serta menciptakan keserasian dan
keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya.
Sesuai dengan peraturan Menteri Kehutanan No. P.3/Menhut-V/2004, yang merupakan
salah satu pedoman teknis dari Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan
Kota. Pembangunan hutan kota perlu disesuaikan dengan kondisi biofisik mencangkup
aspek teknis termasuk lahan, jenis tamanan, teknologi, aspek ekologis, aspek keserasian
hubungan manusia dengan lingkungan alam kota, serta kondisi ekonomis yanng berkaitan
dengan biaya, manfaat, dan kondisi sosial budaya setempat.

1. II. KONSEP DAN FUNGSI HUTAN KOTA


2. A. Pengertian

Pengertian dan lingkup hutan kota menurut Peraturan Menteri Kehutanan No.
P.03/Menhut-V/2004 bagian ke- enam.
1) Hutan Kota itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa
hamaparan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah
perkotaan, baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagi hutan kota
oleh pejaabat yang berwenang.
2) Hutan kota

1. Merupakan bagaian dari RTH (Ruang Terbuka Hijau) sesuai peruntukan dalam RTRW
Kabupaten/kota.
2. Luas minimal adalah 0,25 hektar dalam satu hamparan yang kompak dan menyatu
(hamparan yang menyatu) agar tercipta iklim mikro.
3. Berada pada tanah negara atau tanah hak, sesuai persyaratan dalam PP No. 63 tahun
2002.

Sementara Irwan (1997) menyebutkan bahwa Hutan Kota adalah komunitas vegetasi
berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di dalam kota atau sekitarnya; berbentuk
jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk); struktur meniru hutan alam; membentuk
habitat yang memungkinkan kehidupan bagi burung dan menimbulkan lingkugan sehat,
suasana nyaman, sejuk dan estetis.

1. B. Bentuk dan Struktur


Bentuk hutan kota dapat berupa hutan kota bergerombol atau mengelompok pada suatau
lokasi, yaitu hutan dengan komunitas vegetasi terkonsentrasi pada areal yang telah
ditentukan peruntukan dan luasnya. Berdasarkan peruntukannya hutan kota merupakan
kombinasi antara aroretum atau tanaman hutan yang lebih bersifat koleksi, konservasi,
dan menekankan unsur pendidikan dan ilmu pengetahuan serta taman rekreasi yang
terdiri dari taman terbuka, taman bunga, taman buah dan taman air (danau,sungai atau
pantai) yang lebih menekankan pada fungsi rekreasi.
Struktur hutan kota yang dibangun sebaiknya berupa hutan kota berstrata banyak,
sehingga terbangun hutan kota yang berlapis-lapis dan berstrata baik secara vertikal
maupun horizontal seperti halnya hutan alam. Struktur hutan kota yang demikian terdiri
dari tumbuhan penutup lantai tanah atau rumput-rumputan, semak, terna, dan pohon-
pohonan. Jenis-jenis penyusunnya beranekaragam dengan prinsip semakin beragam
semakin dapat memenuhi fungsi-fungsi hutan. Hutan kota berstrata banyak juga paling
efektif dalam menanggulangi masalah ligkungan kota seperti penurun suhu udara,
peredam kebisingan, mengurangi debu, menjaga kelembaban udara, dan penangkal
pencemaran udara.
Menurut PP RI No 63/2002 , tipe hutan kota terdiri dari :

1. Kawasan permukiman (hutan kota pemukiman);


2. Kawasan industri (hutan kota industri)
3. Rekreasi (hutan kota wisata);
4. Pelestarian plasma nutfah (hutan kota khusus yaitu untuk sangtuari satwa Burung,
sarana pendidikan dan penelitian, koleksi plasma nutfah, hankam, tanaman obat dll
5. Perlindungan (hutan kota khusus); dan
6. Pengamanan (hutan kota konsevasi).

Menurut PP RI No 63/2002 , bentuk hutan kota terdiri dari :


(2) Bentuk hutan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas :
a. jalur;
b. mengelompok; dan
c. menyebar.

