Anda di halaman 1dari 4

NO 8

Kualitas nata sering kali berkaitan dengan proses pembuatan nata itu sendiri. Menurut Rizal,
dkk., (2013), kualitas nata terbaik dan terbanyak mencapai pada pH 5,0 dan 5,5 dalam media air
kelapa pada suhu kamar. Hal ini didukung dengan penelitian Novianti (2013) kualitas dan jumlah
terbanyak dihasilkan pada media air kelapa yang mempunyai pH 4,5 dan kondisi pH optimum
untuk pembentukan nata terjadi pada pH 4,0 pada media air kelapa. Menurut Lubis dan Dian
(2018), Nata De Coco di pasaran pada umumnya berwarna putih, bertekstur kenyal, dan tidak
berasa. Jika menghendaki nata yang berwarna maka dilakukan penambahan pewarna alami yang
berasal dari buah-buahan.
NO 9
Faktor yang mempengaruhi pembuatan nata antara lain; tingkat keasaman medium, suhu
fermentasi, lama fermentasi, sumber nitrogen, sumber karbon dan konsentrasi starter
(Sutarminingsih, 2004). Menurut Pambayun (2002), faktor-faktor dominan dalam pembuatan
nata adalah ketersediaan nutrisi (sumber karbon dan nitrogen), derajat keasaman, temperature
dan ketersediaan oksigen. Jika dijelaskan maka sebagai berikut. 1) Nutrisi: Aktivitas A. xylinum
dalam menghasilkan nata dipengaruhi oleh kandungan glukosa dalam substrat atau media yang
digunakan. Penambahan gula pasir ke dalam air kelapa dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi dan karbon bagi A. xylinum. Sumber nitrogen bisa berasal dari ekstrak tauge
(Nurdyansyah dan Dyah, 2017), urea, ammonium sulfat [(NH 4)2SO4] dan ammonium fosfat
(NH4)3PO4. Jika dibandingkan dengan nitrogen organik, biaya penggunaan nitrogen non organik
lebih murah dan kualitasnya pun cukup baik. Bahkan amonium sulfat sangat baik dijadikan
bahan tambahan pembuat nata de coco karena harganya sangat ekonomis, mudah larut dalam
larutan lain dan sangat selektif terhadap pertumbuhan mikroba lain (Sihmawati, dkk., 2014).
Faktor kedua adalah derajat keasaman, lapisan nata dapat terbentuk lebih tebal pada pH
optimal 3,5-4. Pada pH netral, nata yang terbentuk cenderung tipis dan terbentuk setelah minimal
10 hari waktu inkubasi. Pengaturan pH pada pembuatan nata dapat dilakukan dengan
penambahan cuka makan sehingga pH media lebih asam. Keasaman yang rendah meningkatkan
pertumbuhan A. xylinum dan mencegah kontaminasi jenis bakteri lain (Nurdyansyah dan Dyah,
2017). Asam cuka atau asam asetat yang ditambahkan dalam air kelapa berfungsi untuk
mengurangi atau meningkatkan derajat keasaman. Jenis asam cuka yang paling baik untuk
menghasilkan nata yang berkualitas adalah asam asetat glacial dengan konsentrasi keasaman
sebesar 99,8%. Asam asetat dengan konsentrasi keasaman yang lebih rendah dari asam asetat
glacial dapat pula digunakan dalam proses fermentasi ini, namun dibutuhkan dalam jumlah yang
banyak guna memenuhi derajat keasaman yang dibutuhkan bakteri nata de coco (Sihmawati,
dkk., 2014). Faktor ketiga adalah suhu, (Rizal, dkk., 2013), pertumbuhan A. xylinum dipengaruhi
pula oleh suhu inkubasi. Umumnya, suhu optimal yang dibutuhkan dalam pembentukan nata
berkisar antara 28°-32°C (Sihmawati, dkk., 2014).
TIPUS
Kelapa (Cocos nucifera) adalah anggota tunggal dalam marga Cocos dari suku aren-
arenan atau Arecaceae. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia
sehingga dianggap sebagai tumbuhan serbaguna, terutama bagi masyarakat pesisir. Tamanan ini
mulai dari ujung daun hingga ujung akar bermanfaat semua. Terutama buah kelapa yang sangat
berkhasiat untuk kesehatan. Dengan kulit keras dan daging berwarna putih, buah kelapa ini dapat
digunakan untuk mengobati keracunan (Mumpuni dan Swastika, 2013).
Di Filipina, air kelapa dimanfaatkan untuk proses pembuatan minuman, jelly, alkohol,
dektran, cuka, dan nata de coco. Di Indonesia, air kelapa digunakan sebagai minuman (air kelapa
muda) dan media pembuatan nata de coco,. Kata Nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti
Krim. Nata diterjemahkan kedalam bahasa Latin sebagai “Natare” yang berarti terapung-apung.
Nata dapat dibuat dari air kelapa, santan kelapa, tetes tebu (molases), limbah cair tebu, atau sari
buah (nanas, melon, pisang, jeruk, jambu biji, strawberry dan lain-lain). Nata yang terbuat dari
air kelapa disebut Nata de Coco dan di Indonesia lebih dikenal sebagai sari kelapa. Nata de
Coco pertama kali berasal dari Pilipina, di Indonesia Nata De Coco mulai dicoba tahun 1973 dan
mulai diperkenalkan pada tahun 1975 (Mumpuni dan Swastika, 2013).
Nata de coco atau lebih dikenal lagi sebagai sari kelapa adalah jenis bahan makanan dan
atau bahan minuman yang diolah dari bahan dasar air kelapa dengan ditambahkan komposisi
tertentu dan diproses dengan menggunakan bakteri yang disebut acetobacter cyllinum atau lebih
spesifik lagi disebut sebagai proses fermentasi. Manfaat Nata de Coco antara lain karena nata de
coco merupakan salah satu produk olahan air kelapa yang memiliki kandungan serat tinggi dan
kandungan kalori rendah sehingga cocok untuk makanan diet dan baik untuk sistim pencernaan
serta tidak mengandung kolesterol. Sehingga nata de coco mulai popular di kalangan masyarakat
yang memiliki kesadaran tinggi dan perhatian terhadap kesehatan dirinya (Mumpuni dan
Swastika, 2013).
Pembuatan film nata de coco diawali dengan mencampurkan air kelapa dan gula
kemudian ditambahkan starter (bakteri Acetobacter xylinum dalam medium cair) setelah melalui
pendinginan pada suhu kamar. Setelah masa fermentasi selama 7 hari akan terbentuk gel pada
permukaan media cairnya. Gel yang terbentuk ini disebut pellicle. Proses terbentuknya pellicle
merupakan rangkaian aktifitas bakteri acetobacter xylinum dengan nutrien yang ada pada media
cair. Karena Acetobacter xylinum adalah bakteri yang memproduksi selulosa, maka nutrien yang
berperan adalah nutrien yang mengandung glukosa. Dalam penelitian ini nutrien yang
mengandung glukosa adalah air kelapa dan gula pasir. Pada gula pasir, glukosa terbentuk melalui
reaksi hidrolisis sukrosa dengan air (Gustian, dkk., 2006).
Glukosa yang berperan dalam pembentukan selulosa adalah glukosa dalam bentuk β
sehingga semua glukosa yang ada dalam bentuk α akan diubah dalam bentuk β melalui enzim
isomerase yang berada pada bakteri Acetobacter xylinum. Perubahan pada bentuk β terjadi pada
gugus OH pada atom C-1. Tahap berikutnya glukosa berikatan dengan glukosa yang lain melalui
ikatan 1,4 β-glikosida. Ikatan ini terjadi antara gugus OH pada atom C-1 dari satu glukosa β
dengan gugus OH pada atom C-4 dari glukosa β yang lain. Tahap terakhir adalah tahap
polimerisasi yaitu pembentukan selulosa . Polimerisasi ini terjadi melalui enzim polimerisasi
yang ada pada bakteri acetobacter xylinum. Secara fisik pembentukan selulosa adalah
terbentuknya pellicle (Gustian, dkk., 2006).

