Oleh:
Pendamping :
dr. Ike Indrayani
dr. Dyah Ayu Retnaningtyas
I. IDENTITAS
Nama : Ny. W
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Nglanjuk, Cepu
No CM : 14.50.79
Tanggal masuk : 17 Juni 2019
Tanggal keluar : 18 Juni 2019
Ruang rawat : VK-Wijaya Kusuma
II. PEMERIKSAAN
A. Anamnesis
Keluhan Utama
Status Reproduksi
Riwayat Obstetrik
Bumil G1P0A0 TP 10 Juni 2019
Prenatal care : 3x bidan, 2x dokter spesialis
Umur kehamilan : 41 minggu
Jumlah anak premature : -
Partus terakhir :-
Abortus terakhir :-
Riwayat DM (-)
Riwayat HT (-)
Riwayat HT (+) : Ayah
B. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 17 Juni 2019
Status Generalis
KU : tampak kesakitan, kooperatif
Kesadaran : composmentis
Tanda Vital : TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20x/menit
Suhu : 36,7ºC ( axilla )
Kepala : mesocephal
Mata : conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : nafas cuping (-), sekret (-), septum deviasi (-).
Telinga : discharge (-/-),nyeri tekan (-/-)
Mulut : bibir anemis (-), sianosis (-), dapat terbuka lebar.
Tenggorok : T1-T1, faring hiperemis (-), uvula ditengah.
Leher : simetris, trakhea ditengah, pembesaran limfonodi (-)
Thorax
Pulmo
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Cor
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SICV 2cm Linea Midclavikula
Sinistra medial
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : suara jantung I-II murni, bising (-), gallop (-).
Abdomen
Lihat pemeriksaan obstetrik
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral hangat -/- -/-
-/- -/- -/-
Anemis -/- -/-
Sianosis -/- +/+
Edema non pitting
+/
-/
PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar
Leopold: Tinggi fundus uteri 31 cm, letak memanjang, punggung kanan,
presentasi kepala, His -, DJJ 130 x/menit, TBJ 2945 gram.
Pemeriksaan Dalam
Vaginal touche: Pembukaan (-), ketuban (-).
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 17 Juni 2019
Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Normal
Hematologi
Golongan darah B A/B/AB/O
Hemoglobin 13.5 12-14 g/dl
Hematokrit 42.2 37-43%
Leukosit 6.92 4-10x103/ul
Trombosit 277 150-400x103/ul
Eritrosit 4.82 3.5-4.5x106/ul
MCV 87.4 81-99 fl
MCH 28 28-33 pg
MCHC 32 32-36g/dl
Kimia Darah
GDS 126 <180 mg/dl
Imuno-Serologi
HBs Ag Negative Negative
G1P0A0 hamil 41 minggu dengan ketuban pecah dini 7 jam JTH Preskep
IV. PENATALAKSANAAN
Terapi Konservatif
Terapi Farmakologis
Inf. RL 10 tpm
Drip oxytosin 5 IU 4 tpm
V. PROGNOSIS
17 Juni 2019
Pukul. 17.00 WIB
Pembukaan lengkap.
Pasien dipimpin mengedan dan dilakukan episiotomi.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans
(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai
kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya
efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda
awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada
primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban
dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm
sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini
aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini
preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari
12 jam maka disebut prolonged PROM.2
ETIOLOGI
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas
yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar.
Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan
kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar
kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta,
fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana
sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion
sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya
infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim
protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini
menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran
mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.4
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara
lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup
untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri
patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi
neonatal akan meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan
preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat
seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian
terakhir menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase merupakan enzim
spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai
elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.2
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari
kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat
meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak
langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan
prematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan
KPD, namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain,
seperti : hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH
vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan
mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.2
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-
10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan
21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio
berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko
morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat terjadi
sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%.
Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus
KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat
baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan,
3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada
ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden
sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.2
PATOFISIOLOGI
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang
ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler pada selaput ketuban.6
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease
yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.2
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon
terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin,
MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan
tumor nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan
aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon
inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang
diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan
iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri
tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor
prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi
juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat
perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat
dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara
produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam
persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis
kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan
MMP-33. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining
klasik, yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur
rektal lebih 38°C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit,
peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.2
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler
pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan
konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada
fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron
akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar
yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein
hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat
diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai
aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol
dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin.
Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban
manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.2
DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal
atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis
yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi
yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu,
diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau mengeluarkan
cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau kecoklatan
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan
tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak
sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus.
Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu.4
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya
nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang
diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan
perkiraan ukuran janin dan presentasi.4
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi
janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus
dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada
keputusan untuk melahirkan.8
4. Pemeriksaan penunjang
Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah
menjadi biru.
Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm 3 kemungkinan
ada infeksi.
USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin,
letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara
dini atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau
peningkatan suhu, denyut jantung janin akan meningkat.
Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin
dan fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru
janin.4
PENATALAKSANAAN
Konservatif
Rawat di rumah sakit.
Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.9
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.9
KOMPLIKASI
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi
dalam 1 minggu.1
Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara
umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten.1
DAFTAR PUSTAKA