1. C. Fungsi dan Manfaat

Fungsi dan manfaat hutan (hutan kota) antara lain untuk memberikan hasil, pencagaran
flora dan fauna, pengendalian air tanah dan erosi, ameliorasi iklim. Jika hutan tersebut
berada di dalam kota maka fungsi dan manfaat hutan antara lain menciptakan iklim
mikro, engineering, arsitektural, estetika, modifikasi suhu, peresapan air hujan,
perlindungan angin dan udara, pengendalian polusi udara, pengelolaan limbah dan
memperkecil pantulan sinar matahari, pengendalian erosi tanah, mengurangi aliran
permukaan, mengikat tanah. Konstruksi vegetasi dapat mengatur keseimbangan air
dengan cara intersepsi, infiltrasi, evaporasi dan transpirasi.
Menurut PP RI No. 63 Tahun 2002 , fungsi hutan kota adalah :
a. memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika;
b. meresapkan air;
c. menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; dan
d. mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
Menurut PP RI No 63/2002 , manfaat hutan kota diarahkan untuk (selama tidak
menggangu funginya):
a. pariwisata alam, rekreasi kota, dan atau olah raga;
b. penelitian dan pengembangan;
c. pendidikan;
d. pelestarian plasma nutfah; dan atau
e. budidaya hasil hutan bukan kayu.
Jenis-jenis manfaat atau fungsi hutan kota :
1. Penyerapan partikel limbah
Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari udara di daerah
perkotaan (Goldmisth dan Hexter, 1967). diperkirakan sekitar 60-70% dari partikel timbal
di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor (Krishnayya dan Bedi, 1986). Dahlan
(1989); Fakuara, Dahlan, Husin, Ekarelawan, Danur, Pringgodigdo dan Sigit (1990)
menyatakan damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia macrophylla), jamuju (Podocarpus
imbricatus) dan pala (Mirystica fragrans), asam landi (Pithecelobiumdulce), johar (Cassia
siamea), mempunyai kemampuan yang sedang tinggi dalam menurunkan kandungan
timbal dari udara. Untuk beberapa tanaman berikut ini : glodogan (Polyalthea longifolia)
keben (Barringtonia asiatica) dan tanjung (Mimusops elengi), walaupun kemampuan
serapannya terhadap timbal rendah, namun tanaman tersebut tidak peka terhadap
pencemar udara.
2. Penyerap CO2 dan penghasil O2
Pepohonan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fito-plankton,
ganggang dan rumput laut di samudra. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua
tumbuhan baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses
fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan
oksigen. Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia, karena dapat
menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan
serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses ini menghasilkan gas
oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan.
Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fito-plankton,
ganggang dan rumput laut di samudra. Dengan berkurangnya kemampuan hutan dalam
menyerap gas ini sebagai akibat menurunnya luasan hutan akibat perladangan,
pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun hutan kota untuk membantu mengatasi
penurunan fungsi hutan tersebut.
Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik hutan kota, hutan alami,
tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah
gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian proses ini sangat
bermanfaat bagi manusia, karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat
akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain
pihak proses ini menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan
hewan.
Widyastama (1991) mengemukakan, tanaman yang baik sebagai penyerap gas CO2 dan
penghasil oksigen adalah : damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea),
lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis) dan beringin (ficus
benyamina).

1. Penyerap dan Penjerap Debu Semen

Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan, karena dapat
mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen yang terdapat di udara
bebas harus diturunkan kadarnya.
Studi ketahanan dan kemampuan dari 11 jenis akan yaitu : mahoni (Swietenia
macrophylla), bisbul (Diospyrosdiscolor), tanjung (Mimusops elengi), kenari (Canarium
commune), meranti merah (Shorealeprosula), kere payung (Filicium decipiens), kayu hitam
(Diospyros clebica), duwet (Eugenia cuminii), medang lilin (Litsea roxburghii) dan sempur
(Dillenia ovata) telah diteliti oleh Irawati tahun 1990. Hasil penelitian ini menunjukkan,
tanaman yang baik untuk dipergunakan dalam program pengembangan hutan kota di
kawasan pabrik semen, karena memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pencemaran debu
semen dan kemampuan yang tinggi dalam menjerap (adsorpsi) dan menyerap (absorpsi)
debu semen adalah mahoni, bisbul, tanjung, kenari, meranti merah, kere payung dan kayu
hitam. Sedangkan duwet, medang lilin dan sempur kurang baik digunakan sebagai
tanaman untuk penghijauan di kawasan industri pabrik semen. Ketiga jenis tanaman ini
selain agak peka terhadap debu semen, juga mempunyai kemampuan yang rendah dalam
menjerap dan menyerap partikel semen (Irawati, 1990).

1. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara

Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan
alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan kota, partikel padat yang
tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui
proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-
layang di udara akan menurun. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi
sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu
dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam
ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan
ranting.
Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun Bunga Matahari dan Kersen
mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel dari pada daun yang
mempunyai permukaan yang halus (Wedding dkk. dalam Smith, 1981). Manfaat dari
adanya tajuk hutan kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika
dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari hutan kota.

1. Peredam Kebisingan

Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun,
cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara ialah yang
mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang (Grey dan Deneke, 1978). Dengan
menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi
akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal
dari bawah. Menurut Grey dan Deneke (1978), dedaunan tanaman dapat menyerap
kebisingan sampai 95%.

1. Mengurangi Bahaya Hujan Asam

Menurut Smith (1985), pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan
asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan
memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti
glumatin dan gula (Smith, 1981).
Menurut Henderson et al., (1977) bahan an-organik yang diturunkan ke lantai hutan dari
tajuk melalui proses troughfall dengan urutan K>Ca> Mg>Na baik untuk tajuk dari
tegakan daun lebar maupun dari daun jarum.
Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan daun akan
mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka asam seperti
H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk garam CaSO4 yang
bersifat netral. Dengan demikian pH air dari pada pH air hujan asam itu sendiri. Dengan
demikian adanya proses intersepsi dan gutasi oleh permukaan daun akan sangat
membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan menjadi tidak begitu berbahaya lagi
bagi lingkungan. Hasil penelitian dari Hoffman et al. (1980) menunjukkan bahwa pH air
hujan yang telah melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan
yang tidak melewati tajuk pohon.

1. Penyerap Karbon Monoksida


Bidwell dan Fraser dalam Smith (1981) mengemukakan, kacang merah (Phaseolus vulgaris)
dapat menyerap gas ini sebesar 12-120 kg/km2/hari. Mikro organisme serta tanah pada
lantai hutan mempunyai peranan yang baik dalam menyerap gas ini (Bennet dan Hill,
1975).
Inman dan kawan-kawan dalam Smith (1981). mengemukakan, tanah dengan
mikroorganismenya dapat menyerap gas ini dari udara yang semula konsentrasinya
sebesar 120 ppm (13,8 x 104 ug/m3) menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3
jam saja.

1. Tanaman Penyerap/Penepis Bau

Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau permanen


mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat digunakan untuk mengurangi bau.
Tanaman dapat menyerap bau secara langsung, atau tanaman akan menahan gerakan
angin yang bergerak dari sumber bau (Grey dan Deneke, 1978). Akan lebih baik lagi
hasilnya, jika tanaman yang ditanam dapat mengeluarkan bau harum yang dapat
menetralisir bau busuk dan menggantinya dengan bau harum. Tanaman yang dapat
menghasilkan bau harum antara lain : Cempaka (Michelia champaka) dan tanjung
(Mimusops elengi), Pandanus op (pandan), Murraya paniculata (kemuning), Mimisops
elengi(tanjung).

1. Tanaman Untuk Mengatasi Penggenangan

Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis tanaman yang
mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis tanaman yang memenuhi
kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga
mempunyai stomata (mulut daun) yang banyak pula.
Menurut Manan (1976) tanaman penguap yang sedang tinggi diantaranya adalah : nangka
(Artocarpus integra), albizia (Paraserianthes falcataria), Acacia vilosa, Indigofera
galegoides, Dalbergia spp., mahoni (Swietenia spp), jati (Tectona grandis), kihujan
(Samanea saman) dan lamtoro (Leucanea glauca).
10. Tanaman Untuk Pelestarian Air Tanah
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar
jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap
air yang besar (Irawati, 1991). Maka kadar air tanah hutan akan meningkat.
Pada daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya ditanami dengan
tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah. Di samping itu sistem
perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah, sehingga air hujan banyak
yang masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan hanya sedikit yang menjadi air
limpasan.
Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan tanah yang
lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah. Dengan demikian hutan kota yang
dibangun pada daerah resapan air dari kota yang bersangkutan akan dapat membantu
mengatasi masalah air dengan kualitas yang baik.
Menurut Manan (1976) tanaman yang mempunyai daya evapotrnspirasi yang rendah antara
lain : cemara laut Casuarina equisetifolia), Ficus elastica, karet (Hevea brasiliensis),
manggis (Garcinia mangostana), bungur (Lagerstroemia speciosa), Fragraea fragrans dan
kelapa (Cocos nucifera).

1. Ameliorasi Iklim

Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan adalah
berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di perkotaan.
Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang
hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung bertingkat,
jembatan layang, papan reklame, menara, antene pemancar radio, televisi dan lain-lain.
sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan dapat menahan
radiasi balik (reradiasi) dari bumi (Grey dan Deneke, 1978 dan Robinette, 1983).
Robinette (1983) lebih jauh menjelaskan, jumlah pantulan radiasi surya suatu hutan
sangat dipengaruhi oleh : panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi
jatuhnya sinar surya, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah berhutan
lebih nyaman dari pada daerah tidak ditumbuhi oleh tanaman. Koto (1991) telah
melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara pada lahan yang bervegetasi dengan
berbagai kerapatan, tinggi dan luasan dari hutan kota di Bogor yang dibandingkan dengan
lahan pemukiman yang didominasi oleh tembok dan jalan aspal, diperoleh hasil bahwa:

1. Pada areal bervegetasi suhu hanya berkisar 25,5-31,0° C dengan kelembaban 66-92%.
2. Pada areal yang kurang bervegetasi dan didominasi oleh tembok dan jalan aspal suhu
yang terjadi 27,7-33,1° C dengan kelembaban 62-78%.
3. Areal padang rumput mempunyai suhu 27,3-32,1° C dengan kelembaban 62-78%.

Koto (1991) juga telah melakukan penelitian di beberapa tipe vegetasi di sekitar Gedung
Manggala Wanabakti. Dari penelitian ini dapat dinyatakan, hutan memiliki suhu udara yang
paling rendah, jika dibandingkan dengan suhu udara di taman parkir, padang rumput dan
beton.
12. Tanaman pengaman pantai dari abrasi
Kota-kota yang terletak di tepi pantai pada beberapa tahun terakhir ini dihantui oleh
intrusi air laut. Pemilihan jenis tanaman dalam pembangunan hutan kota pada kota yang
mempunyai masalah intrusi air laut harus betul-betul diperhatikan karena:
1. Penanaman dengan tanaman yang kurang tahan terhadap kandungan garam yang
sedang-agak tinggi akan mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik,
bahkan mungkin akan mengalami kematian.
2. Penanaman dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang tinggi akan
menguras air dari dalam tanah, sehingga konsentrasi garam adalah tanah akan
meningkat. Dengan demikian penghijauan bukan lagi memecahkan masalah intrusi air
asin, malah sebaliknya akan memperburuk keadaannya.

