Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN KIMIA

“MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW IV”

Disusun oleh:
Dhani Windra Gusva (P2A818004)
Syafira Tiaradipa (P2A818014)

Dosen Pengampu :
M. Haris Effendi Hsb, S. Pd., M. Pd., Ph.D

MAGISTER PENDIDIKAN KIMIA


UNIVERSITAS JAMBI
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah


melimpahkan segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah mengenai “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw IV”.

Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas pada mata kuliah Pendekatan
Saintifik dalam Pembelajaran Kimia. Dalam menyusun makalah ini, penulis banyak
memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada dosen pengampu mata
kuliah yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelasaikan tugas
makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh
dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca
umumnya.

Jambi, Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... 2


DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 6
1.3 Tujuan penulisan ..................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw................................. 7
2.3 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw IV ........................... 10
2.3 Teori Yang Mendasari Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw IV ........ 12
2.4 Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw IV........................ 22
2.5 Tahap-Tahap Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw IV ....................... 24
2.6 Kelebihan Dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw IV . 30
2.7 Kondisi Yang Mendukung Pelaksanaan Jigsaw IV .............................. 31
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 33
3.2 Saran ..................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 35
LAMPIRAN DATA SMALL SEO TOOLS

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (SDM). Melalui pendidikan siswa akan memperoleh pengetahuan yang
luas serta keterampilan yang diperlukan untuk bekal hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.Sebagai mana dikemukakan dalam UU No. 20 tahun 2003
tentang SISDIKNAS pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa: Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagaman, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan
akhlakmulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsadan
negaranya.
Sejak tahun 2013 lalu pemerintah Indonesia memberlakukan Kurikulum 2013
sebagai standar pelaksanaan proses belajar mengajar. Kurikulum 2013 memiliki
misi membentuk siswa yang memiliki karakter dengan kompetensi yang baik.
Sebagai kurikulum yang bertujuan menghasilkan insan Indonesia yang produktif,
kreatif, inovatif dan memiliki afektif yang baik menuntut guru untuk aktif
menciptakan dan menumbuhkan berbagai kegiatan sesuai dengan rencana yang
telah diprogramkan melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahua yang
terintegrasi. Proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 dilaksanakan dengan
pendekatan saitifik. Pembelajaran dengan pendekatan ini adalah proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif membentuk
konsepnya sendiri. Oleh karena itu, teori belajar yang relevan dengan pendekatan
ini adalah teori konstruktivisme, di mana yang dituntut untuk mencari dan
membangun pengetahuan sendiri adalah siswa dengan cara berinteraksi sosial.
Salah satu model pembelajaran yang seusai dengan pendekatan saintifik dan
teori belajar konstruktivisme adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative
learning). Johnson and Johnson (dalam Isjoni, 2013), menyatakan bahwa koopertif
learning adalah proses pembelajaran yang dilakukan dnegan mengelompokkan
siswa yang ada di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat

4
bekerjasama dengan teman sekelompoknya. Namun menurut Lie (2007) bahwa
model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar kelompok, tetapi
ada unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang
dilakukan secara asal jadi. Dalam cooperative learning setiap siswa bersama
anggota kelompoknya harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran. Sehinnga, belajar dikatakan belum selesai jika salah
satu teman dalam kelompok belum menguasai materi pelajaran. Hal inilah yang
membedakan cooperative learning dengan belajar kelompok yang hanya dibentuk
asal jadi saja.
Ada banyak tipe adalah model pembelajaran kooperatif diantaranya yang
cukup polpuler dalam meningkatakan interaksi sosial siswa, fleksibel dan cocok
untuk semua tingkatan kelas adalah Jigsaw. Model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw, dapat mendorong siswa lebih aktif serta memiliki tanggung jawab yang
lebih besar dalam pembelajaran. Saat ini ada 6 teknik Jigsaw yang tersedia bagi
guru yang bisa digunakan untuk mendesain pembelajaran dikelas, yakni: 1) Jigsaw,
yang dikembangkan oleh Aronson; 2) Jigsaw II, yang dikembangkan oleh Slavin;
3) Jigsaw III, yang dikembangkan oleh Stahl; 4) Jigsaw IV, yang dikembangkan
oleh Holliday; 5) Reverse Jigsaw, yang dikembangkan oleh Hedeen; dan 6) Subject
Jigsaw, yang dikembangkan oleh Doymus. Konsep dasar dari keenam teknik
Jigsaw ini adalah sama, yaitu adanya kerjasama saling ketergantungan positif dan
bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi yang dipelajari dan
menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok lainnya (adanya
kelompok asal dan kelompom ahli).
Pembelajaran kooperati tipe Jigsaw IV yang dikembangakn oleh Holliday
memiliki perbedaan yang cukup signifikan dari pada tipe Jigsaw lainnya. Perbedaan
tersebut yaitu siswa diberi kuis ketika mereka bekerja dalam kelompok ahli maupun
dikempok asal. Holliday (dalam Nurasiah, 2017) juga berpendapat ada tiga aspek
baru yang penting dalam Jigsaw IV yakni pendahuluan, kuis dan re-teaching
(dilakukan setelah pemberian tes dan peringkat). Oleh karena itu dalam makalah ini
akan dibahas secara mendalam tentang model pembelajaran Jigsaw IV ini untuk
menampak khasanah pengetahuan.

5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah dalam makalah
ini yaitu:
1. Apa pengertian pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ?
2. Apa pengertian pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV ?
3. Apa teori yang mendasari pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV?
4. Bagaimana karakteristik pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV ?
5. Bagaimana tahap- tahap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV ?
6. Apa kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV ?
7. Bagaimana kondisi yang mendukung pelaksanaan pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw IV ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari pembuatan makalah
ini yaitu dapat:
3 Mengetahui pengertian pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
4 Mengetahui pengertian pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV.
5 Mengetahui teori yang mendasari pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV.
6 Mengetahui karakteristik pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV.
7 Mengetahui tahap- tahap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV.
8 Mengetahui kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV.
9 Mengetahui kondisi yang mendukung pelaksanaan pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw IV.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


Jigsaw dari sisi etimologi berasal dari bahasa inggris yang berarti gergaji ukir
(Rianti, 2014). Ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzel, yaitu sebuah
teka-teki yang menyusun potongan gambar.
Model Jigsaw pertama kali dipakai oleh Elliot Aronson dan koleganya pada
tahun 1978 di dalam kelas. Mereka bekerja pada sekolah untuk menghilangkan
perbedaan dan memperbaiki hubungan antar etnis, mereka berhasil membuat
kelompok yang mempersatukan ras dan kemudian menyusun materi sehingga setiap
siswa di dalam kelompok hanya fokus pada bagian dari materinya, namun pada
akhirnya nanti semua akan menjalani tes dari keseluruhan materi (Kagan, 2009).
Saat ini ada 6 teknik Jigsaw yang tersedia bagi guru yang bisa digunakan
untuk mendesain pembelajaran dikelas, yakni: 1) Jigsaw, yang dikembangkan oleh
Aronson; 2) Jigsaw II, yang dikembangkan oleh Slavin; 3) Jigsaw III, yang
dikembangkan oleh Stahl; 4) Jigsaw IV, yang dikembangkan oleh Holliday; 5)
Reverse Jigsaw, yang dikembangkan oleh Hedeen; dan 6) Subject Jigsaw, yang
dikembangkan oleh Doymus. Konsep dasar dari keenam teknik Jigsaw ini adalah
sama, yaitu adanya kerjasama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab
atas ketuntasan bagian materi yang dipelajari dan menyampaikan materi tersebut
kepada anggota kelompok lainnya (adanya kelompok asal dan kelompom ahli).
Menurut Arends (2012), pemebelajaran koorperatif Jigsaw adalah suatu tipe
pembelajaran koorperatif yang terdiri beberapa anggota dalam satu kelompok yang
bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan
materi tersebut kepada orang lain. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Slavin
(2010) yang menyatakan model cooperative learning tipe Jigsaw adalah salah satu
tipe model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari tim–tim belajar yang
heterogen beranggotakan 4–5 orang peserta didik dan setiap peserta didik
bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan
bagian materi tersebut kepada anggota tim yang lain, dan di akhir pembelajaran
peserta didik mengerjakan kuis dan guru memberikan penghargaan kelompok. Hal

7
ini juga sejalan dengan pendapat Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif
dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi
yang maksimal (Rusman, 2012).
Menurut Effendi (2015) pengimplementasian model pembelajaran tipe
Jigsaw dilakukan dengan cara memposisikan siswa untuk belajar dalam kelompok
kecil heterogen yang terdiri atas empat sampai enam orang yang bekerja sama
saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Lie (dalam
Effendi, 2017) menyatakan pada proses pembelajaran kooperatif tipe ini terdapat
dua tahap pembelajaran yaitu diskusi kelompok ahli atau expert group yang
membahas materi yang sama untuk semua siswa anggotanya, dan diskusi kelompok
asal atau home group yang membahas materi yang berbeda. Dalam model
pembelajaran tipe jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk melakukan
interaksi antar teman sebaya, mengemukakan pendapat dan mengelola informasi
yang didapat dalam rangka meningkatkan keterampilan berkomunikasi, serta
bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dalam menuntaskan materi
yang dipelajari.
Model pembelajaran Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung
jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja
sama secara koorperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Penerpaan
model pembelajaran Jigsaw dilakukan dengan cara yaitu para anggota dari tim-tim
yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling
membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada
mereka. Kemudian siswa itu kembali kepada tim/kelompok asal untuk menjelaskan
kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari
sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran koorperatif Jigsaw, terdapat kelompok asal dan
kelompok ahli. Kelompok asal merupakan kelompok asli siswa yang
beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang
beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa kelompok ahli.
Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang

8
berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan
menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian
dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan
kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 2012):
Kelompok asal

1 2 1 2 1 2 1 2

3 4 3 4 3 4 3 4

1 1 2 2 3 3 4 4

1 1 2 2 3 3 4 4

Kelompok ahli
Gambar 2.1 Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli

Menurut Hertiavi (2010) prinsip pembelajaran tipe Jigsaw yang


mengedepankan pengalaman siswa dan pada pelaksanaannya siswa harus berbagi
pengalaman ataupun pendapat kepada siswa lain. Dalam model cooperative
learning tipe JIGSAW ini peserta didik dituntut aktif dalam menyampaikan dan
mengkomunikasikan ide/gagasan yang dimiliki, dan menyelesaikan tugas secara
berkelompok. Dengan adanya penghargaan kelompok di akhir pembelajaran, maka
masing-masing peserta didik akan termotivasi untuk aktif dalam kelompok dan
bekerja dalam kelompoknya dengan sebaik-baiknya untuk dapat menyumbangkan
skor yang tinggi bagi kelompoknya.
Mengembangkan keahlian dan keterampilan yang diperlukan untuk
menggolongkan aktivitas yaitu mendengarkan, menyampaikan, kerjasama, refleksl
dan keterampilan memecahkan masalah. Guru berperan sebagat fasilitator yang
mengarahkan dan memotivasl siswa untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa
tanggung jawab siswa sehingga siswa mampu aktif dalam memahami suatu

9
persoalan dan menyelesaikan secara kelompok (Yudono, 2016). Adapun langkah-
langkah Jigsaw adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Langkah-langkah Jigsaw
Langkah Jigsaw
1) Review, apersepsi, motivasi.
2) Menjelaskan pada peserta didik tujuan dan model
pembelajaran
1.Pendahuluan yang dipakai.
3) Pembentukan kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4–5
peserta didik dengan kemampuan yang heterogen.
4) Pembagian materi/masalah pada setiap anggota kelompok.
1) Peserta didik dengan materi/masalah yang sama bergabung
dalam kelompok ahli dan berusaha menguasai materi sesuai
2.Penguasaan
dengan soal yang diterima.
2) Guru memberikan bimbingan.
1) Setiap peserta didik kembali kekelompok asalnya.
2) Setiap peserta didik dalam kelompok saling menularkan dan
menerima materi/solusi masalah dari peserta didik lain.
3.Penularan
3) Terjadi diskusi antar peserta didik dalam kelompok asal.
4) Dari diskusi, peserta didik memperoleh penyelesaian masalah
yang diberikan guru.
1) Guru bersama peserta didik membahas kesimpulan
materi/masalah yang diberikan.
2) Pada akhir pembelajaran diadakan kuis yang bersifat
individual, diantara peserta didik tidak boleh saling membantu.
4.Penutup 3) Skor kuis dari masing–masing kelompok asal saling
diperbandingkan untuk menentukan kelompok asal mana yang
paling berhasil.
4) Kelompok asal yang paling berhasil, selanjutnya diberikan
penghargaan atas keberhasilannya.

2.2 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw IV

Holliday pada tahun 2002 mengembangkan model pembelajaran kooperatif


tipe Jigsaw yang diberi nama model pembelajaran Jigsaw IV. Model pembelajaran
kooperatif Jigsaw IV merupakan pengembangan dari Jigsaw I, Jigsaw II, dan
Jigsaw III yang dirancang untuk memperbaiki model-model pembelajaran Jigsaw
sebelumnya. Adapun perbaikan yang dilakukan Holliday dalam Jigsaw IV yakni
dengan penambahan beberapa langkah diantaranya pendahuluan, kuis dan re-
teaching (re-teaching dilakukan setelah pemberian tes dan peringkat) (Holliday
dalam Nurasiah, 2017). Tujuan dari penambahan lagkah pada Jigsaw IV adalah

10
untuk memastikan bahwa pemahaman siswa telah sama terhadap materi yang
dipelajari dan memperjelas peranan guru sebagai fasilitator. Perbedaan-perbedaan
pada Jigsaw I, II, II, dan IV dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Jansoon et al dalam
Nurasiah, 2017) sebagai berikut:

Tabel 2.2 Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw


Jigsaw I Jigsaw II Jigsaw III Jigsaw IV
- - - Pendahuluan
Penentuan Penentuan Penentuan Penentuan
kelompok asal kelompok asal kelompok asal dan kelompok asal
dan kelompok ahli dan kelompok ahli kelompok ahli dan kelompok ahli
Pembagian Pembagian Pembagian Pembagian
lembar kerja lembar kerja lembar kerja lembar kerja
kelompok ahli dan kelompok ahli dan kelompok ahli dan kelompok ahli dan
ahli mengerjakan ahli mengerjakan ahli mengerjakan ahli mengerjakan
pertanyaan yang pertanyaan yang pertanyaan yang pertanyaan yang
ada dilembar kerja ada dilembar kerja ada dilembar kerja ada dilembar kerja
- - - Melakukan kuis
untuk memeriksa
tingkat
pemahaman
kelompok Ahli
Ahli kembali Ahli kembali Ahli kembali Ahli kembali
kekelompok asal kekelompok asal kekelompok asal kekelompok asal
dan dan dan dan
mengimbaskan mengimbaskan mengimbaskan mengimbaskan
informasi yang informasi yang informasi yang informasi yang
didapatkan didapatkan didapatkan didapatkan
keanggota keanggota keanggota keanggota
kelompoknya kelompoknya kelompoknya kelompoknya
dalam kelompok dalam kelompok dalam kelompok dalam kelompok
asal asal asal asal
- - - Melakukan kuis
untuk memeriksa
tingkat
pemahaman
kelompok asal
- - Review proses Review proses
pembelajaran dan pembelajaran dan
menyimpulkan menyimpulkan
- Evaluasi dan Evaluasi dan Evaluasi dan
pemberian pemberian pemberian
penghargaan penghargaan penghargaan
- - - Re-teaching

11
Menurut Holliday (dalam Nurasiah, 2017), ada tiga komponen penting dalam
meodel pembelajaran kooperatif Jigsaw IV. Tiga komponen penting tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Pendahuluan
Pendahuluan dilakukan dengan memperkenalkan materi melalui metode
ceramah, mempresentasikan literatur, menyajikan masalah, menampilkan video
pembelajaran, atau mungkin mengadakan pretest. Tujuan dari langkah pendahuluan
ini adalah untuk merangsang minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
2. Kuis
Tingkat keberhasilan hasil kerja siswa selama proses pembelajaran pada
Jigsaw IV dievaluasi dengan dua tahapan kuis. kuis pertama dirancang untuk
memeriksa ketelitian dan pemahaman siswa selama bekerja dalam kelompok ahli
sedangkan kuis kedua dirancang untuk memeriksa ketelitian dan pemahaman siswa
selama bekerja dalam kelompok asal. Kuis pertama didasarkan pada materi selama
bekerja dikelompok ahli dan kuis kedua berdasarkan keseluruhan materi selama
kegiatan belajar mengajar.
3. Re-teach
Re-teach dilakukan dengan memberikan peguatan terhadap soal dan materi
yang belum begitu dikuasai serta dapat menyebabkan kesalahpahaman. Tahap Re-
teaching ini berdasarkan pada posttest keseluruhan.
2.3 Teori yang Mendasari Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw IV
2.3.1 Teori Belajar Kognitifisme dan Konstruktivisme
Teori belajar kontruktivisme mulai berkembang pada abad ke-19. Teori ini
dicetus oleh piaget dan vygotsky yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan
dengan lingkungan. Guru tidak begitu saja memberi pengetahuan kepada siswa,
tetapi siswa yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka
(Arends, 2012).
Teori pembelajaran kontruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan
kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan
kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan
fasilitas orang lain. Sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia

12
untuk belajar memuaskan sendiri kompetensi, pengetahuan, atau teknologi dan hal
lain yang diperlakukan guna mengembangkan dirinya sendiri (Herpratiwi, 2009).
Menurut Gandhi (2010), bahwa ciri-ciri pembelajaran berdasarkan faham
kontruktivisme adalah :
a. Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa
b. Pengetahuan tidak bisa dipindahkan daari guru ke siswa, kecuali hanya
dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar.
c. Siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus.
d. Guru hanya sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses
konstruksi berjalan lancar
e. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.

Peranan guru dalam pembelajaran konstrukivisme berpusat pada hal-hal


berikut:
a. Mendidik anak dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian
tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
b. Meberikan fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman yang memadai
c. Membantu perkembangan asoek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan
penyesuaian diri.
Teori belajar yang mendukung faham kognivisme dan konstrukivisme adalah
teori belajar Piaget, Bruner, Vygotsky, dan Gagne.
1. Teori Belajar Piaget
Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan
unteraksi aktif anak dengan lingkungan, pengetahuan yang datang dari tindakan.
Piaget meyakini bahawa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan
penting bagi proses perubahan perkembangan anak. Interkasi dengan teman sebaya,
khususnya ketika beragumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran
yang akhirnya memuat pikiran tersebut menjadi logis.
Menurut Trianto (2009), teori Piaget mewakili konstrukivisme yang
memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif
membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-
pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Piaget mengemukakan bahwa
pengalaman tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui

13
tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak tergantung pada seberapa jauh
mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut teori
Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang mulai baru lahir
sampai menginjak usia dewasa mengalami 4 tingkat perkembangan kognitif. Empat
tingkat perkembangan kognitif tersebut dapat dilihat tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.3 Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap Perkiraan usia Kemampuan-kemampuan Utama
Sensorimotor Lahir sampai Terbentuknya konsep “kepermanenan
usia 2 tahun objek” dan kemajuan gradual dari perilaku
reflektif ke perilaku yang mengarah pada
tujuan.
Praoperasional 2 sampai 7 Perkembangan kemampuan menggunakan
tahun simbol-simbol untuk menyatakan objek
dunia. Pemikiran masih egosentris dan
sentrasi.
Operasional 7 sampai 11 Perbaikan dalam kemampuan untuk
konkret tahun berpikir secara logis. Kempampuan-
kemampuan baru termasuk penggunaan
operasi-operasi balik. Pemikiran tidak jadi
sentrasi dan desentasi, dan pemecahan
masalah tidak dibatasi oleh keegosentrisan.
Operasional 11 tahun Pemukiman abstrak dan murni simbolis
formal sampai dewasa mungkin dilakukan. Masalah-maslah dapat
dipecahkan melalui penggunaan
eksperimentasi sistematis.
(Sumber: Nur, 1998)
Berdasarkan tingkat perkembangan kognitif Piaget, siswa kelas X dengan
rentang usia 15-17 tahun berada pada taraf perkembangan operasi formal. Pada usia
ini yang perlu dipertimbangkan adalah aspek-aspek perkembangan remaja, dimana
remaja mengalami tahap-tahap transisi dari penggunaan operasi konkret ke
penerapan operasi formal dalam bernalar.
Implikasi teori belajar Piaget dalam sebuah pembelajaran adalah memusatkan
perhatian pada berpikir atau proses mental anak, sertsa melibatkan peran aktif siswa
dalam pembelajaran. Implikasi teori Piaget dalam proses pembelajaran yaitu
sebagai berikut:
a. Memusatkan perhatian pada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar
kepada hasil tetapi juga prosesnya

14
b. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri, keterlibatan aktif
dalam pembelajaran, penyajian pengetahuan menjadi tidak mendapat
tekanan.
c. Memaklumi perbedaan individual, maka kegiatan pembelajaran diatur dalam
bentuk kelompok kecil.
d. Mempersiapkan lingkungan yang memungkinkan siswa meemperoleh
pengalaman luas
e. Membelajarkan siswa dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara
berpikir anak.
f. Menyediakan bahan ajar yang dirasakan baru tapi tdak asing
g. Memberi pelang bagi siswa untuk saling berbicara dan berdiskusi dengan
tema-temannya di kelas.
2. Teori Belajar Vygotsky
Menurut Vygotsky (dalam Herpratiwi, 2009), bahwa interaksi memegang
peranan terpenting dalam perkembangan kognitif anak, anak belajar melalui 2
tahapan pertama melalui interaksi dengan orang lain baik keluarga, teman sebaya,
maupun gurunya, kemudian secara individual yaitu dengan cara menginteraksikan
apa yang ia pelajari dari orang lain ke dalam struktur mentalnya.
Pentingnya interaksi sosial dalam proses belajar juga dikemukakan oleh
Vygotsky bahwa belajar adalah proses sosial kontruksi yang dihubungkan oleh
bahasa dan interaksi sosial. Perspektif ini memandang bahwa membahasakan sains
dalam kehidupan sehari-hari dan sebaliknya menginterpretasikan kehidupan sehari-
hari dalam sains adalah sesuau yang penting. Berdasarkan hal tersebut banyak
penganut paham ini yang menyerukan untuk meningkatkan penggunaan aktivitas
kooperatif di sekolah. Mereka beralasan bahwa interaksi diantara siswa dalam
tugas-tugas pembelajaran akan terjadi dengan sendirinya untuk mengembangkan
pencapaian prestasi belajar siswa.
Teori belajar vygotsky berkaitan erat dengan penelitian yang akan dilakukan
dimana strategi pembelajaran kooperatif yang dilakukan dengan cara membagi
siswa kedalam kelompok-kelompok sangat baik diterapkan untuk mengoptimalkan
interaksi sosial siswa dalam proses pembelajaran. Interaksi sosial antar siswa dalam
proses pembelajaran kooperatif akan mempermudah siswa memahami/menguasai

15
konsep materi yang dipelajarinya sehingga akan berdampak pada pencapaian hasil
belajar kognitifnya yang lebih baik, dengan demikian akan mempermudah siswa
tersebut mengkomunikasikan pengetahuan yang dimiliki ke orang lain.
3. Teori Belajar Gagne
Menurut Gagne (dalam Sagala, 2013), belajar adalah perubahan yang terjadi
dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus, bukan
hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatu
stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa
sehingga pertumbuhannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia
mengalami situasi itu ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi. Gagne
berkeyakinan, bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor luar diri
dimana keduanya saling berinteraksi.
Dalam pembelajaran menurut Gagne, anak bimbingan dengan hati-hati, dan
ia dapat bekerja dengan materi terprogram. Siswa harus dapat aktif dan tidak boleh
pasif. Gagasan Gagne mengenai rangkaian belajar cocok diterapkan dalam
pembelajaran kimia, sebab konsep-konsep kimia tersusun secara hirarkis. Konsep
baru terbentuk karena adanya pemahaman terhadap konsep sebelumnya, untuk itu
lebih baik jika rangkaian belajar itu dimulai dari prasyarat yang sederhana,
kemudian meningkat pada kemampuan yang kompleks. Gagne mengemukakan 5
kemampuan (kapabilitas) sebagai hasil belajar, 3 bersifat kognitif, 1 bersifat afektif
dan 1 bersifat psikomotor. Gagne membagi hasil belajar menjadi 5 kategori
kemampuan sebagai berikut:
a. Informasi Verbal
Merupakan kemamuan siswa untuk memiliki keterampilan mengingat.
Informasi verbal ini dapat dicontohkan sebagai kemampuan siswa mengetahui
benda-benda, huruf alphabet dan lainnya yang bersifat verbal.
b. Keterampilan Intelektual
Merupakan penampilan ynag ditunjukkan siswa tentang operasi-operasi
intelektual yang dapat dilakukannya. Keterampilan intelektual memungkinkan
seseorang berinteraksi dengan kingkungannya melalui penggunaan simbol-simbol
atau gagasan-gagasan. Yang membedakan keterampilan intelektual pada bidang
tertentu adalah terletak pada tingkat kompleksitasnya. Untuk memecahakana

16
masalah siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi yaitu aturan-aturan yang
kompleks yang berisi aturan-aturan dan konsep terdefinisi, untuk memperoleh
aturan-aturan ini siswa sudah harus belajar beberapa konsep konkret, dan untuk
belajar konsep konkret ini siswa harus menguasai diskriminasi-diskriminasi.
c. Strategi Kognitif
Merupakan suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai
kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir. Proses kontrol yang digunakan siswa
untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat
dan berpikir. Beberapa strategi kognitif adalah strategi menghafal, strategi
elaborasi, strategi pengaturan, strategi metakognitif, dan strategi afektif.
d. Sikap
Merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi
perilaku seseorang terhadap benda, kejadian tau makhluk hidup lainnya. Bagaimana
sikap-sikap sosila itu diperoleh setelah mendapat pembelajaran itu menjadi hal yang
penting dalam menerapkan metode dan materi pembelajaran.
e. Keterampilan Motorik
Keterampilan-keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan-kegiatan
fisik, melainkan juga kegiatan-kegiatan motorik yang digabung dengan
keterampilan intelektual, misalnya bila membaca, menulis atau dalam pelajaran
sains bagaimana menggunakan berbagai macam alat, seperti biuret, alat destilasi
dalam pelajaran kimia. Karakteristik dari keterampilan motorik adalah persyaratan
untuk mengembangkan kelancaran tindakan, ketepatan dan pengaturan waktu dan
hanya dapat diperoleh melaluipengulangan gerakan yang tepat sehingga menuntut
latihan gerakan secara berkelanjutan. Ada 3 fase belajar keterampilan motorik yaitu
belajar tahap-tahap gerakan dan keterampilan dan pelaksanaan rutin, menyesuaikan
bagian-bagian dari keterampilan secara keseluruhan melalui latihan, dan
memperbaiki pengaturan waktu dan kelancaran kinerja melalui latihan terus
menerus. Fase ini secara otomatis akan menimbulkan keterampilan sehingga dapat
menentukan tindakan yang mungkin dapat mengganggu. Ketika belajar
keterampilan telah selesai, seseorang mampu untuk merespon isyarat kinestik yang
menandai perbedaan antara tindakan yang tepat dilakukan dan bebas dari kesalahan.

17
2.3.2 Teori Beban Kognitif
Menurut (Kalyuga, 2011) teori beban kognitif merupakan teori pembelajaran
yang menjelaskan keterlibatan dengan instruksional karakteristik arsitektur kognitif
manusia. Komponen utama dari arsitektur kognitif manusia adalah memori jangka
panjang (long term memory) dan memori jangka pendek (short term memory).
Memori jangka panjang memiliki sifat dalam penyimpanan informasi yang tak
terbatas artinya mampu menyimpan informasi dalam jumlah banyak dan dalam
kurun waktu yang lama. Teori beban kognitif dibangun dari konstruksi utama oleh
beban kognitif. Beban kognitif merupakanusaha mental yang harus dilakukan
dalam memori kerja untuk memproses materi yang diterima pada selang waktu
tertentu
Memori sensorik adalah memori yang berkaitan dengan pancaindera, yaitu
penglihatan, pendengaran, penciuman dan sentuhan3. Hal ini bersifat sementara,
dan jika pikiran tidak mampu memberikan makna terhadap suatu rangsangan yang
masuk, maka informasi akan hilang. Selanjutnya, setelah suatu informasi disaring
oleh memori sensorik, kemudian informasi tersebut diproses terlebih dahulu di
memori kerja, sebelum disimpan di memori jangka panjang. Memori kerja adalah
suatu proses penyimpanan memori sementara, artinya informasi yang disimpan
hanya dipertahankan selama informasi tersebut dibutuhkan.
Memori kerja berhubungan erat dengan dimana dan bagaimana mengarahkan
perhatian siswa untuk “berpikir tentang sesuatu” atau untuk memproses informasi.
Sehingga memori kerja berlangsung sedikit lebih lama dari pada memori sensorik.
Dalam memori kerja terjadi proses pemilihan katakata dan gambar, kemudian
mengolahnya menjadi model mental gambar dan verbal. Model mental gambar dan
verbal bersamaan dengan pengetahuan prasyarat dalam memori jangka panjang
bergabung membentuk struktur pengetahuan yang masuk akal, kemudian disimpan
di memori jangka panjang, dan akan menjadi pengetahuan prasyarat bagi
pengetahuan baru yang kemudian diproses di memori kerja.
Saat mengingat, pengetahuan akan diambil dari memori kerja. Dengan latihan
mengingat pengetahuan secara bertahap dan berulang, maka dapat terbentuk

18
struktur informasi yang baik dalam memori jangka panjang. Memori jangka
panjang adalah suatu proses memori atau ingatan yang bersifat permanen, artinya
informasi yang disimpan dapat bertahan dalam waktu yang lama secara relatif
permanen. Kapasitas yang dimiliki memori jangka panjang ini tidak terbatas.
Berbeda dengan memori kerja yang memiliki keterbatasan kapasitas, yaitu
berdurasi pendek dimana informasi hanya dapat dipertahankan 30 detik, kecuali
informasi diulangi atau diproses lebih lanjut sehingga dapat bertahan lebih lama,
dan hanya mampu mengolah informasi kira-kira sampai dengan tujuh unsur
informasi dalam suatu waktu tertentu. Sehingga dapat dikatakan, dalam proses
penyampaian materi pembelajaran, semua materi pembelajaran membebani
memori kerja. Hal inilah yang biasanya disebut dengan beban kognitif. Apabila
kapasitas memori kerja siswa terlampaui oleh banyaknya materi pembelajaran,
maka beberapa atau kemungkinan semua materi akan hilang atau tidak akan dapat
diterima oleh siswa. Beban kognitif dalam memori kerja dibagi menjadi tiga macam
berdasarkan sumber penyebabnya yaitu:
1. Beban Kognitif Intrinsik (Intrinsic Cognitive Load)
Beban kognitif intrinsik (intrinsic cognitive load) adalah beban kognitif yang
disebabkan oleh tingkat kompleksitas materi yang harus diproses secara bersamaan
dalam memori kerja untuk mengkonstruksi skema yang sedang dipelajari. Menurut
Sweller beberapa materi yang sulit dipahami dan dipelajari sering kali
mengesampingkan bagaimana materi tersebut dibelajarkan. Faktor utama yang
mempengaruhi yaitu kerumitan materi pembelajaran yang harus dipahami dan
diolah oleh memori kerja, dan juga keahlian siswa dalam belajar.
Suatu strategi pembelajaran dapat dikatakan baik apabila ketika proses
pembelajaran berlangsung, level beban kognitif intrinsik berada pada kategori
cukup. Dapat dikatakan jika semakin tinggi kemampuan siswa dalam menerima dan
mengolah informasi, maka semakin rendah beban kognitif intrinsik yang dimiliki
siswa tersebut. Rendahnya beban kognitif intrinsik ini merupakan akibat dari
kapasitas memori kerja siswa yang cukup digunakan untuk mengolah materi yang
kemudian disimpan dalam memori jangka panjang. Jika materi pembelajaran
berada dalam kapasitas memori kerja siswa, maka dapat dikatakan bahwa siswa
tidak merasa terbebani atau tidak mengalami beban kognitif. Sebaliknya, apabila

19
kemampuan siswa dalam mengolah materi rendah maka siswa memiliki beban
kognitif intrinsik yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam
mengolah materi melewati batas kapasitas memori kerjanya, sehingga siswa
mengalami beban.
2. Beban Kognitif Ekstrinsik (Exstraneous Cognitive Load)
Beban kognitif ekstrinsik (exstraneous cognitive load) adalah beban kognitif
yang disebabkan oleh desain instruksional dalam pembelajaran. Sepenuhnya beban
kognitif ekstrinsik ini berasal dari kegiatan intruksi pembelajaran, artinya beban ini
disebabkan oleh bagaimana cara penyampaian materi pada saat pembelajaran.
Dalam kegiatan pembelajaran, beban kognitif ekstrinsik merupakan beban yang
dikenakan karena ketidaksesuaian cara penyampaian materi pada siswa.
3. Beban Kognitif Konstruktif (Germane Cognitive Load)
Beban kognitif konstruktif (germane cognitive load) adalah beban kognitif
yang disebabkan oleh upaya yang dilakukan siswa dalam memahami materi yang
sedang dipelajari, seperti halnya proses konstruksi pengetahuan siswa dengan
pengetahuan yang dimilikinya. Paas & van Merriënboer mengatakan bahwa beban
kognitif konstruktif merupakan beban pengajaran yang efektif terhadap
pembelajaran. Hal ini dikarenakan beban kognitif konstruktif memiliki hubungan
positif dengan pembelajaran, yaitu merupakan hasil dari proses mengolah dan
mengkonstruksi pengetahuan awal siswa, dan menghubungkannya dengan
pengetahuan yang sudah dimilikinya. Sehingga beban kognitif konstruktif
dibutuhkan untuk mendorong memori kerja membangun dan menyampaikan
skemata kedalam memori jangka panjang.
2.3.3 Teori Motivasi Belajar
Motivasi belajar menjadi salah satu faktor yang turut menentukan keefektifan
dalam suatu proses pembelajaran. Seorang peserta didik akan belajar dengan baik
apabila ada faktor pendorongnya yaitu motivasi belajar. Peserta didik akan belajar
dengan sungguh-sungguh jika didorong oleh memiliki motivasi belajar yang tinggi.
Menurut Hamzah B. Uno (2011) “motivasi belajar adalah dorongan internal dan
eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan tingkah laku, pada
umumnya dengan beberapa indikator atau unsur-unsur yang mendukung”.
Indikator-indikator yang mendukung motivasi belajar antara lain: adanya hasrat

20
dan keinginan berhasil, dorongan dan kebutuhan dalam belajar, harapan dan cita-
cita masa depan, penghargaan dalam belajar, dan lingkungan belajar yang kondusif.
Selain itu, Winkel (2008), menjelaskan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan
daya penggerak psikis didalam siswa yang menimbulkan kegiatan belajar itu demi
mencapai suatu tujuan. Sejalan dengan pendapat diatas, Sardiman A. M (2007),
juga menjelaskan motivasi belajar adalah seluruh daya penggerak didalam diri
siswa yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari
kegiatan belajar yang memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang
dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat dicapai. Dari beberapa pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah seluruh daya penggerak psikis
yang ada dalam diri individu siswa yang dapat memberikan dorongan untuk belajar
demi mencapai tujuan dari belajar tersebut.

2.3.4 Teori Tutor Sebaya


Tutor sebaya adalah bimbingan atau bantuan yang diberikan kepada orang
lain dengan umur yang sebaya. Belajar bersama dalam kelompok dengan tutor
sebaya merupakan salah satu ciri pembelajaran berbasis kompetensi, melalui
kegiatan berinteraksi dan komunikasi, siswa menjadi aktif belajar, mereka menjadi
efektif. Kerjasama dalam kelompok dengan tutor sebaya dapat dikaitkan dengan
nilai sehingga kerjasama makin intensif dan siswa dapat mencapai kompetensinya.
Dipandang dari tingkat partisipasi aktif siswa, keuntungan belajar secara
berkelompok dengan tutor sebaya akan membuat tingkat partisipasi aktif siswa
lebih tinggi. Menurut Thomson proses belajar tidak harus berasal dari guru ke
siswa, melainkan dapat juga siswa saling mengajar sesama siswa lainnya. Bahkan
Lie (2008) menyatakan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (tutor sebaya) ternyata
lebih efektif dari pada pengajaran oleh guru. Hal ini disebabkan latar belakang,
pengalaman skemata para siswa mirip satu dengan lainnya dibanding dengan
skemata guru. Menurut Suharsimi Arikunto adakalanya seorang siswa lebih mudah
menerima keterangan yang diberikan oleh kawan sebangku atau kawan yang lain
karena tidak adanya rasa enggan atau malu untuk bertanya, guru dapat meminta
bantuan kepada anak-anak yang menerangkan kepada kawan kawannya.
2.3.5 Dinamika Kelompok

21
Menurut Wolman (1973) Dinamika kelompok adalah studi tentang
hubungan sebab akibat yang ada dalam kelompok, tentang perkembangan
hubungan sebab akibat yang terjadi didlam kelompok, tentang teknik-teknik untuk
mengubah hubungan interpersonal dan perilaku dalam kelompok. Dinamika
kelompok meliputi penelitian dan solusi dari masalah yang terjadi ketika orang
bekerja dalam kelompok. Hal Itu yang membuat perbedaan antara orang-orang
yang hanya bekerja di tempat yang sama, sementara kelompok aktual - yang
terakhir ini ditandai dengan adanya ketergantungan terhadap tujuan dan dalam
pembagian sumber. Ini penting bagi guru untuk memahami bagaimana kelompok
bekerja sehingga mereka dapat memfasilitasi interaksi antar siswa. Dinamika
kelompok juga merujuk kepada suasana yang terjadi ketika siswa berinteraksi
dalam mengkaji suatu masalah. Dalam interaksi ini, siswa akan memunculkan
banyak ide dan pendapat sehingga memunculkan debat melalui proses saling
berargumentasi.

2.4 Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw IV


Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV berbeda dengan strategi
pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran
yang lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok dan tangung
jawab. Karakteristik pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Kegiatan pendahuluan
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV guru dapat memberikan
pemdahuluan dengan memperkenalkan materi melalui metode ceramah,
mempresentasikan literatur, menyajikan masalah, menampilkan video
pembelajaran, atau mungkin mengadakan pretest. Tujuan dari pendahuluan ini
adalah untuk merangsang minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
2. Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV adalah pembelajaran yang dilakukan
secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Hal tersebut menuntut
tim harus mampu membuat semua siswa terlibat dalam pembelajaran. Setiap
anggota tim harus saling membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran.

22
3. Saling Ketergatungan Positif
Pembelajaran yang efektif hanya dapat terjadi jika pengajar mampu
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga anggota kelompok harus menyelesaikan
tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dalam metode
Jigsaw, Aronson menyarankan jumlah anggota kelompok dibatasi sampai dengan
empat orang saja dan keempat orang ini ditugaskan membaca bagian yang
berlainan. Keempat anggota ini lalu berkumpul dan bertukar informasi. Selanjutnya
pengajar akan mengevaluasi seluruh bagian. Hal tersebut akan membuat setiap
anggota akan merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang
lain bisa berhasil.
Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat
nilainya sendiri dan nilai kelompok dibentuk dari "sumbangan" setiap anggota.
Agar siswa tetap merasa adil maka setiap anggota menyumbangkan poin di atas
nilai rata-rata mereka. Misalnya nilai rata-rata si A adalah 65 dan kali ini dia
mendapat 72, maka dia akan menyumbangkan 7 point untuk nilai kelompok
mereka. Dengan demikian, setiap siswa akan bisa mempunyai kesempatan untuk
memberikan sumbangan poin untuk kelompoknya. Beberapa siswa yang kurang
mampu tidak akan merasa minder terhadap teman teman mereka karena mereka
juga memberikan sumbangan. Malahan mereka akan merasa terpacu untuk
meningkatkan usaha mereka dan dengan demikian menaikkan nilai mereka.
Sebaliknya siswa yang lebih pandai juga tidak akan merasa diragukan karena
temannya yang kurang mampu juga telah memberikan bagian sumbangan mereka.
4. Tanggung Jawab Perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran
Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk
melakukan yang terbaik. keberhasilan metode kerja kelompok tergantung pada
persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.
5. Keterampilan bekerja sama
Kemampuan bekerja sama itu dipraktekan melalui aktivitas dalam kegiatan
pembelajaran dalam berkelompok. Dengan demikian siswa perlu didorong untuk
mau dan ssanggup untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

23
6. Komunikasi Antar Anggota
Dalam komunikasi antara anggota menghendaki agar para siswa dibekali
dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam
kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap
siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu
kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling
mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Ada
kalanya pembelajar perlu diberitahu secara eksplisit mengenai caracara
berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah pendapat
orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut.
7. Evaluasi/Kuis Proses Kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya
bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Ketelitian hasil kerja siswa selama proses
pembelajaran dievaluasi dengan dua kuis, kuis pertama dirancang untuk memeriksa
ketelitian dan pemahaman siswa selama bekerja dalam kelompok ahli. Kuis
pertama ini berdasarkan lembar ahli. Kuis kedua dirancang untuk memeriksa
ketelitian dan pemaahaman siswa selama bekerja dalam kelompok asal. Kuis kedua
ini dilakukan berdasarkan semua materi dari proses pembelajaran.
8. Re-teach
Kegiatan Re-teach pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV dapat
dilakukan guru dengan memberikan peguatan terhadap soal dan materi yang belum
begitu dikuasai serta dapat menyebabkan kesalahpahaman. Tahap Re-teaching ini
berdasarkan pada posttest keseluruhan.

2.5 Tahap-Tahap Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw IV


Menurut Holliday (dalam Nurasiah, 2017), langkah-langkah pembelajaran
kooperatif Jigsaw IV didalam kelas dapat dirumuskan kedalam sembilan tahapan
proses pembelajaran, sebagai berikut:
1. Pendahuluan
Guru memperkenalkan prinsip yang berkenaan dengan keseluruhan meteri
dan percobaan-percobaan yang akan dilakukan selama proses pembelajaran.

24
selanjutnya, guru membagi siswa kedalam kelompok asal dan menentukan
kelompok ahli. Pengelompokan siswa dilakukan sengan cara sebagai berikut:
a. Penentuan kelompok asal
Misal dalam kelas ada 20 orang siswa, guru membagi seluruh siswa dalam
25% (rangkin 1-5) kelompok sangat baik, 25% (rangking 6-10) kelompok baik,
25% selanjutnya (rangkin 11-15) kelompok sedang, 25% (rangking 16-20) rendah.
Selanjutnya guru akan membagi lagi menjadi 5 grup (A-E) yang isi tiap-tiap
grupnya heterogen (kemampuan kognitifnya) dan memberikan indeks 1 untuk
siswa dalam kelompok sangat baik, indeks 2 untuk kelompok baik, indeks 3 untuk
kelompok sedang dan indeks 4 untuk kelompok rendah. Misalnya (A1 berarti grup
A dari kelompok sangat baik,....., A4 berarti grup A dari kelompok rendah).
b. Pembentukan kelompok ahli
Selanjutnya, kelompok asal A sampai E dipecah menjadi kelompok ahli yang
akan mempelajari materi yang guru berikan agar menjadi ahli. Tiap kelompok ini
diberi konsep yang berbeda-beda. Setiap kelompok diharapkan bisa belajar topik
yang diberikan dengan sebaik-baiknya sebelum siswa kembali ke dalam grup asal
sebagai tim ahli, tentu peran guru cukup penting dalam fase ini. Ilustrasi
pembentukan kelompok pada pembelajaran model kooperatif Jigsaw disajikan pada
gambar berikut:

Gambar 2.2 Ilustrasi pembentukan kelompok pada pembelajaran model


kooperatif Jigsaw

25
2. Membagi lembar ahli kepada kelompok ahli
3. Kelompok ahli mengerjakan pertanyaan-pertanyaan yang ada dilembar ahli
untuk memeriksa pemahamannya terhadap materi sebagai tim yang menjadi
ahli, sebelum kembali kekelompok asal.
4. Pemberian kuis pada masing-masing kelompok ahli untuk memeriksa
ketelitian dan pemahaman siswa selama bekerja dikelompok ahli.
5. Ahli dalam kelompk ahli kembali kekelompok asal mereka masing-masing
untuk menginformasikan hasil pekerjaan mereka saat bekerja dikelompok
ahli kepada teman sekelompoknya dikelompok asal.
6. Pemberian kuis pada maing-masing kelompok asal untuk memeriksa
ketelitian dan pemahaman siswa mengenai keseluruhan materi selama proses
pembelajaran berlangsung.
7. Mengadakan review proses yang bertujuan untuk menalaah kembali konsep-
konsep yang rawan membuat siswa tidak memahami materi.
8. Pemberian tes secara keseluruhan dan penghargaan. Bentuk penghargaan
dibagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Penghargaan individu
Setiap kuis terlaksana, sesegera mungkin guru mengumumkan skor
perkembangan individu. Hasil dari kuis diskor dan tiap individu diberi poin
perkembangan. Siswa mendapat poin berdasarkan seberapa besar skor kuis mereka
melampaui skor dasar mereka.
b. Penghargaan kelompok
Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2007) perhitungan skor kelompok dilakukan
dengan cara menjumlahkan masng-masing perkembangan skor individu dan
hasilnya dibagi sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Pemberian penghargaan
diberikan berdasarkan perolehan skor rata-rata yang dikategorikan menjadi
kelompk baik, kelompok hebat dan kelompok super.
9. Re-teach atau pengajaran kembali dimaksudkan untuk penguatan kembali
terhadap materi-materi yang belum dikuasai siswa dan menyebabkan
kesalahpahaman.

26
Tabel 2.4 Langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw IV
Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Pendahuluan a. Mangaitkan materi pembelajaran a. Menunjukkan respon positif terhadap
dengan materi yang telah dipelajari penjelasan yang diberikan guru
sebeumnya. b. Menjawab pertanyaan guru dengan
b. Memotivasi siswa (memfokuskan proaktif, komunikatif dan santun
perhatian siswa) dengan cara Tanya c. Menyimak dan menghargai penjelasan
jawab berkaitan dengan materi dalam guru
kehidupan sehari-hari. d. Menunjukkan respon positif terhadap
c. Menyampaikan tujuan dan arahan guru
pengenalan materi pembelajaran
d. Mengenalkan aturan dan tata cara
pelaksanaan Jigsaw
Teori 1. Teori belajar konstruktivisme menyatakan peranan guru dalam pembelajaran
mendidik anak dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian
tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
2. Motivasi belajar menurut Winkel (2008) adalah keseluruhan daya
penggerak psikis didalam siswa yang menimbulkan kegiatan belajar demi
mencapai suatu tujuan.
Menentukan a. Mengarahkan siswa untuk a. Menunjukkan respon positif terhadap
kelompok asal membentuk kelompok secara arahan guru
heterogen b. Meyimak dan menghargai penjelasan
b. Memberikan pokok bahasan berbeda guru
dari setiap anggota kelompok asal
Teori 1. Dinamika kelompok juga merujuk kepada suasana yang terjadi ketika siswa
berinteraksi dalam mengkaji suatu masalah. Perbedaan antara orang-orang akan
membuat adanya ketergantungan terhadap pencapaian tujuan dan dalam
pembagian sumber.
2. Teori belajar piaget menjelaskan bahwa dalam implikasi proses
pembelajaran untuk memaklumi perbedaan individual, maka kegiatan
pembelajaran diatur dalam bentuk kelompok kecil
Menentukan a. Meminta siswa mengamati pokok a. Mengamati dengan teliti pokok
kelompok ahli bahasan yang didapatkannya bahasan yang diperolehnya dan terus
b. Meminta siswa yang menperoleh mendengarkan instruksi guru
pokok bahasan yang sama untuk b. Disiplin berkumpul dan membentuk
berkumpul dan membentuk kelompok ahli dengan temannya yang
kelompok ahli memiliki pokok bahasan yang sama

Teori 1. Dinamika kelompok juga merujuk kepada suasana yang terjadi ketika siswa
berinteraksi dalam mengkaji suatu masalah.
2. Teori belajar piaget menjelaskan bahwa dalam implikasi proses
pembelajaran untuk memaklumi perbedaan individual, maka kegiatan
pembelajaran diatur dalam bentuk kelompok kecil

27
Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Diskusi a. Memberikan lembar diskusi a. mencari berbagai sumber belajar yang
kelompok ahli kelompok ahli. relevan dan terpercaya seperti buku,
b. Meminta siswa mengumpulkan LKS, internet, dll dengan bertanggung
informasi yang berkaitan dengan jawab.
pokok bahsan yang diberikan. b. Berdiskusi dengan proaktif, santun,
c. Menghubungkan informasi yang cinta damai dan kritis dengan temna
sudah dikumpulkan untuk menjawab satu kelompoknya untuk menjawab
permasalahan yang ada di lembar pertanyaan dengan
ahli menggunakan/memanfaatkan sumber
d. Meminta siswa berdiskusi dan belajar yang telah diperoleh.
menginformasikan sampai semua
anggota kelompok ahli memahami
pokok bahasan yang dipelajari
Teori 1. Beban kognitif intrinsik (intrinsic cognitive load) adalah beban kognitif
yang disebabkan oleh tingkat kompleksitas materi yang harus diproses
secara bersamaan dalam memori kerja untuk mengkonstruksi skema yang
sedang dipelajari.
2. teori konstrukivisme menurut Piaget memandang perkembangan kognitif
sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna
dan pemahaman realitas melalui pengalaman-penglaman dan interaksi-
interaksi mereka.
3. Dalam pembelajaran menurut Gagne, siswa harus dapat aktif dan tidak
boleh pasif.
4. Komunikasi berarti sebuah proses penyampaian informasi yang mampu dicerna
secara baik
Kuis kelompok Memberikan lembar kuis kepda Menjawab kuis dengan jujur dan
ahli kelompok ahli untuk memastikan percaya diri.
setiap anggota kelompok telah
kompeten terhadap materi yang telah
menjadi tanggung jawabnya.
Teori 1. Menurut Bloom evaluasi pembelajaran adalah proses pengumpulan data real
secara sistematis untuk mengetahui sejauh mana kemampuan atau tingkat
perubahan peserta didik.
2. Menurut Arikunto (dalam Wardani, 2016) mengemukakan bahwa “Fungsi
pemberian kuis bagi siswa dapat digunakan untuk mengetahui sudah
menguasai materi pelajaran secara menyeluruh.
3. Menurut Sugiyanto (dalam Sugandi, 2009) tujuan pemberian kuis dalam
pembelajaran adalah untuk mengevaluasi ketercapaian kompetensi dan
pengayaan pengetahuan .
Kembali dan a. Meminta siswa kembali ke kelompok a. Disiplin kembali ke kelompok asalnya
berdiskusi asalnya b. Mempresentasikan/
dengan b. Meminta siswa secara bergantian mengkomunikasikan dengan
kelompok asal mempresentasikan/

28
Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
mengkomunikasikan apa yang sudah bertanggung jawab hasil diskusinya
mereka dapatkan didalam kelompok dalam kelompok ahli secara bergantian
ahli sampai semua anggota
kelompok memiliki pemahaman
yang sama terhadap pokok bahasan
yang dipalajari
1. Tutor sebaya adalah bimbingan atau bantuan yang diberikan kepada orang
lain dengan umur yang sebaya.
2. Beban kognitif intrinsik (intrinsic cognitive load) adalah beban kognitif
yang disebabkan oleh tingkat kompleksitas materi yang harus diproses
secara bersamaan dalam memori kerja untuk mengkonstruksi skema yang
sedang dipelajari.
3. Teori konstrukivisme menurut Piaget memandang perkembangan kognitif
sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna
dan pemahaman realitas melalui pengalaman-penglaman dan interaksi-
interaksi mereka.
4. Dalam pembelajaran menurut Gagne, siswa harus dapat aktif dan tidak
boleh pasif.
5. Komunikasi berarti sebuah proses penyampaian informasi yang mampu dicerna
secara baik
Kuis kelompok Memberikan kuis kepada kelompok Menjawab soal-soal kuis dengan jujur
asal asal untuk memastikan bahwa tim dan percaya diri.
ahli telah bekerja mengimbaskan
materi yang dikuasainya
Teori 1. Menurut Bloom evaluasi pembelajaran adalah proses pengumpulan data real
secara sistematis untuk mengetahui sejauh mana kemampuan atau tingkat
perubahan peserta didik.
2. Menurut Arikunto (dalam Wardani, 2016) mengemukakan bahwa “Fungsi
pemberian kuis bagi siswa dapat digunakan untuk mengetahui sudah
menguasai materi pelajaran secara menyeluruh.
3. Menurut Sugiyanto (dalam Sugandi, 2009) tujuan pemberian kuis dalam
pembelajaran adalah untuk mengevaluasi ketercapaian kompetensi dan
pengayaan pengetahuan .
Review proses a. Meminta perwakilan kelompok a. Mempresentasikan dengan
dan untuk mempresentasikan hasil bertanggung jawab hasil diskusinya di
kesimpulan dikusinya di depan kelas depan kelas
b. Membantu siswa untuk membuat b. Bersikap proaktif terhadap temannya
kesimpulan melalui diskusi kelas yang mempresentasikan hasil
diskussinya di depan kelas
c. Membuat kesimpulan dari proses
pembelajaran

29
Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Teori 1. Dewey (1933) dalam Abdillah (2017) bahwa kemampuan berpikir reflektif ialah
penambah untuk berpikir kritis, karena mengandung proses analisis dan
mengambil keputusan tentang apa yang terjadi.
2. Kognitif menurut Piaget merupakan perkembangan cara berpikir individu dalam
kompleksitas perubahannya melalui perkembangan neurologis dan pengalaman
lingkungan.

Evaluasi dan a. Memberikan post tes kepada siswa a. Mengerjakan post tes secara individu
penghargaan untuk melihat sejauh mana dengan teliti, juju dan disiplin
pemahaman siswa terhadap pokok b. Menghargaai penghargaan dari guru
bahasan yang telah dipelajari
b. Mengumumkan kelompok terbaik
dan memberikan penghargaan
1. Menurut Bloom evaluasi pembelajaran adalah proses pengumpulan data real
secara sistematis untuk mengetahui sejauh mana kemampuan atau tingkat
perubahan peserta didik.
2. Menurut Skiner, perilaku verbal adalah perilaku yang dikendalikan oleh
akibatnya, bila akibatnya itu berupa hadiah, maka perilaku itu akan terus
dipertahankan.
3. Motivasi belajar seorang peserta didik akan meningkat apabila ada faktor
pendorongnya yaitu berupa pemberian penghargaan.
Re-teach a. Memberikan penguatan terhadap a. Menyimak dan menghargai
meteri pelajaran yang telah penjelasan guru
dipelajari b. Mencatat hal-hal penting yang
b. Memberikan tugas kepada siswa disampaikan guru
untuk dipelajari dirumah tentang
materi selanjutnya
Teori 1. motivasi siswa akan timbul untuk menghadapi tugas – tugas yang akan
dikerjakan dan mengetahui dengan pasti batas – batas tugas yang akan
dikerjakan
2. Menurut teori belajar Skinner munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberi penguatan dan akan menghilang bila diknai hukuman.

2.6 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw IV


Menurut Nurasiah (2017) Pada dasarnya setiap model pembelajaran
mempunyai kelebihan dan kekurangan pada setiap perlakukan, tak terkecuali model
pembelajaran Jigsaw IV. Kelebihan dari Jigsaw IV adalah sebgaa berikut:
1. Dalam pembelajaran kelompok, siswa berkesempatan untuk belajar dan
mengajar dalam kelompok mereka, belajar topik ahli dan mengajarkan topik
ahli dalam kelompok asal sehingga dapat mengembangkan rasa percaya diri,
kerja sama dan motivasi (Barbosa et al, 2004)

30
2. Mampu meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor siswa
(Eliks, 2012).
3. Dapat mempelajari bagian ilmu pengetahuan yang tersusun secara hirarkis,
yang berarti setiap langkah dapat dipelajari secara terpisah namun kemudian
didiskusikan kembali secara bersama-sama.
4. Apabila dipadukan dengan metode eksperimen, model Jigsaw IV mampu
melakukan bagian-bagian percobaan tertentu, berbagi data dan
mendiskusikan bersama kembali.
5. Model Jigsaw IV juga baik untuk diterapkan pada materi-materi yang bersifat
abstrak seperti struktur atom (Eliks, 2012).
6. Siswa merasa lebih bebas untuk menetukan keputusan pada saat belajar
dikelompok mereka.
Sedangkan beberapa kelemahan dalam model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw IV, adalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran Jigsaw IV dalam pelaksanaannya tergolong model
pembelajaran kooperatif yang agak rumit sehingga membutuhkan
pemahaman guru maupun siswa terlebih dahulu sebelum menggunakan
model pembelajaran ini.
2. Membutuhkan waktu yang agak lama karena setiap siswa mempunyai dua
kelompok, yakni kelompok asal dan kelompok ahli.

2.7 Kondisi yang Mendukung Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe


Jigsaw IV

1. Dalam Hosnan (2014) materi pelajaran harus mempunyai subtopik yang


memiliki kedudukan yang setara/sama sehingga materi tersebut tidak
mengharuskan pengurutan dalam penyampaiannya.
2. Dalam Almeda (2017) sekolah perlu menyediakan perpustakaan kelas atas
yang menyediakan informasi dan opini dari berbagai macam media; yang
juga dapat menyediakan akses ke sumber daya luar dengan baik dan relevan,
dan juga mengunjungi tempat-tempat penting keberadaan sumber.
3. Dalam pembelajaran menurut Gagne, siswa harus dapat aktif dan tidak boleh
pasif. Sehingga dalam penerapan model Jigsaw siswa harus selalu aktif

31
berpartisipasi karena siswa akan menjadi tutor sebaya dalam proses
pembelajaran.
4. Dalam Effendi (2015) siswa harus memiliki kesiapan pendagosis seperti
keterampilan berkomunikasi dan berinteraksi (interpersonal skill). Jumlah
siswa dalam pembagian kelompok harus yang merata, dalam artian tiap
kelompok merupakan kelompok yang heterogen. Adanya dukungan sarana
dan prasarana sekolah seperti kursi dan meja yang mudah untuk diposisikan
sesuai dengan kebutuhan dalam penerapan model.

32
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Menurut Arends (2012), pemebelajaran koorperatif Jigsaw adalah suatu tipe


pembelajaran koorperatif yang terdiri beberapa anggota dalam satu kelompok
yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada orang lain.
2. Model pembelajaran kooperatif Jigsaw IV merupakan pengembangan dari
Jigsaw I, Jigsaw II, dan Jigsaw III yang dirancang untuk memperbaiki model-
model pembelajaran Jigsaw sebelumnya. Terdapat tiga aspek baru dan
penting dalam Jigsaw IV yakni, kuis dan re-teaching (re-teaching dilakukan
setelah pemberian tes dan peringkat) (Holliday dalam Nurasiah, 2017).
3. Teori yang mendasari pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV diantaranya
teori belajar kognitivisme dan konstruktivisme menurut Piaget, Vygotsky dan
Gagne. Selanjutnya teori belajar beban kognitif, motivasu, tutor sebaya, dan
dinamika kelompok.
4. Karakteristik pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV diantaranya kegiatan
pendahuluan, pembelajaran secara tim, saling ketergatungan positif, tanggung
jawab perseorangan, keterampilan bekerja sama, komunikasi antar anggota,
evaluasi/kuis proses kelompok danr Re-teach.
5. Tahap-tahap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV diantaranya
pendahuluan dengan penentuan kelompok asal dan ahli, diskusi dalam
kelompok ahli, kuis kelompok ahli, kembali dan berdiskusi dengan kelompok
asal, kuis kelompok asal, review proses dan kesimpulan, evaluasi dan penghargaan
serta Re-teach.
6. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV menurut
Nurasiah (2017) yaitu siswa berkesempatan untuk belajar dan mengajar
dalam kelompok mereka, saling kerja sama dan motivasi sehingga mampu
meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor siswa, baik untuk
diterapkan pada materi-materi yang bersifat abstrak seperti struktur atom.

33
Sedangkan kelemahan dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
Ivyaitu dalam pelaksanaannya tergolong model pembelajaran kooperatif yang
agak rumit sehingga membutuhkan pemahaman guru maupun siswa terlebih
dahulu sebelum menggunakan model pembelajaran ini dan membutuhkan
waktu yang agak lama karena setiap siswa mempunyai dua kelompok, yakni
kelompok asal dan kelompok ahli.
7. Kondisi yang mendukung pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
IV diantaranya materi pelajaran harus mempunyai subtopik yang memiliki
kedudukan yang setara/sama, tersedianya sarana dan prasarana seperti
sumber belajar dan meja kursi yang sesuai dengan penerapan model, siswa
harus memiliki kesiapan pendagosis seperti keterampilan berkomunikasi dan
berinteraksi (interpersonal skill). Jumlah siswa dalam pembagian kelompok
harus yang merata, dalam artian tiap kelompok merupakan kelompok yang
heterogen.

3.2 Saran
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV meemrlukan
pengolaan kelas yang baik, sehingga dihapkan guru yang akan menerapkan model
ini perlu membuat perencanaan yang matang agar proses pembelajaran lebih
efektif.

34
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Fauzi. 2017. Revitalisasi Kemampuan Refleksi Mahasiswa Calon Guru


Melalui Penulisan Jurnal Perkuliahan PPKN. Jurnal Pendidikan Dasar Vol.
9, No. 1, hal : 8-15.

Almeda, R., dan Sahyar. 2017. Effect of Cooperative Learning Model type Group
Investigation Assisted PhET to Students’ Conceptual Knowledge. IOSR
Journal of Research & Method in Education (IOSR-JRME) Vol. 7, Issue 4
Ver. III:75-80.
Arends, R., 2012. Learning to Teach (Ninth Edition). New York: McGraw-Hill.

Barbosa, L., Berk, M., Vorster, M., 2003. A Double – Blind randomized, placebo-
controlled trial of augmentation with lamotrigine or placeboin patients
concomitantly treated withfluoxetine for resistant major depressive episodes.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12716240.
Effendi, M. H., Fatria, D., & Fuldiaratman. 2015. Analisis Faktor Penentu
Keberhasilan Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw pada Materi
Hidrokarbon Di SMAN 3 Kota Jambi. Prosiding SEMIRATA 2015 bidang
MIPA BKS-PTN Barat. Hal 569 - 578

Eliks, et all., 2012. Different Types of Action Research to Promote Chemistry


Teachers Profesional Development- A Joined Theoretical onTwo Cases 65
From Israel and Germany, International Journal of Science and Mathematics
Education,10 (3):581-610.
Gandhi, T., 2010. Filsafat pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Hamzah B. Uno. (2011). Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang


Pendidikan. Jakarta: Bumi aksara.

Herpratiwi, 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Lampung: Universitas


Lampung.

Hertiavi, M. A., dkk. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
untuk Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah siswa SMP.Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia, 6: 53-57.

Hosnan, 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad


21. Bogor: Ghalia Indonesia

Isjoni. 2007. Cooperatif Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung:


Alfabeta.
Isjoni. 2013. Pembelajaran kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

35
Kagan, S., & Kagan, M., 2009. Cooperatif Learning. San Clemente: CA: Kagan
Publishing.

Kalyuga, S., 2011. Informing: A cognitive load perspective. informing science. The
International Journal of An Emerging Transdiscipline, 14: 36.

Lie, A., 2007. Kooperatif Learning (Mempraktikkan Cooperative Learning di


Ruang-ruang Kelas). Jakarta: Grasindo.
Lie, A., 2008. Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Nurasiah. 2017. Perbandingan Hasil Belajar Kognitif dan Kemampuan


Argumentasi Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw II
dan IV pada Materi Sistem Periodik Unsur di SMA Negeri 2 Tanjung Jabung
Timur-Jambi. Tesis. Universitas Jambi

Rianti, E., 2014. Analisis Proses Pembelajaran Model Kooperatif Tipe Jigsaw pada
Materi Hidrokarbon di SMAN 6 Kota Jambi, Skripsi. Universitas Jambi.

Rusman, 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme


Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Sagala, S., 2013. Konsep dan Makna Pembelajara. Bandung: Alfabeta.

Sardiman. A. M., 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Sugandi, A., 2008. Teori Pembelajaran. Semarang : UPT MKK UNNES
Slavin, R. E., 2010. Cooperatif Learning. Alih bahasa Nurulita Yusron. Bandung:
Nusa Media.

Trianto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.


Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wardhani, S., dan Rumiati., 2011. Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika
SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta : PPPPTK Matematika.
Winkel. 2008. Psikologi Pengajaran, Jakarta: Gramedia Pustaka Tama.

Wolman, Benjamin B. 1973. Dictionary of Behavioral Science. New York: Van


Nostrand Remhold Company.
Yudono, T., 2016. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan
Tipe STAD Terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran
Pemeliharaan Kelistrikan Kendaraan Ringan Kelas XI Jurusan Otomotif
SMK Negeri 2 Wonosari Tahun Pelajaran 2015-2016. Skripsi. Universitas
Negeri Yogyakarta

36

Anda mungkin juga menyukai