Anda di halaman 1dari 18

DIARE

MATA KULIAH PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN

Disusun oleh:

1. Amatullah Muthi’ah As-Syahidah (P23133117004)


2. Hasti Amalia (P23133117016)
3. Rizqia syaffa sabila (P23133117033)

Kelompok 1

2 D-IV

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II

2018/2019
Daftar Isi
I. Diare................................................................................................................. 3
II. Faktor penyebab penyakit diare ....................................................................... 3
III. Agent Diare ...................................................................................................... 4
IV. Gejala diare ...................................................................................................... 5
V. Riwayat Alamiah Diare ................................................................................... 6
VI. Epidemiologi penyakit diare ............................................................................ 7
VII. Model Segitiga Epidemiologi diare ............................................................... 11
VIII. Pencegahan ............................................................................................. 13
IX. Penyehatan Lingkungan ................................................................................. 16
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 18
I. Diare
Menurut WHO Pengertian diare adalah buang air besar dengan
konsistensi cair (mencret) sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam).
Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi
feses selama dan frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan diare bila feses
lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau
buang air besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes, 2009)

Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga


merupakan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai
dengan kematian. Pada tahun 2016 terjadi 3 kali KLB diare yang tersebar di 3
provinsi, 3 kabupaten, dengan jumlah penderita 198 orang dan kematian 6 orang
(CFR 3,04%).

II. Faktor penyebab penyakit diare


Diare dapat diakibatkan oleh beberapa faktor penyebab yang
diklasifikasikan menjadi 6 golongan besar (Depkes RI, 2002), yaitu:

a. Infeksi

Keberadaan agen biologi yang masuk melalui makanan dan


minuman kemudian bereaksi di dalam tubuh menimbulkan infeksi di
dalam sistem pencernaan. Agen biologi tersebut dapat dibagi menjadi 3
kelompok antara lain sebagai berikut:

 Bakteri, seperti: Shigella, Salmonella, Entamoeba coli, golongan


Vibrio, Bacillus aureus, Clostridium perferingens, Staphilococcus
aureus, Campylobacter aeromonas.
 Parasit, seperti: protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia,
Balantidium coli, Cryptospiridium), cacing perut (Ascaris, Trichiuris,
Strongyloides, Blasisitis huminis) dan jamur (Candida).
 Virus, seperti rotavirus dan adenovirus

2.1 Mal absorpsi

Mal absorpsi adalah kelainan fungsi usus yang menyebabkan


gangguan dalam proses penyerapan nutrisi dari makanan, seperti
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang terjadi di dalam
usus besar.

b. Alergi

Salah satu contoh seseorang yang mengalami laktosa intoleransi


yaitu suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu membentuk laktosa
dan biasanya terjadi pada bayi.

c. Keracunan

Keracunan disebabkan oleh racun yang dikandung dan


diproduksi oleh mikroba dalam makanan, misalnya Pseudomonas
cocovenenans menghasilkan racun asam bongkrek dan Clostridium
botulinum biasanya mengkontaminasi pada makanan kaleng.

d. Immunodefisiensi

Immunodefisiensi atau penurunan daya tahan tubuh bisa


menimbulkan diare, misalnya pada penderita HIV/AIDS. Diare yang
biasa terjadi pada penderita HIV/AIDS adalah diare kronik.

e. Sebab-sebab lain
Seperti kurangnya persediaan air bersih, kurangnya fasilitas sanitasi dan
higiene perorangan, serta kurangnya pemberian ASI.

III. Agent Diare


Agent merupakan penyebab terjadinya diare, sangatlah jelas yang
disebabkan oleh faktor infeksi karena faktor kuman, malabsorbsi dan faktor
makanan. Aspek yang paling banyak terjadi diare pada balita yaitu infeksi
kuman e.colli, salmonella, vibrio chorela (kolera) dan serangan bakteri lain
yang jumlahnya berlebih dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika
kondisi lemah) pseudomonas.

IV. Gejala diare


Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah
dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang
adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan
yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan
cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung,
lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi
serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Selain
itu, gejala bisa berupa tinja bayi encer, berlendir atau berdarah, warna tinja
kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu, dan lecet pada anus
(IDAI, 2011).
V. Riwayat Alamiah Diare
a. Tahap Prepatogenesis

Pada tahap ini disebabkan oleh mikroorganisme baik bakteri, parasit,


maupun virus diantaranya rotavirus, E.coli, dan shigella. Penyebaran
mikroorganisme in dapat terjadi melalui jalan fecal dan oral. Pada tahap ini
belum di temukan tanda-tanda penyakit bila daya tahan tubuh penjamu baik
maka tubuh tidak terserang penyakit dan apabila daya tubuh penjamu lemah
maka sangat mudah bagi virus masuk dalam tubuh
b. Tahap Patogenesis
o Tahap inkubasi
Virus (salmonella, shigella, E,coli , V.cholerae, ) masuk kedalam
tubuh dengan menginfeksi usus baik pada jeyenum,ileum dan colon.
Setelah virus menginfeki usus virus menembus sel dan mengadakan lisis
kemudian virus berkembang dan memproduksi enterotoksin.
Masa`inkubasi biasanya sekitar 2-4hari,pasien sudah buang air bessar
lebih dari 4x tetapi belum tanpa gejala-gejala lain.
o Tahap Penyakit Dini
 Kehilangan cairan 5% berat badan.
 Kesadaran baik (somnolen).
 Mata agak cekung.
 Turgor kulit kurang dan kekenyalan kulit normal.
 Berak cair 1-2 kali perhari.
 Lemah dan haus.
 Ubun-ubun besar agak cekung.
c. Tahap Postpatogenesis
o Tahap Penyakit Lanjut
- Kehilangan cairan lebih dari 5-10% berat badan.
- Keadaan umum gelisah.
- Rasa haus (++)
- Denyut nadi cepat dan pernapasan agak cepat.
- Mata cekung
- Turgor dan tonus otot agak berkurang.
- Ubun-ubun besar cekung.
- Kekenyalan kulit sedikit kurang dan elastisitas kembali
sekitar 1-2 detik.
- Selaput lendir agak kering.
o Tahap Akhir
- Kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan.
- Keadaan umum dan kesadaran koma atau apatis.
- Denyut nadi cepat sekali
- Pernapasan kusmaull (cepat dan dalam).
- Ubun-ubun besar cekung sekali.
- Mata cekung sekali.
- Turgor/tonus kurang sekali.
- Selaput lendir kurang/asidosis.
Pada tahap ini bila mendapat penanganan yang baik
maka pasien dapat sembuh sempurna tetapi bila tahap ini
tidak mendapat penanganan yang baik maka dapat
mengancam jiwa(kematian).
Tahap dimana pasien dapat sembuh sempurna /
sembuh total apabila segera ditangani. Namun, bila tahap ini
tidak mendapatkan penanganan secara baik maka pasien
dapat mengalami diare kronik bahkan dapat mengancam
jiwa yaitu dapat menyebabkan kematian.

VI. Epidemiologi penyakit diare


Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di
dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahunnya karena diare dan
sebagian besar kejadian tersebut 10 terjadi di negara berkembang.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 diperoleh
bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi terbanyak yaitu
42% dibandingkan pnemonia 24%, untuk golongan usia 1 – 4 tahun
penyebab kematian karena diare 25% dibandingkan pnemonia (IDAI,
2011).
a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral


antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau
kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat
menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko
terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4-6
bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan
makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang
tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah
membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan
tidak membuang tinja dengan benar.

 Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare

Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa


penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak
memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak,
Imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih
banyak terjadi pada golongan balita.

 Faktor lingkungan dan perilaku

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis


lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku
manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman
diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu
melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.
 Faktor lingkungan
a. Sumber air minum

Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh


manusia sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar
60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan
untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat
kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan
sebagainya. Di negaranegara berkembang, termasuk Indonesia tiap
orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Di antara
kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah
kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum
dan masak air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut
tidak menimbulkan penyakit bagi manusia (Notoatmodjo, 2003).

Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana


sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian
diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke
dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja,
misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan
dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000).

Faktor penjamu (host)

Manusia seperti halnya sebagai berikut :

 Adanya tahan tubuh terhadap penyakit

Apabila daya tubuh host baik maka virus tidak dapat masuk ke
dalam tubuh,apabila daya tahan tubuh jelek dan host tidak memelihara
personal hygiene yang baik maka virus dengan mudah masuk dalam tubuh
host.

 Umur
Kebanyakan host yang terkena diare lebih sering pada kelompok usia
21-40th (51,2%) dan pada anak-anak (75%) jadi diare lebih sering menyerang
pada anak-anak.

 Jenis kelamin

Jenis kelamin laki-laki mendominasi angka kejadian diare sekitar 86,8%


dan jumlahnya lebih banyak dari pada perempuan sekitar 21% di karenakan
laki-laki kurang bias memelihara personal hygiene yang baek.

 Adat kebiasaan

Bila host kurang bias memelihara personal hygiene maka sangat mudah
virus masuk dalam tubuh.

 Keadaan status gizi balita

Apabila host mengalami status sosial ekonomi, maka host akan


mengalami ketidakmungkinan dalam memenuhi status gizi balita, sehingga
balita akan mengalami penurunan gizi dan dapat menyebabkan kumat penyakit
lebih mudah untuk masuk dalam tubuh balita.

 Status Sosial Ekonomi

Apabila dalam keluarga mengalami status sosial ekonomi yang rendah


maka akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Hal ini nampak pada
ketidakmampuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya
pada anak balita.

