KELOMPOK 5
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sistem politik (Siyasah) yang dianjurkan oleh ajaran islam?
2. Bagaimana hubungan etika berpolitik (siyasah) dengan terbentuknya
masyarakat madani?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana Sistem politik (Siyasah) yang dianjurkan
oleh ajaran islam
2. Untuk mengetahui hubungan etika berpolitik (siyasah) dengan
terbentuknya masyarakat madani
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Siyasah (Etika Berpolitik)
Kata siyâsah dalam islam lebih dikenal dengan fiqh siyasah yang
tulisan bahasa Arabnya adalah ”الفقه السياسيberasal dari dua kata yaitu kata
fiqih ( )الفقهdan yang kedua adalah al-siyâsî ()السياسي.
Kata fiqih secara bahasa adalah faham. Ini seperti yang diambil dari ayat Al-
Qur’an {}قالوا يا شعيب ما نفقه كثيرا مما تقققول, yang artinya “kaum berkata: Wahai
Syu’aib, kami tidak memahami banyak dari apa yang kamu bicarakan”.
Secara istilah, menurut ulama usul, kata fiqih berarti: {العلققم بالحأكققام
}الشرعية العملية المكتسب مققن أدلتهققا التفصققيليةyaitu “mengerti hukum-hukum syariat
yang sebangsa amaliah yang digali dari dalil-dalilnya secara terperinci
Sedangkan al-siyâsî pula, secara bahasa berasal dari “– ساس – يسققوس
”سياسةyang memiliki arti mengatur (دببر/)أمر, seperti di dalam hadis: “كان بنو
”إسرائيل يسوسهم أنبياؤهم أي تتولى أمققورهم كمققا يفعققل المققراء والققولةا بالرعيققة, yang berarti:
“Adanya Bani Israil itu diatur oleh nabi-nabi mereka, yaitu nabi mereka
memimpin permasalahan mereka seperti apa yang dilakukan pemimpin pada
rakyatnya”. Bisa juga seperti kata-kata “ساس زيد المر أي يسوسه سياسة أي دبره وقام
”بأمرهyang artinya: “Zaid mengatur sebuah perkara yaitu Zaid mengatur dan
mengurusi perkara tersebut”. Sedangkan kata mashdar-nya yaitu siyâsah itu
secara bahasa bermakna: “ ”القيام علققى الشققيء بمققا يصققلحهyang artinya “bertindak
pada sesuatu dengan apa yang patut untuknya.
Secara terminologis dalam lisan Al-Arab, Siasah adalah mengatur atau
memimpin sesuatu dengan cara membawa kepada kemaslahatan. Sedangkan
di dalam Al-Munjid di sebutkan, Siasah adalah membuat kemaslahatan
manusia dengan membimbing mereka ke jalan yang menyelamatkan. Dan
siasah adalah ilmu pemerintahan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan
luar negeri, yaitu politik dalam negeri dan pilitik luar negeri serta
kemasyarakatan, yakni mengatur kehidupan atas dasar keadilan dan istiqomah.
1. Siyasah Dusturiyah
Siyasah Dusturiyah menurut tata bahasanya terdiri dari dua
suku kata yaitu Siyasah itu sendiri serta Dusturiyah. Arti Siyasah dapat kita
lihat di pembahasan diatas, sedangkan Dusturiyah adalah undang-undang atau
peraturan. Secara pengertian umum Siyasah Dusturiyah adalah keputusan
kepala negara dalam mengambil keputusan atau undang-undang bagi
kemaslahatan umat.
2. Siyasah Maliyah
Arti kata Maliyah bermakna harta benda, kekayaan, dan harta. Oleh
karena itu Siyasah Maliyah secara umum yaitu pemerintahan yang mengatur
mengenai keuangan negara.
Siyasah Maliyah adalah hak dan kewajiban kepala negara untuk
mengatur dan mengurus keungan negara guna kepentingan warga negaranya
serta kemaslahatan umat. Pulungan (2002, hal:40) mengatakan bahwa Siyasah
Maliyah meliputi hal-hal yang menyangkut harta benda negara (kas negara),
pajak, serta Baitul Mal.
3. Siyasah Dauliyah
Dauliyah bermakna tentang daulat, kerajaan, kekuasaan, wewenang,
serta kekuasaan. Sedangkan Siyasah Dauliyah bermakna sebagai kekuasaan
kepala negara untuk mengatur negara dalam hal hubungan internasional,
masalh territorial, nasionalitas, ekstradisi tahanan, pengasingan tawanan
politik, pengusiran warga negara asing. Selain itu juga mengurusi masalah
kaum Dzimi, perbedaan agama, akad timbal balik dan sepihak dengan kaum
Dzimi, hudud, dan qishash (Pulungan, 2002. hal:41).
4. Siyasah Harbiyah
Harbiyah bermakna perang, secara kamus Harbiyah adalah perang,
keadaan darurat atau genting. Sedangkan makna Siyasah Harbiyah adalah
wewenang atau kekuasaan serta peraturan pemerintah dalam keadaan perang
atau darurat.
C. Kepemimpinan
a) Urgensi Pemimpin
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak mungkin dapat hidup seorang
diri. Kebutuhan hidupnya yang beraneka ragam akan menuntutnya untuk
senantiasa berinteraksi dengan manusia lain. Perbedaan pendapat, ambisi, dan
kepentingan masing-masing pihak yang muncul dalam proses interaksi tersebut
tidak menutup kemungkinan akan memicu lahirnya konflik, pertikaian,
penindasan, peperangan, dan pembunuhan atau pertumpahan darah, yang pada
gilirannya nanti bisa berimplikasi pada terjadinya kehancuran total dalam
berbagai dimensi kehidupan umat manusia itu sendiri.
Untuk dapat menghindari kemungkinan terjadinya hal serupa itu dan
agar kehidupan dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik, tertib, aman,
damai dan teratur, maka perlu dipilih seorang pemimpin yang akan memandu
rakyat menggapai segala manfaat sekaligus menghindarkan mereka dari berbagai
mafsadat.
Kesadaran tentang betapa perlunya kehadiran seorang pemimpin inilah
agaknya yang menyebabkan mengapa beberapa orang sahabat senior dari
kalangan Anshar, utamanya Basyir Ibn Saad dan Asid Ibn Khudair juga Umar
Ibn Khattab dan Abu Bakar al-Siddiq dari kalangan muhajirin yang berkumpul di
Saqifah Bani Saidah setelah wafatnya nabi, lebih mendahulukan pergantian
khalifah dari pada mengurus pemakaman nabi.
b) Hukum memilih pemimpin
D. Masyarakat Madani
Wacana masyarakat madani mulai popular sekitar awal tahun 90-an di
Indonesia dan masih terdengar asing pada sebagian dari kita.
Konsep ini awalnya berkembang di Barat, dan berakhir setelah
lama terlupakan dalam perdebatan wacana sosial modern, dan
kemudian mengalami revitalisasi terutama ketika Eropa timur
dilanda gelombang reformasi di tahun-tahun pertengahan 80-an
hingga 90-an. Mengenai wacana tentang masyarakat
madani masih dalam perdebatan, namun beberapa kalangan
ada yang berpendapat bahwa masyarakat madani adalah
persamaan dari kata civil society.
Adanya wilayah publik yang luas, adalah ruang publik yang bebas sebagai
sarana mengemukakan pendapat warga masyarakat.
Demokrasi, ialah prasyarat mutlak keberadaan civil society yang murni
(genuine).
Toleransi, ialah sikap saling menghargai dan meghormati adanya perbedaan
pendapat
Pluralisme, ialah tidak hanya sebagai batas sikap dan menerima kenyataan
sosial yang beragam tapi disertai dengan sikap tulus menerima perbedaan dan
rahmat tuhan yang bernilai positig bagi kehidupan masyarakat.
Keadilan sosial, adalah keseimbangna dan pembagian yang proporsional atas
hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mengenai seluruh aspek
kehidupan; ekonomi, pilitik, pengetahuan dan kesempatan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Siyasah
Istilah politik berasal dari kata politics ( bahasa inggris) yang bermakna
mengatur, strategi, cara, dan jalan untuk meraih kekuasaan. Dalam islam
istilah politik dikenal dengan siyasah syariyyah yang kemudian populer
diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia dengan politik islam. Secara bahasa
siyasat berasal dari kata sa-sa yang berarti mengatur, mengurus, memerintah,
memimpin, mengarahkan dan mengendalikan sesuatu. Definisi ini selaras
denganfirman Allah SWT, sebagai berikut:
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga
diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal
29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-
tiap penduduknya untuk memeluk agama.
Dalam islam, setiap manusia juga diperintahkan untuk bernegara Hal ini
seperti yang dicantumkan dalam Al quran :
Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.s Al Hujurat: 13)
C. Kepemimpinan
D. Masyarakat Madani
ت رعلِرميَترهت تاَّ إرمل رلنرتمعلِرت ترم رمت تمن يترتمبِرت تتع ر
رعلِرميَتكت تمم رشت ترهيَردا روُرمت تاَّ رجرعملِنرت تاَّ المقمبِتلِرت تةر المرتت ت تكمنت ت ر
َت لرركبِرريرة إرمل رعلِترتىَ المترذيرن رهتردى ر ر المرستتورل رمتمن يتمنترقلِر
ب رعلِترتىَ رعقبِرتميَته روُإرمن ركتاَّنر م مر ت ت ت
ف رررحيَفم ضيَرع إريراَّنرتكمم إرمن اللِمهر براَّلنماَّرس لرررتءوُ ف اللِمه وُماَّ ركاَّرن اللِمه لريَ ر
ت ت ت رر
Artinya :
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan
agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami
tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar
Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali
bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan
menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia.
Konsep khairah ummah sebagaimana dalam QS. Ali Imran (3):110, adalah
model masyarakat terbaik dan yang ideal, ditugasi untuk mengembang
beberapa fungsi profetik, terutama senantiasa menyerukan kebaikan dan
mencegah kemungkaran, serta tidak bercerai berai dan berselisih setelah
memperoleh keterangan yang jelas. Alquran memberi petunjuk beberapa
mekanisme damai untuk memecahkan problem internal, yaitu metode syūrah
(musyawarah),1[36] ishlāh (rekonsiliasi),2[37] dan berdakwah dengan cara al-
hikmah wa al-mujādalah bi allati hiya ahsan (serua dengan kebijaksanaan
serta perundingan dengan cara yang lebih baik).3[38]
1
3
Konsep ummatan wasathan sebagaimana dalam QS. al-Baqarah (2):
143, adalah masyarakat yang seimbang. Masyarakat seimbang adalah posisi di
tengah-tengah (wastah), yakni menggabungkan yang terbaik dari segala yang
bertentangan. Penempatan posisi tengah itu bukan hanya dengan pernyataan
negasi, misalnya, bukan kapitalisme dan bukan pula sosialisme.
BAB IV
KESIMPULAN
Adam, Charles. “Maududi and the Islamic State”, dalam Muhammad Azkar.
Filsafat Politik, Perbandingan antara Islam dan Barat. Jakarta: PT. Raja Grafindo,
1997.
Azra, Azyumardi. Pergolakan Politik Islam, dari Fundamentalisme,
Modernisme hingga Post Modernisme. Jakarta: Paramadina, 1996.
Nasr, Sayyid Vali Reza. “Abu al-A’la al-Mawdudi” dalam The Oxford
Encyclopedia Modern Islamic World, Jilid III, Ed. John L. Esposito. New York:
Oxford University Press, 1995
Pulungan, Suyuthi J. “Kepemimpinan di Masa Rasulullah; Suatu Tinjauan
Historis- Politis” dalam Islam Humanis: Islam dan Persoalan Kepemimpinan,
Pluralitas, Lingkungan Hidup, Supremasi Hukum dan Masyarakat Marginal. Jakarta:
PT. Moyo Segoro Agung, 2001.