Upaya untuk mengatasi masalah ini sama dengan upaya untuk meningkatkan kandungan
air tanah yaitu membangun hutan lindung kota pada daerah resapan air tanah yaitu
membangun hutan lindung kota pada daerah resapan air dengan tanaman yang
mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah. Contoh tanamannya antara lain :
Mangrove, Avicinnea,Brugiera, dan Nipah.
13. Produksi Terbatas
Hutan kota berfungsi in-tangible juga tangible. Sebagai contoh, pohon mahoni di
Sukabumi sebanyak 490 pohon telah dilelang dengan harga Rp. 74 juta (Pikiran Rakyat,
18-3-1991). Penanaman dengan tanaman yang menghasilkan biji atau buah yang dapat
dipergunakan untuk berbagai macam keperluan warga masyarakat dapat meningkatkan
taraf gizi/kesehatan dan penghasilan masyarakat. Buah kenari untuk kerajinan tangan.
Bunga tanjung diambil bunganya. Buah sawo, kawista, pala, lengkeng, duku, asem,
menteng dan lain-lain dapat dimanfaatkan oleh masyarakat guna meningkatkan gizi dan
kesehatan warga kota.
14. Penapis Cahaya Silau
Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan cahaya seperti
kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila permukaan yang halus dari benda-benda
tersebut memantulkan cahaya akan terasa sangat menyilaukan dari arah depan, akan
mengurangi daya pandang pengendara. Oleh sebab itu, cahaya silau tersebut perlu untuk
dikurangi.
Keefektifan pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung pada
ukuran dan kerapatannya. Pohon dapat dipilih berdasarkan ketinggian maupun
kerimbunan tajuknya.
15. Meningkatkan Keindahan
Manusia dalam hidupnya tidak saja membutuhkan tersedianya makanan, minuman, namun
juga membutuhkan keindahan. Keindahan merupakan pelengkap kebutuhan rohani.
Benda-benda di sekeliling manusia dapat ditata dengan indah menurut garis, bentuk,
warna, ukuran dan teksturnya (Grey dan Deneke, 1978), sehingga dapat diperoleh suatu
bentuk komposisi yang menarik.
Benda-benda buatan manusia, walaupun mempunyai bentuk, warna dan tekstur yang
sudah dirancang sedemikian rupa tetap masih mempunyai kekurangan yaitu tidak alami,
sehingga boleh jadi tidak segar tampaknya di depan mata. Akan tetapi dengan
menghadirkan pohon ke dalam sistem tersebut, maka keindahan yang telah ada akan
lebih sempurna, karena lebih bersifat alami yang sangat disukai oleh setiap manusia.
Tanaman dalam bentuk, warna dan tekstur tertentu dapat dipadu dengan benda-benda
buatan seperti gedung, jalan dan sebagainya untuk mendapatkan komposisi yang baik.
Peletakan dan pemilihan jenis tanaman harus dipilih sedemikian rupa, sehingga pada saat
pohon tersebut telah dewasa akan sesuai dengan kondisi yang ada. Warna daun, bunga
atau buah dapat dipilih sebagai komponen yang kontras atau untuk memenuhi rancangan
yang nuansa (bergradasi lembut).
Komposisi tanaman dapat diatur dan diletakkan sedemikian rupa, sehingga pemandangan
yang kurang enak dilihat seperti : tempat pembuangan sampah, pemukiman kumuh,
rumah susun dengan jemuran yang beraneka bentuk dan warna, pabrik dengan kesan
yang kaku dapat sedikit ditingkatkan citranya menjadi lebih indah, sopan, manusiawi dan
akrab dengan hadirnya hutan kota sebagai tabir penyekat di sana.
16. Sebagai Habitat Burung
Masyarakat modern kini cenderung kembali ke alam ( back to nature). Desiran angin,
kicauan burung dan atraksi satwa lainnya di kota diharapkan dapat menghalau kejenuhan
dan stress yang banyak dialami oleh penduduk perkotaan.
Salah satu satwa liar yang dapat dikembangkan di perkotaan adalah burung. Burung perlu
dilestarikan, mengingat mempunyai manfaat yang tidak kecil artinya bagi masyarakat,
antara lain (Hernowo dan Prasetyo, 1989) :

1. Membantu mengendalikan serangga hama,


2. Membantu proses penyerbukan bunga,
3. Mempunyai nilai ekonomi yang lumayan tinggi,
4. Burung memiliki suara yang khas yang dapat menimbulkan suasana yang
menyenangkan,
5. Burung dapat dipergunakan untuk berbagai atraksi rekreasi,
6. Sebagai sumber plasma nutfah,
7. Objek untuk pendidikan dan penelitian.

Beberapa jenis burung sangat membutuhkan pohon sebagai tempat mencari makan
maupun sebagai tempat bersarang dan bertelur. Pohon kaliandra di antaranya disenangi
burung pengisap madu. Pohon jenis lain disenangi oleh burung, karena berulat yang dapat
dimakan oleh jenis burung lainnya.
Menurut Ballen (1989), beberapa jenis tumbuhan yang banyak didatangi burung antara
lain :

1. Kiara, caringin dan loa (Ficus spp.) F. benjamina, F. variegata, dan F. glaberrima buahnya
banyak dimakan oleh burung seperti punai (Treron sp.).
2. Dadap (Erythrina variegata). Bunganya menghasilkan nektar. Beberapa jenis burung yang
banyak dijumpai pada tanaman dadap yangtengah berbunga antara lain : betet
(Psittacula alexandri), serindit (Loriculus pusillus), jalak (Sturnidae) dan beberapa jenis
burung madu.
3. Dangdeur (Gossampinus heptaphylla). Bunganya yang berwarna merah menarik burung
ungkut-ungkut dan srigunting.
4. Aren (Arenga pinnata). Ijuk dari batangnya sering dimanfaatkan oleh burung sebagai
bahan untuk pembuatan sarangnya.
5. Bambu (Bambusa spp.). Burung blekok (Ardeola speciosa) dan manyar (Ploceus sp.)
bersarang di pucuk bambu. Sedangkan jenis burung lainnya seperti : burung cacing
(Cyornis banyumas), celepuk (Otus bakkamoena), sikatan (Rhipidura javanica), kepala
tebal bakau (Pachycephala cinerea) dan perenjak kuning (Abroscopus superciliaris)
bertelur pada pangkal cabangnya, di antara dedaunan dan di dalam batangnya.

17. Mengurangi Stress


Kehidupan masyarakat di kota besar menuntut aktivitas, mobilitas dan persaingan yang
tinggi. Namun di lain pihak lingkungan hidup kota mempunyai kemungkinan yang sangat
tinggi untuk tercemar, baik oleh kendaraan bermotor maupun industri. Petugas lalu lintas
sering bertindak galak serta pengemudi dan pemakai jalan lainnya sering mempunyai
temperamen yang tinggi diakibatkan oleh cemaran timbal dan karbon-monoksida
(Soemarwoto, 1985). Oleh sebab itu gejala stress (tekanan psikologis) dan tindakan ugal-
ugalan sangat mudah ditemukan pada anggota masyarakat yang tinggal dan berusaha di
kota atau mereka yang hanya bekerja untuk memenuhi keperluannya saja di kota.
Program pembangunan dan pengembangan hutan kota dapat membantu mengurangi sifat
yang negatif tersebut. Kesejukan dan kesegaran yang diberikannya akan menghilangkan
kejenuhan dan kepenatan. Cemaran timbal, CO, SOx, NOx dan lainnya dapat dikurangi
oleh tajuk dan lantai hutan kota. Kicauan dan tarian burung akan menghilangkan
kejemuan. Hutan kota juga dapat mengurangi kekakuan dan monotonitas.
18. Mengamankan Pantai Terhadap Abrasi
Hutan kota berupa formasi hutan mangrove dapat bekerja meredam gempuran ombak dan
dapat membantu proses pengendapan lumpur di pantai. Dengan demikian hutan kota
selain dapat mengurangi bahaya abrasi pantai, juga dapat berperan dalam proses
pembentukan daratan.
19. Meningkatkan Industri Pariwisata
Bunga bangkai (Amorphophallus titanum) di Kebun raya Bogor yang berbunga setiap 2-3
tahun dan tingginya dapat mencapai 1,6 m dan bunga Raflesia Arnoldi di Bengkulu
merupakan salah satu daya tarik bagi turis domestik maupun manca-negara. Tamu asing
pun akan mempunyai kesan tersendiri, jika berkunjung atau singgah pada suatu kota yang
dilengkapi dengan hutan kota yang unik, indah dan menawan.
20. Sebagai Hobi dan Pengisi Waktu Luang
Monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kehidupan di kota besar perlu diimbangi oleh
kegiatan lain yang bersifat rekreatif, akan dapat menghilangkan monotonitas, rutinitas
dan kejenuhan kerja.
III. ZONASI HUTAN KOTA
Plasma nutfah merupakan bahan baku penting untuk pembangunan pada masa depan di
biadang pangan, sandang, papan, obat-obatan, dan industri. Penguasaannya merupakan
keuntungan komparatif yang besar bagi idonesia di masa depan. Karena itu hutan kota
dapat dijadikan tempat koleksi keanekaragaman hayati. Kawasan hutan kota dapat
dipandang sebagai kawasan pelestarian di luar kawasan konservasi. Pengelompokan jenis
pohon pada hutan kota sebagai bentuk pelestarian plasma nutfah ex-situ dapat dibangun
dalam bentuk zonasi atau blok tanaman sesuai fungsi fisiknya.
Pembagian zonasi tersebut adalah :

1. Zona Jalur Hijau

Jalur hijau dapat dirancang disekeliling kawasan hutan kota dengan lebar 50 meter, yang
terbagi dalam dua jalur. Jalur dari arah tepi sungai selebar 20 meter ditanami jenis pohon
yang dapat tumbuh pada tanah yang terpengaruh air laut. Jalur ini dimaksudkan sebagai
penahan erosi, abrasi, dan penahan angin. Jalur berikutnya dari 20-50 meter ditanami
jenis tanaman campuran yang sesuai dengan jenis serta berfungsi sebagai habitat.

1. Zona Arboretum

Zona ini dimaksudkan untuk memberikan pengayaan jenis hutan kota dengan fungsi
pelestarian jenis, keragaman habitat serta manfaat dan fungsi hutan kota. Zona arboretum
dibuat berblok-blok berdasarkan jenis komoditi yang hendak dikembangkan sebagai
percontohan atau sumber benih. Blok yang dimaksud terdiri dari :

1. Blok buah-buahan; menanam tanaman buah-buahan asli yang sulit didapat di kota atau
di pedesaan di sekitar kota. Komposisi jenis yang ditanaman disesuaikan dengan tipe
atau model tajuk serta tinggi optimal yang dapat dicapai oleh tanaman. Pengaturan
jarak tanam atau jenis seperti ini dapat memperluas habitat melalui stratifikasi tajuk,
seperti habitat burung.
2. Blok tanaman pohon yang mengandung khasiat atau bahan baku obat-obatan;
penanaman dan jarak tanamnya juga memperhatikan model tajuk dan tinggi tanaman
seperti blok buah-buahan.
3. Blok tanaman kayu; tanaman pohon peghasil kayu yang umum ditanam masyarakat
pedesaan atau jenis-jenis yang umum dikembanngkan di hutan rakyat, seperti kayu
surian (Toona sureni).
4. Blok tanaman campuran; jenis pohon yang ditaman merupakan campuran antara ketiga
blok di atas. Jarak tanam dan tinggi tetap memperhitungkan keragaman stratifikasi
sebagai habitat burung, mamalia kecil, dan serangga.
5. Zona Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Tanaman pohon yang dikembangkan terdiri dari jenis pohon yang bertajuk lebar sebagai
peneduh dengan akar yang kokoh sehingga tahan terhadap angin yang kencang. Selain itu
sebagai habitat perlu keserasian komposisi model tajuk dan tinggi pohon agar
memudahkan pengamatan terhadap satwa burung pendatang sebagai objek wisata.

1. Zona Taman Bunga

Pada areal ini ditanam beberapa jenis pohon bunga yanng bernilai ekonomis atau bunga-
bunga asli yang sudah kurang mendapat perhatian untuk pengembangannya dengan tajuk
rindang dan melebar. Penanaman pohon ini disesuaikan dengan posisi dan blok tanaman
bunga yang hendak dikembangkan, menyangkut pengaturan cahaya, angin dan hujan
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bunga.
IV. PEMELIHARAAN, PERLINDUNGAN/PENGAMANAN HUTAN KOTA
Pemeliharaan hutan kota dilaksanakan dalam rangka menjaga dan
mengoptimalkan fungsi dan manfaat hutan kota melalui optimalisasi ruang tumbuh,
diversifikasi tanaman dan peningkatan kualitas tempat tumbuh. Pada dasarnya
pemeliharaan termasuk didalamnya perlindungan dan pengamanannya.
a) Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman merupakan kegiatan rutin perlu dilaksanakan secara
terus menerus. Pemeliharaan harus dibuatkan perencanaan yang matang, menurut
tahapan pertumbuhan tanaman dan sesuai dengan sifat-sifat tanaman dan fungsinya.
Oleh karena itu rencana pemeliharaan tanaman perlu dibuat tersendiri dan bersifat teknis
operasional. Pada dasarnya pemeliharaan hutan dapat dilakukan secara minimal jika hutan
kota tersebut telah terbangun atau terbentuk. Masalah utama pada hutan kota yang telah
terbangun adalah kekeringan pada musim kemarau. Jadi, pemeliharaan utama hutan kota
adalah penyiraman.
Pemeliharaan penting pada pembangunan hutan kota adalah pada saat tanaman
berumur kurang dari dua tahun.

1. Pemeliharaan tahun berjalan

Meliputi kegiatan pemupukan (pupuk organik dan an organik), penyiangan,


penyulaman, pendaringan/penjarangan, pengendalaian hama penyakit. Penyulaman tahun
berjalan untuk mengganti tanaman yang mati/tidak tumbuh normal sebanayak maksimum
10 persen (40 batang bibit)
1. Pemeliharaan tahun pertama dan kedua

Pemeliharaan tahun pertama dapat dilakukan apabila prosentase tumbuh pohon diatas
55 persen dan tahun kedua apabila prosentase tumbuh diatas 75 persen.
Rencana pemeliharaan tanaman meliputi teknik penyulaman, pemupukan, penyiraman,
pemangkasan, penyiangan, serta perlindungan penyakit dan hama tanaman.

 Penyulaman

Untuk mengganti tanaman yang mati setelah penanaman, perlu dilakukan penyulaman
sehingga tidak terlihat adanya sebagian lahan yang terbuka karena tanamannya mati.
Penyulaman dapat dilakukan paling lambat satu bulan setelah penanaman sehingga variasi
pertumbuhan tinggi tidak terlalu jauh berbeda, sebeb apabila berbeda tinggi tanaman
akan terlihat tidak seragam. Tanaman yang ditemukan mati dapat diberi tanda pada
ujunng ajir tanaman tersebut agar pelaksanaan penyulaman dapat dengan mudah
dilakukan tanpa harus mencari-cari tempat tanaman yang mati. Jika jenis-jenis tanaman
yang dipilih adalah jenis-jenis tanaman yang memerlukan cahaya penuh dalam proses
pertumbuhannya, maka perlu dilakukan monitoring dan pengecekan secara rutin.

 Pemupukan

Kegiatan pemumukan dilakukan untuk membantu mempercepat pertumbuhan tanaman.


Kegiatan pemupukan pertama kali dilakukan pada saat tanaman ditanam dengan
menggunakan pupuk kompos kemudian dilanjutkan setelah tanaman berumur satu bulan,
dengan pupuk organik. Bagi tanaman yang tumbuhnya tidak normal/kerdil perlu dipupuk
dengan dosis pupuk yang lebih tinggi. Sistem pemberian pupuk anorganik pada tanaman
dilakukan dengan menempatkannya ke dalam dua lubang yang dibuat di luar jalur dengan
menggunakan tugal di sebelah kiri-kanan setiap tanaman.

 Penyiangan

Penyiangan dimaksudkan untuk memberikan ruang tumbuh dan menghilangkan


persaingan dengan tumbuhan penggangu atau gulma yang tumbuh di sekitar batang
sehingga tanaman pokok dapat hidup dan tumbuh lebih baik.
Adapun cara-cara dan waktu pelaksanaan penyiangan :

1. Penyiangan melingkar dilakukan pada saat tanaman berumur satu bulan dengan
pertimbangan bahwa vegetasi yang tumbuh di sekitar tanaman sudah cukup banyak dan
sudah mengganggu tanaman pokok.
2. Penyiangan sistem jalur digunakan di kawasan RTH bagi tanaman dengan jarak tanam
rapat yaitu dengan cara melakukan pembabatan gulma sepanjang jalur tanaman selebar
dua meter dan dilakukan satu bulan setelah penanaman. Penyiangan dengan cara ini
diulangi lagi setiap dua bulan dan demikian seterusnya hingga tajuk tanaman pokok
menutupi lantai tanah.
3. Penyiangan sitem total dilakukan satu tahun sekali setelah tanaman berumur satu bulan
dengan pertimbangan bahwa kondisi gulma sudah cukup lebat dan rata-rata sudah
mencapai setengah tinggi tanaman pokok, sehingga dengan dilakukan penyiangan
menggunakan cara ini pertumbuhan tanaman pokok akan lebih leluasa baik
pertumbuhan diameter maupun percabangannya. Penyiangan perlu dilakukan setiap
bulan sampai tanaman pokok dapat tumbuh stabil.

b) Perlindungan/pengamanan Hutan Kota


Mengingat bahwa di beberapa kawasan letak hutan kota berdekatan dengan pemukiman
penduduk, maka ternak-ternak yang digembalakan secara tidak terkendali sering
mengganggu tanaman, misalnya memakan pucuk/tunas muda. Untuk menanggulangi ini
perlu dilakukan pendekatan dengan memberikan penyuluhan kepada penduduk di sekitar
hutan kota tentang tujuan pembangunan hutan kota sehingga diharapkan timbulnya
kesadaran dan pengertian dari penduduk sekitar untuk tidak lagi mengembalakan atau
melepas ternaknya ke dalam lokasi hutan kota.
Perlindungan dan pengamanan hutan kota sebagaimana bertujuan untuk menjaga
keberadaan dan kondisi hutan kota agar tetap berfungsi secara optimal. Perlindungan dan
pengamanan hutan kota dapat dilakukan melalui upaya :
a. pencegahan dan penanggulangan kerusakan lahan;
b. pencegahan dan penanggulangan pencurian fauna dan flora;
c. pencegahan dan penanggulangan kebakaran; dan
d. pengendalian dan penanggulangan hama dan penyakit.
Pemerintah setempat perlu membuat dan mesosialisasikan peraturan kepada setiap orang
tentang larangan melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan dan atau
penurunan fungsi hutan kota seperti :

1. membakar hutan kota;


2. merambah hutan kota;
3. menebang, memotong, mengambil, dan memusnahkan tanaman dalam hutan kota,
tanpa izin dari pejabat yang berwenang;
4. membuang benda-benda yang dapat mengakibatkan kebakaran atau membahayakan
kelangsungan fungsi hutan kota; dan
5. mengerjakan, menggunakan, atau menduduki hutan kota secara tidak sah.

c) Pengendalian Hama dan Penyakit


Apabila serangan hama dan penyakit tidak tercegah secara cepat maka akan menimbulkan
kerusakan tanaman yang serius. Pencegahan dan pemberantasan hama dan penyakit
adalah sebagai berikut :
1. Secara biologis yaitu memberikan serangga pemakan (predator) pada saat tanaman
terserang hama atau dengan cara melakukan penanaman jenis secara campuran.
2. Secara kimiawi yaitu dengan cara melakukan penyemprotan pohon dengan isektisida
dan fungisida.
3. Secara mekanis yaitu dengan cara memotong atau menebang tanaman yang terkena
serangga yang kemudian dibakar.

d) Pencegah Kebakaran
Api merupakan masalah paling serius dan dapat mengancam tanaman yang sudah
dibangun, terlebih lagi jika tanaman ini berlokasi di lahan alang-alang. Sebagai usaha
mencegah terjadinya kebakaran perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Membentuk tim untuk mengadakan penjagaan secara bergantian baik siang dan malam
dengan cara megadakan pengawasan dari menara pengawas sehingga apabila ada api di
luar areal tanaman dapat lebih dahulu diketahui dan sebelum merambat masuk ke
dalam areal tanaman hutan dapat dilakukan pencegahan.
2. Melalui pendekatan hukum. Faktor penyebab kebakaran sebagian besar disebakan oleh
manusia, maka dalam pencegahan kebakaran hutan perlu dilakukan pendekatan kepada
masyarakat yang didasarkan atas landasan hukum yang berlaku.
3. Pendekatan silvikultur dapat dilaksanakan melalui beberapa aspek yaitu dalam teknik
penanaman, pemeliharaan jenis tanaman, dan pembuatan sekat bakar.

V. KESIMPULAN

1. Masalah hutan kota yang paling mendasar hingga saat ini adalah : (1) dukungan dari
penentu kebijakan, (2) dukungan finansial, (3) dukungan masyarakat, dan (4) tenaga
ahli. Oleh karena itu untuk memperoleh keberhasilan pembangunan dan pengembangan
hutan kota di Indonesia dukungan-dukungan seperti yang telah disebutkan di atas perlu
disempurnakan secara sungguh-sungguh.
2. Sesuai dengan fungsi dan manfaatnya, design dan penataan hutan kota perlu
disesuaikan dengan berbagai lingkungan perkotaan seperti perkantoran, pemukiman,
jalan raya, ruang terbuka hijau, dan areal wisata dalam bentuk design engineering.
3. Berdasarkan fungsi dan manfaatnya, pemilihan jenis pohon, komposisi jenis yang
membentuk strata tajuk tertentu akan berfungsi sebagai habitat sehingga diperlukan
pula teknik pemeliharaan, pembentukan pohon, dan upaya perlindungan.
4. Melalui penyuluhan hutan kota kepada masyarakat dapat disampaikan tentang
pentingnya menciptakan lingkungan hidup di perkotaan yang sehat, indah, bersih,
nyaman dan alami, sehingga dapat dijadikan sebagai komponen pelengkap dalam
mewujudkan kemajuan, ketahanan dan masa depan bangsa Indonesia.
5. Mengingat pentingnya fungsi hutan kota ke depan, diperlukan program yang terarah
serta kelembagaan pengelolaan terpadu yang mapan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Kehutanan. 2006. Design Engineering Hutan Kota Delta Malvinas Kota
Padang. Kerjasama Badan Litbang Kehutanan dengan Pemerintah Kota Padang.
Dahlan, E.N. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan
Hidup. Kerjasama IPB dan APHI.
Fakuara, Y. 1982. Hutan Kota Untuk Ditinjau dari Apek Nasional. Seminar Hutan Kota DKI
Jakarta.
Grey, G.W. dan F.I. Deneke. 1978. Urban Forestry. John Wiley and Sons.
Gunawan, H. 1996. Hutan Tanaman Industri dan Konservasi Biodiversitas. Prosiding
Seminar Sehari Strategi Pembangunan HTI di Sulawesi.
Hernowo, J.B. dan L.B. Prasetyo. 1989. Konsepsi Ruang Terbuka Hijau di Kota Sebagai
Pendukung Pelestarian Burung. Media Konservasi II (4) :61-71.
Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia IV. Diterjemahkan oleh Badan Litbang
Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.
Irawati, R. 1991. Studi Pemilihan 10 Jenis Tanaman untuk Pengembangan Hutan
Perkotaan di Kawasan Pabrik Semen. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Irwan, Z.D. 1997. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. CIDES. PT. Pustaka
CIDESINDO.
Koto, E.1991. Studi Iklim Mikro di Hutan Kota Manggala Wanabakti Jakarta. Skripsi.
Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Manan, S. 1976. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Diktat. Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Peraturan Pemerintah RI No.63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota.
Robinette, J. 1983. Landscape Planning for Energy Conservation. Van Nostrand Reinhold
Co. New York.
Samsoedin, I. 1997. Potential Indigenous Plants for Urban Areas. Workshop on Biodiversity
Conservation & Utilization Present Status & Future Directions. Indonesia-Malaysia, Joint
Working Committee on Forestry, Kuala Lumpur.
Seminar Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. 1998. Ruang Terbuka Hijau Sebagai Wahan
Pegembangan Keanekaragaman Puspa dan Satwa di Perkotaan. Jakarta.
Smith, W.H. 1981. Air Pollution and Forest : Interaction Between Air Contaminants and
Forest Ecosystems. Springer-Verlag. New York.
Soemarwoto, 1985. Forest and Air Quality. J. Forestry. February, 1985:84-92.
Widyastama, R. 1991. Jenis Tanaman Berpotensi untuk Penghijauan Kota. Kompas 11 Juli
1991.
http://usantoso.wordpress.com/2009/11/13/peranan-hutan-kota-dalam-menjaga-keseimbangan-
lingkungan/

http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/pwk/article/view/17764/17728

http://ojs.unud.ac.id/index.php/blje/article/view/4805/3609

Anda mungkin juga menyukai