Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN PUSTAKA

Nugget

Nugget adalah makanan yang pertama kali dikenalkan di Amerika Serikat

sebagai makanan yang praktis dan cepat saji sesuai dengan aktivitas masyarakat

yang padat (Nurzainah dan Namida, 2005). Nugget merupakan produk olahan dari

daging giling, diberi penambahan bumbu, dicetak kemudian dilumuri dengan

tepung roti pada bagian permukaannya dan digoreng (Syamsir, 2008).

Bahan utama pembuatan nugget biasanya berasal dari bahan pangan

hewani yaitu daging ayam, daging sapi, dan ikan. Selain terbuat dari daging dan

ikan, nugget juga dapat dibuat dari sayuran. Pengolahan sayur menjadi olahan lain

dapat menjadi upaya meningkatkan minat konsumen khususnya anak-anak yang

tidak menyukai sayur dan menambah nilai gizi produk karena terdapat kandungan

vitamin, mineral, dan serat (Alamsyah, 2007).

Karakteristik produk nugget yang dihasilkan ditentukan oleh bahan dasar

dan bahan pengisi yang digunakan. Bahan pengisi yang baik mengandung

karbohidrat dan bahan pengikat dapat menyatukan semua bahan serta membentuk

tekstur, salah satu bahan pengisi dan pengikat yang biasa digunakan pada produk

olahan pangan yaitu tepung terigu dan tepung susu (Priwnindo, 2009).

Tepung terigu terbuat dari gandum yang diperoleh secara import karena

peningkatan konsumsinya sepanjang tahun. Gandum sebagai bahan baku dalam

pembuatan berbagai produk dapat menyebabkan masalah ketahanan pangan dan

beresiko bagi penderita alergi gluten. Salah satu cara untuk mengurangi

kebutuhan gandum pada pembuatan nugget adalah dengan substitusi tepung

5
Universitas Sumatera Utara
6

tapioka dan jenis tepung lain, misalnya talas (Rizki, 2014). Persyaratan mutu

nugget menurut SNI 01-6683-2002 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persyaratan mutu nugget menurut SNI 01-6683-2002


Kriteria uji Satuan Persyaratan
Keadaan
Aroma - Normal, sesuai label
Rasa - Normal, sesuai label
Tekstur - Normal, sesuai label
Benda asing - Tidak boleh
Air %, b/b Maks. 60
Protein %, b/b Min. 12
Lemak %, b/b Maks. 20
Karbohidrat %, b/b Maks. 25
Kalsium (Ca) mg/100g Maks. 30
Bahan tambahan makanan
Sesuai dengan SNI 01-
Pengawet - 0222-1995
Pewarna -
Cemaran logam berat
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
Tembaga mg/kg Maks. 20,0
Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
Cemaram Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
Cemaran Mikroba
Angka lempeng total Koloni/g Maks. 5x104
Coliform APM/g Maks. 10
E. Coli APM/g <3
Salmonella /25g Negatif
Staphylococcus Koloni/g Maks. 1x102
Sumber : (Badan Standarisasi Nasional, 2002).
Keterangan: APM (Angka Lempeng Total).

Tepung Kedelai Germinasi

Kedelai termasuk salah satu jenis tanaman kacang-kacangan yang

mengandung protein tinggi yang hampir sama baiknya dengan protein hewani.

Manfaat mengkonsumsi kedelai bagi tubuh yaitu membantu melancarkan

Universitas Sumatera Utara


7

pencernaan karena kandungan seratnya (Femina, 2008). Selain mengandung

protein dan serat, jenis kacang-kacangan ini juga mengandung vitamin dan

mineral (Dostalova, 2009). Komposisi kimia kedelai ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia kedelai kering / 100 g


Komposisi Jumlah
Kalori (kkal) 331,0
Protein (g) 34,9
Lemak (g) 18,1
Karbohidrat (g) 34,8
Kalsium (mg) 227,0
Fosfor (mg) 585,0
Besi (mg) 8,0
Vitamin A (SI) 110,0
Vitamin B1 (mg) 1,1
Air (g) 7,5
(Sumber : Koswara, 1992).

Kandungan gizi yang cukup tinggi pada kedelai tidak dapat dicerna dengan

baik oleh tubuh menyebabkan pemanfaatannya belum optimal (Hutapea, 2007).