Faktor environment (lingkungan):

 Lingkungan fisik
Keadaan lingkungan yang memiliki struktur cuaca kering dan struktur
geografis yang kurang baik lebih sering terkena diare di karenakan
kurangnyapengetahuan dalam pengelolaan lingkungan.
 Lingkungan non fisik
Lingkungan dengan sosial ekonomi yang rendah serta adat kebiasaan yang
kurang baik atau perilaku yang kurang baik dalam memelihara personal
hygiene dan sanitasi makanan sangat berpontensial terjadinya diare
 Lingkungan biologis
Lingkungan yang dekat dengan hewan-hewan peliharaan yang kurang
terjaga kebersihannya seperti kotoran binatang maka dapat dengan mudah
virus masuk dalam tubuh apabila host tidak menjaga kebersihan. Virus dari
diare dapat dibawa oleh human reservoir.

VII. Model Segitiga Epidemiologi diare

1. Kemampuan Agent untuk menginfeksi host meningkat

Contohnya: higiene sanitasi yang buruk dapat menyebabkan bakteri


penyebab diare (agent) yang masuk ke dalam usus meningkat, hal ini
dikarenakan agent meningkat sehingga dapat mengalahkan pertahanan
tubuh normal dan akan mengakibatkan tubuh lampau bakteri.

2. Kepekaan host terhadap agent yang meningkat


Contohnya: Jumlah peningkatan kerentanan pada host (jumlah balita meningkat),
karena disebabkan oleh daya tahan tubuh kurang baik dan host tidak memelihara
personal hygiene yang baik maka virus dengan mudah masuk dalam tubuh host.

3. Lingkungan berubah sehingga agent penyakit menyebar di lingkungan

Contohnya : Banjir, karena lingkungan yang sebelumnya belum tergenang air


akibat hujan secara terus-menerus yang menyebabkan air sungai meluap dan banjir
maka setelah terjadi banjir air yang menggenang itu merupakan air campuran dari
air hujan dan berbagai aliran air lainnya yang berkontak langsung dengan penyebab
penyakit seperti kotoran hewan, sampah, bakteri dll yang menyebabkan air dan
lingkungan tersebut tercemar oleh berbagai mikroorganisme. Saat manusia
berkontak langsung dengan air tersebut, host mampu dimasuki bakteri penyebab
diare karena daya tahan tubuh host menurun sedangkan agent dan lingkungan
meningkat.

4. Lingkungan mengubah Host menjadi rentan


Contohnya: Pembuangan tinja ditempat terbuka(yang dapat terjangkau oleh
manusia). Seperti membuang air besar dikebun / tanah, apabila seorang balita
menjangkaunya dan memegang makanan tanpa mencuci tangan dengan
sabun maka balita tersebut akan lebih rentan penyakit seperti rentan bakteri E.coli
atau bila tinja tersebut dibuang disembarang tempat (tempat terbuka) maka lalat
akan mudah hinggap dan membawa vektor penyakit kedalam makanan atau barang
yang dihinggapinya . Tanpa disadari barang atau makanan tersebut terpegang oleh
tangan manusia, bahkan setelah memakan makanan tersebut bakteri masuk kedalam
tubuh dan mampu menyebabkan diare sehingga host menjadi lebih rentan.

VIII. Pencegahan
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang
dapat dilakukan adalah perilaku sehat, seperti

1. Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap
secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan
sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama
masa ini. ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu
formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat
terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan
atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari
bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan
seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif). Bayi
harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan
dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan
dengan makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif
secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang
dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada
bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung
4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai
dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah
tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi
menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

2. Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap


mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian
makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan,
apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.

3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral


kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui
makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-
jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci
dengan air tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang
benar-benar bersihmempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding
dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat
mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air
yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :


a. Ambil air dari sumber air yang bersih

b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus

untuk mengambil air.

c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-
anak

d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)

e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih
dan

cukup.

4. Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang


penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang
tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak
dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare (
Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%).

5. Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya


penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban
harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

- Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat


dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
- Bersihkan jamban secara teratur.
- Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini
tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-
anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar. Yang harus
diperhatikan oleh keluarga:

- Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban


- Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di
jangkau olehnya.
- Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di
dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.
- Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan
dengan sabun.

7. Pemberian Imunisasi Campak

Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk


mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit
campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga
dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera
setelah bayi berumur 9 bulan.

IX. Penyehatan Lingkungan


1. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan
melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis,
penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka
penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak
diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk
untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah
terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup
disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku hidup
bersih harus tetap dilaksanakan. 2. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang
biaknya vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb.
Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan
gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan
pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan
sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit
tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus
dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan
sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan
sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan
sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
2. Sarana Pembuangan Air
Limbah Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga
harus dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan
penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi
syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat
menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi
ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis,
filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan,
agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau
yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
Daftar Pustaka

Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016. Jakarta : Kemenkes. RI;
2016.

Gede Purnama Sang. 2016. Buku Ajar ‘Penyakit Berbasis Lingkungan’


Universitas Udayana.

Http://alvianarismaput.blogspot.com/2016/01/diare.html?M=1

Http://annisakusharani17.blogspot.com/2016/01/epidemiologi-konsep-penyakit-
diare.html

http://digilib.unila.ac.id/2385/9/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai