PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2007 terdapat lebih dari delapan juta
orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan
fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki angka kejadian yang cukup tinggi yakni
insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh
cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalulintas dan trauma benda tajam/tumpul. Dari
45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829
kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127
trauma benda tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%). Menurut data
dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) 2010, kasus patah tulang mengalami peningkatan
setiap tahun sejak 2007. Pada 2007 ada 22.815 insiden patah tulang, pada 2008 menjadi 36.947,
2009 jadi 42.280 dan pada 2010 ada 43.003 kasus. Dari data tersebut didapatkan rata-rata angka
insiden patah tulang paha atas tercatat sekitar 200/100.000 pada perempuan dan laki-laki di atas
usia 40 tahun. Sedangkan menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) 50% patah tulang paha atas
akan menimbulkan kecacatan seumur hidup, dan 30% bias menyebabkan kematian (Pujitriono,
2015).
Fraktur akan bertambah jika tidak segera ditangani dengan adanya komplikasi yang
berlanjut diantaranya syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri,
infeksi, dan avaskulernekrosis. Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal union,
delayed union, non union atau bahkan perdarahan. Berbagai tindakan bias dilakukan di antaranya
rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Meskipun demikian masalah pasien fraktur tidak bisa
berhenti sampai itu saja dan akan berlanjut sampai tindakan setelah atau post operasi (Price,
2005).
Pada kegawatdaruratan fraktur tertutup dapat ditangani dengan pertolongan pertama yaitu
pembidaian. Pembidaian adalah memasang alat untuk imobilisasi dengan mempertahankan
kedudukan tulang yang patah (Krisanty,2009). .
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi pembidaian
b. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pembidaian
c. Untuk mengetahui syarat-syarat pembidaian
d. Untuk mengetahui metode metode pembidaian
e. Untuk mengetahui prosedur pembidaian
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Memasang bidai adalah memasang alat untuk immobilisasi atau mempertahankan kedudukan
tulang yang patah (Krisanty, 2009).
Pembidaian adalah Suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistim
muskuloskeletal untuk mengistirahatkan ( immobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami
cedera dengan menggunakan suatu alat.Sedangkan Bidai atau spalk adalah alat dari kayu,
anyaman kawat atau bahan lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau
menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi).
B. Tujuan
Tujuan dilakukannya pembidaian antara lain :
C. Indikasi
Indikasi dari pemasangan Bidai antara lain:
1. Adanya fraktur terbuka dan tertutup
2. Adanya kecurigaan terjadinya fraktur. Tanda adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada
salah satu bagian tubuh ditemukan:
a. Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat,
b. Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera
c. Bengkak
d. Perubahan bentuk / deformitas
e. Nyeri sumbu
f. Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
g. Kram otot di sekitar lokasi
3. Dislokasi persendian
D. Tipe-tipe bidai
1. Bidai rigid adalah bidai yang terbuat dari kayu, plastik, aluminium atau bahan lainnya
yang keras. Sebelum di pakai, bidai harus dilapisi terlebih dahulu
2. Bidai soft adalh bidai dari bantal, selimut, handuk, atau pembalut atau bahn yang lunak
lainnya
3. Bidai traksi adalah bidai yang digunakan untuk immobilisasi ujung tulang yang patah
dari fraktur femur.
E. Alat dan bahan pembidaian / pembalutan
1) Spalk / Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan
2) Elastic verban
3) Peniti
4) Pelindung diri (masker/sarung tangan)
1. Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah fraktur). Sendi
yang masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan di atas patah tulang.
Sebagai contoh, jika tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa
mengimobilisasi pergelangan kaki maupun lutut.
2. Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur maupun
dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai memaksakan gerakan.
Jika terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka pembidaian dilakukan apa adanya.
Pada trauma sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang di bagian proksimal
dan distal.
3. Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu dengan traksi
atau tarikan ringan ketika pembidaian. Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan
yang kuat, krepitasi, atau pasien merasakan peningkatan rasa nyeri, jangan
mencoba untuk melakukan traksi. Jika anda telah berhasil melakukan traksi, jangan
melepaskan tarikan sebelum ekstremitas yang mengalami fraktur telah terfiksasi
dengan baik, karena kedua ujung tulang yang terpisah dapat menyebabkan
tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk mencederai saraf atau pembuluh
darah.
4. Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama pada
daerah tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk mengisi
sela antara ekstremitas dengan bidai.
5. Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di bagian yang
luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni pada
beberapa titik yang berada pada posisi :
1. superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur
2. b. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama
3. c. inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur
4. d. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c)
6. Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga mengganggu
sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa pemasangan bidai telah
mampu mencegah pergerakan atau peregangan pada bagian yang cedera.
7. Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat
8. Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan
pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk
membidai, cedera pada tungkai bawah seringkali dapat dilindungi dengan
merekatkan tungkai yang cedera pada tungkai yang tidak terluka. Demikian pula
bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan merekatkan pada jari disebelahnya
sebagai perlindungan sementara.
9. Kantong es dapat dipasang dalam bidai dengan terlebih dahuludibungkus dengan
perban elastis. Harus diberikan perhatian khusus untuk melepaskan kantong es
secara berkala untuk mencegah “cold injury” pada jaringan lunak. Secara umum, es
tidak boleh ditempelkan secara terus menerus lebih dari 10 menit. Ekstremitas yang
mengalami cedera sebaiknya sedikit ditinggikan posisinya untuk meminimalisasi
pembengkakan.
2. Pembidaian leher
3. Tulang klavikula
4.Lengan atas
Pasanglah sling untuk gendongan lengan bawah, sedemikian sehingga sendi siku
membentuk sudut 90%, dengan cara :
1. Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada siku, dan
puncak dari sling berada pada bahu sisi lengan yang tidak cedera. posisikan lengan
bawah sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-kira membentuk
sudut 10°). ikatlah dua ujung sling pada bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling,
dan sisipkan di sisi siku.
2. Posisikan lengan atas yang mengalami fraktur agar menempel rapat pada bagian sisi
lateral dinding thoraks.
3. Pasanglah bidai yang telah di balut kain/kassa pada sisi lateral lengan atas yang
mengalami fraktur.
4. Bebatlah lengan atas diantara papan bidai (di sisi lateral) dan dinding thorax (pada
sisi medial).
5. Jika tidak tersedia papan bidai, fiksasi bisa dilakukan dengan pembebatan
menggunakan kain yang lebar.
5.Lengan bawah
6. Tulang iga
Perhatian utama pada kondisi suspect fraktur costae adalah upaya untuk
mencegah bagian patahan tulang agar tidak melukai paru. Upaya terbaik yang bisa
dilakukan sebagai pertolongan pertama di lapangan sebelum pasien dibawa dalam
perjalanan ke rumah sakit adalah memasang bantalan dan balutan lembut pada dinding
dada, memasang sling untuk merekatkan lengan pada sisi dada yang mengalami cedera
sedemikian sehingga menempel secara nyaman pada dada.
Ekstremitas ini seharusnya dibidai dalam “posisi dari fungsi mekanik”, yakni
posisi yang senatural mungkin. Posisi natural tangan adalah pada posisi seperti
sedang menggenggam sebuah bola softball. Gulungan pakaian atau bahan bantalan
yang lain dapat diletakkan pada telapak tangan sebelum tangan dibalut.
8. Tulang punggung
Fraktur panggul lebih sering terjadi pada orang tua. Jika seseorang yang berusia
tua terjatuh dan mengeluhkan nyeri daerah panggul, maka sebaiknya dianggap
mengalami fraktur. Apalagi jika pasien tidak bisa menggerakkan tungkai, atau
ditemukan pemendekan dan atau rotasi pada tungkai (biasanya kearah lateral).
Pada fraktur femur, bidai harus memanjang antara punggung bawah sampai
dengan di bawah lutut pada tungkai yang cedera. Traksi pada cedera tungkai lebih sulit,
dan resiko untuk terjadinya cedera tambahan akibat kegagalan traksi seringkali lebih
besar. Sebaiknya jangan mencoba untuk melakukan traksi pada cedera tungkai kecuali
jika orang yang membantu pembidaian telah siap untuk memasang bidai.