Salah satu upaya meningkatkan daya cerna kedelai dapat dilakukan dengan

menumbuhkan biji kedelai menjadi kecambah (Ikrawan, 2005). Pengecambahan

atau germinasi merupakan salah satu proses yang dapat menguraikan senyawa-

senyawa kompleks menjadi lebih sederhana dan mudah dicerna (Winarno, 2007).

Proses pengolahan kedelai hasil germinasi mampu menurunkan senyawa-

senyawa antigizi dan membentuk komponen fitokimia (Marto, 2011). Bentuk

olahan kedelai antara lain tempe, tahu, susu, soyghurt, tauco, kecap, pakan ternak,

dan tepung kedelai (Cahyadi, 2007).

Tepung kedelai germinasi dihasilkan dengan cara penggilingan biji yang

telah dikecambahkan selama 24 jam, dikeringkan, digiling hingga diperoleh

tepung kedelai yang halus melalui proses pengayakan (Ngantung, 2003).

Universitas Sumatera Utara


8

Hasil tepung kecambah yang dibuat langsung dari kecambah kering kurang

maksimal. Untuk mendapatkan karakteristik tepung kecambah yang lebih baik

diperlukan adanya perlakuan blansing (Aminah dan Nurhidajah, 2010 dalam

Aminah dan Harsoelistyorini, 2012)

Blansing yang dilakukan pada setiap bahan tidak sama tergantung pada

karakteristik bahan. Metode blansing yang biasa digunakan adalah blansing

dengan uap panas (steam blanching) dan dengan air panas (hot water blanching)

(Ahmadi, 2009 dalam Aminah dan Harsoelistyorini, 2012). Umumnya blansing

membutuhkan suhu 75-95 oC selama 1-10 menit (Anggraini, 2005 dalam Aminah

dan Harsoelistyorini, 2012). Komposisi kimia pada tepung kedelai dengan

perlakuan blansing ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia tepung kedelai


Komposisi Kandungan
Air (% bb) 4,873
Protein (%) 34,390
N terlarut (%) 4,607
N amino (%) 0,056
Lemak (%) 25,530
Gula Reduksi (%) 0,123
Abu (%) 3,720
Nilai cerna protein (%) 75,490
(Sumber: Widodo, 2001).

Tapioka

Tapioka adalah pati alami dari ubi kayu yang diperoleh melalui proses

penggilingan umbi, pemisahan, pengendapan, dan pengeringan

(Hee-Young An, 2005). Tapioka befungsi sebagai penstabil, meningkatkan berat

produk, mampu memperkecil penyusutan, dan mengikat air. Kemampuan dalam

Universitas Sumatera Utara


9

mengikat air dan membentuk tekstur pada tapioka dipengaruhi kadar pati yang

tinggi terdiri dari amilosa dan amilopektin (Aristawati, dkk., 2013).

Perbandingan amilopektin (82,13%) dengan amilosa (17,41%) pada

tapioka dapat berperan dalam membantu pembentukkan tekstur produk.

Kandungan gizi yang dimiliki tapioka terdiri dari karbohidrat 86,9%, protein

0,5%, lemak 0,3%, dan air 11,54%, dengan ukuran pati 17 µm. (Helmi, 2001).

Komposisi kimia tapioka dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia tapioka dalam 100 g


Kandungan Gizi Jumlah
Serat (%) 0,20
Air (g) 12,00
Karbohidrat (g) 86,90
Protein (g) 0,50
Lemak (g) 0,30
Energi (kkal) 362,00
Kalsium (mg) 0,50
Fosfor (mg) 0,30
Vitamin A (SI) 0,00
Vitamin B1 (mg) 0,07
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996).

Peran tapioka sebagai pengisi mampu mengikat air karena memiliki gugus

hidroksil dalam molekul pati yang besar sehingga semakin banyak air yang

terserap maka kadar air akan meningkat (Aristawati, dkk., 2013). Pembuatan

nugget ayam memanfaatkan penambahan tapioka sebagai filler, untuk

menghasilkan sifat fisik maupun kimia produk yang baik. Persentase penambahan

tapioka yang paling baik pada nugget ayam adalah 10% dari berat daging

(Wibowo, 2001 dalam Gumilar, dkk., 2011).

Universitas Sumatera Utara


10

Daging Ayam

Daging ayam adalah salah satu jenis daging yang sering dimanfaatkan

untuk pengolahan pangan, khususnya bagi masyarakat Indonesia. Ciri khas dari

daging ayam yaitu memiliki warna daging keputih-putihan atau merah pucat, serat

daging halus dan panjang, serta diantara serat-serat daging tidak terdapat lemak.

Daging ayam selain memiliki harga yang terjangkau, juga memiliki manfaat yang

baik untuk dikonsumsi (Rosyidi, dkk., 2009).

Mengkonsumsi daging ayam dapat membantu memperbaiki sel-sel tubuh

yang rusak karena pada daging ayam terdapat kandungan asam amino lengkap

yang dibutuhkan tubuh. Komponen kimia lain yang menjadi penyusun dari daging

ayam terdiri dari kadar air, protein, lemak, mineral, dan juga terdapat kalori

(Rosyidi, dkk., 2009). Komposisi kimia daging ayam ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi kimia daging ayam dalam 100 g bahan


Komponen Jumlah
Kalori (kal) 30,20
Protein (g) 18,20
Lemak (g) 25,00
Karbohidrat (g) 0,00
Kalsium (mg) 14,00
Fosfor (mg) 200,00
Besi (mg) 1,50
Vitamin A (SI) 810,00
Vitamin B1 (mg) 0,08
Vitamin C (mg) 0,00
Air (g) 55,90
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996).

Klasifikasi daging ayam (Gallus domesticus) terdiri dari daging ayam ras

(daging ayam negeri), daging ayam kampung, dan daging ayam hutan. Ayam

kampung mempunyai daging yang lebih enak jika dibandingkan dengan jenis

lainnya. Namun dagingnya jarang dimanfaatkan dalam pengolahan pangan

Universitas Sumatera Utara


11

selain dalam acara atau upacara tradisional karena harganya yang relatif lebih

mahal (Rasyaf, 2000).

Pengolahan ayam dalam bahan pangan lebih sering menggunakan jenis

daging ras atau ayam potong. Harga dari daging ayam potong jauh lebih murah

jika dibandingkan dengan ayam kampung. Selain itu produksi telur lebih banyak,

kandungan lemak pada daging yang masih muda sedikit dan memiliki tekstur

empuk sehingga sering dijadikan sebagai olahan daging, ayam panggang, dan

ayam goreng atau grill (Rasyaf, 2000).

Rebung

Rebung merupakan tunas bambu muda yang muncul dari dalam tanah

berasal dari akar rimpang maupun buku-buku bambu. Bagian permukaan dari

rebung terselubungi oleh pelepah buluh dengan tinggi tertentu dan pada beberapa

jenis bambu pelepah tersebut dapat gugur (Nofriati dan Ratima, 2001).

Pelepah rebung dapat mempertahankan kesegaran dan melindungi dari

kerusakan mulai dari proses pemanenan hingga transportasi berlangsung. Selama

penyimpanan dapat terjadi kerusakan berupa perubahan warna dan bau.

Perubahan warna dari putih menjadi kecoklatan terjadi akibat pengirisan yang

menyebabkan kerusakan protoplasma sel sehingga fenolase kontak dengan udara

dan terjadi pencoklatan enzimatis (Diah, dkk., 2014).

Upaya mencegah terjadinya pencoklatan dapat dilakukan dengan

melakukan perendaman dalam natrium metabisulfit. Selain berperan sebagai

pencegah pencoklatan enzimatis dan non enzimatis natrium metabisulfit dapat

juga digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, kapang serta

Universitas Sumatera Utara


12

perkembangan khamir (Desrosier, 2008). Batas maksimum penggunaan natrium

metabisulfit pada bahan makanan antara 200-3000 ppm (Barnet, 1985).

Indonesia memiliki lebih dari 76 jenis bambu, namun tidak semua jenis

bambu dapat konsumsi. Bambu yang rebungnya dapat dimanfaatkan sebagai

sayuran antara lain bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu Taiwan (D.

latiflorus), bambu peting (Gigantochloa levis), bambu ater (G. atter), bambu

ampel (Bambusa vulgaris), dan beberapa jenis lainnya

(Sutiyono dan Mawazin, 2009).

Komposisi kimia dari rebung terdiri dari protein 2,6%, lemak 0,3%,

karbohidrat 5,2%, dan air 91% (Purnamasari, 1996). Pada rebung juga terdapat

kandungan serat sebesar 2,56%, lebih tinggi jika dbandingkan dengan sayuran

jenis tropis lainnya, misalnya kedelai (1,27%), pecay (1,58%), ketimun (0,61%),

dan sawi (1,01%). Serat pada rebung terdiri dari lignin, pektin, dan glukan yang

mampu mengikat zat organik seperti asam empedu serta kolesterol (Nainggolan

dan Adimunca, 2005 dalam Soesanto dan Ariyadi, 2011).

Kandungan asam juga menjadi salah satu komponen yang terdapat pada

rebung. Asam organik rebung yang bersifat toksik adalah asam sianida, namun

memiliki peran sebagai penghambat kerusakan mikrobiologi sehingga dapat

mempertahankan umur simpan rebung (Diah, 1992). Senyawa toksik pada rebung

tersebut dapat dihilangkan melalui proses pemanasan dalam air yang telah diberi

tambahan garam selama 10-15 menit (Choudhury, dkk., 2012). Kandungan nutrisi

dari rebung dapat dilihat pada Tabel 6.

Universitas Sumatera Utara


13

Tabel 6. Komposisi rebung mentah per 100 g


Komposisi Jumlah
Protein (g) 2,60
Kalori (cal) 27,00
Lemak (g) 0,30
Karbohidrat (g) 5,20
Air (g) 91,00
Fosfor (mg) 59,00
Kalsium (mg) 13,00
Besi (mg) 0,50
Abu (mg) 533,00
Kalium (mg) 20,15
Vitamin A (SI) 0,15
Thiamin (mg) 0,70
Riboflavin (mg) 0,60
Vitamin B1 (mg) 0,15
Vitamin C (mg) 4,00
(Nugroho, 2013).

Bentuk olahan rebung dapat berupa sayuran, keripik rebung, tepung dan

cuka (Widiarti, 2011). Mengkonsumsi rebung memiliki khasiat dalam

menyembuhkan stroke, mengurangi resiko kanker, berkhasiat dalam menangkal

radikal bebas maupun senyawa berbahaya yang memicu timbulnya berbagai

penyakit serta menjadi sumber makanan yang baik bagi orang yang sedang berdiet

karena kandungan serat yang dimilikinya (Krisdianto, dkk., 2000).

Bahan-Bahan Yang Ditambahkan Dalam Pembuatan Nugget

Roti

Roti merupakan bahan tambahan dalam pembuatan nugget yang berfungsi

membentuk adonan padat, tekstur kenyal, dan tidak pecah saat dilakukan

pemotongan. Penambahan roti dilakukan dengan cara dipotong-potong atau disuir

halus kemudian dicampurkan kedalam adonan. Nilai gizi nugget yang dihasilkan

Universitas Sumatera Utara


14

dapat meningkat karena pada roti terdapat kandungan zat gizi yang baik seperti

karbohidrat, protein, vitamin, dan lemak (Dien, 2012).

Kandungan gizi penyusun roti diperoleh dari bahan-bahan pembuatannya

yang terdiri dari tepung terigu, air, dan ragi yang dicampurkan dan difermentasi

kemudian dipanggang dalam oven (Yahyono, 1999). Protein pada roti cukup

tinggi berasal dari tepung terigu yaitu sekitar 12-13%. Selain digunakan sebagai

bahan tambahan, makanan berbahan baku terigu ini juga dapat dikonsumsi

langsung bersama selai (Astawan, 2008).

Gum Arab

Gum arab adalah bahan pengental yang dihasilkan dari proses

pengekstraksian tanaman akasia. Zat ini memiliki sifat yang baik dalam mengikat

air pada bahan pangan (DeMan, 1997). Kelebihan lain yang dimiliki adalah tahan

panas namun harus dalam suhu proses pemanasan yang terkendali, sehingga

banyak dimanfaatkan dalam industri pengolahan pangan

(Gaonkar, 1995 dalam Safitri 2012).

Pemanfaatkan gum arab dalam industri pangan berguna sebagai pengental,

pengemulsi, penghambat pengkristalan, dan dapat mengikat komponen-komponen

penyusun bahan, misalnya serat (DeMan, 1997). Industri pangan banyak

menggunakan gum arab sebagai pengikat aroma, penstabil, dan pengemulsi dalam

pembuatan es krim karena mampu memperbaiki kekentalan dan tekstur pada

makanan (Tranggono, dkk., 1990).

Universitas Sumatera Utara


15

Carboxy Methyl Cellulose (CMC)

CMC (carboxy Methyl Cellulose) adalah bentuk penstabil yang memiliki

sifat biodegradable, berbentuk butiran atau bubuk yang dapat larut dalam air.

Namun dalam larutan organik kemampuan melarutkannya tidak berfungsi,

bersifat transparan, tidak bereaksi dengan senyawa organik, tidak berbau, tidak

beracun, memiliki pH 2,0 – 10 bersifat stabil (Deviwings, 2008).

Sifat dari CMC sebagai penstabil yang sering dimanfaatkan dalam bahan

makanan yaitu kemampuannya dalam mencegah proses retrogradasi selama

pengolahan dan mampu memperbaiki tekstur dari produk yang diinginkan.

Adapun jenis CMC yang paling sering dimanfaatkan dalam pengolahan bahan

pangan adalah gum selulosa yang merupakan bentuk murni dari garam carboxy

methyl cellulose (Winarno, 2007).

Susu skim

Susu skim berguna sebagai bahan pengikat yang mampu membentuk

tekstur produk dalam pengolahan pangan. Penambahan susu skim mampu

meningkatkan mutu nugget dan bersifat sebagai emulsifier. Kadar lemak yang

rendah pada susu skim memiliki pengaruh yang kecil terhadap produk nugget.

Selain itu penambahan susu skim juga mampu meningkatkan nilai WHC dari

daging dan nilai organoleptik panelis (Widjanarko, dkk., 2011).

Air

Air adalah jenis pelarut yang dapat melarutkan semua bahan secara

merata, seperti protein yang mampu larut dalam air dan garam yang ada

Universitas Sumatera Utara


16

didalamnya. Penambahan air yang berlebihan dapat mengakibatkan tekstur

adonan menjadi cair dan susah untuk dibentuk. Biasanya air yang ditambahkan

kedalam adonan terdapat dalam jumlah yang relatif lebih sedikit karena hanya

bertindak sebagai pengkalis adonan (Warintek, 2010).

Bumbu-bumbu

Penambahan bumbu-bumbu dalam pengolahan bahan pangan hampir sama

fungsinya dengan penambahan gula dan garam, namun dengan adanya bumbu

tersebut mampu meningkatkan aroma yang mempengaruhi penilaian organoleptik

(Tarwotjo, 1998). Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan nugget antara

lain, bawang merah, bawang putih, dan merica (Alamsyah, 2007).

Bawang merah berguna sebagai bumbu untuk menghasilkan aroma sedap

yang akan dicampur dengan bawang putih (Wirakusumah, 2000). Bawang putih

(Allium sativum L.) adalah bumbu yang juga memiliki aroma kuat dan mampu

meningkatkan cita rasa produk. Penambahan bawang putih dan bawang merah

dapat bertindak sebagai pengawet alami bahan makanan karena bersifat

fungistatik dan fungisidal (Palungkun dan Budiarti, 1992).

Bahan lain yang mampu menjadi pengawet dan memberi cita rasa pada

bahan makanan adalah merica. Peran merica yang ditambahkan kedalam bahan

pangan adalah menghasilkan rasa pedas. Aroma dan rasa pedas merica berasal

dari zat piperin dan piperanin, serta chavicia sebagai persenyawaan dari piperin

dengan alkaloida (Rismunandar, 1993).

Cita rasa bahan pangan selain diperoleh melalui penambahan bumbu-

bumbu juga ditentukan oleh penambahan garam. Konsentrasi garam yang lebih

kecil dari 0,35% dalam makanan akan menghasilkan penilaian organoleptik yang

Universitas Sumatera Utara


17

kurang disukai karena makanan tersebut akan terasa hambar. Karakteristik garam

(NaCl) adalah memiliki warna yang putih seperti gula, berbentuk kristal padat,

sebagai bahan pengawet alami, dan bertindak sebagai penyedap rasa makanan

(Winarno, 2007).

Bahan Pelapis

Bahan pelapis yang befungsi untuk melapisi bagian permukaan nugget

menjadi lebih menarik terdiri dari dua bahan yaitu putih telur dan tepung panir

atau tepung roti. Putih telur merupakan 60% dari keseluruhan bagian yang

terdapat pada telur (Syarief dan Irawati, 2008). Berat rata-rata putih telur adalah

33 gram, yang tersusun dari albumin dan sedikit lemak (Hadiwiyoto, 1983).

Tepung roti disebut juga sebagai remah roti atau tepung panir.

Pemanfaatan tepung jenis ini biasanya hanya dijadikan sebagai pelapis permukaan

pada produk yang berbahan dasar daging yang kemudian dibekukan. Pelapisan

bagian permukaan produk dengan tepung panir membuat tampilan lebih bagus

dan mampu meningkatkan daya tarik konsumen (Matz, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai