Anda di halaman 1dari 5

APA itu FISIOTERAPI

PROFESI FISIOTERAPI
DAN
SPESIALIS KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI

SEJARAH FISIOTERAPI DI DUNIA

Per Henrik Ling, “Father of Swedish Gymnastics,” mendirikan Royal Central


Institute ofGymnastic (RCIG) pada tahun 1813 untuk massage, manipulasi dan
exercise. Di swedia fisioterapist disebut “sjukgymnast” = “sick-gymnast.” Yang pada
tahun 1887 fisioterapist mendapatkan registrasi resmi oleh Dewan Nasional
Kesehatan dan Kesejahteraan Swedia. Negara-negara lain segera menyusul. Pada
tahun 1894 empat perawat di Britania Rayamembentuk Chartered Society of
Physiotherapy diikuti oleh The School of Physiotherapy di Universitas Otago di
Selandia Baru pada tahun 1913, dan di Amerika Serikat 'pada tahun 1914 Reed
College di Portland, Oregon.

SEJARAH DOKTER SPESIALIS REHABILITASI MEDIK DI DUNIA


Seorang dokter bernama Frank H Krusen, MD yang mengidap tuberculosis
merawat diri sendiri dan meneliti tentang penggunaan pengobatan fisik (Physical
Medicine). Setelah memulai program physical medicine di Temple University. Dr.
Krusen pindah ke Mayo Clinic pada tahun 1936 di mana ia mengembangkan
Departemen Kedokteran Fisik.Pada tahun 1938, Dr. Krusen mengusulkan istilah
"physiatrist" untuk mengidentifikasi dokter yang mengkhususkan diri dalam
kedokteran fisik. Untuk menghindari kebingungan dengan psikiatri, ia mengusulkan
pengucapan yang berbeda, dengan penekanan pada suku kata ketiga.Pada tanggal
27 Februari 1947, American Board of Physical Medicine didirikan. Secara resmi
diakui oleh ABM (American Board of Medicine) dan AMA. Dr. Krusen menjadi ketua
pertama.

SEJARAH FISIOTERAPI DI INDONESIA


Di Indonesia, Fisioterapi dimulai sejak tahun 1956 untuk pertama kalinya di
Rehabilitasi Centrum Prof. Dr. Suharso, Solo. Sekolah Perawat Fisioterapi yang
diikuti oleh utusan dari Rumah Sakit dan orang yang telah berpengalaman dalam
bidang keperawatan selama 2 tahun dan memiliki ijazah SMP. Kemudian, pada
tahun 1957 didirikan Sekolah Assisten Fisioterapi. Perkembangan selanjutnya berdiri
Akademi Keperawatan Fisioterapi (1967 –1970). Awal berdirinya Akademi
Fisioterapi Murni Non. Keperawatan pada Tahun 1970 di Solo-Jawa Tengah. Yang
kemudian disusul pada tahun 1984 Akademi Fisioterapi (Akfis Depkes
Ujungpandang) di jalan adiaksa, kemudian direlokasi ke daerah Daya Ujungpandang
pada tahun 1988. Hingga tahun 2014 setidaknya ada 36 Institusi pendidikan
fisioterapi mulai dari jenjang D3, D4 dan S1. Program Pasca Sarjana mulai di rintis
atas kerjasama antara universitas Udayana dan Universitas Esa unggul pada
program Fisiologi Olah raga dengan konsentrasi Fisioterapi.

SEJARAH dr. Sp.RM DI INDONESIA


Pada tahun 1987 Program dokter spesialis rehabilitasi medik didirikan
sekaligus di 3 universitas antara lain ; Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro
dan Universitas Airlangga. Melalui suatu Surat Keputusan Dirjen Dikti No.
16/DIKTI/Kep/1987, yang ditandatangani oleh Sukadji Ranuwihardjo, tertanggal 2
Mei 1987. Saat ini penyelenggara pendidikan dokter spesialis rehabilitasi medik
terdapat di beberapa universitas, antara lain (Universitas Indonesia, Universitas
Diponegoro, Universitas Airlangga, dan Universitas Sam Ratulangi). Menteri
Kesehatan mengirim dokter umum dari Indonesia untuk mengikuti pendidikan
menjadi dokter spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Universitas Santo
Tomas di Manila, Filipina. Beberapa dokter juga telah dikirim untuk mengikuti
pendidikan di Praha dan di Belanda.Setelah kembali dari pendidikan, para dokter
yang dikenal dengan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik dengan dukungan
beberapa Spesialis yang lain sepakat untuk membentuk Ikatan Dokter Ahli
Rehabilitasi Medik Indonesia (IDARI) pada tahun 1982. Nama IDARI mengalami
perubahan menjadi Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia
(PERDOSRI).Sejak Kongres Nasional IV diadakan pada tahun 1998 di Jakarta,
SpRM membentuk Kolegium Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi sesuai instruksi dari
IDI dengan tugas mengawal atau mengampu Pendidikan Dokter Spesialis
Rehabilitasi Medik. Mulai bulan Juli 2009, berdasarkan Surat
No.006/Kol.IKFRI/12/V/2009 gelar lulusan berubah menjadi Dokter Spesialis
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (Sp.KFR).
PELAYANAN FISIOTERAPI DI INDONESIA
Unit Rehabilitasi Medik sebagai Unit PelayananFisioterapi bukan hanya
sebagai bagian yang penting dari pelayanan rehabilitasi medis, akan tetapi
merupakan inti dari pembentukan Unit Rehabilitasi Medis di Indonesia.

Unit Rehabilitasi Medik (URM) dimulai sejak tahun 1973 pertama kali di RS. Kariadi
Semarang. SK MenkesNo.134/Men Kes/SK/IV/78 menetapkan Unit pelaksana
fungsionil Rehabilitasi Medis dikukuhkan menjadi disiplin yang organisatoris dan
adminstratif setingkat dengan disiplin-disiplin lain didalam Rumah Sakit. Dalam Tim
Unit Rehabilitasi Medis yang saat itu terdiri dari Fisioterapi dan Okupasi Terapi
diperlukan suatu sistem yang disebut dengan Sistem Pelayanan Rehabilitasi Medik
(SPRM).

Untuk itu amat sangat penting mengetahui dan memahami perbedaan Unit
Rehabilitasi Medis sebagai Unit Pelayanan Kesehatan, Sistem Pelayanan
Rehabilitasi Medik (SPRM) sebagai sistem pelayanan dan Dokter Spesialis
Rehabilitasi Medik (Sp.RM) sebagai Profesi, dan atau unit keterapian fisik sebagai
Unit Pelayanan Kesehatan dengan Spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi
(SpKFR) sebagai profesi

.Dalam sebuah artikel yang dipublikasikan oleh Joel Press, MD pada Arch Phys Med
rehabil vol. 89, Januari 2008 yang disampaikan pada kongres dokter rehabilitasi
medik Amerika(The American Congress of Rehabilitation medicine and the American
Academy of physical medicine and rehabilitation). Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa penamaan Physiatrist perlu dilakukan perubahan untuk memperkenalkan
profesi ini. Selain itu, penelitian ini menunjukkan hanya 2 sampai 3% market
penetration dengan nama tersebut.

ASPEK LEGISLASI DALAM PELAYANAN KESEHATAN


Fisioterapi Sebagai Profesi Yang Mandiri Dalam Menjalankan
Profesinya.Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 80 tahun 2013 tentang
penyelenggaraan pekerjaan dan praktik fisioterapis (Pasal 1, ayat 2) menyatakan :
“Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu
dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerakdan
fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakanpenanganan
secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutisdan mekanis)
pelatihan fungsi, komunikasi”.

Pada PMK No. 80 th 2013 juga memberikan kewenangan dan kemandirian dalam
menjalankan praktik dan atau pekerjaan sebagai profesi. Hal tersebut tertuang pada
pasal pasal 6 ayat 1 yaitu
“Fisioterapis dapat menjalankan praktik pelayanan Fisioterapi secara mandiri
atau bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan”.Fisioterapis dalam memberikan
pelayanan fisioterapi memiliki tanggungjawab profesi yang secara hirarki dapat
diawasi oleh fisoterapis dengan kompetensi yang lebih tinggi. Fisioterapis juga
bekerjasama/berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya. Hal tersebut tertuang
pada PMK No. 80 th 2013 pasal 6 ayat (4) dan (5), yang menyatakan :
Ayat 4

“Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sains Terapan sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) harus bekerja di bawah pengawasan Fisioterapis Profesi
atau Fisioterapis Spesialis”.
Ayat 5
“Dalam hal tidak terdapat Fisioterapis Profesi atau Fisioterapis Spesialis,Fisioterapis
Ahli Madya atau Fisioterapis Sains Terapan dapat melakukan Pelayanan Fisioterapi
secara berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain yang ada di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tempat Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sains Terapan yang
bersangkutan bekerja”.

Untuk menjamin pelayanan fisioterapi yang berkualitas, maka fisioterapis diawasi


oleh fisioterapis yang memiliki level kompetensi lebih tinggi. Dalam hal profesi
kesehatan lainnya, maka fisioterapis bersifat kolaboratif dan bukan
Supervisi.Keamanan bagi pasien dan fisioterapis adalah prinsip kerja fisioterapis
berdasarkan kehati-hatian, evidance based practice physiotherapy dan etika profesi.
Pelayanan berkualitas diperoleh dengan direct access sehingga sasaran mutu
Rumah Sakit akan lebih mudah tercapai. Hal tersebut berkaitan denganresponse
time penanganan, efektifitas dan efisiensi pelayanan terhadap pasien. Pada sebuah
artikel yang dipublikasikan oleh Health Research and Educational Trust Penelitian
tersebut memberikan gambaran bahwa pasien rawat jalan fisioterapi tanpa melalui
rujukan berdampak lebih efisien dalam hal pembiayaan dibandingkan pasien dengan
rujukan. Sementara masa perawatan (episode pelayanan) tidak memiliki perbedaan
baik yang dengan atau tanpa rujukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pasien
rawat jalan dengan rujukan tidak dapat mempersingkat
masa perawatan. Penelitian tersebut dilakukan dengan desain retrospektif dengan
pengumpulan data melalui klaim asuransi selama lima tahun (2003-2007).

Penulis :
Irfan.
Sekjen IFI

Anda mungkin juga menyukai