Anda di halaman 1dari 109

abtu, 19 November 2011

ASUHAN KEPERAWATAN MEGAKOLON KONGENITAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN MEGAKOLON KONGENITAL

A. PENGKAJIAN
I. Identitas Pasien
- Nama pasien - Tanggal masuk RS
- No rekam medis - Tanggal pengkajian
- Nama panggilan - Orang tua/wali
- Tempat/tgl lahir - Nama ayah
- Umur - Nama ibu
- Jenis kelamin - Pendidikan
- Suku - Alamat
- Bahasa yang dimengerti
II.Keluhan Utama
III. Riwayat Penyakit Sekarang
IV. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1. Prenatal
2. Perinatal dan post natal
3. Penyakit yang pernah diderita
4. Hospitalisasi, tindakan operasi
5. Injury/kecelakaan
6. Alergi
7. Imunisasi
8. Pengobatan
V. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
VI. Riwayat Keluarga
1. Sosial ekonomi
2. Lingkungan rumah
3. Penyakit keluarga
4. Genogram

VII. Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional


1. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
2. Nutrisi
3. Eliminasi.
4. Aktifitas
5. tidur dan istirahat
6. Kognitif dan persepsi
7. konsep diri
8. seksualitas dan reproduksi
9. Pola hubungan
10. Mekanisme koping dan stres.
11. Nilai dan keyakinan.
VIII. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
- Tingkat kesadaran
- Nadi, suhu, tekanan darah
- BB, TB, Lingkar kepala, lingkar dada, LLA.
- Head to toe.
IX. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang
X. Data dari Disiplin yang Lain

XI. Analisa Data


XII. Diagnosa Keperawatan
 Pre op.
1. Konstipasi berhubungan dengan mekanik : megakolon.
2. Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan dan perawatan
setelah pulang berhubungan dengan kurang informasi.
3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik, ekskresi
feses pada daerah stoma.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan absorbsi usus.
5. Gangguan koping keluarga berhubungan dengan krisis situasional, ancaman fungsi
peran, perubahan lingkungan.
6. Resiko gangguan ketergantungan anak/orang tua berhubungan dengan kecemasan
peran orang tua, kehilangan privasi.
7. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif.
 Post op
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif.

C. RENCANA KEPERAWATAN
Pre op
No Dx Tujuan Intervensi
1 Konstipasi BAB lancar, dengan 1. Bowel management
berhubungan kriteria : - Catat BAB terakhir
dengan mekanik : - Faeses lunak - Monitor tanda
megakollon - Anak tidak kesakitan konstipasi
saat BAB. - Anjurkan keluarga
- Tindakan operasi untuk mencatat warna,
colostomi jumlah, frekuensi BAB.
- Berikan supositoria jika
perlu.
2. Bowel irrigation
- Jelaskan tujuan dari
irigasi rektum.
- Check order terapi.
- Jelaskan prosedur pada
orangtua pasien.
- Berikan posisi yang
sesuai.
- Cek suhu cairan sesuai
suhu tubuh.
- Berikan jelly sebelum
rektal dimasukkan.
- Monitor effect dari
irigasi.
3. Persiapan preoperatif
- Jelaskan persiapan
yang harus dilakukan.
- lakukan pemeriksaan
laboratorium: darah
rutin, elektrolit, AGD.
- transfusi darah bila
perlu.
2. Cemas Cemas keluarga pasien 1. Anxiety reduction
berhubungan tertangani dengan - jelaskan semua
dengan perubahan kriteria: prosedur yang akan
dalam status - Ibu terlihat lebih tenang dilakukan.
kesehatan anak. - Ibu dapat bertoleransi - kaji pemahaman
dengan keadaan anak. orangtua terhadap
kondisi anak, tindakan
yang akan dilakukan
pada anak.
- anjurkan orang tua
untuk berada dekat
dengan anak.
- bantu pasien
mengungkapkan
ketegangan dan
kecemasan.
3. Defisit pengetahuan Orang tua tahu
1. teaching: proses
berhubungan mengenai perawatan penyakit
dengan tidak anak dengan kriteria: - Kaji pengetahuan
mengenal dengan - Mampu menjelaskan pasien tentang penyakit.
sumber informasi penyakit, prosedur - Jelaskan tentang
operasi penyakit, prosedur
- mampu menyebutkan tindakan dan cara
tindakan keperawatan perawatan bersama
yang harus dilakukan. dengan dokter.
- Mampu menyebutkan - Informasikan jadwal
cara perawatan. rencana operasi: waktu,
tangggal, dan tempat
operasi, lama operasi.
- Jelaskan kegiatan
praoperasi : anestesi,
diet, pemeriksaan lab,
pemasangan infus,
tempat tunggu keluarga.
- Jelaskan medikasi yang
diberikan sebelum
operasi: tujuan, efek
samping.
2. health education:
- jelaskan tindakan
keperawatan yang akan
dilakukan.
- Jelaskan mengenai
penyakit, prosedur
tindakan dan cara
perawatan dengan
dokter.
- Lakukan diskusi dengan
keluarga pasien dengan
penyakit yang sama.
- Jelaskan cara
perawatan post operatif.
4. Ketidakseimbangan Status nutrisi - Kaji nafsu makan,
baik,
nutrisi kurang dari dengan kriteria: lakukan pemeriksaan
kebutuhan tubuh - Diet seimbang, intake abdomen, adanya
berhubungan adekuat. distensi, hipoperistaltik.
dengan penurunan - BB normal. - Ukur intake dan output,
absorbsi usus. - Nilai lab darah normal: berikan per oral / cairan
HB, Albumin, GDR. intravena sesuai
program (hidrasi adalah
masalah yang paling
penting selama masa
anak-anak).
- Sajikan makanan
favorit anak, dan
berikan sedikit tapi
sering.
- Atur anak pada posisi
yang nyaman (fowler)
- Timbang BB tiap hari
pada skala yang sama.
5. Gangguan koping Meknisme koping - Kenalkan keluarga
keluarga keluarga efektif, dengan untuk mengenal
berhubungan kriteria: staf/perawat yang
dengan krisis - Keluarga menunjukkan merawat
situasional, bisa menyesuaikan - Gambarkan kegiatan
ancaman fungsi dengan lingkungan rutin di RS yang
peran, perubahan rumah sakit. mempengaruhi anak.
lingkungan. - Anggota keluarga aktif - Anjurkan keluarga
bertanya. untuk menyesuaikan
dengan lingkungan yang
baru dan asing.
- Informasikan tentang
area di luar unit yang
mungkin mereka
perlukan.
- Ciptakan kondisi yang
mendukung untuk
bertanya,
mengungkapkan
kekecewaan dan
perasaannya.
- Hadirkan keluarga
terdekat dengan pasien.
- Jaga privasi, awasi
tanda-tanda ketegangan
keluarga.
6. Kekurangan volume Status hidrasi: 1. manajemen cairan
cairan b.d Kriteria:  timbang berat badan
kehilangan volume- menunjukkan urine tiap hari
caian secara aktif output normal  kelola catatan intake
- menunjukkan TD, nadi dan output
dan suhu dbn  monitor status hidrasi
- turgor kulit, (membran mukosa, nadi
kelembaban mukosa adekuat, ortostatik TD)
dbn.  monitor hasil
- Mampu menjelaskan laboratorium yang
yang dapat dilakukan menunjukkan retensi
untuk mengatasi cairan
kehilangan cairan  monitor keadaan
hemodinamik
 monitor vital sign
 monitor tanda-tanda
kelebihan atau
kekurangan volume
cairan
 administrasi terapi Intra
vena
 monitor status nutrisi
 berikan cairan dan
intake oral.

2. monitor cairan
- kaji jumlah dan jenis
intake cairan dan
kebiasaan eliminasi
- kaji faktor resiko
terjadinya
ketidakseimbangan
cairan
- monitor intake dan
output
- monitor serum, dan
elektrolit
- jaga keakurtan
pencatatan intake dan
output
- administrasi pemberian
cairan
3. managemen hipovolemi
- monitor status cairan
termasuk intake dan
output
- jaga kepatenan terpi
intra vena
- monitor kehilangan
cairan
- monitor hasil
laboratorium
- hitung kebutuhan cairan
- administrasi pemberian
cairan hipotonik/isotonik
- observasi indikasi
dehidrasi
- kelola pemberian intake
oral
- monitor tanda dan
gejala over hidration

Post Op.
No Dx Tujuan dan Intervensi
kriteria hasil
1. Nyeri akut Level nyeri
1. Management nyeri
berhubungan berkurang dengan - Kaji nyeri meliputi
dengan agen injuri kriteria : karakteristik, lokasi, durasi,
fisik - anak tidak rewel frekuensi, kualitas, dan faktor
- ekspresi wajah dan presipitasi.
sikap tubuh rileks - Observasi ketidaknyamanan
- tanda vital dbn non verbal
- Berikan posisi yang nyaman
- Anjurkan ortu untuk
memberikan pelukan agar
anak merasa nyaman dan
tenang.
- Tingkatkan istirahat
2. Teaching
- Jelaskan pada ortu tentang
proses terjadinya nyeri
- Pertahankan imobilisasi
bagian yang sakit
- Evaluasi keluhan nyeri atau
ketidaknyamanan
- Perhatikan lokasi nyeri.
3. Administrasi analgetik
- Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
- Cek program medis tentang
jenis obat, dosis dan
frekuensi pemberian
- Ikuti 5 benar sebelum
memberikan obat
- Cek riwayat alergi
- Monitor tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian obat
- Dokumentasikan pemberian
obat.

2. Resiko infeksi Resiko infeksi


1. Infektion control
berhubungan terkontrol dengan - Terapkan kewaspadaan
dengan prosedur kriteria : universal cuci tangan
invasif - bebas dari tanda- sebelum dan sesudah
tanda infeksi melakukan tindakan
- tanda vital dalam keperawatan.
batas normal - Gunakan sarung tangan
- hasil lab dbn setiap melakukan tindakan.
- Berikan personal hygiene
yang baik.
2. Proteksi infeksi
- monitor tanda-tanda infeksi
lokal maupun sistemik.
- Monitor hasil lab: wbc,
granulosit dan hasi lab yang
lain.
- Batasi pengunjung
- Inspeksi kondisi luka insisi
operasi.
3. Ostomy care
- bantu dan ajarkan keluarga
pasien untuk melakukan
perawatan kolostomi
- Monitor insisi stoma.
- Pantau dan dampinggi
keluarga saat merawat
kolostomi
- Irigasi stoma sesuai indikasi.
- Monitor produk stoma
- Ganti kantong kolostomi
setiap kotor.
4. Medikasi terapi
- Beri antibiotik sesuai
program
- Tingkatkan nutrisi
- Monitor keefektifan terapi.
5. Health education
o Ajarkan pada orang tua
tentang tanda-tanda infeksi.
o Ajarkan cara mencegah
infeksi.
o Ajarkan cara perawatan
colostomi

3. Kekurangan Status hidrasi: 4. manajemen cairan


volume cairan b.d Kriteria: timbang berat badan tiap hari
kehilangan volume- menunjukkan urine kelola catatan intake dan
caian secara aktif output normal output
- menunjukkan TD, monitor status hidrasi
nadi dan suhu dbn (membran mukosa, nadi
- turgor kulit, adekuat, ortostatik TD)
kelembaban mukosa monitor hasil laboratorium
dbn. yang menunjukkan retensi
- Mampu cairan
menjelaskan yang monitor keadaan
dapat dilakukan hemodinamik
untuk mengatasi monitor vital sign
kehilangan cairan monitor tanda-tanda
kelebihan atau kekurangan
volume cairan
 administrasi terapi Intra vena
 monitor status nutrisi
 berikan cairan dan intake
oral.

5. monitor cairan
- kaji jumlah dan jenis intake
cairan dan kebiasaan
eliminasi
- kaji faktor resiko terjadinya
ketidakseimbangan cairan
- monitor intake dan output
- monitor serum, dan elektrolit
- jaga keakurtan pencatatan
intake dan output
- administrasi pemberian
cairan
6. managemen hipovolemi
- monitor status cairan
termasuk intake dan output
- jaga kepatenan terpi intra
vena
- monitor kehilangan cairan
- monitor hasil laboratorium
- hitung kebutuhan cairan
- administrasi pemberian
cairan hipotonik/isotonik
- observasi indikasi dehidrasi
- kelola pemberian intake oral
- monitor tanda dan gejala
over hidration

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Sowden, 2002, Keperawatan Pediatric Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran


EGC, Jakarta.

Carpenito, 1998, Diagnosis Keperawatan, Editor Yasmin Asih, Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Jakarta.

Komite Keperawatan dan Kelompok Kerja Fungsional Keperawatan Bedah RS


DR. Sardjito, 2004, Standar Asuhan Keperawatan Bedah Anak, Ed. 3, PS DR.
Sardjito, Yogyakarta.

NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis Definition and Classification,


Philadelphia.
Hirschsprung atau mega kolon kongenital merupakan penyakit yang menyebabkan
gangguan pada saluran pencernaan, tepatnya pada usus besar. Hirschsprung atau mega kolon
congenital juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel
ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang
dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spinkter
rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan,
kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak ada ganglion
dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan
dilatasi usus proksimal. Penyakit hirschprung atau mega kolon congenital dapat terjadi pada
semua usia, namun yang paling sering pada neonatus.
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch
pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan serta mendeskripsikan mega colon
congenital pada tahun 1863 adalah Harald Hirschsprung. Namun, pada saat itu patofisiologi
terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson
dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan
oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion. Penyakit hirschprung
terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hirschsprung di Indonesia tidak diketahui
secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk
Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan
lahir 1400 bayi dengan penyakit hirschsprung. Insidens keseluruhan dari penyakit
Hirschsprung 1: 5000 kelahiran hidup. laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan
perempuan dengan perbandingan 4:1. Biasanya, penyakit Hirschsprung terjadi pada bayi
aterm dengan berat lahir 3kg dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai
dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan
kardiovaskuler.
Penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan
mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi.
faktor penyebab penyakit Hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor
lingkungan.
Oleh karena itu, penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan
yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum,
manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan pembedahan
dan colostomi.

B. Tujuan Penulisan
 Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi tentang penyakit yang menyerang pada sistem pencernaan
 Tujuan Khusus
Untuk memahami tentang hirschprung atau mega colon congenital dan asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit hirschprung atau mega colon kongenital
C. Manfaat Penulisan
 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui mengenai konsep dasar dan asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit hirschprung atau mega colon congenital
 Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat mengetahui tentang gangguan pada system pencernaan khususnya tentang
penyakit hirschprung atau mega kolon congenital secara lengkap.

D. Sistematika Penulisan
Pada bab 1 dalam makalah ini dibahas tentang latar belakang, tujuan, manfaat serta
sistematika penulisan dari makalah ini. Pada bab 2 dibahas definisi, etiologi, anatomi
fisiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,
prognosis dan pathway dari hirschprung atau mega colon congenital. Pada bab 3 dibahas
asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit hirschprung atau mega colon kongenital.
Pada bab 4 berisi kesimpulan dan saran.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Penyakit Hirschsprung (mega kolon kongenital) adalah suatu penyumbatan pada usus
besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari usus besar
tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya.
Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling
bawah mulai dari anus hingga usus diatasnya. Saraf yang berguna untuk membuat usus
bergerak melebar menyempit biasanya tidak sama sekali atau kalaupun ada sedikit sekali.
Namun yang jelas kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung
sembelit terus-menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya saraf yang dapat mendorong
kotoran keluar dari anus.
Dalam keadaan normal bahan makanan yang dicerna bisa berjalan disepanjang usus
karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melepasi usus (kontraksi ritmis ini disebut
gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oelh sekumpulan saraf yang
disebut ganglion yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit hirschsprung ganglion ini
tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter.
Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristalltik tidak dapat mendorong bahan-
bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan. Penyakit hirschsprung 5 kali lebih sering
ditemukan pada bayi laki-laki. Penyakit ini kadang disertai dengan kelainan bawaan lainnya,
seperti sindroma down.

B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding
usus, mulai dari spingter ani internus kearah proksimal, 70 % terbatas didaerah rektosigmoid,
10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus dan pilorus.
Adapun yang menjadi penyebab hirschsprung atau mega kolon kongenital adalah diduga
karena terjadi faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down
syndrome, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan submukosa pada dinding plexus.
Dalam keadaan normal bahan makanan yang dicerna bisa berjalan disepanjang usus
karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut
gerakan peristaltiik). Kontraksi dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion
yang terletak dibawah lapisan otot.

C. Anataomi Fisiologi
1. Rongga Mulut
 Gigi
Anatomi fisiologi system pencernaan pertama yang berinteraksi dengan makanan secara
langsung adalah rongga mulut. Rongga mulut termasuk dalam saluran pencernaan. Rongga
ini merupakan tempat pertama yang menerima makanan. Organ pertama dari rongga mulut
yang menerima makanan adalah gigi, dimana fungsinya adalah memotong dan merobek
makanan secara mekanik dari yang berukuran besar hingga berukuran pas untuk ditelan.
 Lidah
Lidah merupakan organ yang berperan mengatur makanan dan gigi dan tidak hanya itu, lidah
juga berperan sebagi organ pengecap makanan sehingga manusia berselera makan. Bagian
lidah yang berperan dalam pengecap rasa makanan adalah papilla.
Di dalam rongga mulut, terdapat pula air ludah, yang dihasilkan oleh kelenjar ludah.
Fungsinya untuk membasahi makanan, sehingga makanan mudah ditelan dan dikunyah. Air
ludah juga mengandung enzim ptyalin yang mengubah karbohidrat menjadi disakarida.
2. Kerongkongan
Kerongkongan merupakan bagian saluran pencernaan tempat mmelakukan makanan dari
rongga mulut ke lambung.. di dalam kerongkongan makanan akan mengalir dengan bantuan
gerak peristalltik dari otot kerongkongan.

3. Lambung
Lambung adalah organ pencernaan yang terletak di rongga perut atas sebelah kiri. Didalam
labung, makanan akan dicerna secara kimiawi menggunakan enzim pencernaan. Enzim
pencernaan yang ada didalam lambung diantaranya enzim pepsin dan lipase. Tidak hanya
enzim di lambung terdapat asam lambung yang mempunyai pH rendah. Fungsi asam
lambung yaitu sebagai pembunuh kuman.
4. Usus Halus
Makanan yang sudah dicerna lambung akan masuk ke dalam usus halus. Usus halus adalah
organ pencernaan yang mencerna makanan secara kimiawi menggunakan enzim. Enzim-
enzim yang terdapat pada usus halus yaitu enzim amilase, tripsin dan lipase.
Usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum, jejenum dan ileum. Sari-sari makanan
yang terserap akan masuk ke dalam pembuluh darah. Adapun sisa penyerapan akan dialirkan
ke dalam usus besar. Gerakan yang berperan dalam pengaliran makanan ini adalah gerakan
peristaltik.
5. Usus Besar
Sisa hasil penyerapan usus halus akan masuk ke dalam usus besar. Di usus besar ini, sisa
pencernaan akan diserap kembali kadar air dan garam-garam yang masih terkandung
sehingga sisa pencernaan ini akan padat.
Didalam usus besar sisa pencernaan akan mengalami pembusukan karena didalam usus besar
terdapat banyak bakteri pembusuk yaitu E.Colli.

D. Patofisiologi
Istilah congenital agang lionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik
hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik) dan
tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega
Colon.
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan
relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses
terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut
melebar.

F. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda dapat bermacam-macam berdasarkan keparahan dari kondisi kadang-
kadang mereka muncul segera setelah bayi lahir. Pada saat yang lain mereka mungkin saja
tidak tampak sampai bayi tumbuh menjadi remaja ataupun dewasa.
 Pada kelahiran baru tanda dapat mencakup :
1. Kegagalan dalam dalam mengeluarkan feses dalam hari pertama atau kedua kelahiran
2. Muntah : mencakup muntahan cairan hijau disebut bile-cairan pencernaan yang diproduksi di
hati
3. Konstipasi atau gas
4. Diare
 Pada anak-anak yang lebih tua, tanda dapat mencakup :
1. Perut yang buncit
2. Peningkatan berat badan yang sedikit
3. Masalah dalam penyerapan nutrisi, yang mengarah penurunan berat badan, diare atau
keduanyadan penundaan atau pertumbuhan yang lambat
4. Infeksi kolon, khususnya anak yang baru lahir atau yang masih muda, yang dapat mencakup
enterocolitis, infeksi serius dengan diare, demam dan muntah dan kadang-kadang dilatasi
kolon yang berbahaya. Pada anak-anak yang lebih tua atau dewasa, gejala dapat mencakup
konstipasi dan nilai rendah dari sel darah merah (anemia) karena darah hilang dalam feses.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kimia darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam
batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan
ini dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit.
b. Darah rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet
preoperatiof.
c. Profil koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan
pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen dapat menunjukan adanya loop usus yang distensi dengan adanya udara
dalam rectum.
b. Barium enema
 Jangan membersihkan kolon bagian distal dengan enema sebelum memasukkan kontras
enema karena hal ini akan mengaburkan gambar pada daerah zona transisi.
 Kateter diletakkan didalam anus, tanpa mengembangkan balon, untuk menghindari kaburnya
zona transisi dan beresiko terjadinya peforasi. foto segera diambil setelah injeksi kontras, dan
diambil lagi 24 jam kemudian.
 Colon bagian distal yang menyempit dengan bagian proksimal yang mengalami dilatasi
merupakan gambaran klasik penyakit Hirschsprung. Akan tetapi temuan radiologis pada
neonatus lebih sulit diinterpetasi dan sering kali gagal memperlihatkan zona transisi.
 Gambaran radiologis lainnya yang mengarah pada penyakit Hirschsprung adalah adanya
retensi kontras lebih dari 24 jam setelah barium enema dilakukan.
3. Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat ganglion
atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.

H. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula dilakukan
kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan
hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila umur
bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur
berikut dilakukan dengan cara memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus
yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus. Prosedur Duhamel umumnya
dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan
kolon nromal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik,
menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon
normal yang ditarik tersebut. Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu
dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran
anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior. Prosedur Soave dilakukan
pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur yang paling banyak
dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan
tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya
anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
2. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde
lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
3. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat
didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk. Kolostomi
dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
4. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini.
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak.
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis (pembedahan).
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal
nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini
sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet
rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral
total.

I. Prognosis
Secara umum prognosisnya baik, 90% pasien dengan penyakit hirschprung yang
mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien
yang masih mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga harus dilakukan
kolostomi permanen. Angka kematian akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi
sekitar 20%.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN HIRSCHSPRUNG

A. Pengkajian
Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan
tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada
segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh
kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan
(Ngastiyah, 1997).

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan
adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan
muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
2. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir
dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami
konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu
atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan,
enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
3. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada survey umum terlihat
lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi dan takikardi dimana menandakan
terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya perforasi. Tanda dehidrasi dan demam bisa
didapatkan pada kondisi syok atau sepsis.
Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan didapatkan
Inspeksi : Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan rectum dan
fese akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan berbau busuk.
Auskultasi : Pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan hilangnya bisng usus.
Perkusi : Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi : Teraba dilatasi kolon abdominal.
1. Sistem kardiovaskuler : Takikardia.
2. Sistem pernapasan : Sesak napas, distres pernapasan.
3. Sistem pencernaan : Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang,
muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus
jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan
mekonium atau tinja yang menyemprot.
4. Sistem saraf : Tidak ada kelainan.
5. Sistem lokomotor/musculoskeletal : Gangguan rasa nyaman : nyeri
6. Sistem endokrin : Tidak ada kelainan.
7. Sistem integument : Akral hangat, hipertermi
8. Sistem pendengaran : Tidak ada kelainan.

D. Pemeriksaan Diagnostik dan Hasil


1. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi
usus rendah.
2. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang
tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat
retensi barium setelah 24-48 jam.
3. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
4. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
5. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas enzim
asetilkolin eseterase.

E. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder, obstruksi mekanik
2. Risiko ketidakseimbangan volume cairan/elektrolit tubuh berhubungan dengan keluar cairan
tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal.
3. Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding intestinal
sekunder dari kondisi obtruksi usus
4. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen, iritasi intestinal, respon pembedahan
5. Risiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan volume darah, sekunder dari
absorpsi saluran intestinal, muntah-muntah.
6. Risiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang adekuat.
7. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan
8. Pemenuhan informasi berhubungan dengan adanya kolostomi, evaluasi diagnostic, rencana
pembedahan, dan rencana perawatan rumah.
9. Risiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan perubahan kondisi psikososial anak
selama dirawat sekunder dari kondisi sakit.
10. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit, miniterpretasi informasi, rencana
pembedahan.

F. Analisa Data
Data Etiologi Masalah keperawatan
DS : anak terus rewel Segment pendek/ segment Risiko konstipasi
panjang
DO: konstipasi, tidak ada
mekonium > 24-48 jam Peristaltic dalam segment
pertama, kembung, distensi
abdomen, peristaltic Obstruksi kolon
menurun
DS: tidak mau minum, Mual, muntah, kembung Risiko ketidakseimbangan
rewel volume cairan tubuh
anorexia
DO: mukosa mulut kering, Intake nutrisi tidak adekuat
ubun-ubun dan mata
cekung, turgor kulit kurang
elastic Kehilangan cairan dan
elektrolit

DS: rewel dan merasa Intervensi pembedahan Risiko injuri


kurang nyaman akibat
kolostomi
Kerusakan jaringan pasca
DO: BAB melalui pembedahan
kolostomi
DS : pasien merasa demam Obstruksi kolon proksimal Risiko infeksi

DO : hipertermi (suhu 38o


C) Intervensi pembedahan

Kerusakan jaringan pasca


pembedahan

G. Diagnosa keperawatan prioritas


Pre Operasi
1. Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder, obstruksi mekanik
2. Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh berhubungan dengan keluar cairan tubuh dari
muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal.
Post Operasi
1. Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding intestinal
sekunder dari kondisi obtruksi usus
2. Resiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.

H. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Dx Keperawatan Intervensi Rasional
Hasil
1. Resiko kostipasi b/d Tujuan : Pola BAB 1. Observasi bising usus dan 1. Untuk menyusun rencana
penyempitan kolon, normal periksa adanya distensi penanganan yang efektif
sekunder, obstruksi abdomen pasien. Pantau dan dalam mencegah konstipasi
mekanik Kriteria hasil : pasien catat frekuensi dan karakteristik dan impaksi fekal
tidak mengalami feses 2. Untuk meyakinkan terapi
konstipasi, pasien 2. Catat asupan haluaran secara penggantian cairan dan
mempertahankan akurat hidrasi
defekasi setiap hari 3. Untuk meningkatkan terapi
3. Dorong pasien untuk penggantian cairan dan
mengkonsumsi cairan 2.5 L hidrasi
setiap hari, bila tidak ada
kontraindikasi 4. Untuk membantu adaptasi
4. Lakukan program defekasi. terhadap fungsi fisiologi
Letakkan pasien di atas pispot normal
atau commode pada saat
tertentu setiap hari, sedekat
mungkin kewaktu biasa
defekasi (bila diketahui)
5. Berikan laksatif, enema, atau 5. Untuk meningkatkan
supositoria sesuai instruksi eliminasi feses padat atau
gas dari saluran pencernaan,
pantau keefektifannya
2. Risiko Tujuan : kebutuhan 1. Timbang berat badan pasien 1. Untuk membantu
ketidakseimbangan cairan terpenuhi setiap hari sebelum sarapan mendeteksi perubahan
volume cairan tubuh b/d 2. Ukur asupan cairan dan keseimbangan cairan
keluarnya cairan tubuh Kriteria hasil : turgor haluaran urin untuk 2. Penurunan asupan atau
dari muntah, ketidak kulit elastik dan mendapatkan status cairan peningkatan haluaran
mampuan absorps air normal, CRT < 3 meningkatkan defisit cairan
oleh instentinal detik 3. Pantau berat jenis urin 3. Peningkatan berat jenis urin
mengindikasikan dehidrasi.
Berat jenis urin rendah,
mengindikasikan kelebihan
volume cairan
4. Membran mukosa kering
merupakan suatu indikasi
4. Periksa membran mukosa dehidrasi
mulut setiap hari 5. Untuk meningkatkan asupan

5. Tentukan cairan apa yang


disukai pasien dan simpan
cairan tersebut di samping 6. Perubahan nilai elektrolit
tempat tidur pasien, sesuai dapat menandakan awitan
instruksi ketidakseimbangan cairan
6. Pantau kadar elektrolit serum
3. Risiko injury Tujuan : dalam waktu1. Observasi faktor-faktor yang 1. Pasca bedah terdapat resiko
berhubungan dengan 2x24 jam pasca meningkatkan resiko injuri rekuren dari hernia
pasca prosedur bedah, intervensi reseksi umbilikalis akibat
iskeimia, necrosis kolon tidak peningkatan tekanan intra
dinding intestinal mengalami injuri 2. Monitor tanda dan gejala abdomen
sekunder dari kondisi perforasi atau peritonitis 2. Perawat yang
obstruksi usus Kriteria Hasil : TTV mengantisipasi resiko
normal (RR : 16-24 terjadinya perforasi atau
x/mnt, Suhu : 360 C- peritonitis. Tanda dan gejala
370C, N:60- yang penting adalah anak
100x/mnt, TD : rewel tiba-tiba dan tidak bisa
120/70 mmHg), dibujuk atau diam oleh
kardiorespirasi orang tua atau perawat,
optimal, tidak terjadi muntah-muntah,
infeksi pada insisi peningkatan suhu tubuh dan
hilangnya bising usus.
Adanya pengeluaran pada
anus yang berupa cairan
feses yang bercampur darah
merupakan tanda klinik
penting bahwa telah terjadi
peforasi. Semua perubahan
yang terjadi
didokumentasikan oleh
perawat dan laporkan pada
dokter
3. Tujuan memasang selang
nasogatrik adalah intervensi
3. Lakukan pemasangan selang dekompresi akibat respon
nasogatrik dilatasi dan kolon obstruksi
dari kolon aganglionik.
Apabila tindakan ini
dekompresi ini optimal,
maka akan menurunkan
distensi abdominal yang
menjadi penyebab utama
nyeri abdominal pada pasien
hirschprung
4. Perawat memonitor adanya
komplikasi pasca bedah
seperti mencret ikontinensia
fekal, kebocoran
4. Monitor adanya komplikasi anastomosis, formasi
pasca bedah striktur, obstruksi usus, dan
enterokolitis
5. Pasien akan mendapatkan
cairan intravena sebagai
pemeliharaan status
hemodinamik
6. Pasien dibantu turun dari
5. Pertahankan status tempat tidur pada hari
hemodinamik yang optimal pertama pasca operasi dan
disorong untung mulai
berpartisipasi dalam
6. Bantu ambulasi dini ambulasi dini
7. Pada anak, menghadirkan
orang terdekat dapat
mempengaruhi penurunan
respon nyeri. Sedangkan
pada dewasa merupakan
tambahan dukungan
7. Hadirkan orang terdekat psikologis dalam
menghadapi masalah kondis
nyeri baik akibat kolik
abdomen atau nyeri pasca
bedah
8. Antibiotik menurunkan
resiko infeksi yang
menimbulkan reaksi
inflamasi lokal dan dapat
memperlama proses
penyembuhan pasca
funduplikasi lambung

8. Kolaborasi pemberian
antibiotik pasca bedah
4. Resiko infeksi b/d pasca Tujuan : tidak 1. Minimalkan risiko infeksi 1. Mencuci tangan adalah
prosedur pembedahan menunjukkan adanya dengan : mencuci tangan satu-satunya cara terbaik
tanda-tanda infeksi sebelum dan setelah untuk mencegah patogen,
memberikan perawatan, sarung tangan dapat
Kriteria hasil : suhu menggunakan sarung tangan melindungi tangan pada saat
dalam rentang untuk mempertahankan asepsis memegang luka yang dibalut
normal, tidak ada pada saat memberikan atau melakukan berbagai
patogen yang terlihat perawatan langsung tindakan
dalam kultur, luka 2. Observasi suhu minimal setiap 2. Suhu yang terus meningkat
dan insisi terlihat 4 jam dan catat pada kertas setelah pembedahan dapat
bersih, merah muda, grafik. Laporkan evaluasi kerja merupakan tanda awitan
dan bebas dari komplikasi pulmonal,
drainase purulen infeksi luka atau dehisens.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Hirschsprung (mega kolon kongenital) adalah suatu penyumbatan pada usus
besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari usus besar
tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya. Hirschsprung terjadi karena
adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah mulai dari anus hingga usus
diatasnya. Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan
gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan
panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum.Penyakit ini disebabkan oleh tidak
adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.

B. Saran
Sebagai calon perawat harus mengerti dan memahami
penyakit hirschsprung (mega kolon kongenital). Dengan
memahami dan mengerti penyakit hirschprung, sebagai
calon perawat maka bisa memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Mengenal Penyakit Hirschsprung (Aganglionic Megacolon). Disitasi dari


http://www.indosiar.co.id/v2003/pk. pada tanggal 26 Oktober 2010.
Behrman, dkk.1996. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: EGC.
Budi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung. Disitasi dari
http://www.mediakeperawatan.com/?id=budixtbn. pada tanggal 26 Oktober 2010.
Yuda. 2010. Penyakit Megacolon. Disitasi dari http://dokteryudabedah.com/wp-
content/uploads2010/01/mega-colon pada tanggal 26 Oktober 2010.
Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Diposkan oleh GweN di 09.42

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Penyakit hisprung atau megakolon aganglionik bawaan diebabkan leh kelainan inervasi usus,
di mulai dari sfingter ani interna dan meluas ke proximal, melibatkan panjang usus yang
bervariasi. Hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering terjadi
pada neonatus, dengan insiden 1:1500 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak daripada
perempuan 4:1 dan ada insiden keluarga pada penyakit segmen panjang. Hisprung dengan
bawaan lain termasuk sindrom down, sindrom laurance moon-barderbield dan sindrom
wardenburg serta kelainan kardivaskuler. (Behrman, 1996)

Penyakit hisprung disebabkan oleh tak adanya sel ganglion kongenital dalam pleksus
intramural usus besar. Segmen yang terkena bisa sangat pendek. Tampil pada usia muda
dengan konstipasi parah. Enema barium bisa menunjukkan penyempitan segmen dengan
dilatasi colon di proksimal. Biopsi rectum bisa mengkonfirmasi diagnosis, jika jaringan
submukosa di cakup. Terapi simtomatik bisa bermanfaat, tetapi kebanyakan pasien
memerlukan pembedahan (G. Holdstock, 1991)

2.2 Etiologi

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus,
mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10
% sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom,
kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal
pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus (Budi, 2010).

2.3 Manifestasi Klinis

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi akibat dari kelumpuhan usus besar dalam
menjalankan fungsinya, sehingga tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan
mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang
menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar
sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika
dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan
pertumbuhan (Budi, 2010).

Menurut Anonim (2010) gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah:
Dalam rentang waktu 24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan Meconium (kotoran pertama
bayi yang berbentuk seperti pasir berwarna hijau kehitaman)

1. Malas makan
2. Muntah yang berwarna hijau
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)

Pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun):


1. Tidak dapat meningkatkan berat badan
2. Konstipasi (sembelit)
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4. Diare cair yang keluar seperti disemprot
5. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap
sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.

Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :

1. Konstipasi (sembelit)
2. Kotoran berbentuk pita
3. Berbau busuk
4. Pembesaran perut
5. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
6. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia

2.4 Penatalaksanaan

Menurut Yuda (2010), penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahan dan
konservatif.

a) Pembedahan

Pembedahan pada mega kolon/penyakit hisprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula
dilakukan kolostomi loop atau double barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi
dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan).

Tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya:

1. Prosedur duhamel

Dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di


belakang usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian
posterior kolon normal yang telah ditarik

1. Prosedur swenson

Membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan end to end pada kolon yang
berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan pada
bagian posterior

1. Prosedur soave

Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal
dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa

b) Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde
lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.

DOWNLOAD : WOC ASKEP HISPRUNG

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HISPRUNG

STUDY KASUS

Seorang anak M (pr) berusia 1 bulan dibawa ibunya ke rumah sakit pada tanggal 2 Juni 2008
dikarenakan perutnya kembung dan tidak bisa BAB. Setelah mendapatkan pelayanan dari
rumah sakit, ibumengatakan, anaknya baru bisa BAB jika diberi obat lewat dubur, anaknya
sudah tidak muntah dan sudah bisa BAB, jadi sudah sembuh, mestinya boleh pulang, ibu
bingung karena dokter umum membolehkan pulang dan rawat jalan tapi dokter spesialis anak
belum boleh karena sekalian mau di operasi.

3.1 Pengkajian

1. Biodata

Data bayi

Nama : By. M

Jenis kelamin : perempuan

Tanggal Lahir : 8 Mei 2008

Tanggal MRS : 2 juni 2008

BB/PB : 2900 g/ 54cm

Dx medis : hirsprung

Pengkajian : 9 Juni

Data Ibu

Nama : Ny. K

Pekerjaan : Tidak kerja

Pendidikan : SLTA

Alamat : Kedinding Tenagh SBY


Nama ayah : Tn T

Pekerjaan : PT PAL

Pendidikan : SLTA

1. Keluhan utama

tidak bisa BAB sehingga perut anak besar sehingga tidak mau makan dan minum

1. Riwayat penyakit sekarang

Kembung, pasien muntah setelah minum susu, muntah berupa susu yang diminum, muntah
sejak 3 hari yang lalu.

1. Riwayat penyakit sebelumnya

Lahir spontan ditolong dokter, langsung boleh pulang, tidak ada kelainan.

1. Riwayat kesehatan keluarga

Tidak ada saudara yang sakit seperti ananknya

1. Pemeriksaan fisik

a) Tanda-tanda vital

Tekanan darah: 90/60mm/hg

Denyut nadi : 114/menit

Suhu tubuh : 36,5

RR : 40/menit

b) Pemeriksaan persistem

B1 reathing : normal

B2 Blood : normal

B3 Brain : normal

B4 Bladder : normal

B5 Bowel : kembung, bising usus 10x/ menit, muntah, peningkatan

nyeri abdomen

B6 Bone : normal
7. Data Tambahan :

a. Radiologi :

- Torax foto (2-6-08):

Cor : besar & bentuk kesan normal

Pulmo : tidak tampak infiltrat, sinus phrenicocostalis D.S tajam

Thymus : positif

Kesimpulan : foto torax tidak tampak kelainan

- Baby gram (2-6-08):

Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar

- BOF (2-6-08)

Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar (menyokong gambaran Hirsprung
Disease

- Colon in loop (5-6-08):

Tampak pelebaran rectosigmoid

Tampak area aganglionik di rectum dengan jarak ± 1,5 cm dari anal dengan
daerah hipoganglionik diatasnya.

Tampak bagian sigmoid lebih besar dari rectum.

Kesimpulan : Sesuai gambaran Hirschprung Diseases

b. Laboratorium :

Tanggal 2-6-08 :

Glukosa : 80 mg/dl ( 70 -110) WBC 7 × 103 /uL (4,7-11,3)

SC : 0.5 mg/dl ( 0.6-1,1 ) HGB 10,8 g/dl (11,4-15,1)

BUN : 4 mg/dl ( 5 - 23 ) RBC 3,33 × 106 /uL (4 -


5)

Albumin : 4,1 g/dl ( 3,8 -5,4) HCT 33,7 % (38 - 42)

K : 3,87 mmol/L ( 3,6 - 5,5) PLT 327 × 103 (142 - 424)


Na : 137,8 mmol/L (13 -155 )

Ca : 10 mg/dl (8,1 - 10,4)

Tanggal 9-6-2008:

CRP: negative (<6 mg/dl)

Glukosa: 80 mg/dl

Analisis Data

No DATA ETIOLOGI MASALAH


1 S: Ibu; Aganglionisis parasimpatikus Konstipasi

-Anaknya baru bisa BAB jika ↓


diberi obat lwat dubur.
Mesenterikus
-BAB 1-2×/hr, konsisitensi
lembek, berwarna kuning. ↓

Daya dorong lemah

O: ↓

- Tampak distensi abdomen. Feses tidak bisa keluar

- Lingkar abdomen 39 cm. ↓

- Bising usus 10×/mnt Konstipasi

S: Ibu;

2 - Jika tidak bisa BAB, perut


anaknya membesar sehingga
malas minum ASI/PASI.

O:

- Tidak ada ada (muntah,


iritabel, peningkatan nyeri
tekan abdomen) Konstipasi PK:
Enterokolitis
- Tampak distensi abdomen. ↓
- Lingkar abdomen 39 cm. Pertumbuhan bakteri dalam kolon
meningkat
- Suhu aksila 36,5°C

- WBC 7×10 /uL
Enterokolitis
- CRP < 6

S:

- Ibu mengatakan, kondisi


anaknya sudah tidak muntah
dan sudah bisa BAB, jadi sudah
sembuh, mestinya boleh
3 pulang.

- Ibu mengatakan, saya bingung


karena dokter satu
membolehkan pulang dan rawat
jalan tapi dokter satunya belum
boleh karena sekalian mau
dioperasi.

O:

- Wajah tampak kusut

- Kurang perhatian (rambut dan


baju acak-acakan)

- Interaksi dengan Ibu-Ibu lain


kurang.

- Afek datar

- Emosi rendah

- Tidak ada diaforesis

- T = 130/80 Kurang pengetahuan tentang


penyakit dan terapu yang
- N = 80×/mnt diprogramkan
Cemas orang
- RR = 20 ×/mnt
tua

(Ibu)

3.2 Diagnosa dan Intervensi

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


o
1 Konstipasi Tujuan: konstipasi dapat teratasi 1. Berikan
berhubunga dala 4 × 24 jam microlac
n dengan rectal tiap
aganglionisi Kriteria hasil: hari
s 1. Untuk
parasimpati 1. BAB teratur 3-4 ×/hr mangetahui
s area kondisi usus
rektum 2. Konsisitensi lembek 1. Berikan ASI melalui feses

3. Distensi abdomen berkurang

4. Lingkar abdomen berkurang

1. Observasi
bising usus,
distensi
abdomen,
lingkar
abdomen
2. Observasi
frekuensi
dan
karakteristik
feses tiap
BAB
3. Membantu
memperlanc
ar defekasi
4. Untuk
melunakkan
feses denagn
menambah
intake cairan
5. Mengetahui
peristaltic
usus

2 Enterokoliti Tujuan: tidak terjadi enterokolitis 1. Berikan ASI 1. Melunakkan


s selama perawatan. feses
berhubunga 2. Menghindari
n dengan Kriteria Hasil: terjadinya
stagnasi dan 1. Observasi infeksi baru
akumulasi 1. BAB teratur 3-4x/hari suhu axila,
feses dalam hindari
kolon. 2. Distensi abdomen berkurang mengukur
suhu lewat 1. Menambah
3. Lingkar abdomen berkurang rectal pengetahuan
2. Jelaskan keluarga
4. Tidak diare gejala dan
tanda
5. Suhu axila 36,5-37,5o C enterokolitis
3. Berikan
6. WBC 5-10 x 10/uL antibiotic
sesuai
stadium
enterokolitis
yang
diberikan
tidak lewat
oral (Klaus:
1998)
4. Berikan
NaHCO3
jika terjadi
asidosis(Kla
us: 1998)
5. Berikan
nutrisi
setelah
pasien
stabil,
dengan
memberikan
makanan
secara
IV(Klaus:
1998)
6. Lakukan
pembedahan
jika
ada indikasi
(Klaus:
1998)

3 Ansietas Tujuan: Ansietas (ibu) berkurang


(ibu) dalam 24 jam
berhubunga 1. Mengetahui
n dengan Kriteria Hasil: perkembanga
kurang n anak
pengetahua 1. Ibu mangungkapkan suatu 2. Mengurangi
n tentang pemahaman yang baik kecemasan
penyakit tentang proses penyakit
dan terapi anaknya
yang 2. Ibu memahami terapi yang
diprogramk diprogramkan tim dokter 1. Mengurangi
an 1. Jelaskan pada ibu resiko
tentang penyakit terjadinya
yang diderita infeksi
anaknya.
2. Berikan ibu jadwal
pemeriksaan
diagnostic
3. Berikan informasi
tentang rencana
operasi
4. Berikan penjelasan
pada ibu tentang
perawatan setelah
operasi
5. Meningkatkan
pengetahuan ibu

BAB IV

PENUTUP

Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah
fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan
penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang
mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan
masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus
difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk
tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara
pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi
kemungkinan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Mengenal Penyakit Hirschsprung (Aganglionic Megacolon). Disitasi dari


http://www.indosiar.co.id/v2003/pk. pada tanggal 26 Oktober 2010.

Behrman, dkk.1996. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: EGC.

Budi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung. Disitasi dari


http://www.mediakeperawatan.com/?id=budixtbn. pada tanggal 26 Oktober 2010.

Holdstok, G. 1991. Atlas Bantu Gastroenterologi dan Penyakit Hati. Jakarta: Hipokrates.

Klaus & Fanaroff. 1998. Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi Edisi 4. Jakarta: EGC.

Wong, L. 1996. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: ECG.

Yuda. 2010. Penyakit Megacolon. Disitasi dari http://dokteryudabedah.com/wp-


content/uploads2010/01/mega-colon pada tanggal 26 Oktober 2010.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan
pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang
yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab
obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling
sering pada neonatus.
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan
keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada
bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan
(ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga
usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk
setiap individu.

B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus
Auerbach di kolon. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian
bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon. Diduga
terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down
Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

2
C. Epidemiologi
Insidensi penyakit Hisprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara
5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35
permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung.
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan
Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan
57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan
dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup
signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan
adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks
vesikoureter,hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus).
D. Patofisiologi Penyakit Hisprung
Istilah congenital agang lionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik
hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik) dan
tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega
Colon.
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi
dan relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi
obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar.
3

pathway
E. KLASIFIKASI HISPRUNG
Dua kelompok besar, yaitu :
1. Tipe kolon spastik
Biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi berkala (konstipasi periodik)
atau diare disertai nyeri. Kadang konstipasi silih berganti dengan diare. Sering tampak lendir
pada tinjanya. Nyeri bisa berupa serangan nyeri tumpul atau kram, biasanya di perut sebelah
bawah. Perut terasa kembung, mual, sakit kepala, lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk
berkonsentrasi. Buang air besar sering meringankan gejala-gejalanya.
2. Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi yang relatif tanpa rasa
nyeri. Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak dapat ditahan. Yang khas adalah diare timbul
segera setelah makan. Beberapa penderita mengalami perut kembung dan konstipasi dengan
disertai sedikit nyeri.
Menurut letak segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi dalam :
1. Megakolon kongenital segmen pendek: Bila segmen aganglionik meliputi rektum sampai
sigmoid (70-80%)
2. Megakolon kongenital segmen panjang: Bila segmen aganglionik lebih tinggi dari sigmoid
(20%)

4
3. Kolon aganglionik total: Bila segmen aganglionik mengenai seluruh kolon (5-11%)
4. Kolon aganglionik universal: Bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus
(5%)

F. MANIFESTASI HISPRUNG
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia gejala
klinis mulai terlihat :
Periode Neonatal
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang
terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih
dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikan. Swenson (1973) mencatat
angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus, sedangkan Kartono mencatat angka 93,5%
untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi
abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera.
Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit
Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia
2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea,
distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3
kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi
meski telah dilakukan kolostomi.
Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan
gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen.
Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot,
konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak
teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi. Kasus yang lebih ringan
mungkin baru akan terdiagnosis di kemudian hari.
Pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun):
1. Tidak dapat meningkatkan berat badan
2. Konstipasi (sembelit)
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4. Diare cair yang keluar seperti disemprot
5. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap sebagai
keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.

5
Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :
1. Konstipasi (sembelit)
2. Kotoran berbentuk pita
3. Berbau busuk
4. Pembesaran perut
5. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
6. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia Gejala Hisprung
Gejala-gejala yang terjadi pada pasien mega kolon/penyakit hisprung antara lain:
1. Pada bayi yang baru lahir tidak dapat mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada bayi baru
lahir)
2. Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, perut menggembung,
muntah
3. Diare encer (pada bayi baru lahir)
4. Berat badan tidak bertambah
5. Malabsorpsi

G. KOMPLIKASI HISPRUNG
1. Kebocoran Anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan
pada garis anastomose, vaskularisasi (pembentukan pembuluh abnormal atau berlebihan)
yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose
serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak
hati-hati.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam. Kebocoran
anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu tubuh, terdapat infiltrat atau abses
rongga pelvik, kebocoran berat dapat terjadi demam tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis
umum , sepsis dan kematian. Apabila dijumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat
kolostomi di segmen proksimal.
2. Stenosis (penyempitan)
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka
di daerah anastomose, infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta
prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi
prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel
sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave.
6
Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu kecipirit, distensi
abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal. Tindakan yang dapat dilakukan bervariasi,
tergantung penyebab stenosis, mulai dari businasi hingga sfinkterektomi posterior.
3. Enterokolitis
Enterokolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan usus halus. Semakin
berkembang penyakit hirschprung maka lumen usus halus makin dipenuhi eksudat fibrin
yang dapat meningkatkan resiko perforasi (perlubangan saluran cerna) . Proses ini dapat
terjadi pada usus yang aganglionik maupun ganglionik. Enterokolitis terjadi pada 10-30%
pasien penyakit Hirschprung terutama jika segmen usus yang terkena panjang
Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda enterokolitis adalah :
a. Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit.
b. Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi.
c. Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari.
d. Pemberian antibiotika yang tepat.
Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada pasien dengan
endorektal pullthrough. Enterokolitis merupakan penyebab kecacatan dan kematian pada
megakolon kongenital, mekanisme timbulnya enterokolitis menurut Swenson adalah karena
obtruksi parsial. Obtruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter
ani dan kolon aganlionik yang tersisa masih spastik. Manifestasi klinis enterokolitis berupa
distensi abdomen diikuti tanda obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar
eksplosif cair dan berbau busuk. Enetrokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling parah
dapat terjadi nekrosis, infeksi dan perforasi. Hal yang sulit pada megakolon kongenital adalah
terdapatnya gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli bedah dihadapkan pada
konstipasi persisten dan enterokolitis berulang pasca bedah.
4. Gangguan Fungsi Sfinkter
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima universal untuk
menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling atau kecipirit merupakan parameter yang sering
dipakai peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara
teoritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces lewat anus
tanpa dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan sering.

7
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang.
Anamnesis
Pada neonatus :
1. Mekonium keluar terlambat, > 24 jam
2. Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
3. Perut cembung dan tegang
4. Muntah
5. Feses encer
Pada anak :
1. Konstipasi kronis
2. Failure to thrive (gagal tumbuh)
3. Berat badan tidak bertambah
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia)
Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi abdomen terlihat perut cembung atau membuncit seluruhnya,
didapatkan perut lunak hingga tegang pada palpasi, bising usus melemah atau jarang.
Pada pemeriksaan colok dubur terasa ujung jari terjepit lumen rektum yang sempit
dan sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam jumlah
yang banyak dan kemudian kembung pada perut menghilang untuk sementara.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pembedahan
Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar
untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal
dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan
obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan
ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai
sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama (Betz Cecily & Sowden
2002 : 98)
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel,
Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan
terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah
diubah (Darmawan K 2004 : 37)
8
2. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan
sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
3. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat
didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk. Kolostomi
dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
4. Terapi farmakologi
- Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi diet dan wujud
feses adalah efektif
- Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon toksik. Tidak
memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba

J. Asuhan Keperawatan Hisprung


1. Pengkajian
Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
tanggal pengkajian, pemberi informasi.
a. Keluhan utama
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan pengkajian,
pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen, kembung, muntah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir, distensi
abdomen dan muntah hijau atau fekal.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien
mengatasi masalah tersebut.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan dan
kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
d. Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan.
e. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan rendah
diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.

9
f. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita
Hirschsprung.
g. Riwayat social
Apakah ada pendekatan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam mempertahankan
hubungan dengan orang lain.
h. Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
i. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.
j. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Keadaaan/penampilan umum: lemah, sakit ringan, sakit berat, gelisah, rewel.
Kesadaran: dapat diisi dengan tingkat kesadaran secara kualitatif atau kuantitaf yang dipilih
sesuai dengan kondisi klien.secara kuantitatif dapat dilakukan dengan pengukuran GCS.
Sedangkan secara kualitatif tingkat kesadaran dimulai dari kompos mentis, apatis,
samnolen,sopor,dan koma.
Tanda-tanda vital :
- Tensi : tekanan sistol/diastol mmhg
- Nadi : frekuensi permenit,denyut kuat atau tidak, reguler atau ireguler
- Suhu : ........ ˚C
- Frekuensi pernafasan : frekuensi permenit,reguler/ireguler
- Berat badan : sebelum sakit ......... Kg
Sekarang.................Kg
2) integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary
refil, warna kulit, edema kulit.
3) Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
4) Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal,
frekuensi denyut nadi / apikal.

10
5) Kepala:
 Rambut: warna, kebersihan.
 Mata: Kaji adanya konjungtivitis, pupil, sklera, ketajaman penglihatan
 Hidung : kebersihan,sekresi,dan pernafasan kuping hidung.
 Mulut : bibir,mukosa mulut, lidah dan tonsil.
 Gigi : jumlah,karies,gusi,dan kebersihan.
 Telinga : kebersihan,sekresi,dan pemeriksaan pendengaran.
6) Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung
pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah)
adanya keram, tendernes.

2. Diagnosa Keperawatan pada Askep Hisprung


a. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces
b. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan
mual dan muntah
c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya.

11
3. Rencana Asuhan Keperawatan Hisprung

DIAGNOSA
NO TUJUAN PERENCANAAN
KEPERAWATAN
1. Berikan bantuan enema
Dengan dilakukannya dengan cairan
tindakan keperawatan Fisiologis NaCl 0,9 %
selama 3x24 jam diharapkan
anak dapat melakukan 2. Observasi tanda vital

eliminasi dengan beberapa dan bising usus setiap 2

adaptasi sampai fungsi jam sekali


Konstipasi
eliminasi secara normal dan 3. Observasi pengeluaran
berhubungan dengan
bisa dilakukan feces per rektal –
obstruksi
1 Dengan Kriteria Hasil : bentuk, konsistensi,
ketidakmampuan
jumlah
Kolon mengevakuasi- Pasien dapat
feces melakukan eliminasi 4. Observasi intake yang
dengan beberapa mempengaruhi pola
adapatasi dan konsistensi feses
- Ada peningkatan
pola eliminasi yang 5. Anjurkan untuk
lebih baik menjalankan diet yang
telah dianjurkan

Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan asupan nutrisi

3x24 jam diharapkan Pasien yang cukup sesuai


menerima asupan dengan diet yang

nutrisi yang cukup sesuai dianjurkan

Perubahan nutrisi dengan diet yang dianjurkan


2. Ukur berat badan anak
kurang dan kebutuhan Dengan Kriteria Hasil :
tiap hari
tubuh berhubungan - Berat badan pasien
2 3. Gunakan rute alternatif
dengan saluran sesuai dengan pemberian nutrisi
pencernaan mual dan umurnya (seperti NGT dan
muntah - Turgor kulit pasien parenteral ) untuk
lembab mengantisipasi pasien
- Orang tua bisa yang sudah mulai
memilih makanan merasa mual dan
yang di anjurkan muntah
1. Berikan asupan cairan
yang adekuat pada
pasien
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 2. Pantau tanda – tanda
Resiko kurangnya jam diharapkan Status cairan tubuh yang
volume cairan hidrasi pasien dapat tercukupi turgor,
3
berhubungan denga mencukupi kebutuhan tubuh intake– output
intake yang kurang Dengan Kriteria Hasil :
3. Observasi adanya
- Turgor kulit lembab.
peningkatan mual dan
- Keseimbangan cairan.
muntah antisipasi
devisit cairan tubuh
dengan segera

1. Beri kesempatan pada


keluarga untuk
menanyakan hal – hal
Setelah dilakukan tindakan
yang ingn diketahui
keperawatan selama 3x24
sehubunagndengan penyaakit
jam diharapkan pengetahuan
yang dialami
pasien tentang penyakitnya
pasien
menjadi lebih adekuat

Kurangnya Dengan Kriteria hasil : 2. Kaji pengetahuan


pengetahuan tentang Pengetahuan pasien dan keluarga tentang
4
proses penyakit keluarga tentang MegaColon
danpengobatanya. penyakitnyaa, perawatan
3. Kaji latar belakang
dan obat – obatan. Bagi
keluarga
penderita Mega Colon
meningkat daan pasien atau 4. Jelaskan tentang proses
keluarga mampu penyakit, diet,
menceritakanya kembali perawatan serta obat –
obatan pada keluarga
pasien
5. Jelaskan semua
prosedur yang akan
dilaksanakan dan
manfaatnya bagi
pasien.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan
pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang
yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum.Penyakit ini disebabkan oleh tidak adanya
sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.

B. Saran
1. Sebagai calon perawat hendaknya kita mengerti dan memahami tentang Hisprung.
2. Dengan memahami tentang rheumatoid arthritis diharapkan kita dapat melaksanakan asuhan
keperawatan tentang penyakit tersebut dengan benar
15
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. LJ ( 2001 ). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Alih bahasa Monica
Ester. Jakarta : EGC
http://zhayhacker.blogspot.com/2012/01/askep-hisprung-terlengkap.html
http://ml.scribd.com/doc/99193630/Askep-Hisprung

askep hisprung

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan

pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang

yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab

obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling

sering pada neonatus.

Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya

sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang

dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter

rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan,

kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan

akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi

usus proksimal.

Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun

1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan

megakolon kongenital pada tahun 1863.Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak
diketahui secara jelas.Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan

bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik

dibagian distal usus defisiensi ganglion.

2. Tujuan

1. Tujuan umum : untuk meningkatkan pengetahuan dan sumber daya manusia (SDM)
2. Tujuan khusus :
- Untuk meningkatkan keterampilan/kemampuan dalam mengerjakan tugas
- pengalaman belajar dan mengerjakan tugas atau melalui prilaku pembelajaran yang diikuti.
3. Manfaat

Kita dapat mengetahui tentang penyakit hisprung dan cara penanganan, gejala, komplikasi

dan sebagainya yang mengenai penyakit tersebut, dan cara atau apa saja yang akan kita

lakukan ke pada pasien dengan menggunakan asuhan keperawatan

BAB II

PEMBAHASAN

1. Konsep dasar penyakit

1.1.Pengertian

Penyakit hisprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan inervasi

usus, di mulai dari sfingter ani interna dan meluas ke proximal, melibatkan panjang usus yang

bervariasi.Hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering terjadi

pada neonatus, dengan insiden 1:1500 kelahiran hidup.Laki-laki lebih banyak daripada

perempuan 4:1 dan ada insiden keluarga pada penyakit segmen panjang. Hisprung dengan

bawaan lain termasuk sindrom down, sindrom laurance moon-barderbield dan sindrom

wardenburg serta kelainan kardiovaskuler. (Behrman, 1996)

Penyakit hisprung disebabkan oleh tak adanya sel ganglion kongenital dalam pleksus

intramuscural usus besar.Segmen yang terkena bisa sangat pendek. Tampil pada usia muda
dengan konstipasi parah. Enema barium bisa menunjukkan penyempitan segmen dengan

dilatasi colon di proksimal.Biopsi rectum bisa mengkonfirmasi diagnosis, jika jaringan

submukosa di cakup. Terapi simtomatik bisa bermanfaat, tetapi kebanyakan pasien

memerlukan pembedahan (G. Holdstock, 1991)

Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada

usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138).

Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik

karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).

PenyakitHisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus

(Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser

dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak

ditemukan ganglion parasimpatis

1.2.Etiologi

a. Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang berimigrasi ke

dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk

berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus. Disebabkan oleh tidak adanya sel

ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon. Sebagian besar segmen yang

aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta

distensi yang berlebihan pada kolon. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 :

1134)

b. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.

c. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi kraniokaudal

pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus. (Suriadi, 2001 : 242).

1.3.Manifestasi klinis
a) Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.

b) Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja seperti pita.

c) Obstruksi usus dalam periode neonatal.

d) Nyeri abdomen dan distensi.

e) Gangguan pertumbuhan.

(Suriadi, 2001 : 242)

a. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evaluai mekonium.

b. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik secara spontan

maupun dengan edema.

c. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan

obstruksi usus akut.

d. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare berbau

busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.

e. Gejala hanya konstipasi ringan.

(Mansjoer, 2000 : 380)

a. Masa Neonatal :

1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.

2. Muntah berisi empedu.

3. Enggan minum.

4. Distensi abdomen

b. Masa bayi dan anak-anak :

1. Konstipasi

2. Diare berulang

3. Tinja seperti pita, berbau busuk

4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh

(Betz, 2002 : 197)

1.4.Klasifikasi

Dua kelompok besar, yaitu :

a. Tipe kolon spastik

Biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi berkala (konstipasi periodik) atau

diare disertai nyeri.Kadang konstipasi silih berganti dengan diare.Sering tampak lendir pada

tinjanya.Nyeri bisa berupa serangan nyeri tumpul atau kram, biasanya di perut sebelah

bawah.Perut terasa kembung, mual, sakit kepala, lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk

berkonsentrasi.Buang air besar sering meringankan gejala-gejalanya.

b. Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi yang relatif tanpa rasa

nyeri. Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak dapat ditahan. Yang khas adalah diare timbul

segera setelah makan. Beberapa penderita mengalami perut kembung dan konstipasi dengan

disertai sedikit nyeri.

Menurut letak segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi dalam :

1. Megakolon kongenital segmen pendek

Bila segmen aganglionik meliputi rektum sampai sigmoid (70-80%)

2. Megakolon kongenital segmen panjang

Bila segmen aganglionik lebih tinggi dari sigmoid (20%)

3. Kolon aganglionik total

Bila segmen aganglionik mengenai seluruh kolon (5-11%)

4. Kolon aganglionik universal

Bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus (5%) Colon-rectum

1.5.Patofiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan

tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir

selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini

menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan

tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga

mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus

dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega

Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan

relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses

terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal

terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut

melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).

Penyakit Hirschsprung adalah akibat tidak adanya sel ganglion pada dinding usus, meluas ke

proksimal dan berlanjut mulai dari anus sampai panjang yang bervariasi.Tidak adanya

inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke

distal.Segmen yang agangloinik terbatas pada rektosigmoid pada 75 % penderita, 10%

seluruh kolonnya tanpa sel-sel ganglion. Bertambah banyaknya ujung-ujung saraf pada usus

yang aganglionik menyebabkan kadar asetilkolinesterase tinggi. Secara histologi, tidak di

dapatkan pleksus Meissner dan Auerbach dan ditemukan berkas-berkas saraf yang hipertrofi

dengan konsentrasi asetikolinesterase yang tinggi di antara lapisan-lapisan otot dan pada

submukosa.

Pada penyakit ini, bagian kolon dari yang paling distal sampai pada bagian usus yang berbeda

ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion parasimpatik intramural.Bagian kolon

aganglionik itu tidak dapat mengembang sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu.
Akibat gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang

tertimbun, membentuk megakolon. Pada Morbus Hirschsprung segemen pendek, daerah

aganglionik meliputi rectum sampai sigmoid, ini disebut penyakit Hirschsprung

klasik.Penyakit ini terbanyak (80%) ditemukan pada anak laki-laki, yaitu 5 kali lebih sering

daripada anak perempuan.Bila daerah aganglionik meluas lebih tinggi dari sigmoid disebut

Hirschsprung segmen panjang.Bila aganglionosis mengenai seluruh kolon disebut kolon

aganglionik total, dan bila mengenai kolon dan hamper seluruh usus halus, disebut

aganglionosis universal.

1.6.Pathway
MRS

hospitalisasi Masalah keluarga

tind infasif perpisahan lingkungan baru kurang informasi cemas


nyeri dan injuri - cemas cemas kurang pengetahuan
- gangguan

sumber: modifikasi patofisiologi ( Betz,


Cecily&Sowden, 2002 : 196 )

Fungsional

1.7.Tanda dan gejala

setelah bayi lahir

a. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)

b. Muntah berwarna hijau

c. Distensi abdomen, konstipasi.

d. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja / pengeluaran gas

yang banyak.

Gejala pada anak yang lebih besar karena gejala tidak jelas pada waktu lahir.

a. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir

b. Distensi abdomen bertambah

c. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling

d. Terganggu tumbang karena sering diare.

e. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.

f. Perut besar dan membuncit

1.8.Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi
Merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung.Pada foto polos abdomen

dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk

membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standard dalam

menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda

khas:

a) Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi.

b) Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi.

c) Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung, maka

dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan

membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan

feces kearah proksimal kolon.Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun

disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan

sigmoid.

b. Manometri anus yaitu pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara mengembangkan balon

di dalam rektum

Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum.Ano-rektal manometri mengukur tekanan dari otot

spinchter anal dan seberapa baik seorang dapat merasakan perbedaan sensasi dari rektum

yang penuh. Pada anak-anak yang memiliki penyakit Hirschsprung otot pada rektum tidak

relaksasi secara normal.Selama tes, pasien diminta untuk memeras, santai, dan

mendorong. Tekanan otot spinchter anal diukur selama aktivitas.Saat memeras, seseorang

mengencangkan otot spinchter seperti mencegah sesuatu keluar.Saat mendorong seseorang

seolah mencoba seperti pergerakan usus.Tes ini biasanya berhasil pada anak-anak yang

kooperatif dan dewasa.

c. Biopsi rektum menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel saraf.


d. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas

terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )

e. Biopsi isap Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari

sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Mansjoer,dkk 2000 hal 380 )

f. Pemeriksaan colok anus, Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan kadang

disertai tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahui bau dari tinja, kotoran

yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.

1.9.Penatalaksanaan

a. Pembedahan

Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk

membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan

juga fungsi spinkter ani internal.

Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :

a) Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan

obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan

ukuran normalnya.

b) Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai

sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama (Betz Cecily & Sowden

2002 : 98)

Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley &

Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari

penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah

(Darmawan K 2004 : 37)

b. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui

pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.

c. Tindakan bedah sementara

Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat

didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis b e r a t d a n k e a d a a n umum

m e m buruk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.

d. Terapi farmakologi

a) Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi diet dan wujud

feses adalah efektif

b) Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon toksik. Tidak

memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba

1.10. Komplikasi

a. Kebocoran Anastomose

Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan

pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus,

infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi

yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.

Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam. Kebocoran

anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu tubuh, terdapat infiltrat atau abses

rongga pelvik, kebocoran berat dapat terjadi demam tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis

umum , sepsis dan kematian. Apabila dijumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat

kolostomi di segmen proksimal.

b. Stenosis
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka di

daerah anastomose, infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur

bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur

Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel

sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave.

Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu kecipirit, distensi abdomen,

enterokolitis hingga fistula perianal.Tindakan yang dapat dilakukan bervariasi, tergantung

penyebab stenosis, mulai dari businasi hingga sfinkterektomi posterior.

c. Enterokolitis

Enterocolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan usus halus. Semakin

berkembang penyakit hirschprung maka lumen usus halus makin dipenuhi eksudat fibrin

yang dapat meningkatkan resiko perforasi. Proses ini dapat terjadi pada usus yang

aganglionik maupun ganglionik. Enterokolitis terjadi pada 10-30% pasien penyakit

Hirschprung terutama jika segmen usus yang terkena panjang

Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda enterokolitis adalah :

a) Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit.

b) Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi.

c) Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari.

d) Pemberian antibiotika yang tepat.

Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada pasien dengan

endorektal pullthrough.Enterokolitis merupakan penyebab kecacatan dan kematian pada

megakolon kongenital, mekanisme timbulnya enterokolitis menurut Swenson adalah karena

obtruksi parsial.Obtruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani

dan kolon aganlionik yang tersisa masih spastik.Manifestasi klinis enterokolitis berupa

distensi abdomen diikuti tanda obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar
eksplosif cair dan berbau busuk.Enetrokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling parah

dapat terjadi nekrosis, infeksi dan perforasi.Hal yang sulit pada megakolon kongenital adalah

terdapatnya gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli bedah dihadapkan pada

konstipasi persisten dan enterokolitis berulang pasca bedah.

d. Gangguan Fungsi Sfinkter

Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima universal untuk menilai

fungsi anorektal ini.Fecal soiling atau kecipirit merupakan parameter yang sering dipakai

peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara teoritis hal

tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces lewat anus tanpa dapat

dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan sering.

e. Inkontensitas (jangka panjang).

2. Konsep dasar asuhan keperawatan

2.1 Pengkajian

2.1.1 biodata

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan

tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada

segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki

dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh

kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan

(Ngastiyah, 1997).

2.1.2 Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama.

Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir.Trias yang sering ditemukan

adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan

muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.


b. Riwayat penyakit sekarang.

Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan

muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami

konstipasi, muntah dan dehidrasi.Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu

atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan,

enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam.Diare berbau busuk dapat terjadi.

c. Riwayat penyakit dahulu.

Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan dan

kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.

Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.

d. Riwayat kesehatan keluarga.

Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita

Hirschsprung. Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.

2.1.3 Pemeriksaan fisik.

a. Sistem integument

Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary refil,

warna kulit, edema kulit.

b. Sistem respirasi

Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan

c. Sistem kardiovaskuler

Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi

denyut nadi / apikal.

d. Sistem penglihatan

Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata

e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung

pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah)

adanya keram, tendernes.

2.1.4 Pemeriksaan diagnostik dan hasil.

a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi

usus rendah.

b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang

tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat

retensi barium setelah 24-48 jam.

c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.

d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.

e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas

enzim asetilkolin eseterase.

2.1.5 Analisa data

DS :

a. Biasanya ibu klien mengatakan anaknya dengan Perut kembung

b. Ibu klien biasanya mengatakan Muntah berwarna hijau

c. Ortu klien biasanya mengatakan Diare

d. Ibu klien biasanya mengeluh anaknya Demam

e. Ibu klien biasanya mengeluh anaknya Sesak nafas

f. Ibu klien biasanya mengeluh anaknya Tidak nyaman

g. Ortu klien biasanya mengeluh anaknya Nyeri saat di pegang

DO :

a. Klien biasanya tampak Obstipasi

b. Biasanya Tampak Mekonium yang lambat keluar


c. Biasanya ada Obstruksi usus yang fungsional

d. Biasanya tampak Distensi abdomen

e. Biasanya klien Konstipasi selama beberapa minggu/ bulan

f. Biasanya tampak Obstruksi usus akut

g. Klien biasanya tampak Distress pernafasan

h. Biasanya Akral hangat

2.2 Diagnose keperawatan

Pre operasi

no symtom etiologi problem


1 DS : Spinter rectum tdk Konstipasi
- Biasanya ibu klien dpt relaksasi
mengatakan anaknya
dengan Perut kembung
- Ortu klien biasanya
mengeluh anaknya
Nyeri saat di pegang Feses tdk mampu
DO : melewati spinkter ani
- Klien biasanya
tampak Obstipasi
- Biasanya Tampak
Mekonium yang
lambat keluar Akumuulasi benda
- Biasanya tampak ada padat, gas, cair
Distensi abdomen
- Biasanya klien
Konstipasi selama
beberapa minggu/
bulan Obstruksi di kolon
-

Pelebaran kolon
2 DS : Peristaltic abnormal Gangguan nutrisi
- Ibu klien biasanya kurang dari
mengatakan Muntah kebutuhan tubuh
berwarna hijau
- Ortu klien biasanya
mengatakan Diare Peristaltic tdk
DO : sempurna
- Klien biasanya
tampak Obstipasi
- Biasanya ada
Obstruksi usus yang
fungsional Obstruksi parsial
- Biasanya tampak
Obstruksi usus akut

Refluk peristaltic

Perasaan penuh
3 DS : Usus spasis dan daya Gangguan rasa
- Ibu klien biasanya dorong tdk ada nyaman
mengeluh anaknya
Demam
- Ibu klien biasanya
mengeluh anaknya
Sesak nafas Obstipasi
- Ibu klien biasanya
mengeluh anaknya
Tidak nyaman
- Ortu klien biasanya
mengeluh anaknya Distensi abdomen
Nyeri saat di pegang
DO :
- Klien biasanya
tampak Distress
pernafasan
- Biasanya Akral
hangat
Post operasi

no Symptom Etiologi Problem


DS : Usus spastic dan daya Nyeri
- Biasanya ibu klien dorong tidak ada
mengatakan anaknya
dengan Perut kembung
- Ortu klien biasanya
mengeluh anaknya
Nyeri saat di pegang Obstipasi, tidak ada
DO : meconium
- Biasanya tampak
Distensi abdomen
- Biasanya tampak
Obstruksi usus akut
Distensi abdomen
hebat
DS : Mual, muntah Kurang
- Biasanya ortu klien pengetahuan
mengatakan bahwa
mereka tidak tau apa-
apa tentang penyakit
anaknya Nutrisi kurang dari
DO : kebutuhan tubuh
- Ortu klien tampak
bertanya tentang apa
yang petugas
kesehatan lakukan
Pembedahan

Rumusan diagnose :

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Peristaltic abnormal, Peristaltic tdk

sempurna, Obstruksi parsial, Refluk peristaltic, Perasaan penuh d.d Muntah berwarna hijau,

Diare, Obstruksi usus akut, Obstipasi, Obstruksi usus yang fungsional

2. Konstipasi b.d Spinter rectum tdk dpt relaksasi, Feses tdk mampu melewati spinkter ani,

Akumuulasi benda padat, gas, cair, Obstruksi di kolon, Pelebaran kolon d.d Perut kembung,

Nyeri, Obstipasi, Mekonium yang lambat keluar, Distensi abdomen, Konstipasi selama

beberapa minggu/ bulan

3. Gangguan rasa nyaman b.d usus spasis dan daya dorong tdk ada, obstipasi, distensi abdomen,

d.d Sesak nafas, Tidak nyaman, Nyeri, Demam, Distress pernafasan, Akral hangat

4. Nyeri b.d usus spastic dan daya dorong tidak ada, obstipasi, tidak ada meconium, distensi

abdomen hebat d.d Biasanya ibu klien mengatakan anaknya dengan Perut kembung, Ortu

klien biasanya mengeluh anaknya Nyeri saat di pegang, Biasanya tampak Distensi abdomen,

Biasanya tampak Obstruksi usus akut

5. Kurang pengetahuan b.d mual, muntah, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, pembedahan,

d.d Biasanya ortu klien mengatakan bahwa mereka tidak tau apa-apa tentang penyakit

anaknya, Ortu klien tampak bertanya tentang apa yang petugas kesehatan lakukan

2.3 Intervensi keperawatan


Pre operasi

1. Konstipasi b.d Spinter rectum tdk dpt relaksasi, Feses tdk mampu melewati spinkter ani,

Akumuulasi benda padat, gas, cair, Obstruksi di kolon, Pelebaran kolon d.d Perut kembung,

Nyeri, Obstipasi, Mekonium yang lambat keluar, Distensi abdomen, Konstipasi selama

beberapa minggu/ bulan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam anak dapat melakukan

eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan

Keiteria Hasil

a) Mual dan muntah berkurang

b) Defekasi lancer

c) Tidak memuntahkan ASI dan formula yg diberikan

Intervensi Rasional
Berikan bantuan enema dengan cairan Untuk mengosongkan usus
fisiologis NaCl 0,9%
Observasi tanda-tanda vital dan bising Untuk mengetahui adanya
usus setiap 2jam sekali tanda-tanda syok
Observasi pengeluaran feces per- Untuk mengetahui pengeluaran
rectal-bentuk, konsistensi, jumlah feses dari bentuk, konsistensi,
dan jumlah
Observasi intake yang mempengaruhi Untuk mengetahui intake yang
pola dan konsistensi feses mempengaruhi pola dan
konsistensi feses
Anjurkan untuk menjalani diet yang Respon pengobatan
telah dianjurkan
Kolaborasi dengan dokter tentang Untuk melanjutkan pengobatan
rencanan pembedahan selanjutnya
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Peristaltic abnormal, Peristaltic tdk

sempurna, Obstruksi parsial, Refluk peristaltic, Perasaan penuh d.d Muntah berwarna hijau,

Diare, Obstruksi usus akut, Obstipasi, Obstruksi usus yang fungsional

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam diharapkan pasien

menerima asupan nutrisi yang cukup

Kriterian Hasil

a) BB seimbang 3,25
b) Tidak memuntahkan ASI dan formula yang diberikan

Intervensi Rasional
berikan asupan nutrisi yang Untuk meningkatkan asupan makanan
cukup sesuai dengan diet yang
dianjurkan
ukur BB anak tiap hari Untuk mengetahui peningkatan dan
penurunan BB
gunakan sute alternatif (NGT Nutrisi parenteral dibutuhkan jika
dan parenteral) kebutuhan per oral yang sangat kurang
dan untuk mengantisipasi pasien yang
sudah mulai merasa mual dan muntah
3. Gangguan rasa nyaman b.d usus spasis dan daya dorong tdk ada, obstipasi, distensi abdomen,

d.d Sesak nafas, Tidak nyaman, Nyeri, Demam, Distress pernafasan, Akral hangat

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam diharapkan kebutuhan rasa

nyaman terpenuhi

Kriteria Hasil

Tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur

Intervensi Rasional
sarankan orang tua hadir Untuk kenyamanan anak
selama prosedur
berikan tindakan kenyamanan Untuk menyediakan manajemen nyeri
sesuai usia nonpharmacological
kaji terhadap tanda nyeri untuk mrngetahui tingkat nyeri dan
menentukan langkah selanjutnya
ciptakan lingkungan Terapi menggabungkan budaya klien
yang mendukung dan penuh dan usia dan faktor perkembangan
kasih
berikan analgesik sesuai Mengurangi nyeri

Post operasi
1. Nyeri b/d insisi pembedahan
Tujuan :Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak
mengalami gangguan pola tidur
intervensi Rasional
Observasi dan monitoring Mengetahui tingkat nyeri dan
tanda skala nyeri menentukan langkah selanjutnya
Lakukan teknik pengurangan Upaya dengan distraksi dapat
nyeri seperti teknik pijat mengurangi rasa nyeri
punggung dansentuhan
Kolaborasi dalam pemberian Mengurangi persepsi terhadap nyeri
analgetik apabila yamg kerjanya pada sistem saraf pusat
dimungkinkan

2. Kurang pengetahuan (ibu) b.d kurangnya informasi yang didapat


Tujuan Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 124 jam diharapkan pengetahuan ibu
tentang penyakit anaknya bertambah
Kriteria Hasil
1. ibu mengungkapkan suatu pemahaman yang baik tentang proses penyakit ananknya
2. ibu memahami terapi yang diprogramkan tim dokter
Intervensi Rasional
1. jelaskan pada ibu tantang Untuk mengetahui perkembangan
penyakit yang di derita anaknya
anaknya
2. berikan ibu jadwal Mengurangi kecemasan
pemeriksaan diagnostik
3. berikan informasi tentang Mengurangi resiko terjadinya infeksi
rencana operasi
4. berikan penjelasan pada ibu Untuk meningkatkan pengetahuan ibu
tentang perawatan setelah
operasi

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dalam makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa Penyakit hisprung merupakan penyakit

yang sering menimbulkan masalah.Baik masalah fisik, psikologis maupun

psikososial.Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu

terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa

buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak.

Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan benar oleh
seluruh pihak.Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan

perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat

maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Sowden, 2002, Keperawatan Pediatric Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta : EGC.

Hidayat, A A. (2008), pengantar konsep dasar keperawatan. Edisi ke-2, salemba medika: Jakarta

Mansjoer , Arif . 2000 .Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 .Jakarta : Media Aesulapius FKUI

Marliyn E. Doengoes, Dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3

Nanda, 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classification 2012-2014

Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit edisi ke-2 EGC: Jakarta


Sabtu, 19 Oktober 2013
hisprung

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan
pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang
yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab
obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling
sering pada neonatus.
Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal
tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara
spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses
secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang
tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat
menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada
tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang
mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya
penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan
Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh
gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.

A. TUJUAN PENULISAN
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat menyelesaikan tugas Blok Sistem Pencernaan

Tujuan Khusus :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengerti pengertian hisprung
2. Mahasiswa mengetahui etiologi atau penyebab hisprung
3. Mahasiswa bisa menjelaskan patofisiologi ,manifestasi klinis serta komplikasi dari hisprung
4. Mahasiswa dapat menjelaskan pemeriksaan yang dilakukan serta penatalaksanaan dari
hisprung
5. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien

B. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan serta sistematika
BAB II Teori hisprung yang terdiri atas anatomi fisiologis definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi
klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik,penatalaksanaan
BAB III Asuhan Keperawatan Hisprung
BAB IV Penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran

Data makalah ini diambil dari reverensi buku yang terkait dengan sistem pencernaan
atau hati serta dari media informasi seperti internet, majalah,dan lainnya.

BAB II
HIRSCHPRUNG

A. ANATOMI FISIOLOGIS
Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis), kontinensia
sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis).
Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.
Saraf intrinsik berasal dari saraf parasimpatis ganglion pleksus submukosa meisner
dan ganglion mienterikus auerbach, yang terletak diantara otot yang sirkuler dan longitudinal.
Pengaruh dari saraf intrinsik lebih dominan dibandingkan saraf yang ekstrinsik. Pengaruh ini
terutama untuk kontraksi dan relaksasi dari usus yang teratur. Pada penyakit hircsprung tidak
terdapat ganglion pleksus submukosa meisner dan mienterikus, selain itu juga terjadi
hipertrofi jaringan saraf diantara otot yang longitudinal dan yang sirkuler yang menghambat
peristaltik kolon. Pada masa embrional, persarafan usus mulai dari neuroblas daerah
kranioservikal yang bermigrasi ke daerah kaudal sampai anus. Penyakit hirschprung migrasi
neuroblas, berhenti sebelum mencapai sfingter internus.
Secara embriologis sel-sel neuroenterik bermigrasi dari krista neuralis menuju saluran
gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya meneruskan kearah distal. Pada minggu ke lima
kehamilan sel-sel saraf tersebut akan mencapai esofagus, pada minggu ke tujuh mencapai
mid-gut dan akhirnya mencapai kolon pada minggu ke dua belas. Proses migrasi mula
pertama menuju ke dalam pleksus Auerbachi dan selanjutnya menuju kedalam pleksus
submukosa Meissneri. Apabila terjadi gangguan pada proses migrasi sel-sel krista neuralis
ini maka akan menyebabkan terjadinya segmen usus yang aganglionik dan terjadilah penyakit
Hirschsprung. (Fonkalsrud,1997).

B. DEFINISI
Hirschprung atau Megakolon adalah penyakit tidak adanya sel-sel ganglion dalam
rektum atau bagian rektosigmoid colon. Akibat ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan
atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily &
Sowden, 2000).
Penyakit Hirschprung atau Megakolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
passase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat
lahir kurang dari 3 kg dan lebih banyak laki-laki dari pada perempuan (Arief Mansjoer,
2000).
Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi
mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 :
507).
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis
pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus ( Ngastiyah,2005:219)`
Hirschprung merupakan keadaan tidak ada atau sedikitnya saraf ganglion
parasimpatis pada rektum sehingga tidak ada peristaltic pada area yang terkena, usus
mengalami dilatasi serta menimbulkan distensi dan obstruksi abdomen. (kelompok)

C. ETIOLOGI
1. Faktor genetik dan Down Syndrom
Dalam beberapa kasus, penyakit ini mungkin warisan, bahkan jika orang tua tidak
memiliki penyakit. Hirschsprung juga 10 kali lebih sering terjadi pada anak-anak dengan
Down syndrome. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down
Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, kelainan
kardiovaskuler dan gagal eksistensi kranio kaudal pada myenterik dan sub mukosadinding
plexus. Pada penyakit hisprung tidak memiliki plexus myenteric sehingga bagianusus yang
bersangkutan tidak dapat mengembang. Dimana insiden keseluruhan 1 : 1500kelahiran hidup.
Laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (4: 1).
2. Tidak adanya sel-sel ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisandinding
usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70% terbatas di daerahrektosigmoid,
10% sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5% dapat mengenai seluruh usussampai pilorus.
3. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus
Secara fungsional, karena bayi tumbuh dalam kandungan, kumpulan sel saraf (ganglia)
mulai terbentuk antara lapisan otot di bagian usus besar yang panjang. Proses ini dimulai
pada bagian atas dan berakhir di usus besar bagian bawah. Pada anak-anak dengan penyakit
Hirschsprung, proses ini tidak selesai dan tidak ada ganglion di sepanjang seluruh panjang
dengan dua titik. Kadang-kadang sel-sel yang hilang hanya beberapa centimeter dari usus
besar. Mengapa hal ini terjadi tidak diketahui secara pasti. Hal ini dapat dikaitkan dengan
beberapa mutasi gen. Hal ini juga dikaitkan dengan beberapa kelenjar endokrin neoplasia,
sebuah sindrom yang menyebabkan noncancerous Tumors di lendir membranes dan adrenal
glands (terletak di atas ginjal) dan kanker dari thyroid gland (terletak di bagian bawah leher).
4. Ketidakmampuan sfingter rektum berelaksasi
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima universal untuk
menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling atau kecipirit merupakan parameter yang sering
dipakai peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara
teoritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces lewat anus
tanpa dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan sering

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit Hisprung dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1. Tipe kolon spastik, biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi
berkala(konstipasi periodik) atau diare disertai nyeri. Kadang konstipasi silih berganti dengan
diare. Sering tampak lendir pada tinjanya. Nyeri bisa berupa serangan nyeri tumpul atau
kram, biasanya di perut sebelah bawah. Perut terasa kembung, mual,sakit kepala, lemas,
depresi, kecemasan dan sulit untuk berkonsentrasi. Buang air besar sering meringankan
gejala-gejalanya.

2. Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi yang relatif tanpa rasa
nyeri. Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak dapat ditahan. Yang khas adalah diare timbul
segera setelah makan. Beberapa penderita mengalami perut kembung dan konstipasi dengan
disertai sedikit nyeri.
Menurut letak segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi dalam :
 Megakolon kongenital segmen pendek, bila segmen aganglionik meliputi rektum sampai
sigmoid (70-80%).
 Megakolon kongenital segmen panjang, bila segmen aganglionik lebih tinggi dari sigmoid
(20%).
 Kolon aganglionik total, bila segmen aganglionik mengenai seluruh kolon (5-10%).
 Kolon aganglionik universal, bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus
(5%).

E. PATOFISIOLOGIS
Dimulai dari penyebab, yaitu genetik dan lingkungan. Gen-gen dari orang tua yang
menyebaabkan kerusakan atau gangguan mutasi pembelahan sel, sehingga mempengaruhi
persarafan yang ada di sel tersebut. Faktor lingkungan yang bisa menjadi penyebab seperti
paparan radiasi yang menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin dari
faktor penyebab tersebut menimbulkan bayi yang baru lahir tidak mempunyai sel ganglion
pada submukosa kolon. Baik megakolon konginetal segmen pendek, megakolon konginetal
segmen panjang, kolon aganglionik total dan kolon aganglionik universal.
Dari tidak adanya sel ganglion pada submukosa kolon akan menyebabkan kerusakan
rangsangan saraf parasimpati,s sehingga gerakan peristaltik terganggu dan sfinkter rektum
tidak bisa berelaksasi. Maka usus akan menjadi spasme dan evakuasi usus terganggu. Terjadi
akumulasi mekonium pada usus besar sehingga terjadi distensi abdomen dan menimbulkan
diagnosa gangguan rasa nyaman nyeri dan gangguan pola BAB. Dari distensi abdomen
tersebuit menyebabkan mual sama muntah bercampur cairan empedu akibat arus balik karena
adanya obstruksi pada kolon. Mual dan muntah menyebabkan anoreksia sehingga timbul 2
diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan volume cairan tubuh menurun.
Akibat terjadinya obstruksi pada kolon menyebbkan konstipasi pada kolon sehingga
menimbulkan pembengkakan kolon. Akhirnya terjadilah perubahan status kesehatan pada
anak. Timbullah 2 diagnosa kurang pengetahuan dan koping keluarga tidak efektif. Ketika
terjadi pembengkakan kolon dan dilakukan pemeriksaan diagnostik ditemukan hisprung,
maka pembedahan adalah salah satu penatalaksanaannya. Akan menimbulkan diagnosa
cemas, risiko tinggi injury, dan risiko tinggi infeksi.

F. MANIFESTASI KLINIS
1) Periode Neonatal
 Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24-28 jam pertama)
 Muntah hijau dan distensi abdomen.
 Gejalanya berupa diarrhea
 Distensi abdomen
 Feces berbau busuk dan disertai demam
2) Anak
 Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis
 Gizi buruk (failure to thrive)
 Dapat pula terlihat gerakan peristaltic usus di dinding abdomen
 Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot,
konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap
 Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya
sulit untuk defekasi.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu jari dilepaskan tinja
akan menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahui juga bau dari tinja karena kotoran yang
yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah terlalu lama akan terjadi
pembusukan.
2. Radiologi (barium enema/foto roentgen)
Yaitu dengan memasukkan suatu cairan zat radioaktif melaui anus, sehingga nantinya
dapat terlihat jelas saat difoto roentgen, sampai sejauh manakah usus besar yang terjadi
pembesaran.
Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah
barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
 Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi;
 Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi;
 Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi (Kartono,1993).
3. Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat
ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.
4. Laboratorium darah
Tidak ditemukan adanya sesuatu yang khas kecuali jika terjadi komplikasi, misal:
enterokolitis atau sepsis
5. Manometri Anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif mempelajari
fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam
prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis
dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar : transduser
yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem pencatat
seperti poligraph atau komputer (Shafik,2000; Wexner,2000; Neto dkk,2000).
Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah :
1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;
2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik;
3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah distensi
rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi spontan (Kartono,1993; Tamate,1994;
Neto,2000).
H. PENATALAKSANAAN
a. Medis
1. Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk
mengeluarkan mekonium dan udara

2. Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, enterokolitis berat
dan keadaan umum buruk.

3. Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat
anastomosis.
b. Pembedahan: Pembedahan dilakukan dalam 2 (dua) tahap mula-mula dilakukan kolostomi
loop atau double-barrel sehingga tomus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat
kembali normal. (memerlukan waktu kira-kira 3-4 bulan). Pada umur bayi diantara 6-12
bulan (mulai beratnya antara 9 s/d 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dengan cara
memotong usus aganglionik dan mengantomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan
jarak 1 inci dari anus.
 Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia 1 tahun. Prosedur ini
terdiri atas penarikan kolon normalkearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang
usus agaanglionik, menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganlionik dan
bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut.
 Prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang, kemudian dilakukan
anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan saluran anal yang dilatasi. Sfingter
dilakukan pada bagian posterior.
 Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur yang
paling banyak dilakukan untuk mengobati penyakit Hisprung. Dinding otot dari segmen
rektumdibiarkan tetap utuh, kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat
dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rekto sigmonial yang tersisa.
c. Perawatan

Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaannya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
 Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
 Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
 Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
 Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 :
1135 )
I. KOMPLIKASI
1. Kebocoran Anastomose (penggabungan dua ujung usus yang sehat setelah usus yang
sakit usus dipotong oleh dokter bedah)
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang
berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi (pembentukan pembuluh abnormal atau
berlebihan) yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar
anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini
dan tidak hati-hati.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam. Kebocoran
anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu tubuh, terdapat infiltrat atau abses
rongga pelvik, kebocoran berat dapat terjadi demam tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis
umum , sepsis dan kematian. Apabila dijumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat
kolostomi di segmen proksimal.
2. Stenosis (penyempitan)
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan
luka di daerah anastomose, infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta
prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi
prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel
sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave.
Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu kecipirit, distensi
abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal. Tindakan yang dapat dilakukan bervariasi,
tergantung penyebab stenosis, mulai dari businasi hingga sfinkterektomi posterior.
3. Enterokolitis (suatu keadaan dimana lapisan dalam usus mengalami cedera dan
meradang)
Enterokolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan usus halus. Semakin
berkembang penyakit hirschprung maka lumen usus halus makin dipenuhi eksudat fibrin
yang dapat meningkatkan resiko perforasi (perlubangan saluran cerna) . Proses ini dapat
terjadi pada usus yang aganglionik maupun ganglionik. Enterokolitis terjadi pada 10-30%
pasien penyakit Hirschprung terutama jika segmen usus yang terkena panjang.
Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda enterokolitis
adalah :
a. Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit.
b. Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi.
c. Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari.
d. Pemberian antibiotika yang tepat.
Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada pasien dengan
endorektal pullthrough. Enterokolitis merupakan penyebab kecacatan dan kematian pada
megakolon kongenital, mekanisme timbulnya enterokolitis menurut Swenson adalah karena
obtruksi parsial. Obtruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter
ani dan kolon aganlionik yang tersisa masih spastik. Manifestasi klinis enterokolitis berupa
distensi abdomen diikuti tanda obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar
eksplosif cair dan berbau busuk. Enetrokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling parah
dapat terjadi nekrosis, infeksi dan perforasi. Hal yang sulit pada megakolon kongenital adalah
terdapatnya gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli bedah dihadapkan pada
konstipasi persisten dan enterokolitis berulang pasca bedah
4. Gangguan Fungsi Sfinkter
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima universal untuk
menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling atau kecipirit merupakan parameter yang sering
dipakai peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara
teoritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces lewat anus
tanpa dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan sering.

J. JURNAL
PENILAIAN FUNGSI ANOREKTAL PADA PENDERITA PENYAKIT
HIRSPHRUNG’S PASCA TINDAKAN BEDAH DEFINITIF

ABSTRACT
Background: There are some methods of definitive surgery for Hirschsprung’s disease.
Complications of all surgery procedures of are almost the same, but each procedure has its
special benefits. Objectives: To observe the anorectal function of Hisphrungs patients which
have had definitive treatment at the Wahidin Sudirohusodo Hospital, Makassar. Method: All
patients were observed by using Heikkinen score’s for anorectal function during, soon after
and 6 months after definitive surgery due to hirsprung disease. Results: From 28 cases we
found 10 cases (35.7 %) that were normal:, 5 normal cases (41.7%) PSRHD. There were no
cases of incontinance from patients with enterocolitis complications or loss of bodyweight
after definitive treatment from the 28 patients. Conclusion: Definitive surgical treatment
improved anorectal function.

Keywords: hirschsprung, anorectal, surgery


PENILAIAN FUNGSI ANOREKTAL PADA PENDERITA PENYAKIT HIRSPHRUNG’S
PASCA TINDAKAN BEDAH DEFINITIF

Latar belakang: Terdapat beberapa metoda penatalaksanaan bedah definitif untuk kelainan
Hirschsprung yang meskipun masing masing mempunyai keunggulan namun memberikan
komplikasi yang hampir sama. Tujuan: Melakukan penilaian fungsi anorektal pada penderita
Hirschsprung yang ditindaki dengan bedah definitif. Metode: Fungsi anorektal dinilai dengan
skor Heikkinen segera dan setelah enam bulan pembedahan. Hasil: Dari 28 kasus yang
diteliti diperoleh data skor tertinggi (normal) sebanyak 10 kasus ( 35,7%) dan 5 kasus
(41,7%) normal pada tindakan PSRHD .
Tidak ditemukan adanya inkontinensia, penurunan berat badan dan komplikasi pada semua
kasus Kontinensia ditemukan bervariasi berdasarkan panjang kolon yang direseksi.
Simpulan: Tindakan bedah definitif memberikan perbaikan terhadap fungsi
anorektal.
Kata kunci: hirschsprung, anorektal, bedah

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HISPRUNG

A. PENGKAJIAN
1. BIODATA KLIEN
Data bayi
Nama : By. Reza
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 18 april 2013
Tanggal MRS : 20 april 2013
BB/PB : 2500g/ 45cm
Dx medis : hirsprung
Pengkajian : 20 april 2013
Data Ibu
Nama : Ny. Magdalena Mariety
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SLTA
Alamat : Jalan tak berujung no 10 blok A kecamatan asmara kelurahan damaisentosa
Data Ayah
Nama ayah : Tn. Maksel
Pekerjaann : Direktur Utama PT PAL
Pendidikan : S2

2. RIWAYAT KEPERAWATAN.
a. Keluhan utama.
Tidak bisa BAB sejak lahir, tidak mau minum susu, perut membesar dan muntah berwarna
hijau.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Kembung, pasien muntah setelah minum susu, muntah sejak 1 hari yang lalu
c. Riwayat penyakit dahulu.
Lahir spontan ditolong dukun beranak
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada saudara yang sakit seperti ananknya

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Sistem Integumen
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary refil,
warna kulit, edema kulit.
b. Sistem Respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c. Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi
denyut nadi / apikal.
d. Sistem Pengelihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung
pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah)
adanya keram, tendernes.

4. PEMERIKSAAN FISIK UMUM


Berat badan saat lahir : 2500 gr (normal : 2500 gr – 3500 gr)
Berat badan sekarang : 2300 gr
Panjang badan : 45 cm (normal : 40,5 – 50,5 cm)
: 145 x/menit (normal dewasa: 60-100 x/menit, normal bayi: 140 x/menit)
nafas : 42 x/menit (normal dewasa: 12-24 x/menit, normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu tubuh : 38 oC (normal: 36-37,5o C)

ASUHAN KEPERAWATAN
1. DATA FOKUS
Data subjektif Data objektif
 Ibu Reza mengatakan melahirkan dengan  Hasil Foto rontgen menunjukkan gambaran
bantuan dukun beranak obstruksi usus rendah dan usus melebar
 Ibu reza mengatakan anaknya belum BAB
sejak lahir (2 hari yang lalu)
 Ibu reza mengatakan anaknya muntah
berwarna hijau Data tambahan:
 IMT saat lahir
Data Tambahan : BBL(gr) + (usia dlm bulan x 500 gr)
 Ibu reza mengatakan anaknya menangis 2500 + ( 0.07 bulan x 500 gr ) = 2535 gr
terus  IMT 2 hari setelah lahir
 Ibu Reza mengatakan perut anaknya 2300 + ( 0.07 bulan x 500 gr ) = 2335 gr
terlihat besar  By Reza terlihat selalu memuntahkan ASI
 Ibu reza mengatakan anaknya tidak bisa maupun susu formula yang diberikan
tidur dengan nyenyak  By reza terlihat muntah berwarna hijau
 Ibu reza mengatakan anaknya selalu  Lingkar perut an reza membesar, 36 cm
memuntahkan ASI yang diberikan (normal 30-33 cm)
 Ibu reza mengatakan bb anaknya saat lahir Bising usus : 2 x/mnt (normal pada bayi : 6
2500 gr kini menjadi 2300 gr x/mnt)
 Ibu reza mengatakan Panjang badan  By Reza mengalami distensi abdomen
anaknya saat lahir 45cm  By Reza terlihat lemas
 Ibu Reza mengatakan merasa suhu badan  Bibir By reza terlihat kering
anaknya mengalami peningkatan  By reza terlihat menangis terus menerus
 Ibu Reza mengatakan bingung harus  Hasil Lab :
berbuat apa untuk anaknya Glukosa : 80 mg/dl ( 70 -110)
 Ibu Reza mengatakan belum pernah Albumin : 4,1 g/dl ( 3,8 -5,4)
mengetahui tentang penyakit yang diderita K : 3,87 mmol/L ( 3,6 - 5,5)
anaknya. Na : 137,8 mmol/L (13 -155 )
 Ibu Reza juga mengatakan belum pernah di Ca : 10 mg/dl (8,1 - 10,4)
keluarganya mempunya penyakit seperti ini Vital signs:
Nadi : 145 x/menit (normal dewasa: 60-100
x/menit, normal bayi: 140 x/menit)
Frekuensi nafas : 42 x/menit (normal
dewasa: 12-24 x/menit, normal bayi: 30-40
x/menit
Suhu tubuh : 38 oC (normal: 36-37,5o C)
 Ibu klien tampak bingung dan cemas
melihat kondisi kesehatan anaknya
 Ibu klien terus bertanya- tanya tentang
penyakit anaknya
 Ibu klien tampak gelisah

2. ANALISA DATA
Data Fokus Problem Etiologi
DS : Kekurangan volume cairan Muntah, pemasukan
tubuh cairan terbatas,
 Ibu reza mengatakan anaknya penurunan
muntah berwarna hijau penyerapan di usus
 Ibu reza mengatakan anaknya
selalu memuntahkan ASI yang
diberikan
 Ibu Reza mengatakan merasa suhu
badan anaknya mengalami
peningkatan
DO :
 By Reza terlihat selalu
memuntahkan ASI maupun susu
formula yang diberikan
 By reza terlihat menangis terus
menerus
 By reza terlihat muntah berwarna
hijau
 By Reza terlihat lemas
 Bibir By reza terlihat kering
 Vital signs:
Nadi : 145 x/menit (normal
dewasa: 60-100 x/menit, normal
bayi: 140 x/menit)
Frekuensi nafas : 42 x/menit
(normal dewasa: 12-24 x/menit,
normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu tubuh : 38 oC (normal: 36-
37,5o C)

DS : Gangguan eliminasi BAB : spastis usus dan tidak


konstipasi/obstipasi adanya daya dorong.
 Ibu reza mengatakan anaknya
belum BAB sejak lahir (2 hari yang
lalu)
 Ibu Reza mengatakan perut
anaknya terlihat besar

DO:
 Anak reza tampak lemah
 Hasil Foto rontgen menunjukkan
gambaran obstruksi usus rendah
dan usus melebar
 An reza terlihat menangis terus
menerus
 Lingkar perut By reza
membesar,36 cm ( normal 30-33
cm)
 Bising usus : 2 x/mnt (normal
6x/mnt)
 By reza mengalami distensi
abdomen

 Vital signs:
Nadi : 145 x/menit (normal
dewasa: 60-100 x/menit, normal
bayi: 140 x/menit)
Frekuensi nafas : 42 x/menit
(normal dewasa: 12-24 x/menit,
normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu tubuh : 38 oC (normal: 36-
37,5o C)

DS: Gangguan pemenuhan Intake yang tidak


 Ibu reza mengatakan anaknya nutrisi kurang dari adekuat
muntah berwarna hijau kebutuhan tubuh
 Ibu reza mengatakan anaknya
selalu memuntahkan ASI yang
diberikan
 Ibu reza mengatakan bb anaknya
saat lahir 2500 gr kini menjadi
2300 gr
 Ibu reza mengatakan Panjang
badan anaknya saat lahir 45cm

DO:
 IMT saat lahir
BBL(gr) + (usia dlm bulan x 500
gr)
2500 + ( 0.07 bulan x 500 gr ) =
2535 gr
 IMT 2 hari setelah lahir
2300 + ( 0.07 bulan x 500 gr ) =
2335 gr
 By Reza terlihat selalu
memuntahkan ASI maupun susu
formula yang diberikan
 By reza terlihat muntah berwarna
hijau
 By reza terlihat menangis terus
menerus
Nadi : 145 x/menit (normal
dewasa: 60-100 x/menit, normal
bayi: 140 x/menit)
Frekuensi nafas : 42 x/menit
(normal dewasa: 12-24 x/menit,
normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu tubuh : 38 oC (normal: 36-
37,5o C)
DS : Gangguan rasa nyaman adanya distensi
 Ibu reza mengatakan anaknya abdomen
belum BAB sejak lahir (2 hari yang
lalu)
 Ibu reza mengatakan anaknya
menangis terus
 Ibu Reza mengatakan perut
anaknya terlihat besar
 Ibu reza mengatakan anaknya
tidak bisa tidur dengan nyenyak

DO :
 Lingkar perut by reza membesar,
36 cm ( normal 30-33 cm)
 Bising usus : 2 x/mnt (normal : 6
x/mnt)
 By reza mengalami distensi
abdomen
 By Reza terlihat lemas
 By reza terlihat menangis terus
menerus
Nadi : 145 x/menit (normal
dewasa: 60-100 x/menit, normal
bayi: 140 x/menit)
Frekuensi nafas : 42 x/menit
(normal dewasa: 12-24 x/menit,
normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu tubuh : 38 oC (normal: 36-
37,5o C)

DS: Kurang pengetahuan Kurangnya informasi


 Ibu Reza mengatakan bingung tentang proses
harus berbuat apa untuk anaknya penyakit
 Ibu Reza mengatakan belum
pernah mengetahui tentang
penyakit yang diderita anaknya.
 Ibu Reza juga mengatakan belum
pernah di keluarganya mempunya
penyakit seperti ini

DO:
 Ibu klien tampak bingung dan
cemas melihat kondisi kesehatan
anaknya
 Ibu klien terus bertanya- tanya
tentang penyakit anaknya
 Ibu klien tampak gelisah

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kekurangan volume cairan tubuh b.d Muntah, pemasukan cairan terbatas, penurunan
penyerapan di usus
b. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi/obstipasi b.d spastis usus dan tidak adanya daya
dorong
c. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Intake yang tidak adekuat
d. Gangguan rasa nyaman b.d adanya distensi abdomen
e. Kurang pengetahuan b.d Kurangnya informasi tentang proses penyakit

4. INTERVENSI
No Tujuan dan Kriteria
Diagnosa Intervensi
hasil
1. Kekurangan volume Tujuan : NIC :
cairan tubuh b.d Setelah dilakukan 1. Pertahankan catatan intake dan
Muntah, pemasukan tindakan keperawatan output yang akurat
cairan terbatas 3 x 24 jam resiko R/ memberikan pedoman untuk
kekurangan cairan penggantian cairan
dapat diatasi 2. Monitor status hidrasi (
NOC : kelembaban membran mukosa,
Fluid balaKriteria Hasil nadi adekuat, tekanan darah
: ortostatik ), jika diperlukan
1. Keseimbangan intake R/Menunjukkan status volume
dan out put 24 jam sirkulasi, terjadinya/perbaikan
2. Berat badan stabil perpindahan cairan, dan respon
3. Mata tidak cekung terhadap terapi. Keseimbangan
4. Membran mukosa positif/peningkatan berat badan
lembab sering menunjukkan retensi
5. Kelembaban kulit cairan lanjut.
normal 3. Monitor hasil lab yang sesuai
dengan retensi cairan (BUN ,
Hmt , osmolalitas urin, albumin,
total protein )
R/ Penurunan albuminserum
mempengaruhi tekanan osmotik
koloid plasma, mengakibatkan
pembentukan edema.
Penurunan aliran darah ginjal
menyertai peningkatan ADH
dan kadar aldosteron dan
penggunaan deuretik (untuk
menurunkan air total tubuh)
dapat menyebabkan berbagai
perpindahan/ketidakseimbangan
elektrolit
4. Monitor vital sign setiap
15menit – 1 jam
R/ mengetahui keadaan umum
pasien
5. Kolaborasi pemberian cairan
IV
R/ membantu pemasukan cairan
lewat intra vena
6. Berikan cairan oral
R/ menurunkan rasa haus pada
pasien
7. Berikan prosedur nasogastrik
jika diperlukan
R/ memungkinkan dukungan
nutrisi melalui saluran GI,
mengevakuasi isi lambung dan
dapat menghilangkan mual
8. Atur kemungkinan tranfusi
R/ kemungkinan albumin rendah
yang mengakibatkan
penumpukan cairan berlebih,
dsb
9. Pasang kateter jika perlu
R/ untuk membantu pengukuran
output dari pasien
2. Gangguan eliminasi Tujuan : Bowel Irigation (pembersihan
BAB : obstipasi b.d Setelah dilakukan Colon)
spastis usus dan tidak tindakan keperawatan 1. Pilih pemberian enema
adanya daya dorong 2 x 24 jam konstipasi (prosedur pemasukan cairan
berangsur teratasi kedalam kolon melalui anus)
NOC : yang tepat
Bowel Elimination R/ merangsanng peristaltic
kolon agar dapat defekasi.
Kriteria Hasil : 2. Jelaskan prosedur pada pasien
1. Pola eliminasi dalam dan keluarga
batas normal R/ menciptakan lingkungan
2. Warna feses dalam saling percaya dan mengurangi
batas normal rasa khawatir
3. Bau feses tidak 3. Monitor efek samping dari
menyengat tindakan pengobatan
4. Konstipasi tidak R/ memonitor untuk memastikan
terjadi tidak adanya komplikasi
5. Ada peningkatan pola lanjutan
eliminasi yang lebih 4. Catat perkembangan baik
baik maupun buruk
R/ memastikan tidak adanya
komplikasi lanjutan
5. Observasi tanda vital dan bising
usus setiap 2 jam sekali
R/ mengetahui keadaan umum
pasien sebelum dan sesudah
dilakukan prosedur
6. Observasi pengeluaran feces per
rektal – bentuk, konsistensi,
jumlah
R/ memastikan tidak adanya
komplikasi dan untuk
menetapkan intervensi lanjutan
7. Konsultasikan dengan dokter
rencana pembedahan
R/ jika terjadi komplikasi, dapat
segera di tangani dengan
pembedahan
3. Gangguan pemenuhan Tujuan : Management Nutrisi
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan 1. Kaji riwayat jumlah makanan/
kebutuhan tubuh b.d tindakan keperawatan masukan nutrisi yang biasa
Intake yang tidak 3 x 24 jam, diharapkan dimakan dan kebiasaan makan
adekuat : R/ member informasi tentang
NOC : kebutuhan pemasukan/ difisiensi
Status Nutrisi 2. Timbang berat badan.
Kriteria Hasil : Bandingkan perubahan status
1. Berat badan pasien cairan, riwayat berat badan,
sesuai umur ukuran kulit trisep
2. Stamina R/ sebagai indicator langsung
3. Tenaga dalam mengkaji perubahan
4. Kekuatan status nutrisi
menggenggam 3. Anjurkan ibu untuk tetap
5. Penyembuhan jaringan memberikan asi rutin
6. Daya tahan tubuh R/ untuk mempertahankan
7. Konjungtiva tidak masukan nutrisi pada pasien
anemis 4. Kolaborasikan dengan ahli gizi
8. Pertumbuhan untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan
R/ untuk menambah masukan
nutrisi yang baik bagi klien

Monitoring Nutrisi
1. Monitor turgor kulit
R/ mengkaji pasokan nutrisi
adekuat
2. Monitor mual dan muntah
R/ mengkaji adanya
pengeluaran output berlebih
3. Monitor intake nutrisi
R/ mengkaji pemasokan nutrisi
yang adekuat
4. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan anak
R/ observasi adanya penurunan
perkembangan anak karena
pasokan nutrisi tak adekuat atau
pengeluaran output yang
berlebih
4. Gangguan rasa Setelah dilakukan NIC :
nyaman b.d adanya tindakan keperawatan
1. Lakukan pengkajian nyeri
distensi abdomen 3 x 24 jam, diharapkan
secara komprehensif termasuk
:
lokasi, karakteristik, durasi,
Tujuan : Kebutuhan rasa
frekuensi, kualitas dan faktor
nyaman terpenuhi
presipitasi
dengan kriteria tenang,
R/ mengobservasi untuk
tidak menangis, tidak
membantu menemukan
mengalami gangguan
intervensi lanjutan yang tepat
pola tidur.
2. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
R/ memantau untuk menemukan
intervensi lanjutan yang tepat

3. Bantu pasien dan keluarga


untuk mencari dan menemukan
dukungan
R/ partisipasi dalam intervensi
dapat membangun rasa percaya
keluarga pasien dengan tim
medis, mengurangi rasa cemas
keluarga pasien dan membantu
keluarga mengerti dengan
keadaan pasien

4. Kontrol lingkungan yang dapat


mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
R/ menurunkan rangsangan
stress pada rasa nyeri

5. Kaji tipe dan sumber nyeri


R/ untuk menentukan intervensi
yang tepat

6. Tingkatkan istirahat
R/ menurunkan rangsangan
stress pada rasa nyeri

7. Berikan informasi tentang nyeri


seperti penyebab nyeri kepada
keluarga pasien, berapa lama
nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
R/ mengurangi rasa cemas
keluarga pasien dan membantu
keluarga mengerti dengan
keadaan pasien

8. Monitor vital sign


R/ mengetahui keadaan umum
pasien

5. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan NIC :


b.d Kurangnya tindakan keperawatan1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
informasi tentang 1 x 24 jam, dan keluarga
proses penyakit diharapkan: R/ mengetauhi sejauh mana
Tujuan: Ansietas (ibu) keluarga pasien mengetahui
berkurang dalam 24 penyakit yang diderita pasien
jam 2. Jelaskan patofisiologi dari
NOC: penyakit dan bagaimana hal ini
 Kowlwdge : disease berhubungan dengan anatomi
process dan fisiologi, dengan cara yang
 Kowledge : health tepat dan mudah di mengerti.
Behavior R/ memudahkan keluarga
kriteria hasil: mengerti dengan keadaan dan
1. Pasien dan keluarga kondisi klien
menyatakan 3. Gambarkan tanda dan gejala
pemahaman tentang yang biasa muncul pada
penyakit, kondisi, penyakit, dengan cara yang
prognosis dan program tepat
pengobatan R/ mengurangi rasa cemas
2. Pasien dan keluarga keluarga pasien dan membantu
mampu melaksanakan keluarga mengerti dengan
prosedur yang keadaan pasien
dijelaskan secara benar 4. Identifikasi kemungkinan
3. Pasien dan keluarga penyebab, dengan cara yang
mampu menjelaskan tepat
kembali apa yang R/ mengurangi rasa cemas
dijelaskan perawat/tim keluarga pasien dan membantu
kesehatan lainnya keluarga mengerti dengan
keadaan pasien
5. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
R/ mengurangi rasa cemas
keluarga pasien dan membantu
keluarga mengerti dengan
keadaan pasien
6. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
R/ partisipasi dalam
pengambilan keputusan dapat
meningkatkan rasa saling
percaya antara keluarga pasien
dan tim medis
7. Dukung keluarga pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
R/ partisipasi dalam
pengambilan keputusan dapat
meningkatkan rasa saling
percaya antara keluarga pasien
dan tim medis

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik
masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak
dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang
mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan
masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus
difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk
tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara
pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi
kemungkinan yang terjadi.

B. SARAN
Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang
penyakit hsaprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan K ( 2004 ). Penyakit Hirschsprung. Jakarta : sagung Seto.

Dermawan, Deden dkk, 2010, Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan, Yogyakarta:
Goysen Publishing

Doenges, Marilyn. E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, Jakarta, EGC

Haryono, Rudi, 2012, Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan, Yogyakarta: Goysen
Publishing

Nelson, W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab. Jakarta : EGC

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd), Monica Ester
(Alih bahasa) edisi – 4 .Jakarta : EGC.
Diposkan oleh yogi iskandar di 03.59
. Definisi Hirschprung
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat
lahir 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. (Arief Mansjoeer : 2000 ).
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz,
Cecily & Sowden : 2002).
Penyakit Hirscprung (megacolon anganglionik congenital) adalah anomali congenital
yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan motilitas sebagian dari
usus. ( Wong, 2003 )
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada
usus, dapat dari kolon sampai usus halus ( Ngastiyah,2005:219)
Jadi megakolon atau hirschprung adalah kelainan tidak adanya sel ganglion dalam rectum
atau bagian rektosigmoid, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh
obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak
ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.

B. Klasifikasi Hirschprung
Penyakit Hirscprung tidak adanya sel ganglion dalam rectum dan sebagian tidak ada dalam
colon.
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :
1. Penyakit Hirscprung segmen pendek
Segmen agangkionosis mulai dari anus sampai sigmoid
2. Penyakit Hirscprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus.
(Ngastiyah, 1997)
C. Etiologi
Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya belum diketahui, tetapi Hirschsprung atau
Mega Colon diduga terjadi karena :
1. Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down syndrom.
2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio
kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
3. Aganglionis parasimpatis yang disebabkan oleh lesi primer, sehingga terdapat
ketidakseimbangan autonomik.

D. Patofisiologi
Congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan
tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir
selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik dan tidak adanya evakuasi usus
spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses
secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran
cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon.
(Cecily Betz & Sowden, 2002:196).
Berdasarkan panjang segmen yang terkena dapat dibedakan 2 tipe yaitu :
1. Penyakit Hischprung segmen pendek
Segmen agangilonosis mulai dari anus sampai sigmoid.
2. Penyakit hischprung segmen panjang
Daerah agangilonosis dapat melebihi sigmoid malahan dapat mengenai seluruh kolon sampai
usus halus.
a. Persarafan parasimpatik colon didukung oleh ganglion. Persarafan parasimpatik yang
tidak sempurna pada bagian usus yang aganglionik mengakibatkan peristaltic abnormal
sehingga terjadi konstipasi dan obstruksi
b. Tidak adanya ganglion disebabkan kegagalan dalam migrasi sel ganglion selama
perkembangan embriologi. Karena sel ganglion tersebut bermigrasi pada bagian kaudal
saluran gastrointestinal ( rectum) kondisi ini akan memperluas hingga proksimal dari anus.
c. Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk control kontraksi dan
relaksasi peristaltic secara normal
d. Penyempitan pada lumen usus, tinja dan gas akan terkumpul dibagian proksimal dan
terjadi obstruksi dan menyebabkan di bagian colon tersebut melebar ( megacolon)

E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah
lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan
distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir
dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses
yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul
enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat
berdarah.
( Nelson, 2002 : 317 ).
1. Neonatal
a. Kegagalan pengeluaran mekonium (lebih dari 24 jam)
b. Distensi abdomen
c. Karena adanya obstruksi usus letak rendah
d. Obstipasi
e. Muntah yang berwarna hijau
2. Infant
a. Kegagalan dalam pertumbuhan berat badan
b. Konstipasi
c. Distensi abdomen
d. Adanya suatu periode diare dan muntah
e. Kadang muncul tanda enterokolitis seperti diare, demam berdarah, letargi
3. Childhood
a. Konstipasi
b. Fases berbau menyengat seperti karbon
c. Distensi abdomen
d. Masa feses teraba
e. Anak biasanya punya nafsu makan yang buruk

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan dihubungkan
dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto polos abdomen
Pada penyakit hirscprung neonatus terlihat gambaran obstruksi usus pada letak rendah dan
daerah pelvis terlihat kosong tanpa udara.
b. Foto enema barium
Pemeriksaan ini ditemukan :
1) Darah transisi dengan perubahan dari segmen sempit ke segmen dilatasi
2) Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian yang menyempit
3) Enterokolitis pada segmen yang melebar
4) Terdapat retensi barium setelah 24-28 jam

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis dan bedah
Bila diagnosis sudah ditegakkan, pengobatan alternative adalah operasi berupa
pengangkatan segmen usus aganglion, diikuti dengan pengembalian kontinuitas usus. Tetapi
bila belum dapat dilakukan operasi biasanya merupakan tindakan sementara dipasang pipa
rectum, dengan atau tanpa dilakukan pembiasaan dengan air garam fisiologis secara teratur.
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk
membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan
juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan
obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan
ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai
sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz Cecily &
Sowden 2002 : 98 )
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley &
Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari
penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah (
Darmawan K 2004 : 37 ) \
2. Penatalaksanaan perawat
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara
dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang (FKUI,
2000:1135 )

I. Pengkajian yang Dapat Dilakukan


1. Pengkajian Preoperatif
a. Pemeriksaan fisik
1) Abdomen
a) Ukuran lingkaran abdomen
b) Amati adanya distensi abdomen
c) Dengarkan bising usus (4 kuadran)
d) Perkusi abdomen
e) Palpasi abdomen
f) Amati riwayat konstipasi dan diare
b. Kaji status nutrisi
1) Timbang berat badan
2) Amati adanya muntah
3) Kaji kekuatan obat
c. TTV
1) Ukur suhu badan (umumnya terjadi peningkatan)
2) Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takikardi dan dispnea)
3) Ukur tekanan darah
4) Ukur nadi (terjadi takikardi)
2. Pengkajian pasca operasi
a. Kaji integritas kulit meliputi tekstur, warna, suhu, kulit
b. Amati tanda-tanda infeksi
c. Amati apakah ada kebocoran anastomisis
d. Amati pola eliminasi

J. Diagnosa yang Mungkin Muncul


1. Pre operasi
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
b. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi karena aganglion pada usus
c. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah
d. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena mual.
2. Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
b. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan dan adanya insisi
c. Cemas keluarga berhubungan dengan kurang pengetahuan keluarga mengenai pengobatan
dan perawatan post operasi

K. Intervensi
Pre operasi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
hasil
1 Pola nafas tidak efektif Tujuan : Respiratory Monitoring
b.d penurunan ekspansi Setelah dilakukan 1. Monitor frekuensi, ritme dan
paru tindakan keperawatan kedalaman pernafasan
selama 1 x 24 jam 2. Catat pergerakan dada,
pola nafas berangsur kesimetrisan, penggunaan
efektif otot tambahan
NOC : 3. Monitor pola nafas seperti,
Respiratory Status bradipneu, takipneu,
hiperventilasi
Kriteria Hasil : 4. Auskultasi suara pernafasan
1. Frekuensi pernafasan Oxygen terapy
normal 1. Pertahankan jalan nafas yang
2. Ekspansi dada paten
optimal dan simetris 2. Pertahankan posisi pasien
3. Bernafas mudah dengan kepala lebih tinggi
4. Keadaan inspirasi 3. Siapkan peralatan oksigenasi
4. Monitor dan atur aliran
oksigen

2 Konstipasi b.d defek Tujuan : Bowel Irigation


persyarafan terhadap Setelah dilakukan 1. Tetapkan alasan tindakan
aganglion usus tindakan keperawatan membersihkan saluran
2 x 24 jam konstipasi pencernaan
berangsur teratasi 2. Pilih pemberian enema yang
NOC : tepat
Bowel Elimination 3. Jelaskan prosedur pada
pasien
Kriteria Hasil : 4. Monitor efek samping dari
1. Pola eliminasi dalam tindakan pengobatan
batas normal 5. Catat perkembangan baik
2. Warna feses dalam 6. Observasi tanda vital dan
batas normal bising usus setiap 2 jam
3. Bau feses tidak sekali
menyengat 7. Observasi pengeluaran feces
4. Konstipasi tidak per rektal – bentuk,
terjadi konsistensi, jumlah
5. Ada peningkatan pola8. Konsultasikan dengan dokter
eliminasi yang lebih rencana pembedahan
baik
3 Resiko nutrisi kurang Tujuan : Management Nutrisi
dari kebutuhan tubuh b.d Setelah dilakukan 1. Kaji riwayat makanan yang
mual muntah tindakan keperawatan biasa dimakan dan kebiasaan
1 x 24 jam mual makan
muntah dapat teratasi 2. Timbang berat badan
sehingga resiko tidak 3. Anjurkan ibu untuk tetap
terjadi memberikan asi rutin
4. Kolaborasikan dengan ahli
NOC : gizi untuk menentukan
Status Nutrisi jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan
Kriteria Hasil :
1. Berat badan pasien Monitoring Nutrisi
sesuai umur 1. Monitor turgor kulit
2. Stamina 2. Monitor mual dan muntah
3. Tenaga 3. Monitor intake nutrisi
4. Kekuatan 4. Monitor pertumbuhan dan
menggenggam perkembangan anak
5. Penyembuhan
jaringan
6. Daya tahan tubuh
7. Konjungtiva tidak
anemis
8. Pertumbuhan

4 Resiko kekurangan Tujuan : NIC :


volume cairan b.d Setelah dilakukan Fluid Management
muntah dan pemasukan tindakan keperawatan1. Timbang popok jika
terbatas karena mual 1 x 24 jam resiko diperlukan
kekurangan cairan 2. Pertahankan intake dan
dapat diatasi output yang akurat
NOC : 3. Monitor status hidrasi
Fluid balaKriteria 4. Monitor vital sign
Hasil : 5. Kolaborasikan pemberian
1. Keseimbangan intake cairan IV
dan out put 24 jam 6. Dorong masukan oral seperti
2. Berat badan stabil ASI
3. Mata tidak cekung
4. Membran mukosa
lembab
5. Kelembaban kulit
normal

Post Operasi
5 Nyeri b.d insisi Tujuan : NIC :
pembedahan Setelah dilakukan Pain Management
tindakan keperawatan1.Kaji secara komprehensif
4 x 24 jam nyeri tentang nyeri meliputi : lokasi
berangsur teratasi , karakteristik dan onset,
NOC : durasi, frekuensi, kualitas,
Pain Level intensitas atau beratnya nyeri
dan faktor – faktor presipitasi
Kriteria Hasil : 2. Observasi isyarat – isyarat
1. Mengenali faktor dan non verbal dari
penyebab nyeri ketidaknyamanan, khususnya
2. Menggunakan metode dalam ketidakmampuan
pencegahan nyeri untuk komunikasi secara
3. Mengenali gejala efektif
nyeri 3. Gunakan komunikasi
terapeutik agar pasien dapat
mengekspresikan nyeri
4. Kontrol faktor – faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan
(ex : temperatur ruangan ,
penyinaran)
5. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi (misalnya :
relaksasi, guided imagery,
distraksi, terapi bermain,
terapi aktivitas)
Analgetik Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis dan frekuensi
3. Pilih analgetik yang
diperlukan / kombinasi dari
analgetik ketika pemberian
lebih dari satu.
4. Tentukan pilihan analgetik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri.

6 Resiko infeksi b.d insisi Tujuan : NIC :


luka post operasi dan Setelah dilakukan Infection Protection
imunitas menurun tindakan keperawatan 1. Monitor tanda gejala infeksi
selama proses sistemik dan lokal
keperawatan resiko 2. Monitor kerentanan terhadap
infeksi dapat teratasi infeksi
dan luka sembuh 3. Inspeksi kulit dan membran
sempurna mukosa terhadap kemerahan,
NOC : panas dan drainase
Imune Status 4. Inspeksi kondisi luka / insisi
bedah
Kriteria Hasil : 5. Dorong masukan nutrisi yang
1. Pasien bebas dari cukup
gejala infeksi 6. Anjurkan banyak istirahat
2. Mengetahui proses
penularan penyakit
3. Menunjukan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
4. Menunjukan perilaku
hidup sehat

7 Cemas keluarga b.d Tujuan : 1. Bina hubungan saling


kurang pengetahuan setelah dilakukan percaya
keluarga mengenai tindakan keperawatan2. Berikan kesempatan keluarga
pengobatan dan 1 x 24 jam, kecemsan klien untuk mengungkapkan
perawatan luka keluarga berkurang keinginan dan harapan
dan termotivasi untuk3. Pertahankan kondisi
membentu merawat an senyaman mungkin
Kagar cepat sembuh 4. Berikan penjelasan mengenai
serta dapat merawat di prosedur pengobatan,
rumah. perawatan
Kriteria Hasil : 5. Berikan penjelasan, pelatihan
1. Keluarga klien bagaimana perawatan klien
mampu dirumah dari perawatan
mengungkapkan kolostomi, menjaga
kecemasan kebersihan, dan Diit tepat
2. Keluarga klien pada An K
mengungkapkan
keinginan belajar ikut
merawat klien
3. Keluarga klien
memahami tujuan
pengobatan dan
perawatan klien
4. Keluarga klien
mampu melakukan
perawatan dirumah.

Anda mungkin juga menyukai