Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan gawat darurat (emergency nursing) merupakan pelayanan keperawatan


yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit yang mengancam
kehidupan. Kegiatan pelayanan keperawatan menunjukkan keahlian dalam pengkajian pasien,
setting prioritas, intervensi krisis dan pendidikan kesehatan masyarakat (Krisanty,2009).

Fraktur merupakan salah satu contoh dari kegawatdaruratan. Fraktur adalah


diskontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan adanya kekerasan yang timbul
secara mendadak. Fraktur dapat terjadi dengan patahan tulang dimana tulang tetap berada di
dalam atau disebut fraktur tertutup atau di luar dari kulit yang disebut fraktur terbuka
(Krisanty,2009).

Fraktur tertutup dapat dilakukan pembidaian, dimana tujuannya untuk tetap


mempertahankan posisi tulang (BEM IKM FKUI, 2014). Menurut Sachdeva (1996), penyebab
fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu cedera traumatic, fraktur patologik dan secara spontan.

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2007 terdapat lebih dari delapan juta
orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan
fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki angka kejadian yang cukup tinggi yakni
insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh
cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalulintas dan trauma benda tajam/tumpul. Dari
45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829
kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127
trauma benda tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%). Menurut data
dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2010, kasus patah tulang mengalami peningkatan
setiap tahun sejak 2007. Pada 2007 ada 22.815 insiden patah tulang, pada 2008 menjadi 36.947,
2009 jadi 42.280 dan pada 2010 ada 43.003 kasus. Dari data tersebut didapatkan rata-rata angka
insiden patah tulang paha atas tercatat sekitar 200/100.000 pada perempuan dan laki-laki di atas
usia 40 tahun. Sedangkan menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) 50% patah tulang paha atas
akan menimbulkan kecacatan seumur hidup, dan 30% bias menyebabkan kematian (Pujitriono,
2015).

Fraktur akan bertambah jika tidak segera ditangani dengan adanya komplikasi yang
berlanjut diantaranya syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri,
infeksi, dan avaskulernekrosis. Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal union,
delayed union, non union atau bahkan perdarahan. Berbagai tindakan bias dilakukan di antaranya
rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Meskipun demikian masalah pasien fraktur tidak bisa
berhenti sampai itu saja dan akan berlanjut sampai tindakan setelah atau post operasi (Price,
2005).

Pada kegawatdaruratan fraktur tertutup dapat ditangani dengan pertolongan pertama yaitu
pembidaian. Pembidaian adalah memasang alat untuk imobilisasi dengan mempertahankan
kedudukan tulang yang patah (Krisanty,2009). .

B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Agar mahasiswa mengetahui teknik pembidaian pada kegawatdaruratan

2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi pembidaian
b. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pembidaian
c. Untuk mengetahui syarat-syarat pembidaian
d. Untuk mengetahui metode metode pembidaian
e. Untuk mengetahui prosedur pembidaian
BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Memasang bidai adalah memasang alat untuk immobilisasi atau mempertahankan kedudukan
tulang yang patah (Krisanty, 2009).

Pembidaian adalah Suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistim
muskuloskeletal untuk mengistirahatkan ( immobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami
cedera dengan menggunakan suatu alat.Sedangkan Bidai atau spalk adalah alat dari kayu,
anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau
menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi).

B. Tujuan
Tujuan dilakukannya pembidaian antara lain :

1) Mencegah pergerakan / pergeseran dari ujung tulang yang patah


2) Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang patah
3) Memberi istirahat pada anggota badan yang patah
4) Mengurangi rasa nyeri
5) Mempercepat penyembuhan

C. Indikasi
Indikasi dari pemasangan Bidai antara lain:
1. Adanya fraktur terbuka dan tertutup
2. Adanya kecurigaan terjadinya fraktur. Tanda adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada
salah satu bagian tubuh ditemukan:
a. Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat,
b. Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera
c. Bengkak
d. Perubahan bentuk / deformitas
e. Nyeri sumbu
f. Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
g. Kram otot di sekitar lokasi
3. Dislokasi persendian

D. Tipe-tipe bidai

1. Bidai rigid adalah bidai yang terbuat dari kayu, plastik, aluminium atau bahan lainnya
yang keras. Sebelum di pakai, bidai harus dilapisi terlebih dahulu

2. Bidai soft adalh bidai dari bantal, selimut, handuk, atau pembalut atau bahn yang lunak
lainnya

3. Bidai traksi adalah bidai yang digunakan untuk immobilisasi ujung tulang yang patah
dari fraktur femur.
E. Alat dan bahan pembidaian / pembalutan
1) Spalk / Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan
2) Elastic verban
3) Peniti
4) Pelindung diri (masker/sarung tangan)

F. Langkah – Langkah Dan Prinsip Pembidaian

1. Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah fraktur). Sendi
yang masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan di atas patah tulang.
Sebagai contoh, jika tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa
mengimobilisasi pergelangan kaki maupun lutut.
2. Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur maupun
dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai memaksakan gerakan.
Jika terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka pembidaian dilakukan apa adanya.
Pada trauma sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang di bagian proksimal
dan distal.
3. Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu dengan traksi
atau tarikan ringan ketika pembidaian. Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan
yang kuat, krepitasi, atau pasien merasakan peningkatan rasa nyeri, jangan
mencoba untuk melakukan traksi. Jika anda telah berhasil melakukan traksi, jangan
melepaskan tarikan sebelum ekstremitas yang mengalami fraktur telah terfiksasi
dengan baik, karena kedua ujung tulang yang terpisah dapat menyebabkan
tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk mencederai saraf atau pembuluh
darah.
4. Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama pada
daerah tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk mengisi
sela antara ekstremitas dengan bidai.
5. Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di bagian yang
luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni pada
beberapa titik yang berada pada posisi :
1. superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur
2. b. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama
3. c. inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur
4. d. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c)
6. Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga mengganggu
sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa pemasangan bidai telah
mampu mencegah pergerakan atau peregangan pada bagian yang cedera.
7. Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat
8. Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan
pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk
membidai, cedera pada tungkai bawah seringkali dapat dilindungi dengan
merekatkan tungkai yang cedera pada tungkai yang tidak terluka. Demikian pula
bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan merekatkan pada jari disebelahnya
sebagai perlindungan sementara.
9. Kantong es dapat dipasang dalam bidai dengan terlebih dahuludibungkus dengan
perban elastis. Harus diberikan perhatian khusus untuk melepaskan kantong es
secara berkala untuk mencegah “cold injury” pada jaringan lunak. Secara umum, es
tidak boleh ditempelkan secara terus menerus lebih dari 10 menit. Ekstremitas yang
mengalami cedera sebaiknya sedikit ditinggikan posisinya untuk meminimalisasi
pembengkakan.

G. Tehnik Pembidaian dalam berbagai lokasi cedera

1. Fraktur cranium dan tulang wajah

Pada fraktur cranium dan tulang wajah, hindarilah melakukan penekanan


pada tempat yang dicurigai mengalami fraktur. Pada fraktur ini harus dicurigai
adanya fraktur tulang belakang, sehingga seharusnya dilakukan imobilisasi tulang
belakang. Ada beberapa bidai khusus yang digunakan untuk fiksasi fraktur tulang
wajah (bersifat bidai definitif), namun tidak dibahas pada sesi ini karena biasanya
dilakukan oleh para ahli.

2. Pembidaian leher

Dalam kondisi darurat, bisa dilakukan pembidaian dengan pembalutan.


Pembalutan dilakukan dengan hati-hati tanpa menggerakkan bagian leher dan
kepala. Pembalutan dianggap efektif jika mampu meminimalisasi pergerakan
daerah leher.Jika tersedia, fixasi leher paling baik dilakukan menggunakan cervical
Collar

3. Tulang klavikula

Terapi definitif untuk fraktur klavikula biasanya dilakukan secara


konservatif yaitu dengan “ransel bandage”. Pembebatan yang efektif akan berfungsi
untuk traksi dan fiksasi, sehingga kedua ujung fragmen fraktur bisa bertemu
kembali pada posisi yang seanatomis mungkin, sehingga memungkinkan
penyembuhan fraktur dengan hasil yang cukup baik.

4.Lengan atas
Pasanglah sling untuk gendongan lengan bawah, sedemikian sehingga sendi siku
membentuk sudut 90%, dengan cara :

1. Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada siku, dan
puncak dari sling berada pada bahu sisi lengan yang tidak cedera. posisikan lengan
bawah sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-kira membentuk
sudut 10°). ikatlah dua ujung sling pada bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling,
dan sisipkan di sisi siku.
2. Posisikan lengan atas yang mengalami fraktur agar menempel rapat pada bagian sisi
lateral dinding thoraks.
3. Pasanglah bidai yang telah di balut kain/kassa pada sisi lateral lengan atas yang
mengalami fraktur.
4. Bebatlah lengan atas diantara papan bidai (di sisi lateral) dan dinding thorax (pada
sisi medial).
5. Jika tidak tersedia papan bidai, fiksasi bisa dilakukan dengan pembebatan
menggunakan kain yang lebar.

5.Lengan bawah

1) Imobilisasi lengan yang mengalami cedera


2) Carilah bahan yang kaku yang cukup panjang sehingga mencapai jarak antara siku
sampai ujung telapak tangan
3) Carilah tali untuk mengikat bidai pada lengan yang cedera
4) Flexi-kan lengan yang cedera, sehingga lengan bawah dalam posisi membuat sudut
90° terhadap lengan atas. Lakukan penekukan lengan secara perlahan dan hati-hati.
5) Letakkan gulungan kain atau benda lembut lainnya pada telapak tangan agar berada
dalam posisi fungsional
6) Pasanglah bidai pada lengan bawah sedemikian sehingga bidai menempel antara
siku sampai ujung jari
7) Ikatlah bidai pada lokasi diatas dan dibawah posisi fraktur. Pastikan bahwa
pergelangan tangan sudah terimobilisasi
8) Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan lengan yang dibidai
9) Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region distal dari lokasi
pembidaian, untuk memastikan bahwa pemasangan bidai tidak terlalu ketat
10) Pasanglah sling untuk menahan bagian lengan yang dibidai, dengan cara :
11) Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada siku, dan
puncak dari sling berada pada bahu sisi lengan yang tidak cedera. posisikan lengan
bawah sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-kira membentuk
sudut 10°). ikatlah dua ujung sling pada bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling,
dan sisipkan di sisi siku.

6. Tulang iga

Perhatian utama pada kondisi suspect fraktur costae adalah upaya untuk
mencegah bagian patahan tulang agar tidak melukai paru. Upaya terbaik yang bisa
dilakukan sebagai pertolongan pertama di lapangan sebelum pasien dibawa dalam
perjalanan ke rumah sakit adalah memasang bantalan dan balutan lembut pada dinding
dada, memasang sling untuk merekatkan lengan pada sisi dada yang mengalami cedera
sedemikian sehingga menempel secara nyaman pada dada.

7. Fraktur Tangan dan Pergelangan Tangan

Ekstremitas ini seharusnya dibidai dalam “posisi dari fungsi mekanik”, yakni
posisi yang senatural mungkin. Posisi natural tangan adalah pada posisi seperti
sedang menggenggam sebuah bola softball. Gulungan pakaian atau bahan bantalan
yang lain dapat diletakkan pada telapak tangan sebelum tangan dibalut.

8. Tulang punggung

Pasien yang dicurigai menderita fraktur tulang belakang/punggung, harus


dibidai menggunakan spine board atau bahan yang semirip mungkin dengan spine
board.
9. Fraktur Panggul

Fraktur panggul lebih sering terjadi pada orang tua. Jika seseorang yang berusia
tua terjatuh dan mengeluhkan nyeri daerah panggul, maka sebaiknya dianggap
mengalami fraktur. Apalagi jika pasien tidak bisa menggerakkan tungkai, atau
ditemukan pemendekan dan atau rotasi pada tungkai (biasanya kearah lateral).

Pemindahan pasien yang dicurigai menderita fraktur panggul harus


menggunakan tandu. Tungkai yang mengalami cedera diamankan dengan merapatkan
pada tungkai yang tidak cedera sebagai bidai. Anda bisa melakukan penarikan/traksi
untuk mengurangi rasa nyeri, jika perjalanan menuju rumah sakit cukup jauh, dan
terdapat orang yang bisa menggantikan anda saat anda sudah kelelahan.

10. Tungkai atas

Pada fraktur femur, bidai harus memanjang antara punggung bawah sampai
dengan di bawah lutut pada tungkai yang cedera. Traksi pada cedera tungkai lebih sulit,
dan resiko untuk terjadinya cedera tambahan akibat kegagalan traksi seringkali lebih
besar. Sebaiknya jangan mencoba untuk melakukan traksi pada cedera tungkai kecuali
jika orang yang membantu pembidaian telah siap untuk memasang bidai.

11. Fraktur/dislokasi sendi lutut

Cedera lutut membutuhkan bidai yang memanjang antara pinggul sampai


dengan pergelangan kaki. Bidai ini dipasang pada sisi belakang tungkai dan pantat.
12. Tungkai bawah

1. Imobilisasikan tungkai yang mengalami cedera untuk mengurangi nyeri


dan mencegah timbulnya kerusakan yang lebih berat
2. Carilah bahan kaku yang cukup panjang sehingga mencapai jarak antara
telapak tangan sampai dengan diatas lutut.
3. Carilah bahan yang bisa digunakan sebagai tali untuk mengikat bidai
4. Pastikan bahwa tungkai berada dalam posisi lurus
5. Letakkan bidai di sepanjang sisi bawah tungkai, sehingga bidai dalam
posisi memanjang antara sisi bawah lutut sampai dengan dibawah
telapak kaki
6. Pasanglah bidai pasangan di sisi atas tungkai bawah sejajar dengan
bidai yang dipasang di sisi bawah tungkai
7. Ikatlah bidai pada posisi diatas dan di bawah lokasi fraktur. Pastikan
bahwa lutut dan pergelangan kaki sudah terimobilisasi dengan baik
8. Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan lengan yang
dibidai.Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region distal
dari lokasi pembidaian, untuk memastikan bahwa pemasangan bidai
tidak terlalu keta

12. Tulang jari


Fraktur jari bisa dibidai dengan potongan kayu kecil atau difiksasi dengan merekatkan
pada jari di sebelahnya yang tidak terkena injury (buddy splinting)
13. Fraktur/dislokasi pergelangan kaki

1. Cedera pergelangan kaki terkadang bisa diimobilisasi cukup dengan


menggunakan pembalutan. Gunakan pola “figure of eight”: Dimulai dari sisi
bawah kaki, melalui sisi atas kaki, mengelilingi pergelangan kaki, ke belakang
melalui sisi atas kaki, kesisi bawah kaki, dan demikian seterusnya.
2. Bidai penahan juga bisa dipasang sepanjang sisi belakang dan sisi lateral
pergelangan kaki untuk mencegah pergerakan yang berlebihan. Saat
melalukan tindakan imobilisasi pergelangan kaki, posisi kaki harus selalu
dijaga pada sudut yang benar.

14. Telapak kaki


Fraktur/dislokasi jari kaki : Sebagai tindakan pertama, cedera pada jari kaki
sebaiknya dibantu dengan merekatkan jari yang cedera pada jari di sebelahnya

Anda mungkin juga menyukai