Anda di halaman 1dari 5

Kerangka Acuan

Petemuan Advokasi POPM Cacingan Tahun 2018

A. Pendahuluan

Latar Belakang

Kecacingan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di


berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Kecacingan
menggambarkan masalah kesehatan masyarakat khususnya di daerah
tropis dimana kondisi sanitasi masih belum memadai. Ada tiga jenis cacing
yang umumnya menginfeksi anak-anak, khususnya usia prasekolah dan
memberikan dampak yaitu: Ascaris lumbricoides (cacing gelang),
Ancylostoma duodenale (cacing tambang) dan Trichiuris trichiura (cacing
cambuk). Cacingan secara umum mengakibatkan kerugian langsung oleh
karena adanya gangguan pada intake makanan, pencernaan, penyerapan
serta metabolismenya. Secara kumulatif, infeksi cacing atau cacingan
dapat menimbulkan kerugian gizi berupa kekurangan kalori dan protein
serta kehilangan darah. Hal ini akan mengakibatkan hambatan
perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat menurunkan
ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. Kecacingan
terbukti memberikan dampak yang sangat nyata bagi kesehatan anak.
Infeksi cacing berhubungan erat dengan kehilangan mikronutrien,
malabsorbsi vitamin A pada anak prasekolah yang mengakibatkan
malnutrisi, anemi dan retardasi pertumbuhan (Stunting ).
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di
bawah lima tahun). Akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak
terlalu pendek untuk usianya. Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta)
anak balita mengalami stunting (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2013)
dan di seluruh dunia, Indonesia adalah Negara dengan prevalensi stunting
kelima terbesar. Balita/Baduta (Bayi dibawah usia DuaTahun) yang
mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal,
menjadikan anak anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa
depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada
akhirnya secara Luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan.
Kerangka Intervensi Stunting yang dilakukan oleh Pemerintah
Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu Intervensi Gizi Spesifik dan
Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka pertama adalah Intervensi Gizi
Spesifik. Ini merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam
1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30%
penurunan stunting. Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya
dilakukan pada sektor kesehatan. Intervensi ini juga bersifat jangka pendek
dimana hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek. Kegiatan yang
idealnya dilakukan untuk melaksanakan Intervensi Gizi Spesifik dapat
dibagi menjadi beberapa intervensi utama yang dimulai dari masa
kehamilan ibu hingga melahirkan balita yaitu meliputi :

a. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Hamil. Intervensi ini


meliputi kegiatan memberikan makanan tambahan (PMT) pada ibu
hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis,mengatasi
kekurangan zat besi dan asam folat, mengatasi kekurangan iodium,
menanggulangi kecacingan pada ibu hamil serta melindungi ibu hamil
dari Malaria.
b. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak
Usia 0-6 Bulan. Intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan
yang mendorong inisiasi menyusui dini/IMD terutama melalui
pemberian ASI jolong/colostrum serta mendorong pemberian ASI
Eksklusif.

c. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak


Usia 7-23 bulan. Intervensi ini meliputi kegiatan untuk mendorong
penerusan pemberian ASI hingga anak/bayi berusia 23 bulan.
Kemudian, setelah bayi berusia diatas 6 bulan didampingi oleh
pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing, menyediakan
suplementasi zink, melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan,
memberikan perlindungan terhadap malaria, memberikan imunisasi
lengkap, serta melakukan pencegahan dan pengobatan diare.

Sebagai salah satu upaya intervensi spescifik Pemerintah


menetapkan target program penanggulangan cacingan berupa reduksi
cacingan pada tahun 2019 yaitu berupa berupa penurunan prevalensi
cacingan sampai dengan di bawah 10% (sepuluh persen) di setiap daerah
kabupaten/kota, dengan demikian diperlukan upaya sistematis dan terpadu
untuk mencapai reduksi sesuai target yang telah ditetapkan. Prevalensi
cacingan di Indonesia pada umumnya masih tinggi, terutama pada
golongan penduduk dengan ekonomi rendah, sanitasi yang buruk, akses
air bersih yang rendah dan perilaku hidup yang tidak sehat. Hal-hal
tersebut menjadi faktor pendukung timbulnya angka cacingan yang tinggi
karena memudahkan parasit cacing untuk berkembang biak dengan pesat
dan menjakit ke masyarakat. Secara nasional, prevalensi cacingan per
kabupaten/kota sangat bervariasi dari 2.5%-62% dengan kisaran
pervalensi nasional di Indonesia adalah sebesar 28,1%.

Berdasarkan data prevalensi tersebut, dilaksanakan upaya


pengobatan untuk pencegahan melalui Pemberian Obat Pencegahan
Massal (POPM) Cacingan. POPM perlu diberikan pada penduduk sasaran
di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. POPM cacingan dapat
dilaksanakan secara terintegrasi dengan program POPM Filariasis,
penjaringan anak sekolah, usaha kesehatan sekolah, pemberian vitamin A
di posyandu, Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS)
serta program kesehatan lainnya. Kegiatan POPM cacingan harus diikuti
dengan kegiatan penyuluhan tentang hidup bersih dan memperbaiki
sanitasi lingkungan di wilayah tersebut. Mengingat penularan cacingan
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor maka diperlukan upaya dan peran
seluruh pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, lintas program
dan lintas sektor dalam penanggulangannya sesuai tugas dan fungsi
masing-masing dalam mendukung tercapainya target penurunan
prevalensi cacingan. Upaya-upaya tersebut dapat diwujudkan yaitu dengan
meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sektor, dan peran serta
masyarakat, mendorong program penanggulangan cacingan masuk dalam
rencana perbaikan kualitas air, berkoordinasi dengan kementerian yang
bertanggung jawab dalam penyediaan sarana air bersih; melakukan
sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat di pendidikan anak usia dini dan
sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah serta kegiatan-kegiatan lainnya
sebagaimana terlampir pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15
Tahun 2017 (hal. 34-38).

A. Tujuan :
a. Tujuan Umum : Mensosialisasikan kegiatan penanggulangan cacingan
terintegrasi dengan intervensi stunting di 100 kabupaten/Kota tahun 2018
b. Tujuan Khusus :
1. Menginformasikan kebijakan tekhnis tentang penanggulangan
kecacingan terintegrasi dengan intervensi stunting
2. Menginformasikan kebijakan tekhnis tentang intervensi gizi specifik
pada penanggulangan stunting
3. Menginformasikan kebijakan tekhnis tentang intervensi gizi
sensitif pada penanggulangan stunting.

B. NARASUMBER dan Materi Pertemuan:


1. Pembukaan oleh Bapak Kepala Dinas Kesehatan kab/Kota
2. Kebijakan Penaggulangan Kecacingan intergrasi stunting oleh Ibu Kepala
Bidang P2P Dinkes Prov Kalsel .
3. Rencana Aksi Penanggulangan Cacingan dalam rangka mendukung
Intervensi Stuting .
4. Kesiapan Penyediaan obat dalam rangka intervensi gizi spescifik
intervensi stunting oleh Pengelola Program Kecacingan
5. Monitoring Evaluasi Pasca POPM Kecacingnan oleh kasi P2P Dinkes
Kab/kota

C. Peserta Pertemuan :
Kegiatan Pertemuan Advokasi POPM Cacingan Tahun 2018 ini akan diikuti
oleh 75 orang yang terdiri dari:

No Kab/kota Dinkes Diknas PKK Camat Puskesmas

1 Banjarmasin 5 20 10 15 35
2 Banjarbaru 5 20 10 15 15
3 Banjar 5 20 10 15 25
4 Hulu Sungai Selatan 5 20 10 15 25
5 Tanah Laut 5 20 10 15 25
Jumlah 25 100 50 75 125

E. Waktu danTempat Pelaksanaan

Pertemuan Advokasi POPM Cacigan Tahun 2018


dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Maret 2018
F.Biaya Penyelenggaraan

Seluruh biaya Pelaksanaan Pertemuan Sosialisasi/ Advokasi POPM


Cacingan ini dibebankan pada anggaran DIPA Program Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Prov Kalsel tahun anggaran
2018

G. Penutup

Demikian Kerangka Acuan dibuat sebagai acuan pelaksanaan pertemuan


Sosialisasi / Advokasi POPM Cacigan Tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai