ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian simmental. Hasil uji regresi menunjukan ada
observasional yang dengan rancangan acak lengkap hubungan yang nyata (P<0,05) antara kualitas
(RAL) dengan 3 kelompok perlakuan jenis semen spermatozoa (motilitas, spermatozoa hidup dan
beku sapi aceh (S1), semen beku sapi bali (S2) dan TAU) semen beku dengan tingkat kebuntingan,
semen beku sapi simmental (S3). Masing-masing dengan persamaan regresi adalah Y= - 2,586 +
kelompok diulang sebanyak 10 kali. Data kualitas 0,017 X1 - 0,001 X2 + 0,043 X3, nilai koefisien
spermatozoa dan angka kebuntingan yang diperoleh korelasi r = 0,695 dan nilai koefisien determinasi
dianalisis dengan analisis of variance (ANOVA) (r2) sebesar 0,483. Keutuhan TAU memiliki
dan dilanjutkan dengan uji Duncan dan hubungan hubungan yang lebih kuat (r = 0,695) dibanding
kualitas spermatozoa semen beku dengan tingkat dengan motilitas spermatozoa (r = 0,505) dan
kebuntingan diuji dengan regresi berganda. spermatozoa hidup (r = 0,195) terhadap angka
Persentase motilitas, spermatozoas hidup dan TAU kebuntingan. Disimpulkan kualitas semen beku sapi
sapi aceh dan sapi bali tidak memperlihatkan unggul berpengaruh terhadap tingkat kebuntingan
perbedaan yang nyata (P>0,05), namun keduanya setelah inseminasi pada induk aseptor sapi aceh
berbeda secara nyata (P<0,05) dengan sapi betina.
Kata Kunci: Semen beku, kualitas spermatozoa, angka kebuntingan
Perbandingan Kualitas Semen Beku Sapi Unggul dan Hubungannya dengan Tingkat Keberhasilan Inseminasi... (Khairul Fatah, S.Pt., et al)
11
pada sapi aceh dengan menggunakan semen Persentase Spermatozoa hidup
beku dari berbagai jenis sapi unggul di Pengamatan spermatozoa hidup
Kabupaten Aceh Besar. dilakukan dengan menggunakan cover gelas
yang ditetesi semen satu tetes dan
ditambahkan satu tetes larutan eosin-negrosin,
METODOLOGI PENELITIAN
kemudian dibuat preparat ulas dan
Penelitian observasional ini dikeringkan dengan cara melewatkan diatas
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) api bunsen. Lalu amati dibawah mikroskop
dengan 3 kelompok perlakuan jenis semen cahaya dengan perbesaran 400 kali .
beku yaitu; Kelompok 1 yaitu semen beku sapi Selanjutnya dihitung jumlah spermatozoa
aceh (S1), kelompok 2 yaitu semen beku sapi yang hidup (tidak menyerap warna) dan dibagi
bali (S2), dan kelompok 3 yaitu semen beku dengan jumlah seluruh spermatozoa yang
sapi simmental (S3). Masing-masing kelompok tampak dalam lapangan pandang dan
perlakuan diulang sebanyak 10 kali dinyatkan dalam persentase. Jumlah seluruh
pengulangan. Sampel semen beku yang spermatozoa yang dihitung minimal 100
digunakan dalam penelitian ini adalah straw spermatozoa. Persentase spermatozoa hidup
semen beku sapi aceh, sapi bali, dan sapi yang didapatkan dihitung dengan rumus:
simmental yang diproduksi dari BIB Lembang
yang digunakan diwilayah kerja Puskeswan
Kecamatan Blang Bintang Kabupaten Aceh
besar. Ternak sapi lokal betina yang menjadi
pengamatan adalah yang berada di wilayah Pemeriksaan Tudung Akrosom Utuh
kerja Puskewan Kecamatan Blang Bintang (TAU) Spermatozoa
Kabupaten Aceh Besar dan menjadi akseptor Sebanyak satu tetes suspensi semen
program IB. Jumlah sapi aceh betina yang di di teteskan diatas object glass dan difiksasi
IB oleh setiap kecamatan berkisar antara 10 dengan menggunakan larutan NaCl
hingga 20 ekor. Pengamatan kualitas semen fisiologis yang mengandung 1% formalin.
beku dari masing-masing kelompok perlakuan Kemudian dibuat preparat ulas dan
di thawing dan diamati kualitas dikeringkan dengan cara melewatkan
spermatozoanya. Kualitas spermatozoa yang diatas api bunsen. Lalu amati dibawah
diamati meliputi persentase motilitas progresif, mikroskop f ase kontras dengan
persentase spermatozoa hidup, dan keutuhan perbesaran 400 kali. Selanjutnya dihitung
tudung akrosom (TAU) spermatozoa. jumlah spermatozoa yang memiliki tudung
akrosom utuh dibagi dengan seluruh
Pemeriksaan Motilitas Spermatozoa spermatozoa yang tampak dan dinyatakan
Pengamatan motilitas spermatozoa dalam persentase. Spermatozoa yang
dilakukan dengan menggunakan obyek gelas memiliki tudung akrosom utuh ditandai
yang ditetesi semen satu tetes dan ditutup dengan adanya warna putih mengkilat pada
dengan gelas penutup. Diamati di bawah permukaan kepala bagian atas, apabila
mikroskop tanpa cover glass dengan menggunakan lensa negatif, atau warna
perbesaran 400 kali. Spermatozoa yang motil hitam apabila menggunakan lensa positif.
akan terlihat bergerak maju ke depan/progresif. Jumlah spermatozoa yang dihitung
Selanjutnya dihitung jumlah spermatozoa yang minimal 100 spermatozoa.
motil dan dibagi seluruh spermatozoa yang
tampak dalam lapangan pandang dan
dinyatakan dalam persentase. Jumlah
spermatozoa yang dihitung minimal 100
Tingkat Keberhasilan Inseminasi
spermatozoa.
Evaluasi tingkat keberhasilan IB dengan
menggunakan straw semen beku masing
masing perlakuan dilakukan dengan cara
Perbandingan Kualitas Semen Beku Sapi Unggul dan Hubungannya dengan Tingkat Keberhasilan Inseminasi... (Khairul Fatah, S.Pt., et al)
13
berbeda secara nyata (P<0,05) dibandingkan pengangkutan energi ke seluruh sel
dengan sapi Simmental, namun berbeda spermatozoa untuk aktivitasnya, baik aktivitas
berbeda (P>0,05) dibandingkan dengan metabolisme maupun aktivitas mekanik
spermatozoa hidup sapi bali. Persentase (pergerakan) (Frandson, 1993). Kerusakan
spermatozoa hidup sapi bali tidak berbeda TAU akan mengganggu transpor energi dan
secara nyata (P>0,05) dibandingkan dengan proses kapasitasi serta reaksi akrosom
sapi simmental. Hasil ini membuktikan bahwa spermatozoa yang diperlukan untuk fertilisasi
persentase spermatozoa hidup berbagai semen (Hafez, 2004). Perbedaan tersebut
beku yang digunakan di wilayah kecamatan kemungkinan disebabkan oleh metode yang
Blang Bintang masih tergolong baik dan sangat digunakan, DeJarnet et al. (1992), dalam
layak untuk IB. Rata-rata persentase penilaian akrosom menggunakan metode
spermatozoa hidup semen beku pada penelitian penilaian apical ridge (bagian tudung
ini setara dengan yang ditemukan Nadir et al. akrosom), sehingga tidak diketahui apakah
(1993), pada sapi simmental menemukan rata- spermatozoa yang diamati dalam keadaan
rata persentase spermatozoa hidup segera hidup atau mati. Breuer dan Wells (1977),
setelah di thawing sebesar 60%. Rata-rata menggunakan metode pewarnaan namun tidak
persentase spermatozoa hidup yang diperoleh memisahkan spermatozoa yang mati dengan
dalam penelitian ini lebih rendah dibanding yang hidup. Dalam penelitian ini, spermatozoa
yang diperoleh peneliti sebelumnya, namun yang dikategorikan memiliki akrosom utuh
bila dikaitkan dengan cara perolehan semen harus dalam keadaan hidup, karena walaupun
beku untuk penelitian ini, yaitu dari pihak akrosomnya utuh tetapi bila spermatozoa
inseminator, maka dapat dipastikan bahwa dalam keadaan mati, maka spermatozoa
persentase spermatozoa yang hidup saat diuji tersebut tidak akan mampu membuahi sel telur.
di BIB Lembang lebih besar dari angka yang
diperoleh dalam penelitian ini. Tingkat Keberhasilan IB
Rata-rata persentase TAU spermatozoa Tingkat keberhasilan IB pada penelitian
pada semua sampel semen beku yang diperoleh ini diukur dari nilai angka konsepsi atau
pada penelitian ini berbeda diantara jenis conception rate (CR) 3 bulan setelah IB (IB
semen beku. Rata-rata TAU spermatozoa sapi bulan Februari sampai Mei 2017) berdasarkan
aceh lebih tinggi secara nyata (P<0,05) pengamatan tidak kembali birahi dan
dibandingkan dengan sapi simmental dan sapi dilanjutkan dengan pemeriksaan melalui
brahman, namun tidak berbeda secara nyata eksplorasi rektal. Rata-rata CR aseptor setelah
(P>0,05) dibandingkan dengan sapi bali. di IB dengan berbagai semen beku dari sapi
Rata-rata TAU spermatozoa sapi brahman aceh, sapi bali, sapi Simmental dan sapi
tidak berbeda secara nyata (P>0,05) brahman dapat dilihat pada Tabel 2.
dibandingkan dengan sapi simmental. Hasil ini
Tabel 2. Rata-rata (± SD) jumlah kebuntigan atau conception rate (CR)
lebih tinggi dibanding angka TAU sapi aseptor setelah di IB dengan semen beku dari sapi aceh,
spermatozoa yang dilaporkan oleh Taufik sapi bali, sapi simmental, dan sapi brahman
(2012) pada sapi potong yaitu 25,40 ± 4,67% Jenis semen beku
Parameter Sapi
dan yang ditemukan oleh De Jarnet et al. Simmental
Sapi Bali Sapi Aceh
(1992) adalah 43,29 ± 15,09%. Fenomena Jumlah Induk IB (ekor) 10 10 10
tersebut menunjukkan bahwa agar spermatozoa Induk Bunting (ekor) 6 9 9
mampu melakukan pergerakan progresif dan % Induk bunting 60 90 90
Perbandingan Kualitas Semen Beku Sapi Unggul dan Hubungannya dengan Tingkat Keberhasilan Inseminasi... (Khairul Fatah, S.Pt., et al)
15
dapat melakukan penetrasi, spermatozoa harus sperm, semakin baik kualitas embrio yang
mengalami proses kapasitasi terlebih dahulu, diperoleh sehingga mampu berkembang lebih
yaitu perubahan kandungan bagian permukaan lanjut.
spermatozoa sehingga lapisan fosfolipid
menjadi tidak stabil. Ketidakstabilan lapisan
KESIMPULAN DAN SARAN
fosfolipid membran plasma spermatozoa
menyebabkan terjadinya aktivasi kromosom Kesimpulan
yang merupakan awal terjadinya reaksi Berdasarkan hasil penelitian dan
akrosom. Reaksi akrosom meliputi bersatunya pembahasan dapat ditarik beberapa simpulan
membran plasma spermatozoa dengan bahwa terdapat perbedaan kualitas
membran akrosom bagian luar sehingga terjadi spermatozoa semen beku sapi simmental
peronggaan akrosom bagian anterior. Bersatu dengan sapi bali dan sapi aceh. Kualitas
dan terjadinya peronggaan bagian anterior spermatozoa semen beku sapi aceh, dan
akrosom menyebabkan terjadinya aktivasi sapi bali lebih baik dari pada sapi
enzim-enzim hidrolitik seperti hyaluronidase, simmental setelah thawing. Terdapat
proakrosin, esterase, aryl-sulfatase, β-N-acetyl
perbedaan kualitas spermatozoa semen
glucosamidase, dan “non spesifik acid
proteinase (Bazer et al., 1993). beku sapi simmental dengan sapi bali dan
Proses kapasitasi merupakan seleksi sapi aceh. Kualitas spermatozoa semen
guna mencegah terjadinya pembuahan oleh beku sapi aceh, dan sapi bali lebih baik dari
spermatozoa yang memiliki akrosom prematur. pada sapi simmental setelah thawing.
Dengan kata lain, reaksi akrosom hanya terjadi Terdapat hubungan yang erat antara
apabila membran akrosom yang dimiliki karakteristik sperma dalam semen beku
spermatozoa dalam keadaan utuh. Selain itu, dengan persentase CR (r = 0,918).
efek keutuhan tudung akrosom spermatozoa Keutuhan akrosom sperma sangat
terhadap persentase kebuntingan merupakan berpengaruh terhadap persentase CR.
bukti bahwa keutuhan tudung akrosom ikut
menentukan proses perkembangan zigot pada Saran
awal kebuntingan. Keutuhan tudung akrosom Untuk mendapatkan hasil yang lebih
spermatozoa diperkirakan berpengaruh akurat perlu dilakukan penelitian dengan
terhadap jumlah spermatozoa yang mampu memperbanyak jumlah sampel dan parameter
menembus daerah zona pellucida sel telur. lain seperti service per conception. Disarankan
Hafez (2004) mengemukakan bahwa kepada dinas terkait untuk mempertahankan
pada mamalia proses fertilisasi berlangsung nilai S/C dan angka kebuntingan hasil IB
dalam tiga tahap, yaitu migrasi spermatozoa dengan malakukan pencatatan yang lebih baik
diantara sel kumulus ovum, penembusan zona dan melakukan kontrol terhadap hasil
pellucida sel telur oleh spermatozoa dan kebuntingan serta menambah tenaga
diakhiri bersatunya membran tudung akrosom inseminator untuk memenuhi kebutuhan
spermatozoa dengan membran sel telur. lapangan.
Walaupun pada akhirnya hanya satu
spermatozoa yang akan mampu menembus
membran vitellin sel telur, namun dengan DAFTAR PUSTAKA
banyaknya spermatozoa yang memiliki tudung Bazer, F.W., Geisert, R.D. dan Zavy, M.T.
akrosom utuh maka jumlah spermatozoa yang 1993. Fertilization, Cleavage and
dapat menembus (terperangkap dalam) zona Implantation dalam E.S.E. hafez (ed).
pellucida, kemungkinan lebih dari satu Reproduction in Farm Animal. 5th
spermatozoa. Hunter et al. (1998) melaporkan Edition. Lea.
bahwa terdapat hubungan yang sangat erat
antara jumlah accessory sperm dengan kualitas Burk , D.J. dan Saling, P.M. 1992., Molecular
embrio. Semakin banyak jumlah accessory Mechanism of Fertilization and
Perbandingan Kualitas Semen Beku Sapi Unggul dan Hubungannya dengan Tingkat Keberhasilan Inseminasi... (Khairul Fatah, S.Pt., et al)
17