Lubis, Adilah Wirdhani dan Dian Nirwana Harahap. 2018. Pemanfaatan Sari Buah Naga Super
Merah (Hylocereus Costaricensis) Pada Pembuatan Nata De Coco Terhadap Mutu
Fisik Nata. Journal of Chemistry, Education, dan Scienci. Vol. 2(2).
Gustian, Irfan, Teja Dwi Sutantom dan Morina Adfa. 2006. Efek Perendaman Larutan Alkali
terhadap Perilaku Film Kertas dari Nata de Coco yang Dimodifikasi. Jurnal
Gradien, Vol. 2(1): 126-129.
Mumpuni, Sarastri dan Swastika Wahmawati. 2013. Pelatihan Pembuatan dan Pengemasan Nata
de Coco. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan, Vol. 2(2):149-153.
Nurdyansyah, Fafa dan Dyah Ayu Widyastuti. 2017. Pengolahan Limbah Air Kelapa Menjadi
Nata De Coco oleh Ibu Kelompok Tani di Kabupaten Kudus. JKB, Vol. 21(11).
Rizal, Hardu Mey., Dewi Masria Pandiangan, dan Abdullah Saleh. 2013. Pengaruh Penambahan
Gula, Asam Asetat Dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Nata De Corn. Jurnal
Teknik Kimia, Vol. 19(1): 34-39.
Sihmawanti, Rini Rahayu, Devy Oktaviani, dan Wardah. 2014. Aspek Mutu Produk Nata De
Coco Dengan Penambahan Sari Buah Mangga. Jurnal Teknik Industri HEURISTIC,
Vol. 11(2): 63-74.
Sutarminingsih.L. 2004. Peluang Usaha Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.
Pambayun, R. 2002 . Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai