Anda di halaman 1dari 8

"Topeng Senja"

"Bude, beli kangkung satu ikat, bawang merah lima ribu". Aku sedang bercakap-cakap
dengan bude pemilik warung ketika seorang wanita berkulit gelap datang berbelanja.

"Sabar yah Neng!" Jawab bude Dayat, setelah menerima sejumlah uang yang disodorkan.
Ia menunggu sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada tanpa berkata apapun.

Dengan baju tidur kusut dan rambut kriting diikat seadanya, ia terlihat sangat cuek.
Diam-diam aku memandangnya dengan penasaran. Tiba-tiba ia melirikku, Mencoba
bersikap ramah, aku membalasnya dengan senyum. Ia tampak tidak asing bagiku.

"ini neng, belanjaannya". "Terima kasih!"

Ia melangkah pergi tanpa membalas senyumku. Aku kembali menatapnya hingga ia


menghilang di ujung gang. Seolah dengan begitu aku dapat mengenalinya.

"Heh, tidak sopan menatap orang seperti itu!" Tegur bude sambil kembali duduk di
samping ku.

"Siapa wanita itu? Aku baru melihatnya. Sombong sekali dia!"

"Namanya Ita."

" Dia tinggal di mana? Sejak kapan dia pindah ke kompleks ini?" Sebelum bude
menyelesaikan kalimatnya, aku sudah lanjut bertanya panjang lebar.

"Ahahahaha.." Tiba-tiba bude tertawa terbahak-bahak seolah aku sedang menceritakan


lelucon.

"loh, bude kenapa tertawa? apa ada yang lucu?" "Ahahahahaha.. ahaha.."

Pertanyaan ku membuat bude semakin tertawa terpingkal-pingkal, hingga ia hampir


terjatuh dari tempat duduknya. Pakde dan Dayat anaknya ikut tertawa terbahak-bahak.
Bude mulai menenangkan diri karena melihat wajahku semakin bingung dan kesal.

1
"Jili sayang, Ita itu penghuni lama di kompleks ini. Bahkan dia lebih dulu tinggal di sini
sebelum kami." Jelas bude sambil sesekali menahan tawa. Bude Dayat dan keluarganya
sudah tinggal di sini ketika kami sekeluarga datang.

"Ita itu anaknya tante Yanti, yang rumahnya di depan kost tempat kamu tinggal itu
looh." Sambung Pakde sambil menata barang jualannya.

Aku sudah satu tahun tinggal di rumah kost di kompleks ini. Dengan sifat ku yang
mudah bergaul, aku merasa sudah mengenal bahkan akrab dengan semua penghuni
kompleks. Tapi keluarga tante Yanti memang agak tertutup. Mereka jarang berinteraksi
dengan tetangga. Mereka sering bertengkar di rumah. Aku tahu karena suara mereka
terdengar sampai ke luar ketika bertengkar.

"oooh, pantas saja! "Apa yang pantas Mba?" Tanya Dayat ikut nimbrung dalam
percakapan.

"Pantas saja ia sombong! aku baru melihatnya. Selama ini dia ke mana? dia sudah kerja
atau masih kuliah?" Aku kembali menyerang bude dengan rentetan pertanyaan. Tiba-tiba
ia berjalan lewat di depan warung, membuat ku dan bude mematung. Pakde dan dayat
berpura-pura merapikan jualan yang sudah hampir satu jam dikerjakan tapi tidak unjung
selesai.

Wajah tanpa riasan dan lagi-lagi tanpa senyum. Namun rambutnya sudah tertata rapi.
Mengenakan kemeja biru dan rok hitam pendek yang ketat, ia tampak cantik dan sedikit
seksi. Ia menggendong tas ransel hitam yang tampak penuh sesak dan berat. Aku
mengiringinya berlalu dengan tatapan menyelidik. Sifat ku yang selalu ingin tahu bahkan
terrhadap hal sepele, sering membuat orang disekitar ku jengkel. Aku bahkan dijuluki
seksi sibuk oleh sahabat dan pacarku.

"Jili ayo buruan nanti kita telat loh!" Belum sempat mendapat jawaban, aku sudah
dijemput Ardi pacarku. Aku melirik arloji di tangan ku, Jarum jam menunjukan pukul 7.30
pagi.

2
"Kamukan, yang bikin kita telat!" Jawab ku dengan nada kesal sambil beranjak dari
tempat duduk menuju motor di depan warung. Sebenarnya nada kesal itu karena jengkel,
pertanyaanku belum dijawab tapi aku sudah dijemput.

"Bude, Pakde, kami pamit yah!" Motor segera melaju dengan kecepatan tinggi.

"Jil sayang, kamu hari ini tidak banyak kerjaan di kantorkan?" "Tidak, kenapa Di?"
"Nanti siang temani aku dong, jenguk tanteku di rumah sakit." "Katanya kamu mau
reunian sama teman-teman SMA kamu?" "Iyaa sayang, tapi Kita jenguk tanteku dulu,
setelah itu baru kita ke acara reuniannya! bisakan? Kamu temani aku yaah!" Rayunnya
dengan suara manja.

"yaah sudahlah aku temani, dari pada bosan di kantor!"

"Makasih sayang, nanti aku jemput jam 11 yah." Motor berhenti tepat di depan pintu
gerbang kantorku. "oke sayang, kamu hati-hati di jalan. Jangan ngebut loh! Nanti aku
bukannya jenguk tante mu, malah jagain kamu lagi!" "Ahahaha.." Tawanya sambil
menghidupkan motor dan ia pergi. Meninggalkanku dengan orang kantor yang sejak
tadi melihat kami. Seolah sedang menonton film komedi romantis, sejak tadi mereka
cengengesan dan terus bersiul. Tidak ada kerjaan di kantor, membuat gerak jarum jam
serasa seperti siput merayap. Sudah tidak betah lagi, jam 10.30 aku sudah menunggu
Ardi di depan gerbang. Tepat jam 11.00, ia datang menjemputku.

"Tantemu sakit apa?" "Ngga tau, sudah seminggu dia disini" Kami sudah tiba di Rumah
sakit dan sedang mencari ruangan tempat tante nya dirawat. "Ardi! hah, syukur kamu
datang nak." "Ooh Om Bram, akhirnya ketemu juga!" Kami menghampiri pria paruh
baya yang sedang berdiri di depan pintu sebuah ruang perawatan. Om dan keponakan itu
berpelukan. Tampaknya mereka sudah lama tidak bertemu.

"Tante Ayu sakit apa Om? ooh iya, kenalin Om, ini Jili pacarku." Ardi
memperkenalkanku pada Om Bram. "Tantemu sakit diabetes!" Jawab Om Bram sambil
mempersilahkan kami masuk setelah bersalaman dengan ku.

Kami disambut bau obat-obatan dan senyum lemah dari tantenya. Ruang persegi panjang
itu ditempati empat pasien. Kami bercakap-cakap setengah berbisik karena pasien lain

3
sedang istirahat. "Ardi kamu tolong belikan obat untuk tante mu yaah! Di rumah sakit
dan apotek sekitar sini tidak ada, jadi harus cari di tempat lain." Pinta Om Bram setelah
kami bercakap-cakap cukup lama. "Baik Om, mana resepnya?" Lima menit kemudian,
Ardi sudah meninggalkan kami. Aku memilih menemani Om dan tantenya karena cuaca
di luar sangat panas.

"Siang bu, permisi, kita periksa gula darahnya lagi yah, sebelum makan!" Seorang wanita
tersenyum ramah, menghampiri tante Ayu. Ia mengenakan kemeja biru dan rok hitam
dibalut jas putih. Sepertinya ia bukan perawat. "Aagh dokter muda, aku bosan disuntik
terus." "Habisnya ibu terlalu manis siih..! coba kalau ibu bagi-bagi manisnya ke dokter,
pasti ibu tidak akan disuntik!" "Ahahahaa.." kami semua tertawa mendengar gurauan
wanita itu yang ternyata seorang dokter muda.

Ia telaten mengerjakan tugasnya sambil bersenda gurau dengan tante Ayu. Aku pun
sesekali tertawa mendengarnya. "Hhmm.. sepertinya aku mengenal wanita ini," batin ku.
Wanita itu keluar sebentar lalu balik lagi membawa bungkusan kecil berisi obat.

"Bu Ayu, Obat ini diminum setelah makan!" "Obat yang tadi pagi dokter resepkan itu
bagaimana dok?" tanya Om Bram. "Kalau sudah ada, obat itu diminum malam sebelum
tidur. Bapak bantu awasi ibu minum obat yaah!" jawabnya dengan nada dan gaya
seorang dokter yang penuh wibawa. "Mba juga bantu biar ibu cepat pulang!" Tiba-tiba ia
menoleh ke arah ku sambil tersenyum lebar. Memperlihatkan deretan gigi yang rapi dan
bersih. "Ooh iya-iya, itu pasti dok!" Jawabku gelagapan, khawatir ia menyadari, aku
memperhatikannya dari tadi. Ia lalu pamit kembali ke ruangannya.

Tidak terasa sudah 2 jam, kami di sini. Ardi sudah kembali membawa obat dan makan
siang untuk tante Ayu dan om Bram. "Om, kami pamit yah!" Kami memohon diri
karena jam dua Ardi ada acara reunian. "iya nak, hati-hati di jalan!" "Terima kasih
sudah datang nak!" sambung tante Ayu lirih.

Ketika berjalan keluar, kami melewati sebuah ruangan. Aku berjalan setengah berlari
mengejar langkah Ardi yang tergesa-gesa. Papan bertuliskan "Ruang Dokter Muda"
tergantung didepan pintu ruangan itu yang setengah terbuka. Karena masih penasaran,
Aku melambatkan langkah dan melirik ke dalam. Mencari sosok dokter muda yang

4
ramah itu, kalau-kalau aku dapat mengenalinya. Dengan kaca mata yang sedari tadi
menempel di wajah, ia tampak sedang serius membaca.

"Aagh... Di mana aku pernah melihat wanita ini." Aku memilah-milah memori di kepala,
berusaha mengenali sosok wanita itu. "Jili sayang, ayo! kita sudah telat nih!" Ardi
menunggu di atas motor dengan wajah kesal. Percakapan bersama Ardi sepanjang
perjalanan mengalihkan ku dari rasa penasaran.

Kami tiba di sebuah kafe. Ardi mengajak ku masuk ke sebuah ruangan besar yang
disewa untuk acara reunian mereka. Di dalam sudah ada beberapa teman Ardi yang
datang. Mereka berpelukan dan saling menanyakan kabar. Ardi memperkenalkan ku pada
mereka. Beberapa temannya juga mengajak pasangan mereka. Suasana di dalam ruangan
sangat kekeluargaan. Aku tidak heran karena mereka pernah bersama-sama selama 3
tahun di sekolah berasrama. Ardi sering menceritakan masa-masa SMAnya kepada ku.
Termasuk seorang cewek spesial yang ia juluki topeng monyet.

Ruangan sudah penuh sesak dan agak ribut. Kendati demikian aku masih dapat
mendengar suara Ardi yang sedang bernostalgia bersama beberapa temannya di dekat
pintu masuk. Aku memilih duduk bersama para wanita di pojok ruangan. Aku dapat
melihat semua orang sambil bersantai menikmati makan siang.

Aku sedang melihat ke arah pintu masuk ketika pintu itu terbuka. Seorang wanita
mengenakan baju berwarna biru dan rok hitam, melangkah masuk. "Loh itu kan dokter
muda yang merawat tante Ayu!" Aku agak terkejut melihatnya. Ia berhenti sebentar di
depan pintu, melepas kacamata dan menyimpannya kedalam tas ransel hitam besar yang
digendongnya. "Tunggu dulu..! dia itu kan.."

"Heey.. Topeng monyet! Aku kira kamu tidak datang. Sudah lama kita tidak ketemu, aku
jadi kangen." Ardi menghampiri dan memeluknya.

"Uhuuk..uhuk.." Aku terbatuk-batuk karena tersedak, terkejut dengan apa yang aku lihat.
"Hampir saja aku memuntahkan sea food yang aku makan. "Astaga.. Ternyata dokter
muda itu temannya Ardi. Wanita spesial di masa SMAnya yang ia juluki topeng

5
monyet." Ardi tampak sangat gembira menyambutnya. Aku segera meninggalkan meja
menuju toilet.

"Dan ternyata, dia itu Ita. Wanita sombong yang tinggal satu kompleks dengan ku."
Kataku pada bayangan di cermin, menjelaskan kenyataan yang baru ku lihat. Ardi pernah
menunjukan padaku beberapa lembar foto mereka berdua. Karena itu aku merasa
mengenalnya saat bertemu di warung bude Dayat. Kacamata yang ia kenakan serta sikap
dan gaya bicaranya yang berbeda membuatku tidak mengenalinya saat di rumah sakit.

Aku menenangkan diri dan kembali bergabung bersama yang lain. "Jili sayang, Kenalin,
Ini Senjanita, panggilannya Senja, si topeng monyet yang pernah aku ceritakan!" "hemm..
pernah? bukannya sering kamu cerita!" timpalku dengan nada bercanda. "Halo.. tetangga!"
Sapanya ramah dengan senyum manis yang baru kulihat. Aku pun balas tersenyum.

"Hhhmm.. tetangga? kalian satu kompleks? kok kamu tidak cerita, Jill?" Ardi menatap
ku penuh tanda tanya. "Memangnya harus?" Balas Senja sinis, mereka berdua saling
bertatapan membuatku risih. "Jili aku tinggal ke sebelah sana yah!" Senja pamit,
mengakhiri tatapan Ardi yang tidak dapat ku mengerti.

Sepanjang acara, Ia bercakap-cakap dan bercanda bersama Ardi dan yang lainnya. Ia
tertawa lepas dan bertingkah konyol. Kadang berbicara dengan nada manja, kadang
marah-marah. Ia seperti bukan wanita yang ku lihat tadi pagi di warung bude Dayat
maupun di rumah sakit. Pukul 18.00 sore, acara selesai Ardi dan teman-temannya saling
berpamitan. Ardi mamandang ke sekeliling ruangan, aku tahu ia sedang mencari Senja.
Jadi aku keluar duluan, menunggunya di parkiran.

"Iya Bu aku mengerti, aku hanya malu pada mereka. Aku selalu berutang, selalu
dimarahi. Aku sekolah tapi tidak punya apa-apa. Aku malu bu."

Aku mencari-cari asal suara itu. Tampak, Senja sedang bercakap di telphone di balik
mobil. Ia sangat sedih, aku bisa melihatnya sedang menangis. "Iya Bu, aku akan
berusaha. Ibu banyak istirahat yaah. Obat yang aku kasih, dihabiskan. Kalau sudah ada
uang, ibu ke dokter. Jangan khawatirkan aku."

6
"Senja, kamu ngapain di situ?" Tiba-tiba Ardi datang menghampirinya. Ia buru-buru
menghapus air mata. "Kamu pulang sama siapa? aku antar pulang yah!" "Tidak usah
repot-repot, Di! Aku bawa motor sendiri kok." "yah sudah, kamu hati-hati dijalan. Jangan
ngebut!" "iya tau, Sok bijak kamu! Pergi sana, sudah ditungguin tuh!" ia menunjuk ke
arah ku sambil tersenyum jahil. Wajah sedih dan air matanya hilang entah kemana.

Sepanjang perjalanan pulang, kami tidak banyak bicara. Entah apa yang Ardi pikirkan.
Tapi aku masih memikirkan Senja. Wanita yang di kenal bernama Ita di kompleksku.
Tepat pukul 19.10 aku tiba di rumah. Perjalanan hari ini membuat ku sangat lelah. Tidak
butuh waktu lama untuk aku benar-benar terlelap.

Paginya, aku menjalani rutinitasku seperti biasa. Ketika aku sedang bercakap-cakap
bersama beberapa tetangga di pinggir jalan. tiba-tiba Senja berjalan lewat. Seperti biasa,
ia tidak senyum sedikitpun. Bahkan ia tidak melihat ke arah kami. "Halo Senja, selamat
pagi!" Aku menyapanya seramah mungkin. "Iya, selamat pagi!" Ia tersenyum sepintas lalu
berjalan pergi. Ia benar-benar berbeda. Jauh berbeda dari wanita yang aku lihat tadi
malam.

Seperti biasa, pukul 6.30 Ardi menjemputku menuju kantor. "Di, teman kamu itu
orangnya seperti apa siih?" Tanya ku dengan suara keras berusaha menandingi suara
motor. "Teman yang mana?" "Si Senja! Kenapa kamu juluki dia topeng monyet?"
"Sebelum aku jawab, menurut kamu sendiri, dia seperti apa?" Ardi balik bertanya
padaku. "Menurutku dia orang yang rumit. Oh iya, aku lupa beritahu kamu. Ternyata
Senja itu dokter muda yang merawat tante Ayu. Aku bertemu dengannya saat kamu
pergi beli obat." "Oh yah? jadi menurut kamu, dia orangnya seperti apa?" Tanya Ardi
lagi. Aku mengingat-ingat kejadian kemarin. "Entahlah, saat di kompleks, di rumah sakit,
dan di kafe dia seperti 3 orang yang berbeda." "Nah, sekarang kamu tau kan, kenapa
aku juluki dia topeng monyet!" Ardi tersenyum penuh arti ke arahku. Kami sudah
sampai di depan kantorku.

"Tapi aku menjulukinya wanita bertopeng!" Kataku sambil melangkah masuk ke kantor. Ia
seolah mengenakan topeng ajaib untuk menyesuaikan diri. Kadang ia gunakan untuk
melindungi diri dari rasa malu dan minder. Senja mengajari ku untuk tidak menilai

7
orang dari apa yang tampak di depan mata. "Serigala berbulu domba" adalah julukan
untuk orang bermuka dua. Tetapi bagi ku, Senja adalah "domba berbulu serigala"!

BIODATA PENULIS

Nama : SEYES. ORAIN

Alamat : kompleks tikungan, Jl.Buper Waena, Jayaoura Papua

No. Hp : 081344468468 / 082248262391

Email : Seyesorain@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai