Anda di halaman 1dari 8

Perbandingan Kualitas Semen Beku Sapi Unggul dan Hubungannya

dengan Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Sapi Aceh


(Comparison of frozen semen quality of aceh cattle, bali cattle, brahman cattle and
simmental cattle and the relationship with the success level of artificial insemination in
female aceh cattle)

Khairul Fatah1, Dasrul2 dan Mohd. Agus Nashri Abdullah3


1
Magister Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala
2
Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala
3
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas, Syiah Kuala

ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian simmental. Hasil uji regresi menunjukan ada
observasional yang dengan rancangan acak lengkap hubungan yang nyata (P<0,05) antara kualitas
(RAL) dengan 3 kelompok perlakuan jenis semen spermatozoa (motilitas, spermatozoa hidup dan
beku sapi aceh (S1), semen beku sapi bali (S2) dan TAU) semen beku dengan tingkat kebuntingan,
semen beku sapi simmental (S3). Masing-masing dengan persamaan regresi adalah Y= - 2,586 +
kelompok diulang sebanyak 10 kali. Data kualitas 0,017 X1 - 0,001 X2 + 0,043 X3, nilai koefisien
spermatozoa dan angka kebuntingan yang diperoleh korelasi r = 0,695 dan nilai koefisien determinasi
dianalisis dengan analisis of variance (ANOVA) (r2) sebesar 0,483. Keutuhan TAU memiliki
dan dilanjutkan dengan uji Duncan dan hubungan hubungan yang lebih kuat (r = 0,695) dibanding
kualitas spermatozoa semen beku dengan tingkat dengan motilitas spermatozoa (r = 0,505) dan
kebuntingan diuji dengan regresi berganda. spermatozoa hidup (r = 0,195) terhadap angka
Persentase motilitas, spermatozoas hidup dan TAU kebuntingan. Disimpulkan kualitas semen beku sapi
sapi aceh dan sapi bali tidak memperlihatkan unggul berpengaruh terhadap tingkat kebuntingan
perbedaan yang nyata (P>0,05), namun keduanya setelah inseminasi pada induk aseptor sapi aceh
berbeda secara nyata (P<0,05) dengan sapi betina.
Kata Kunci: Semen beku, kualitas spermatozoa, angka kebuntingan

ABSTRACT This study is an observational study regression analysis showed no significant


with a completely randomized design (CRD) with 3 relationship (P <0.05) between spermatozoa quality
groups of frozen semen aceh cattle (S1), bali cattle (motility, live sperm and intact acrosome) with a
frozen semen (S2) and simmental cattle frozen pregnancy rate of frozen semen, the regression
semen (S3). Each treatments groups was repeated equation is Y = - 2,586 + 0,017 X1 - 0,001 X2 +
10 times. Spermatozoa quality data (motility, live 0.043 X3, Correlation coefficient value r = 0,695
spermatozoa, and intact acrosome) of frozen semen and coefficient of determination (r2) equal to 0,483.
and pregnancy rates obtained were analyzed by intact acrosome of spermatozoa have a stronger
analysis of variance (ANOVA) and continued with relationship (r = 0.695) compared with sperm
Duncant test. Percentage motility, live sperm and motility (r = 0.505) and live spermatozoa (r =
intact acrosome of aceh cattle, bali cattle and 0.195) on the pregnancy rate. It was concluded that
simmental cattle showed no significant differences the quality of frozen semen had an effect on the
(P> 0.05), but they differ significantly (P <0.05) pregnancy rate after insemination on female aceh
compared with brahman cattle. Results of cow.
Keywords: Frozen semen, spermatozoa quality, pregnancy number.
2018 Agripet : Vol (18) No. 1 : 10-17
1
PENDAHULUAN terus meningkat, namun tidak diimbangi oleh
Laju permintaan pangan asal ternak peningkatan produksi daging sapi dalam
khususnya daging beberapa tahun terakhir ini negeri. Saat ini ketersediaan daging sapi
nasional masih mengalami kekurangan yang
Corresponding author : khairul_fata@yahoo.co.id
ditutup melalui impor sapi sekitar 35% dari
DOI: https://doi.org/10.17969/agripet.v18i1.8709 total kebutuhan daging sapi nasional

