Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Pendidikan Agama dan Islam


“Etika Berpolitik (Siyasah) dan Masyarakat Madani”
Dosen : Qoriah A. Siregar, M.A.

KELOMPOK 5

1. FITRI RIZKIYANTI (A016003)


2. SHAQINA RAHMIATUL JANNAH (A0160010)
3. TRIADI KURNIAWAN (A016020)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia merupakan sebuah Negara yang mayoritas penduduknya
memeluk Agama Islam. Bahkan jumlah umat Islam di Indonesia
merupakan yang terbanyak diantara negara-negara di dunia sekarang ini.
Dalam porsi penduduk muslim yang sebanyak itu, Indonesia mengalami
kesulitan yang cukup serius dalam membangun hubungan politik antar
Agama (Islam) dengan Negara.
Islam merupakan agama yang komprehensif, dimana didalamnya
terdapat system politik dan ketatanegaraan, system ekonomi, system social
dan sebagainya. Sebagai ajaran yang komprehensif Islam juga merupakan
agama yang tidak dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu, tidak mengenal
sekat-sekat geografis, penyempurna agama-agama sebelumnya juga
berlaku sampai kapan pun, tak peduli di zaman teknologi secanggih apa
pun, Islam tetap akan berfungsi sebagai pedoman hidup manusia.
Etika berpolitik yang baik dan sesuai dengan ajaran islam, tentu akan
berdampak baik terhadap aspek kehidupan salah satunya adalah
terciptanya masyarakat madani. Masyarakat madani adalah masyarakat
beradab dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, serta ingin untuk terus
maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan tekonologi. Konsep
masyarakat madani tersebut merujuk pada sistem sosial yang berasaskan
pada prinsip moral yang menjamin keberlangsungan hak asasi manusia
dan kestabilan masyarakat.
Ada banyak factor yang dapat mendukung terbentuknya hubungan baik
politik negara dengan ajaran yang sesuai dengan aturan agama islam, yaitu
seperti system politik dan system kepemimpinan yang dapat juga
berpengaruh pada pembentukan masyarakat madani terutama di negara
Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sistem politik (Siyasah) yang dianjurkan oleh ajaran islam?
2. Bagaimana hubungan etika berpolitik (siyasah) dengan terbentuknya
masyarakat madani?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana Sistem politik (Siyasah) yang dianjurkan
oleh ajaran islam
2. Untuk mengetahui hubungan etika berpolitik (siyasah) dengan
terbentuknya masyarakat madani
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Siyasah (Etika Berpolitik)

Kata “siyâsah” dalam islam lebih dikenal dengan ‘fiqh siyasah’ yang
tulisan bahasa Arabnya adalah ‫ ”“الفقه السياسي‬berasal dari dua kata yaitu kata
fiqih (‫ )الفقه‬dan yang kedua adalah al-siyâsî (‫)السياسي‬.
Kata fiqih secara bahasa adalah faham. Ini seperti yang diambil dari ayat Al-
Qur’an {‫}قالوا يا شعيب ما نفقه كثيرا مما تقققول‬, yang artinya “kaum berkata: Wahai
Syu’aib, kami tidak memahami banyak dari apa yang kamu bicarakan”.
Secara istilah, menurut ulama usul, kata fiqih berarti: {‫العلققم بالحأكققام‬
‫ }الشرعية العملية المكتسب مققن أدلتهققا التفصققيلية‬yaitu “mengerti hukum-hukum syariat
yang sebangsa amaliah yang digali dari dalil-dalilnya secara terperinci
Sedangkan al-siyâsî pula, secara bahasa berasal dari “– ‫ساس – يسققوس‬
‫ ”سياسة‬yang memiliki arti mengatur (‫دببر‬/‫)أمر‬, seperti di dalam hadis: “‫كان بنو‬
‫”إسرائيل يسوسهم أنبياؤهم أي تتولى أمققورهم كمققا يفعققل المققراء والققولةا بالرعيققة‬, yang berarti:
“Adanya Bani Israil itu diatur oleh nabi-nabi mereka, yaitu nabi mereka
memimpin permasalahan mereka seperti apa yang dilakukan pemimpin pada
rakyatnya”. Bisa juga seperti kata-kata “‫ساس زيد المر أي يسوسه سياسة أي دبره وقام‬
‫ ”بأمره‬yang artinya: “Zaid mengatur sebuah perkara yaitu Zaid mengatur dan
mengurusi perkara tersebut”. Sedangkan kata mashdar-nya yaitu siyâsah itu
secara bahasa bermakna: “‫ ”القيام علققى الشققيء بمققا يصققلحه‬yang artinya “bertindak
pada sesuatu dengan apa yang patut untuknya”.
Secara terminologis dalam lisan Al-Arab, Siasah adalah mengatur atau
memimpin sesuatu dengan cara membawa kepada kemaslahatan. Sedangkan
di dalam Al-Munjid di sebutkan, Siasah adalah membuat kemaslahatan
manusia dengan membimbing mereka ke jalan yang menyelamatkan. Dan
siasah adalah ilmu pemerintahan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan
luar negeri, yaitu politik dalam negeri dan pilitik luar negeri serta
kemasyarakatan, yakni mengatur kehidupan atas dasar keadilan dan istiqomah.

Siyasah ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu:


1. Siyasah Dusturiyah
2. Siyasah Maliyah
3. Siyasah Dauliyah
4. Siyasah Harbiyah

1. Siyasah Dusturiyah
Siyasah Dusturiyah menurut tata bahasanya terdiri dari dua
suku kata yaitu Siyasah itu sendiri serta Dusturiyah. Arti Siyasah dapat kita
lihat di pembahasan diatas, sedangkan Dusturiyah adalah undang-undang atau
peraturan. Secara pengertian umum Siyasah Dusturiyah adalah keputusan
kepala negara dalam mengambil keputusan atau undang-undang bagi
kemaslahatan umat.

2. Siyasah Maliyah
Arti kata Maliyah bermakna harta benda, kekayaan, dan harta. Oleh
karena itu Siyasah Maliyah secara umum yaitu pemerintahan yang mengatur
mengenai keuangan negara.
Siyasah Maliyah adalah hak dan kewajiban kepala negara untuk
mengatur dan mengurus keungan negara guna kepentingan warga negaranya
serta kemaslahatan umat. Pulungan (2002, hal:40) mengatakan bahwa Siyasah
Maliyah meliputi hal-hal yang menyangkut harta benda negara (kas negara),
pajak, serta Baitul Mal.

3. Siyasah Dauliyah
Dauliyah bermakna tentang daulat, kerajaan, kekuasaan, wewenang,
serta kekuasaan. Sedangkan Siyasah Dauliyah bermakna sebagai kekuasaan
kepala negara untuk mengatur negara dalam hal hubungan internasional,
masalh territorial, nasionalitas, ekstradisi tahanan, pengasingan tawanan
politik, pengusiran warga negara asing. Selain itu juga mengurusi masalah
kaum Dzimi, perbedaan agama, akad timbal balik dan sepihak dengan kaum
Dzimi, hudud, dan qishash (Pulungan, 2002. hal:41).
4. Siyasah Harbiyah
Harbiyah bermakna perang, secara kamus Harbiyah adalah perang,
keadaan darurat atau genting. Sedangkan makna Siyasah Harbiyah adalah
wewenang atau kekuasaan serta peraturan pemerintah dalam keadaan perang
atau darurat.

B. Diskursus hubungan antara agama dan negara

Diskursus mengenai hubungan antara agama (al-din) dan negara (al-


dawlah), merupakan salah satu subyek yang hangat diperdebatkan di kalangan
para pemikir Muslim sejak dahulu hingga saat ini. Berbagai riset pun telah dilakukan
di beberapa negara tentang keselarasan antara ajaran Islam dengan konsep
dan kultur politik masyarakat muslim. Namun, karena tingkat penetrasi Islam ke
dalam negara dan politik berbeda-beda, maka timbul kesulitan untuk
menentukan sebuah negara yang menjadi pola dasar negara Islam. Perdebatan yang
terjadi di dunia Islam modern tentang agama dan negara telah melahirkan
pemikir Muslim, baik dari kelompok yang mendukung penyatuan agama dan
negara serta yang berupaya memisahkankan agama dan negara maupun
yang mencoba mengambil jalan tengah di antara keduanya.
Secara garis besar, kelompok-kelompok tersebut meskipun memiliki
konsep yang berbeda beda mengenai hubungan agama dan negara namun
sama-sama mengakui pentingnya prinsip-prinsip Islam dalam
setiap aspek kehidupan, karena Islam selalu memberikan panduan moral
yang benar bagi tindakan manusia (Azra,1996). Namun demikian, keduanya
tetap mempunyai penafsiran yang jauh berbeda terhadap ajaran Islam dan
kesesuaiannya dengan kehidupan modern. Kelompok pertama beranggapan
bahwa Islam harus menjadi dasar negara, syariah harus menjadi onstitusi
negara dan kedaulatan ada di tangan Tuhan. Sedangkan kelompok kedua
beranggapan bahwa Islam tidak meletakkan suatu pola baku tentang teori
negara atau sistem politik yang harus dijalankan oleh umat Islam. Dengan kata
lain, kelompok pertama adalah pendukung gagasan penyatuan agama dan
negara, sedangkan kelompok kedua merupakan pendukung gagasan pemisahan
agama dan negara. Bagi kelompok pertama, sistem politik modern (yang
dipahami oleh kelompok kedua) diletakkan pada posisi yang berlawanan dengan
ajaran Islam. Salah satu pemikir utama yang mendukung ide penyatuan agama
dan negara adalah Abu al-A’la al-Mawdudi seorang pendiri Jama’ah Islamiyyah.
Al-Mawdudi, dianggap oleh Charles Adam, sebagai seorang yang aling efektif dalam
menciptakan sentimen bagi berdirinya Negara Islam setelah pemisahan Negara.
India dan berdirinya Negara Pakistan (Adam, 1997). Setidaknya ada dua hal
yang mempengaruhi pemikiran al-Mawdudi yang banyak dipengaruhi
kondisi sosial politik ini yaitu:
Pertama, keadaan rakyat India yang tertindas dan terbelakang, termasuk di
dalamnya umat Islam. Kedua, kenyataan dari adanya kelebihan dan kemajuan Barat,
yang menjajah India dan sebagian besar dunia Islam (Nasr, 1995).

C. Kepemimpinan
a) Urgensi Pemimpin
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak mungkin dapat hidup seorang
diri. Kebutuhan hidupnya yang beraneka ragam akan menuntutnya untuk
senantiasa berinteraksi dengan manusia lain. Perbedaan pendapat, ambisi, dan
kepentingan masing-masing pihak yang muncul dalam proses interaksi tersebut
tidak menutup kemungkinan akan memicu lahirnya konflik, pertikaian,
penindasan, peperangan, dan pembunuhan atau pertumpahan darah, yang pada
gilirannya nanti bisa berimplikasi pada terjadinya kehancuran total dalam
berbagai dimensi kehidupan umat manusia itu sendiri.
Untuk dapat menghindari kemungkinan terjadinya hal serupa itu dan
agar kehidupan dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik, tertib, aman,
damai dan teratur, maka perlu dipilih seorang pemimpin yang akan memandu
rakyat menggapai segala manfaat sekaligus menghindarkan mereka dari berbagai
mafsadat.
Kesadaran tentang betapa perlunya kehadiran seorang pemimpin inilah
agaknya yang menyebabkan mengapa beberapa orang sahabat senior dari
kalangan Anshar, utamanya Basyir Ibn Sa’ad dan Asid Ibn Khudair juga Umar
Ibn Khattab dan Abu Bakar al-Siddiq dari kalangan muhajirin yang berkumpul di
Saqifah Bani Sa’idah setelah wafatnya nabi, lebih mendahulukan pergantian
khalifah dari pada mengurus pemakaman nabi.
b) Hukum memilih pemimpin

Menurut kaum sunni hukum pengangkatan pemimpin yaitu fardhu kifayah,


karena itu seluruh umat islam berdosa bila tidak melakukannya, namun bila ada yang
mewakilinya, umat islam yang lain terlepas dari dosa akibat meninggalkannya. Ibnu
Khaldun berpendapat bahwa, mengangkat pemimpin (kepala negara) itu merupakan
kewajiban berdasarkan syari’at karena telah ada ijma’ sahabat dan tabi’in mengenai hal
itu.
Di dalam al-Qur’an juga telah diperintahkan untuk mentaati pemimpin,
sebagaimana yang terdapat dalam Q.S an-Nisa: 59
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda “Setiap kalian adalah
pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, dan
imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya, dan suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan
dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, dan istri adalah pemimpin
didalam rumah tangganya dan akan dimintai pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya, dan pembantu adalah pemimpin atas harta majikannya dan
akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari dan
Muslim)
c) Syarat-syarat Pemimpin
Syarat-syarat pemimpin menurut Islam, yaitu:
1. Islam
Syarat ini ditemukan dalam firman Allah dalam surah An-Nisaa’ ayat
59, disimpulkan dari kata minkum ( di antara kamu ), yang oleh para
pendukung syarat ini selalu ditafsirkan menjadi minkum ayyuhalmuslimun,
yang berarti dari kalanganmu sendiri, wahai orang-orang yang muslim.
2. Laki Laki
3. Baligh dan Berakal
4. Adil
5. Amanah
6. Kuat fisik dan mental serta memiliki wawasan luas

D. Masyarakat Madani
Wacana masyarakat madani mulai popular sekitar awal tahun 90-an di
Indonesia dan masih terdengar asing pada sebagian dari kita.
Konsep ini awalnya berkembang di Barat, dan berakhir setelah
lama terlupakan dalam perdebatan wacana sosial modern, dan
kemudian mengalami revitalisasi terutama ketika Eropa timur
dilanda gelombang reformasi di tahun-tahun pertengahan 80-an
hingga 90-an. Mengenai wacana tentang masyarakat
madani masih dalam perdebatan, namun beberapa kalangan
ada yang berpendapat bahwa masyarakat madani adalah
persamaan dari kata civil society.

Ciri-Ciri/Karakteristik Umum Masyarakat Madani:


 Diakui semangat pluralisme. Artinya plularis menjadi sebuah
keniscayaan yang tidak dapat dielakkan, sehingga plularitas
telah menjadi suatu kaidah yang abadi.
 Sikap toleran antara sesama agama dan umat agama lain. Sikap
toleran merupakan sikap suka mendengar, dan menghargai
pendapat dan juga pendirian orang lain.
 Tegaknya prinsip demokrasi. Demokrasi tidak sekedar
kebebasan dan persaingan, demokrasi juga pilihan untuk
bersama-sama membangun, dan memperjuangkan masyarakat
untuk semakin sejaktera.

Ciri-Ciri/Karakteristik Masyarakat Madani Menurut Bahmuller (1997)

 Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok


eksklusif ke dalam masyarakat dengan kontak sosial dan
aliansi sosial.
 Menyebarkan kekuasaan sehingga kepentingan-kepetingan
yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh
kekuatan-kekuatan alternatif.
 Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara
karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu
memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan
pemerintah.
 Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust)
sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan
orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri (individualis).
 Adanya kebebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-
lembaga sosial dengan berbagai perspektif.

Syarat Masyarakat Madani


Terdapat tujuh syarat masyarakat madani antara lain sebagai berikut..
 Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan juga kelompok yang
berada di dalam masyarakat.
 Berkembangnya human capital (modal manusia) dan social capital (modal
sosial) yang kondusif untuk terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-
tugas kehidupan an terjalinnya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.
 Tidak adanya diskriminasi dalam setiap bidang pembangunan atau terbukanya
akses berbagai pelayanan sosial
 Adanya Hak, kemampuan, dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-
lembaga swadaya untuk terlibat dalam setiap forum, sehingga isu-isu
kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
 Adanya persatuan antarkelompok di masyarakat serta tumbuhnya sikap saling
menghargai perbedaan antarbudaya dan kepercayaan.
 Terselenggaranya sistem pemerintahan yang lembaga-lembaga ekonomi
hukum, sosial berjalansecara produktif dan berkeadilan sosial
 Adanya jaminan, kepastian, dan kepercayaan dari setiap jaringan-jaringan
kemasyarakatan sehingga terjalinnya hubungan dan komunikasi antara
masyarakat secara teratur, terbuka dan terperacaya.

Unsur-Unsur Masyarakat Madani


Unsur-Unsur Masyarakat Madani - Masyarakat Madani tidak muncul dengan
sendirinya. Ia menghajatkan unsur-unsur sosial sebagai prasyarat terwujudnya tatanan
masyarakat madani. Beberapa unsur pokok masyarakat madani adalah sebagai
berikut..

 Adanya wilayah publik yang luas, adalah ruang publik yang bebas sebagai
sarana mengemukakan pendapat warga masyarakat.
 Demokrasi, ialah prasyarat mutlak keberadaan civil society yang murni
(genuine).
 Toleransi, ialah sikap saling menghargai dan meghormati adanya perbedaan
pendapat
 Pluralisme, ialah tidak hanya sebagai batas sikap dan menerima kenyataan
sosial yang beragam tapi disertai dengan sikap tulus menerima perbedaan dan
rahmat tuhan yang bernilai positig bagi kehidupan masyarakat.
 Keadilan sosial, adalah keseimbangna dan pembagian yang proporsional atas
hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mengenai seluruh aspek
kehidupan; ekonomi, pilitik, pengetahuan dan kesempatan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Siyasah
Istilah politik berasal dari kata politics ( bahasa inggris) yang bermakna
mengatur, strategi, cara, dan jalan untuk meraih kekuasaan. Dalam islam
istilah politik dikenal dengan siyasah syar’iyyah yang kemudian populer
diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia dengan politik islam. Secara bahasa
siyasat berasal dari kata sa-sa yang berarti mengatur, mengurus, memerintah,
memimpin, mengarahkan dan mengendalikan sesuatu. Definisi ini selaras
denganfirman Allah SWT, sebagai berikut:

‫س عأن تعدحمكممققودا إبادلععققددإل إإنن‬ ‫اع يعأدمممرمكدم عأن متؤُددودا الععماعنا إ‬


‫ت إإعلى أعدهلإعها عوإإعذا عحأعكدممتم بعديققعن الننققا إ‬ ‫إإنن ب‬
-٥٨- ‫صيراا‬ ‫اع عكاعن عسإميعا ا بع إ‬ ‫اع نإإعنما يعإعظممكم بإإه إإنن ب‬
‫ب‬
Dan apabila kamu berhukum (menjatuhkan putusan) diantara manusia, maka
hendaklah kamu memutuskan dengan adil (QS An-Nisa’[4]:58).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa tiap manusia ketika mendapat suatu
masalah memang harusnya mengatur, mengurus, memimpin, mengarahkan dan
mengendalikan itu sendiri.

B. Hubungan Negara dengan agama


Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan
diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah, yang umumnya memiliki kedaulatan.
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan
pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari
kehidupan.

Dalam negara terkhusus negara Indonesia, setiap manusia dipedomankan


Pancasila yang dimana di dalamnya terdapat poin agar tiap manusia memiliki agama
yaitu pada sila 1 pancasila. Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di
Indonesia juga ada pada konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”):
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”

Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga
diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal
29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-
tiap penduduknya untuk memeluk agama.

Dalam islam, setiap manusia juga diperintahkan untuk bernegara Hal ini
seperti yang dicantumkan dalam Al quran :

Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.s Al Hujurat: 13)

C. Kepemimpinan

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak mungkin dapat hidup seorang


diri. Kebutuhan hidupnya yang beraneka ragam akan menuntutnya untuk
senantiasa berinteraksi dengan manusia lain. Perbedaan pendapat, ambisi, dan
kepentingan masing-masing pihak yang muncul dalam proses interaksi
tersebut tidak menutup kemungkinan akan memicu lahirnya konflik,
pertikaian, penindasan, peperangan, dan pembunuhan atau pertumpahan darah,
yang pada gilirannya nanti bisa berimplikasi pada terjadinya kehancuran total
dalam berbagai dimensi kehidupan umat manusia itu sendiri.
Di dalam al-Qur’an juga telah diperintahkan untuk mentaati pemimpin,
sebagaimana yang terdapat dalam Q.S an-Nisa: 59

‫اعقق عوأعإطيمعققوا النرمسققوعل عومأولإققي ادلعدمققإر إمدنمكققدم ْ فعققإ إدن‬


‫عيا أعديعها النإذيعن آعممنوا أعإطيمعوا ن‬
‫اإ عوالنرمسوإل إإدن مكدنمتقدم تمدؤُإمنمققوعن إبقانلإ عوادلعيقدوإم ادلإخقإر ِ ذعذإلق ع‬
‫ك‬ ‫تععناعزدعتمدم إفي عشديءء فعمرددوهم إإعلى ن‬
‫عخديرْر عوأعدحأعسمن تعأدإويال‬
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Dari ayat tersebut pelajaran yang dapat dipetik yaitu :


1. Taat kepada Rasul dan Ulil Amri dalam ayat ini bersifat mutlak, selama Ulil
Amri tidak memerintahkan kepada yang dilarang oleh Allah swt.
2. Rasul memiliki dua kedudukan. Pertama, menjelaskan hukum-hukum Tuhan
dan menunaikan risalahNya. Kedua, mengelola urusan masyarakat dan
menjelaskan peraturan-peraturan pemerintahan berdasarkan kebutuhan.
3. Jalan yang terbaik menyelesaikan perselisihan mazhab Islam adalah merujuk
kepada al-Quran dan Sunnah Rasul yang diterima oleh semua orang.
4. Masyarakat haruslah menerima pemerintahan Islam dan mendukung para
pimpinan yang adil.

Berikut ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang kepemimpinan:


Surat Ali-Imran: 28
‫س إمققعن ن‬
‫اإقق فإققي‬ ‫عل يعتنإخإذ ادلممدؤُإممنوعن ادلعكافإإريعن أعدولإعياعء إمدن مدوإن ادلممدؤُإمإنيعن ْ عوعمققدن يعدفععققدل ذعذلإقق ع‬
‫ك فعلعديقق ع‬
‫صيمر‬‫اإ ادلعم إ‬
‫ام نعدفعسهم ُ عوإإعلى ن‬ ‫عشديءء إإنل أعدن تعتنمقوا إمدنهمدم تمعقاةاا ُ عويمعحذذمرمكمم ن‬

“Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin,


melainkan orang-orang beriman. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya dia tidak akan
memperoleh apa pun dari Allah, kecuali karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang
kamu takuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu akan diri (siksa)-Nya, dan
hanya kepada Allah tempat kembali.”
Ayat ini menurut Ibnu Abbas turun berkenaan dengan peristiwa adanya
hubungan akrab antara orang Yahudi Al-Hajjaj bin Amar, Kahmas bin Abi al-
Hagiq, dan Qais bin Zaid dengan beberapa orang Anshar. Hubungan itu untuk
menimbulkan fitnah dalam agama. Maka beberapa orang sahabat seperti Rifa'ah
bin al-Munzir. Abdullah bin Jubair dan Sa'id bin Khaitsamah menasehati mereka
agar menjauhi orang Yahudi tersebut dan waspada terhadap fitnah mereka. Namun
mereka enggan untuk mengikuti nasehat mereka dan tetap saja mengadakan
hubungan akrab dengan mereka, maka Allah menurunkan ayat ini.

Adapun syarat-syarat pemimpin menurut Islam, yaitu:


1. Islam
2. Laki Laki
3. Baligh dan Berakal
4. Adil
5. Amanah
6. Kuat fisik dan mental serta memiliki wawasan luas

D. Masyarakat Madani

Konsep masyarakat madani sebagaimana yang telah ditekankan oleh


Alquran , dan telah dirumuskan pada uraian terdahulu adalah masyarakat yang
terbaik (khairah ummah), masyarakat yang seimbang (ummatan wasathan),
dan masyarakat moderat (ummah muqtashidah). Berikut ini dikutip ayat-ayat
yang menggunakan istilah-istilah tersebut :

1. Khairah ummah dalam QS. Ali Imran (3): 110, yakni ;


‫ف روُترتمنتره تمورن رع ترن المتممنرك ت ر‬ ‫تكمنت تم خيَت تر أتم تةة أتخ رج تت رللِنمتاَّرس ترتأممروُرن برتاَّلممعروُ ر‬
‫ر مت‬ ‫تت‬ ‫م ر م‬ ‫ت م رم ر‬ .E

‫ب لرركت تاَّرن رخميَت تررا رلت تتمم رممنتتهت تتم المتممؤرمنتتتورن‬


‫وُتتتمؤرمنتتتورن بترتاَّللِمره وُلترتو ءامت تن أرمهت تل المركتتر تاَّ ر‬
‫ر م رر ر ت‬ ‫ر‬
‫روُأرمكثْرتترتهتم المرفاَّرستقورن‬
Artinya :
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik.
2. Ummatan wasathan dalam QS. al-Baqarah (2): 143, yakni ;
‫ك رجرعملِنرتاَّتكمم أتمتةر روُرس تطراَّ لرترتكونتتوا تشترهرداءر رعلِرتتىَ النمتاَّرس روُيرتكتتورن المرتستتوتل‬ ‫ر‬
‫روُركترذل ر‬ .F

‫ت رعلِرميَترهت تاَّ إرمل رلنرتمعلِرت ترم رمت تمن يترتمبِرت تتع‬ ‫ر‬
‫رعلِرميَتكت تمم رشت ترهيَردا روُرمت تاَّ رجرعملِنرت تاَّ المقمبِتلِرت تةر المرتت ت تكمنت ت ر‬
َ‫ت لرركبِرريرة إرمل رعلِترتىَ المترذيرن رهتردى‬ ‫ر ر‬ ‫المرستتورل رمتمن يتمنترقلِر‬
‫ب رعلِترتىَ رعقبِرتميَته روُإرمن ركتاَّنر م‬ ‫مر ت‬ ‫ت‬ ‫ت‬
‫ف رررحيَفم‬ ‫ضيَرع إريراَّنرتكمم إرمن اللِمهر براَّلنماَّرس لرررتءوُ ف‬ ‫اللِمه وُماَّ ركاَّرن اللِمه لريَ ر‬
‫ت ت‬ ‫ت رر‬
Artinya :
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan
agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami
tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar
Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali
bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan
menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia.

3. Ummah Muqtashidah dalam QS. al-Maidah (5): 66, yakni ;


‫روُلرمو أرنتمتهمم أرقراَّتموا التمتموررارة روُا مرل مرنيَرل روُرماَّ أتنمرزرل إرلرميَرهمم رممن ررببرمم رلرركلِتوا رممن فرتموقررهمم‬ .G
‫ت أررجلِررهم رممنتهم أتمةف ممقتر ر‬
‫صردةف روُركثْريف رممنتتهمم رساَّءر رماَّ يترمعرمتلِورن‬ ‫ر‬ ‫ر‬
‫روُممن رمت م ت م ت م ت‬
Artinya :
Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat,
Injil dan (Al Qur'an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya
mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki
mereka. Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah
buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.

Konsep khairah ummah sebagaimana dalam QS. Ali Imran (3):110, adalah
model masyarakat terbaik dan yang ideal, ditugasi untuk mengembang
beberapa fungsi profetik, terutama senantiasa menyerukan kebaikan dan
mencegah kemungkaran, serta tidak bercerai berai dan berselisih setelah
memperoleh keterangan yang jelas. Alquran memberi petunjuk beberapa
mekanisme damai untuk memecahkan problem internal, yaitu metode syūrah
(musyawarah),1[36] ishlāh (rekonsiliasi),2[37] dan berdakwah dengan cara al-
hikmah wa al-mujādalah bi allati hiya ahsan (serua dengan kebijaksanaan
serta perundingan dengan cara yang lebih baik).3[38]
1

3
Konsep ummatan wasathan sebagaimana dalam QS. al-Baqarah (2):
143, adalah masyarakat yang seimbang. Masyarakat seimbang adalah posisi di
tengah-tengah (wastah), yakni menggabungkan yang terbaik dari segala yang
bertentangan. Penempatan posisi tengah itu bukan hanya dengan pernyataan
negasi, misalnya, bukan kapitalisme dan bukan pula sosialisme.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Sistem politik (Siyasah) yang dianjurkan oleh ajaran islam adalah


sistem yang berdasarkan al quran. Seperti halnya di Indonesia yang
merupakan negara muslim terbanyak namun bukan merupakan
negara muslim tetapi penerapan system politik baik yang akan
menjabat maupun masyarakat biasa hendaknya bertindak sesuai
ajaran islam.
2. Etika berpolitik (siyasah) yang apabila dipimpin oleh seorang
pemimpin yang sesuai dengan ketentuan islam maka akan
memengaruhi terbentuknya masyarakat madani yaitu masyarakat
yang sejahtera dan paham akan perkembangan IPTEK
Daftar Pustaka

Adam, Charles. “Maududi and the Islamic State”, dalam Muhammad Azkar.
Filsafat Politik, Perbandingan antara Islam dan Barat. Jakarta: PT. Raja Grafindo,
1997.
Azra, Azyumardi. Pergolakan Politik Islam, dari Fundamentalisme,
Modernisme hingga Post Modernisme. Jakarta: Paramadina, 1996.
Nasr, Sayyid Vali Reza. “Abu al-A’la al-Mawdudi” dalam The Oxford
Encyclopedia Modern Islamic World, Jilid III, Ed. John L. Esposito. New York:
Oxford University Press, 1995
Pulungan, Suyuthi J. “Kepemimpinan di Masa Rasulullah; Suatu Tinjauan
Historis- Politis” dalam Islam Humanis: Islam dan Persoalan Kepemimpinan,
Pluralitas, Lingkungan Hidup, Supremasi Hukum dan Masyarakat Marginal. Jakarta:
PT. Moyo Segoro Agung, 2001.

Anda mungkin juga menyukai