Agripet Vol 18, No. 1, April 2018


10
(Ditjennak 2010). Berbagai program dilakukan Singosari. Jalur distribusi semen beku dari
oleh pemerintah untuk meningkatkan populasi kedua BIB tersebut sampai ke peternakan
sapi sebagai sumber utama daging sapi, adalah BIB-Dinas Peternakan Propinsi-Dinas
diantaranya adalah pengurangan pemotongan Peternakan Kabupaten/Kota-Inseminator-
sapi lokal betina produktif, dan memperluas Peternakan. Pada jalur distribusi tersebut,
jangkauan program kawin silang sapi betina terlihat adanya kegiatan pemindahan semen
lokal melalui inseminasi buatan (IB) beku dari satu kontainer ke kontainer lain
menggunakan bibit unggul (Harmini et al., dengan frekuensi yang cukup tinggi dan waktu
2011). yang cukup lama. Karena proses pemindahan
Inseminasi buatan merupakan program tersebut, kontak semen beku dengan
yang telah dikenal oleh peternak sebagai temperatur sekitar tidak dapat dihindari,
teknologi reproduksi dalam mengawinkan akibatnya spermatozoa dalam straw mengalai
ternak dengan cara menyuntikkan semen yang cekaman fluktuasi temperatur yang berulang-
telah diencerkan dengan pengencer tertentu ke ulang. Selain itu, adanya proses pemindahan
dalam saluran reproduksi betina yang sedang semen beku dari satu kontainer ke kontainer
birahi menggunakan metode dan alat khusus lainnya akan menyebabkan terjadinya
yang disebut dengan 'insemination gun'. peningkatan temperatur straw, penguapan N2
Tingkat keberhasilan IB pada ternak sapi cair dalam kontainer cepat menyusut, sehingga
potong dipengaruhi oleh empat faktor yang mengakibatkan timbulnya perubahan
saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan temperatur yang dapat mengganggu kestabilan
satu dengan lainnya yaitu pemilihan sapi mutu semen beku, yang pada akhirnya akan
akseptor, pengujian kualitas semen, akurasi menurunkan kualitas semen dan tingkat
deteksi birahi oleh para peternak, dan keberhasilan IB di lapangan.
keterampilan inseminator (Toelihere, 1993). Tolak ukur keberhasilan pelaksanaan IB
Aceh Besar merupakan salah satu dapat dinilai dari berbagai segi seperti jumlah
kabupaten di Provinsi Aceh yang memiliki betina yang tidak minta kawin lagi setelah IB
salah satu visi dan misi meningkatkan (non return rate = NR), jumlah IB untuk setiap
kesejahteraan rakyat melalui peningkatan kebuntingan (service per conception = S/C),
produksi peternakan sapi potong yang jumlah betina yang bunting dalam kurun waktu
dikembangkan peternak. Sebagian besar tertentu (conception rate = CR), dan yang
perkembangbiakan sapi potong (sapi aceh) paling penting adalah jumlah anak yang
peternak Kabupaten Aceh Besar dilakukan dihasilkan dan hidup dalam satu kurun waktu
melalui aplikasi teknologi IB dengan bibit sapi tertentu. Banyak faktor yang memengaruhi
unggul seperti jenis sapi simmental, sapi keberhasilan IB, bila dilihat dari faktor semen
limousine, sapi brangus, sapi brahman, sapi adalah jumlah sperma potensial yang
bali dan peranakan ongole (PO). Hasil survey terkandung dalam dosis IB. Menurut para ahli,
yang telah dilakukan menunjukan bahwa potensi spermatozoa dalam membuahi sel telur
keberhasilan IB pada induk betina lokal masih dapat diduga dengan menilai motil progresif,
berada di bawah 50-60 % dengan hasil yang keutuhan membran, dan keutuhan akrosom
bervariasi diantara berbagai jenis bibit unggul spermatozoa yang menggambarkan kualitas
yang digunakan (Diskeswannak Aceh, 2012). semen (Hastuti, 2008).
Bervariasinya tingkat keberhasilan pelaksanaan Berdasarkan hal tersebut maka perlu
IB ini dipengaruhi oleh banyak faktor, dilakukan suatu kajian untuk mengamati
diantaranya adalah perbedaan spesies dan perbandingan kualitas semen beku sapi aceh,
kualitas semen beku yang digunakan, terutama sapi bali, dan sapi simmental serta
motilitas pasca thawing (Hastuti, 2008). hubungannya dengan tingkat keberhasilan IB
Dewasa ini, semen beku yang banyak pada aseptor sapi aceh betina. Hasil penelitian
digunakan dalam program IB di Kabupaten ini diharapkan dapat memberikan informasi
Aceh Besar adalah produksi semen beku Balai tentang kondisi kualitas spermatozoa dan
Inseminasi Buatan (BIB) Lembang dan kelemahan dalam pelaksanaan program IB

Perbandingan Kualitas Semen Beku Sapi Unggul dan Hubungannya dengan Tingkat Keberhasilan Inseminasi... (Khairul Fatah, S.Pt., et al)
11
pada sapi aceh dengan menggunakan semen Persentase Spermatozoa hidup
beku dari berbagai jenis sapi unggul di Pengamatan spermatozoa hidup
Kabupaten Aceh Besar. dilakukan dengan menggunakan cover gelas
yang ditetesi semen satu tetes dan
ditambahkan satu tetes larutan eosin-negrosin,
METODOLOGI PENELITIAN
kemudian dibuat preparat ulas dan
Penelitian observasional ini dikeringkan dengan cara melewatkan diatas
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) api bunsen. Lalu amati dibawah mikroskop
dengan 3 kelompok perlakuan jenis semen cahaya dengan perbesaran 400 kali .
beku yaitu; Kelompok 1 yaitu semen beku sapi Selanjutnya dihitung jumlah spermatozoa
aceh (S1), kelompok 2 yaitu semen beku sapi yang hidup (tidak menyerap warna) dan dibagi
bali (S2), dan kelompok 3 yaitu semen beku dengan jumlah seluruh spermatozoa yang
sapi simmental (S3). Masing-masing kelompok tampak dalam lapangan pandang dan
perlakuan diulang sebanyak 10 kali dinyatkan dalam persentase. Jumlah seluruh
pengulangan. Sampel semen beku yang spermatozoa yang dihitung minimal 100
digunakan dalam penelitian ini adalah straw spermatozoa. Persentase spermatozoa hidup
semen beku sapi aceh, sapi bali, dan sapi yang didapatkan dihitung dengan rumus:
simmental yang diproduksi dari BIB Lembang
yang digunakan diwilayah kerja Puskeswan
Kecamatan Blang Bintang Kabupaten Aceh
besar. Ternak sapi lokal betina yang menjadi
pengamatan adalah yang berada di wilayah Pemeriksaan Tudung Akrosom Utuh
kerja Puskewan Kecamatan Blang Bintang (TAU) Spermatozoa
Kabupaten Aceh Besar dan menjadi akseptor Sebanyak satu tetes suspensi semen
program IB. Jumlah sapi aceh betina yang di di teteskan diatas object glass dan difiksasi
IB oleh setiap kecamatan berkisar antara 10 dengan menggunakan larutan NaCl
hingga 20 ekor. Pengamatan kualitas semen fisiologis yang mengandung 1% formalin.
beku dari masing-masing kelompok perlakuan Kemudian dibuat preparat ulas dan
di thawing dan diamati kualitas dikeringkan dengan cara melewatkan
spermatozoanya. Kualitas spermatozoa yang diatas api bunsen. Lalu amati dibawah
diamati meliputi persentase motilitas progresif, mikroskop f ase kontras dengan
persentase spermatozoa hidup, dan keutuhan perbesaran 400 kali. Selanjutnya dihitung
tudung akrosom (TAU) spermatozoa. jumlah spermatozoa yang memiliki tudung
akrosom utuh dibagi dengan seluruh
Pemeriksaan Motilitas Spermatozoa spermatozoa yang tampak dan dinyatakan
Pengamatan motilitas spermatozoa dalam persentase. Spermatozoa yang
dilakukan dengan menggunakan obyek gelas memiliki tudung akrosom utuh ditandai
yang ditetesi semen satu tetes dan ditutup dengan adanya warna putih mengkilat pada
dengan gelas penutup. Diamati di bawah permukaan kepala bagian atas, apabila
mikroskop tanpa cover glass dengan menggunakan lensa negatif, atau warna
perbesaran 400 kali. Spermatozoa yang motil hitam apabila menggunakan lensa positif.
akan terlihat bergerak maju ke depan/progresif. Jumlah spermatozoa yang dihitung
Selanjutnya dihitung jumlah spermatozoa yang minimal 100 spermatozoa.
motil dan dibagi seluruh spermatozoa yang
tampak dalam lapangan pandang dan
dinyatakan dalam persentase. Jumlah
spermatozoa yang dihitung minimal 100
Tingkat Keberhasilan Inseminasi
spermatozoa.
Evaluasi tingkat keberhasilan IB dengan
menggunakan straw semen beku masing
masing perlakuan dilakukan dengan cara

Agripet Vol 18, No. 1, April 2018


12
menginseminasikan pada induk betina birahi. kembali (thawing). dari keempat jenis sapi
Sebagai indikator keberhasilannya dapat memperlihatkan perbedaan yang nyata
diamati jumlah angka kebuntingan. Penilaian (P>0,05). Persentase motilitas progresif sapi
angka kebuntingan didasarkan pada aceh dan sapi bali tidak memperlihatkan
perbandingan jumlah induk betina bunting perbedaan yang nyata (P>0,05), namun
setelah inseminasi pertama, yang ditentukan keduanya berbeda secara nyata (P<0,05)
berdasarkan diagnosa kebuntingan melalui dibandingkan dengan sapi simmental. Hasil ini
pengamatan tidak timbul kembali birahi induk membuktikan bahwa semen beku produksi BIB
betina aseptor dalam waktu 21 - 35 hari Lembang yang diencerkan dengan tris kuning
sesudah inseminasi dengan menggunakan telur memiliki motilitas setelah thawing yang
rumus sebagai berikut: relatif sama dengan kategori baik. Hasil ini
sesuai dengan pernyataan beberapa peneliti
sebelumnya bahwa semen sapi yang dibekukan
menggunakan pengencer tris kuning telur dapat
mempertahankan motilitas yang tinggi.
Rata-rata persentase motilitas progresif
Analisis Data spermatozoa pada semua sampel semen beku
Data kualitas (motilitas, spermatozoa yang diperoleh berkisar antara 50 - 60 %,
hidup, dan TAU) spermatozoa semen beku sangat layak untuk IB. Hasil ini relatif sama
setelah thawing dan angka kebuntingan pada dengan yang dilaporkan beberapa peneliti
berbagai kelompok perlakuan dianalisis dengan sebelumnya. Rata-rata persentase motilitas
analisis of variance (ANOVA) satu arah, bila progresif spermatozoa sapi potong segera
terdapat perbedaan maka data selanjutnya setelah thawing yang diperoleh Taufik (2012)
dianalisis dengan uji berganda Duncan. Untuk adalah 43,29 ± 15,09% dan Nadir et al. (1993),
mengamati hubungan kualitas spermatozoa pada sapi simmental yaitu secara berurutan
dengan angka kebuntingan dianalisis dengan adalah 54,25 %, namun lebih rendah
analisis regresi dan korelasi berganda (Steel dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh
dan Torrie, 1990). Breuer dan Wells (1977), yaitu 72,1%. Rata-
rata persentase motilitas progresif spermatozoa
yang diperoleh dalam penelitian ini lebih
HASIL DAN PEMBAHASAN rendah dibanding yang diperoleh peneliti
Kualitas Semen beku sebelumnya, namun bila dikaitkan dengan cara
Rata-rata kualitas spermatozoa semen perolehan semen beku untuk penelitian ini,
beku yang diamati pada penelitian ini meliputi yaitu dari pihak inseminator, maka dapat
motilitas progresif, persentase spermatozoa dipastikan bahwa kondisi motil progresif
hidup, dan TAU sesudah di thawing dapat spermatozoa saat diuji di BIB Lembang lebih
dilihat pada Tabel 1. besar dari angka yang diperoleh dalam
penelitian ini. Rendahnya persentase motilitas
Tabel 1. Rata-rata (± SD) kualitas spermatozoa semen beku dari sapi progresif spermatozoa dalam penelitian ini,
aceh, sapi bali, dan sapi simmental setelah thawing atau kemungkinan besar akibat adanya pemindahan
pencairan kembali
Kualitas Spermatozoa
straw dari pusat penyimpanan ke inseminator.
Perlakuan
Jenis Straw Motilitas Spermatozoa TAU Semen beku mengalami tiga kali pemindahan
Spermatozoa Hidup Spermatozoa kontainer sebelum sampai ke tangan
Sapi aceh 59,55 ± 5,17a 60,99 ± 1,96 a
60,55 ± 3,65a
inseminator (BIB - Dinas TK I - Puskeswan-
Sapi bali 58,20 ± 3,01a 59,60± 4,58ab 59,56 ± 4,58a
Sapi simmental 53,26 ± 4,72 b
56,53 ± 4,82 b
50,80 ± 3,70b
Inseminator).
Ket : - Superskrip huruf kecil yang sama pada kolom yang sama Rata-rata presentase spermatozoa hidup
menunjukkan tidak ada perbedaan yang tidak nyata (p>0,05). pada semua sampel semen beku yang diperoleh
pada penelitian menunjukan ada perbedaan
Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat dilihat antar kelompok perlakuan jenis straw.
bahwa rata-rata persentase motilitas progresif Persentase spermatozoa hidup sapi aceh
spermatozoa semen beku setelah pencairan

Perbandingan Kualitas Semen Beku Sapi Unggul dan Hubungannya dengan Tingkat Keberhasilan Inseminasi... (Khairul Fatah, S.Pt., et al)
13
berbeda secara nyata (P<0,05) dibandingkan pengangkutan energi ke seluruh sel
dengan sapi Simmental, namun berbeda spermatozoa untuk aktivitasnya, baik aktivitas
berbeda (P>0,05) dibandingkan dengan metabolisme maupun aktivitas mekanik
spermatozoa hidup sapi bali. Persentase (pergerakan) (Frandson, 1993). Kerusakan
spermatozoa hidup sapi bali tidak berbeda TAU akan mengganggu transpor energi dan
secara nyata (P>0,05) dibandingkan dengan proses kapasitasi serta reaksi akrosom
sapi simmental. Hasil ini membuktikan bahwa spermatozoa yang diperlukan untuk fertilisasi
persentase spermatozoa hidup berbagai semen (Hafez, 2004). Perbedaan tersebut
beku yang digunakan di wilayah kecamatan kemungkinan disebabkan oleh metode yang
Blang Bintang masih tergolong baik dan sangat digunakan, DeJarnet et al. (1992), dalam
layak untuk IB. Rata-rata persentase penilaian akrosom menggunakan metode
spermatozoa hidup semen beku pada penelitian penilaian apical ridge (bagian tudung
ini setara dengan yang ditemukan Nadir et al. akrosom), sehingga tidak diketahui apakah
(1993), pada sapi simmental menemukan rata- spermatozoa yang diamati dalam keadaan
rata persentase spermatozoa hidup segera hidup atau mati. Breuer dan Wells (1977),
setelah di thawing sebesar 60%. Rata-rata menggunakan metode pewarnaan namun tidak
persentase spermatozoa hidup yang diperoleh memisahkan spermatozoa yang mati dengan
dalam penelitian ini lebih rendah dibanding yang hidup. Dalam penelitian ini, spermatozoa
yang diperoleh peneliti sebelumnya, namun yang dikategorikan memiliki akrosom utuh
bila dikaitkan dengan cara perolehan semen harus dalam keadaan hidup, karena walaupun
beku untuk penelitian ini, yaitu dari pihak akrosomnya utuh tetapi bila spermatozoa
inseminator, maka dapat dipastikan bahwa dalam keadaan mati, maka spermatozoa
persentase spermatozoa yang hidup saat diuji tersebut tidak akan mampu membuahi sel telur.
di BIB Lembang lebih besar dari angka yang
diperoleh dalam penelitian ini. Tingkat Keberhasilan IB
Rata-rata persentase TAU spermatozoa Tingkat keberhasilan IB pada penelitian
pada semua sampel semen beku yang diperoleh ini diukur dari nilai angka konsepsi atau
pada penelitian ini berbeda diantara jenis conception rate (CR) 3 bulan setelah IB (IB
semen beku. Rata-rata TAU spermatozoa sapi bulan Februari sampai Mei 2017) berdasarkan
aceh lebih tinggi secara nyata (P<0,05) pengamatan tidak kembali birahi dan
dibandingkan dengan sapi simmental dan sapi dilanjutkan dengan pemeriksaan melalui
brahman, namun tidak berbeda secara nyata eksplorasi rektal. Rata-rata CR aseptor setelah
(P>0,05) dibandingkan dengan sapi bali. di IB dengan berbagai semen beku dari sapi
Rata-rata TAU spermatozoa sapi brahman aceh, sapi bali, sapi Simmental dan sapi
tidak berbeda secara nyata (P>0,05) brahman dapat dilihat pada Tabel 2.
dibandingkan dengan sapi simmental. Hasil ini
Tabel 2. Rata-rata (± SD) jumlah kebuntigan atau conception rate (CR)
lebih tinggi dibanding angka TAU sapi aseptor setelah di IB dengan semen beku dari sapi aceh,
spermatozoa yang dilaporkan oleh Taufik sapi bali, sapi simmental, dan sapi brahman
(2012) pada sapi potong yaitu 25,40 ± 4,67% Jenis semen beku
Parameter Sapi
dan yang ditemukan oleh De Jarnet et al. Simmental
Sapi Bali Sapi Aceh
(1992) adalah 43,29 ± 15,09%. Fenomena Jumlah Induk IB (ekor) 10 10 10
tersebut menunjukkan bahwa agar spermatozoa Induk Bunting (ekor) 6 9 9
mampu melakukan pergerakan progresif dan % Induk bunting 60 90 90

memiliki akrosom utuh, harus memiliki


membran yang utuh. Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dilihat
Membran plasma spermatozoa bahwa rata-rata persentase kebuntingan atau
merupakan bagian terluar spermatozoa yang conception rate (CR) dengan IB pertama
berfungsi melindungi spermatozoa dari bervariasi diantara kelompok semen beku sapi
pengaruh luar yang membahayakan aceh, sapi bali, dan sapi simmental. Angka
spermatozoa (Hafez, 2004) dan sebagai sarana kebuntingan induk betina sapi aceh aseptor

Agripet Vol 18, No. 1, April 2018


14
menggunakan semen beku sapi aceh, sapi bali, semen beku sapi aceh, sapi bali, dan sapi
dan sapi simmental selama bulan Februari - simmental dengan tingkat kebuntingan relatif
Mei 2017 secara berturutu-turut adalah: 9 ekor baik. Hasil analisis regresi berganda
(90%), 9 ekor (90%), dan 6 ekor (60%). Angka menunjukkan ada hubungan yang nyata
kebuntingan yang diperoleh dari hasil (P>0,05) antara persentase kebuntingan dengan
penelitian ini sangat baik, jika dibandingkan kualitas spermatozoa semen beku, dengan
dengan pendapat Toelihere (1993) bahwa, persamaan regresi adalah Y= - 2,586 + 0,017
angka kebuntingan yang baik pada peternakan X1 - 0,001 X2 + 0,043 X3, nilai koefisien
sapi di Indonesia adalah 65 - 70%. Persentase korelasi r = 0,695 dan nilai koefisien
kebuntingan ini lebih tinggi jika dibandingkan determinasi (r2) sebesar 0,483. Nilai koefisien
dengan angka kebuntingan sapi potong yang di determinannya (r2 = 0,483), artinya 48,30%
IB dengan semen beku yang berasal dari BIB persentase kebuntingan (Y) dipengaruhi oleh
Lembang Bandung di Tanah Datar 75,17% , 50 motilitas spermatozoa (X1), persentase
Kota 52,05%, Bukit Sundi 70,72% dan di Kayu spermatozoa hidup (X2) dan TAU (X3),
Aro 72,57%. sedangkan sisanya 51,70% merupakan faktor
Tingginya persentase kebuntingan lain yang tidak diamati. Nilai koefisien korelasi
sapi aceh setelah IB pada kecamatan Blang ganda (r) yang diperoleh adalah 0,695 atau
Bintang erat kaitannya dengan kesuburan 69,50%. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas
ternak yang tinggi, keterampilan serta spermatozoa dalam semen beku mempunyai
pengalaman inseminator yang sudah baik hubungan sedang dengan persentase
dalam melaksanakan IB, pengetahuan peternak kebuntingan.
yang sudah baik dalam mengelola ternaknya Hasil perhitungan koefisien korelasi
diantaranya dalam mengenal tanda - tanda parsial masing-masing parameter kualitas
berahi serta pelaporan yang tepat pada spermatozoa menunjukkan bahwa TAU
inseminator bila sapi minta kawin sehingga memiliki hubungan yang paling erat (r = 0,695)
ovum yang di ovulasikan dapat dibuahi oleh dibanding motilitas spermatozoa (r = 0,505)
spermatozoa sehingga menghasilkan dan spermatozoa hidup (r = 0,195). Hasil ini
kebuntingan. Sejalan dengan pendapat menunjukkan bahwa TAU spermatozoa (X3)
Partodihardjo (1992) bahwa ada beberapa hal berpengaruh sebesar 69,50% terhadap
yang dapat memengaruhi persentase persentase kebuntingan, lebih tinggi dibanding
kebuntingan antara lain penyakit, kesuburan dengan persentase motilitas spermatozoa
betina waktu inseminasi dan faktor kebetulan. sebesar 50,50% dan persentase spermatozoa
Tinggi persentase kebuntingan juga hidup sebesar 19,50%. Tingginya pengaruh
dipengaruhi umur pada saat sapi betina TAU (X3) terhadap persentase kebuntingan
pertama kali dikawinkan. Pada penelitian ini, merupakan bukti TAU merupakan penentu
umur induk sapi aceh betina yang digunakan berhasilnya proses fertilisasi. Walaupun bukan
untuk pelayanan IB rata-rata sudah penah suatu proses reproduksi, fertilisasi merupakan
beranak 1 kali atau ber umur 3 - 4 tahun. Hal tahapan awal proses reproduksi seksual. Burks
ini bertujuan untuk menghindari hal-hal yang dan Saling (1992) menyatakan bahwa
tidak menguntungkan seperti menurunkan fertilisasi merupakan serangkaian proses
angka konsepsi, rendanya kelahiran, gangguan kejadian yang diawali oleh pengaktifan
pertumbuhan induk, dan panjangnya calving spermatozoa oleh sel telur, diikuti dengan
interval. aktivasi sel telur oleh spermatozoa.
Keberhasilan penetrasi sel telur oleh
Hubungan Kualitas spermatozoa Semen spermatozoa dipengaruhi oleh jumlah
Beku dengan Persentase Kebutingan setelah spermatozoa yang diinseminasikan, sedangkan
Inseminasi daya perkembangan zigot, bila dilihat dari
Hasil analisis regresi berganda untuk sumbangan jantan ditentukan oleh kualitas
mengetahui hubungan kualitas spermatozoa spermatozoa yang berhasil melakukan
(motilitas, spermatozoa hidup, dan TAU) penetrasi (Den Daas et al., 1992). Sebelum

Perbandingan Kualitas Semen Beku Sapi Unggul dan Hubungannya dengan Tingkat Keberhasilan Inseminasi... (Khairul Fatah, S.Pt., et al)
15
dapat melakukan penetrasi, spermatozoa harus sperm, semakin baik kualitas embrio yang
mengalami proses kapasitasi terlebih dahulu, diperoleh sehingga mampu berkembang lebih
yaitu perubahan kandungan bagian permukaan lanjut.
spermatozoa sehingga lapisan fosfolipid
menjadi tidak stabil. Ketidakstabilan lapisan
KESIMPULAN DAN SARAN
fosfolipid membran plasma spermatozoa
menyebabkan terjadinya aktivasi kromosom Kesimpulan
yang merupakan awal terjadinya reaksi Berdasarkan hasil penelitian dan
akrosom. Reaksi akrosom meliputi bersatunya pembahasan dapat ditarik beberapa simpulan
membran plasma spermatozoa dengan bahwa terdapat perbedaan kualitas
membran akrosom bagian luar sehingga terjadi spermatozoa semen beku sapi simmental
peronggaan akrosom bagian anterior. Bersatu dengan sapi bali dan sapi aceh. Kualitas
dan terjadinya peronggaan bagian anterior spermatozoa semen beku sapi aceh, dan
akrosom menyebabkan terjadinya aktivasi sapi bali lebih baik dari pada sapi
enzim-enzim hidrolitik seperti hyaluronidase, simmental setelah thawing. Terdapat
proakrosin, esterase, aryl-sulfatase, β-N-acetyl
perbedaan kualitas spermatozoa semen
glucosamidase, dan “non spesifik acid
proteinase (Bazer et al., 1993). beku sapi simmental dengan sapi bali dan
Proses kapasitasi merupakan seleksi sapi aceh. Kualitas spermatozoa semen
guna mencegah terjadinya pembuahan oleh beku sapi aceh, dan sapi bali lebih baik dari
spermatozoa yang memiliki akrosom prematur. pada sapi simmental setelah thawing.
Dengan kata lain, reaksi akrosom hanya terjadi Terdapat hubungan yang erat antara
apabila membran akrosom yang dimiliki karakteristik sperma dalam semen beku
spermatozoa dalam keadaan utuh. Selain itu, dengan persentase CR (r = 0,918).
efek keutuhan tudung akrosom spermatozoa Keutuhan akrosom sperma sangat
terhadap persentase kebuntingan merupakan berpengaruh terhadap persentase CR.
bukti bahwa keutuhan tudung akrosom ikut
menentukan proses perkembangan zigot pada Saran
awal kebuntingan. Keutuhan tudung akrosom Untuk mendapatkan hasil yang lebih
spermatozoa diperkirakan berpengaruh akurat perlu dilakukan penelitian dengan
terhadap jumlah spermatozoa yang mampu memperbanyak jumlah sampel dan parameter
menembus daerah zona pellucida sel telur. lain seperti service per conception. Disarankan
Hafez (2004) mengemukakan bahwa kepada dinas terkait untuk mempertahankan
pada mamalia proses fertilisasi berlangsung nilai S/C dan angka kebuntingan hasil IB
dalam tiga tahap, yaitu migrasi spermatozoa dengan malakukan pencatatan yang lebih baik
diantara sel kumulus ovum, penembusan zona dan melakukan kontrol terhadap hasil
pellucida sel telur oleh spermatozoa dan kebuntingan serta menambah tenaga
diakhiri bersatunya membran tudung akrosom inseminator untuk memenuhi kebutuhan
spermatozoa dengan membran sel telur. lapangan.
Walaupun pada akhirnya hanya satu
spermatozoa yang akan mampu menembus
membran vitellin sel telur, namun dengan DAFTAR PUSTAKA
banyaknya spermatozoa yang memiliki tudung Bazer, F.W., Geisert, R.D. dan Zavy, M.T.
akrosom utuh maka jumlah spermatozoa yang 1993. Fertilization, Cleavage and
dapat menembus (terperangkap dalam) zona Implantation dalam E.S.E. hafez (ed).
pellucida, kemungkinan lebih dari satu Reproduction in Farm Animal. 5th
spermatozoa. Hunter et al. (1998) melaporkan Edition. Lea.
bahwa terdapat hubungan yang sangat erat
antara jumlah accessory sperm dengan kualitas Burk , D.J. dan Saling, P.M. 1992., Molecular
embrio. Semakin banyak jumlah accessory Mechanism of Fertilization and

Agripet Vol 18, No. 1, April 2018


16
Activation of Development. Anim. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 12 (1) :
Reprod. Sci. 28:79-86. 128-146.
Breuer, D.J. dan Wells, M.E., 1997. Effect of Hastuti, D., 2008. Tingkat keberhasilan
in vitro incubation of Bovine inseminasi buatan Sapi potong di tinjau
Spermatozoa in Bovine Follicular Fluid. dari angka konsepsi dan Service per
J. Anim. Sci. 44: 262-265. conception. Mediagro. 4(1): 12- 20.
Den Daas, N., 1992. Laboratory Assesment of Hunter, A.G. 1984. Towards 100 %
Semen Characteristics. Anim. Reprod. Fertilization in Inseminated Cows with
Sci. 28: 87-94. Particular Reference to theSite of Sperm
Storage. A.B.A. 52: 1 - 5
DeJarnette, J.M., Saacke, R.G., Bame, J. dan
Vogler, C.J., 1992. Accessory Sperm : Nadir, S., Saacke, R.G., Bame, J., Mullins, J.
Their Importance to Fertility and dan Degelos, S., 1993. Effects of
Embryo Quality, and Attempts to Alter freezing Semen and Dosage of Sperm on
Their Number in Artificially Number of Accessory Sperm, Fertility
Inseminated Cattle. J. Anim. Sci. 70 : and Embryo Quality in Artificially
484 Inseminated Cattle. J. Anim. Sci. 71:
199 - 204.
[Diskeswannak Aceh] Dinas Kesehatan Hewan
dan Peternakan Aceh, 2011. Profil sapi Partodihardjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi
aceh, Banda Aceh. Hewan. Penerbit Mutiara., Cet. Ke-3.
Jakarta.
[Ditjennak] Direktorat Jendral Peternakan dan
Kesehatan Hewan. 2010. Pedoman Steel, R.G.D.dan Torrie, J.H. 1990. Prinsip dan
umum program swasembada daging sapi Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
2014. Jakarta (ID). Ditjennak. Parametrik Edisi 2 alih Bahasa B.
Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Frandson, R.D. 2002. Anatomy and Physiology
Jakarta.
of Farm Animals Seventh
Edition.Willey-Blackwell, Colorado. Taufik, A., 2012. Hubungan antara
karakteristik sperma dalam mani beku
Hafez, E.S.E. 2004. Artificial Insemination. In:
dengan keberhasilan inseminasi buatan
Reproduction in Farm Animals. Hafez,
pada sapi perah Frissian Holstein, 6(1-
E. S. E. (Ed.) 8th ed. Lea & Febiger,
2).
Philadelphia.
Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada
Harmini, R., Asmarantaka, W. dan
Ternak. Angkasa. Bandung.
Atmakusuma, J., 2011. Model dinamis
sistem ketersediaan daging sapi nasional.

Perbandingan Kualitas Semen Beku Sapi Unggul dan Hubungannya dengan Tingkat Keberhasilan Inseminasi... (Khairul Fatah, S.Pt., et al)
17

Anda mungkin juga menyukai