Anda di halaman 1dari 25

Case Report Session

DERMATITIS KONTAK ALERGI

Oleh :
Chaliq Akbar
1210312011

Preseptor :

dr. Ennesta Asri, Sp.KK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2018
1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap

pengaruh faktor eksogen dan/atau faktor endogen, menyebabkan kelainan klinis berupa

efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan

gatal. Tanda polimorfik tidak selalu terjadi bersamaan, dapat hanya satu jenis (oligomorfik).

Dermatitis cenderung kronik dan residif.1,2

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar tubuh (eksogen), misalnya bahan kimia

(contoh: deterjen, asam, basa, oli, semen), mikroorganisme (bakteri, jamur); dan dapat pula

dari dalam tubuh (endogen), misalnya dermatitis atopi. Sebagian lagi etiologinya tidak

diketahui dengan pasti.1,2

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang

menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan

(DKI) dan dermatitis kontak alergik (DKA). Keduanya dapat bersifat akut maupun kronik.

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan kulit non-imunologik, yaitu kerusakan

kulit terjadi langsung tanpa didahului proses pengenalan/sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis

kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu bahan

penyebab/alergen.1,3

Seiring dengan banyaknya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai

oleh masyarakat, penderita dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi semakin

meningkat. Data terbaru dari Amerika menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat kerja

cukup tinggi yaitu berkisar antara 50-60%. Dalam menegakkan suatu dermatitis kontak alergi

2
tidak lah gampang, seorang dokter memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang

yang tepat untuk menegakkan diagnosis tersebut.1

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dan manfaat penulisan Case report se ini adalah untuk menambah pengetahuan

tentang epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,

diagnosis banding, tatalaksana dan prognosis dari dermatitis kontak alergik.

1.3 Metode Penulisan

Metode Penulisan case report ini adalah berdasarkan tinjauan kepustakaan dari

berbagai literatur.

3
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Dermatitis kontak alergi tidak berhubungan dengan atopi. DKA merupakan reaksi

hipersensitivitas tipe lambat, atau reaksi imunologi tipe IV, dimediasi terutama oleh limfosit

yang sebelumnya tersensitisasi, yang menyebabkan peradangan dan edema pada kulit.4, 5

1.2 Epidemiologi

Epidemiologi DKA sering terjadi. Penyakit ini terhitung sebesar 7% dari penyakit

yang terkait dengan pekerjaan di Amerika Serikat. 1 Berdasarkan beberapa studi yang

dilakukan, insiden dan tingkat prevalensi DKA dipengaruhi oleh alergen-alergen tertentu.

Dalam data terakhir, lebih banyak perempuan (18,8%) ditemukan memiliki DKA

dibandingkan laki-laki (11,5%). Namun, harus dipahami bahwa angka ini mengacu pada

prevalensi DKA dalam populasi (yaitu, jumlah individu yang potensial menderita DKA bila

terkena alergen), dan ini bukan merupakan angka insiden (yaitu, jumlah individu yang

menderita DKA setelah jangka waktu tertentu). 3 Tidak ada data yang cukup tentang

epidemiologi dermatitis kontak alergi di Indonesia, namun berdasarkan penelitian pada

penata rias di Denpasar, sekitar 27,6 persen memiliki efek samping kosmetik, dimana 25, 4

persen dari angka itu menderita DKA.4

Usia

Dalam studi tentang reaktivitas Rhus, individu yang lebih muda (18 sampai 25

tahun) memiliki onset lebih cepat dan resolusi cepat untuk terjadi dermatitis dibandingkan

orang tua. Kompetensi reaksi imun yang dimediasi sel T pada anak-anak masih kontroversi.

Studi ini masih menganggap bahwa anak-anak jarang mengalami DKA karena sistem

kekebalan tubuh yang belum matang, namun Strauss menyarankan bahwa hiporesponsifitas

4
yang jelas pada anak-anak mungkin karena terbatasnya paparan dan bukan karena

kurangnya imunitas. Dengan demikian, reaksi alergi terlihat terutama pada pasien anak yang

lebih tua dan yang terjadi sekunder oleh karena obat topikal, tanaman, nikel, atau

wewangian.3

Pola Paparan

Paparan alergen dan kemungkinan terjadinya sensitisasi bervariasi tidak hanya pada

usia, tetapi juga dengan faktor sosial, lingkungan, kegemaran, dan pekerjaan. Meskipun

sebagian besar variasi yang berkaitan dengan jenis kelamin dan geografis pada DKA telah

dikaitkan dengan faktor-faktor sosial dan lingkungan, kegemaran dan pekerjaan memiliki

efek yang lebih menonjol.3

Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta yang sering adalah gangguan yang terkait dengan defisiensi imun,

seperti AIDS atau imunodefisiensi berat, penyakit yang beragam seperti limfoma,

sarkoidosis, kusta lepromatosa, dan dermatitis atopik telah dikaitkan dengan kurangnya

reaktivitas atau anergy.3

Pekerjaan yang Umumnya Terkait dengan DKA

Ada banyak pekerjaan yang berhubungan dengan DKA dan hal itu berkaitan dengan

alergen yang sering terpapar pada pekerjaan tertentu. Ada pekerja industri tekstil, dokter

gigi, pekerja konstruksi, elektronik dan industri lukisan, rambut, industri sektor makanan

dan logam, dan industri produk pembersih.2,6,7,8,9

1.3 Etiologi

Sekitar 25 bahan kimia yang tampaknya memberi pengaruh terhadap sebanyak

setengah dari semua kasus DKA. Ini termasuk nikel, pengawet, pewarna, dan parfum.

Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul rendah (<100 dalton),

disebut sebagai hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan dapat menembus stratum

5
korneum sehingga mencapai sel epidermis bagian dalam. Berbagai faktor berpengaruh

terhadap kejadian DKA, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah

yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu, dan kelembaban lingkungan, vehikulum dan pH.

Selain itu, faktor individu juga berpengaruh, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak

(keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis) dan status imun. 1, 10

1.4 Patofisiologi

Fase sensitisasi

Alergen atau hapten diaplikasikan pada kulit dan diambil oleh sel Langerhans.

Antigen akan terdegradasi atau diproses dan terikat pada Human Leucocyte Antigen-DR

(HLA- DR), dan kompleks yang diekspresikan pada permukaan sel Langerhans. Sel

Langerhans akan bergerak melalui jalur limfatik ke kelenjar regional, dimana akan terdapat

kompleks yang spesifik terhadap sel T dengan CD4-positif. Kompleks antigen- HLA-DR ini

berinteraksi dengan reseptor T-sel tertentu (TCR) dan kompleks CD3. Sel Langerhans juga

akan mengeluarkan Interleukin-1 (IL-1). Interaksi antigen dan IL-1 mengaktifkan sel T. Sel T

mensekresi IL-2 dan mengekspresikan reseptor IL-2 pada permukaannya. Hal ini

menyebabkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel T spesifik yang beredar di seluruh tubuh

dan kembali ke kulit.2

Tahap elisitasi

Setelah seorang individu tersensitisasi oleh antigen, sel T primer atau memori

dengan antigen-TCR spesifik meningkat dalam jumlah dan beredar melalui pembuluh darah

kemudian masuk ke kulit. Ketika antigen kontak pada kulit, antigen akan diproses dan

dipresentasikan dengan HLA-DR pada permukaan sel Langerhans. Kompleks akan

dipresentasikan kepada sel T4 spesifik dalam kulit (atau kelenjar, atau keduanya), dan

elisitasi dimulai. Kompleks HLA-DR-antigen berinteraksi dengan kompleks CD3-TCR

6
spesifik untuk mengaktifkan baik sel Langerhans maupun sel T. Ini akan menginduksi

sekresi IL-1 oleh sel Langerhans dan menghasilkan IL-2 dan produksi IL-2R oleh sel T. Hal

ini menyebabkan proliferasi sel T. Sel T yang teraktivasi akan mensekresi IL-3, IL- 4,

interferon-gamma, dan granulocyte macrophage colony-stimulating factor (GMCSF).

Kemudian sitokin akan mengaktifkan sel Langerhans dan keratinosit. Keratinosit yang

teraktivasi akan mensekresi IL-1, kemudian IL-1 mengaktifkan phospolipase. Hal ini

melepaskan asam arakidonik untuk produksi prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan

LT menginduksi aktivasi sel mast dan pelebaran pembuluh darah secara langsung dan

pelepasan histamin yang melalui sel mast. Karena produk vasoaktif dan chemoattractant,

sel-sel dan protein dilepaskan dari pembuluh darah. Keratinosit yang teraktivasi juga

mengungkapkan intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan HLA-DR, yang

memungkinkan interaksi seluler langsung dengan sel-sel darah.2

1.5 Histopatologi

Gambaran histologis pada DKA mengungkapkan bahwa dermis diinfiltrasi oleh sel

inflamasi mononuklear, terutama pada pembuluh darah dan kelenjar keringat. Epidermisnya

hiperplastik dengan invasi sel mononuklear. Sering vesikel intraepidermal terbentuk, yang

bisa bergabung menjadi lepuh yang besar. Vesikula dipenuhi dengan granulosit yang

mengandung serosa dan sel mononuklear. Dalam sensitivitas kontak Jones-Mote, selain

akumulasi fagosit mononuklear dan limfosit, basofil ditemukan. Ini merupakan perbedaan

penting dari reaksi hipersensitivitas tipe TH1, di mana basofil benar-benar tidak ada.12

1.6 Diagnosis

Riwayat Penyakit

Perempuan lebih sering mengalami DKA dari pada laki-laki, dan ada peningkatan

insiden dengan bertambahnya usia. Riwayat awal pasien terkena penyakit ini yang pada

akhirnya akan dievaluasi sebagai DKA merupakan standar anamnesa dermatologi. Riwayat

7
dimulai dengan diskusi tentang penyakit ini dan fokus pada tempat timbulnya masalah dan

agen topikal yang digunakan untuk mengobati masalah. Riwayat penyakit kulit, atopi, dan

kesehatan umum juga secara rutin diselidiki. Gambaran klinis DKA tergantung pada jenis

alergen yang menyebabkan. Biasanya, dermatitis terjadi pada lokasi aplikasi alergen tetapi

penyebaran dermatitis juga mungkin terjadi. Dalam anamnesis riwayat pasien, penting untuk

mempertimbangkan pekerjaan, rumah tangga, dan kemungkinan paparan terhadap alergen

saat bepergian, dan juga tentu saja waktu, lokalisasi, alergen sebelumnya diidentifikasi,

diatesis topik, perawatan kulit, kosmetik, dan obat topikal maupun sistemik.2,5

Pemeriksaan Fisik

Penampilan klinis DKA dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan durasi. Pada

kebanyakan kasus, erupsi akut ditandai dengan makula dan papula eritema, vesikel, atau

bula, tergantung pada intensitas dari respon alergi. Namun, dalam DKA akut di daerah

tertentu dari tubuh, seperti kelopak mata, penis, dan skrotum, eritema dan edema biasanya

mendominasi dibandingkan vesikel. Batas-batas dermatitis umumnya tidak tegas. DKA pada

wajah dapat mengakibatkan pembengkakan periorbital yang menyerupai angioedema. Pada

fase subakut, vesikel kurang menonjol, dan pengerasan kulit, skala, dan lichenifikasi dini

bisa saja terjadi. Pada DKA kronis hampir semua kulit muncul scaling, lichenifikasi,

dermatitis yang pecah-pecah (membentuk fisura), dengan atau tanpa papulovesikelisasi yang

menyertainya. DKA tidak selalu tampak eksema, ada varian noneksema yang mencakup

lichenoid kontak, eritema multiformis (EM), hipersensitivitas kontak kulit seperti selulitis,

leukoderma kontak, purpura kontak, dan erythema dyschromicum perstans. Dari jumlah

tersebut, varian lichenoid dan EM terlihat paling sering.

Daerah kulit yang berbeda juga berbeda dalam kemudahan tersensitisasi. Tekanan,

gesekan, dan keringat merupakan faktor yang tampaknya meningkatkan sensitisasi.

Kelopak mata, leher, dan alat kelamin adalah salah satu daerah yang paling mudah peka,

8
sedangkan telapak tangan, telapak kaki, dan kulit kepala lebih resisten.3,12

1.7 Pemeriksaan Penunjang

Uji Tempel atau Patch Test (In Vivo)

Uji tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat yang

bersentuhan dengan kulit sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan korektif dapat

diambil. Uji tempel merupakan pemeriksaan untuk konfirmasi dan diagnostik tetapi hanya

dalam kerangka anamnesis dan pemeriksaan fisik, uji tempel ini jarang membantu jika tanpa

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Uji tempel dapat diadministrasikan dengan thin-layer

rapid-use epicutaneous (TRUE) atau dengan ruang aluminium yang disiapkan tersendiri

(Finn) dimana dipasang pada tape Scanpor. Zat uji biasanya diaplikasikan pada punggung

atas, meskipun jika hanya satu atau dua yang diterapkan, lengan luar atas juga dapat
13
digunakan. Tempelan dihapus setelah 48 jam (atau lebih cepat jika gatal parah atau

terbakar pada kulit) kemudian dibaca. Kulit yang ditempel ini perlu dievaluasi lagi pada hari

ke-4 atau 5, karena reaksi positif mungkin tidak muncul sebelumnya.

Provocative Use Test

Pemeriksaan ini akan mengkonfirmasi reaksi uji tempel yang mendekati positif

terhadap bahan-bahan dari zat, seperti kosmetik. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk

menguji produk-produk untuk kulit. Bahan digosok ke kulit normal pada bagian dalam

lengan atas beberapa kali sehari selama lima hari.10

Uji Photopatch

Uji photopatch digunakan untuk mengevaluasi fotoalergi kontak terhadap zat seperti

sulfonamid, fenotiazin, p-aminobenzoic acid, oxybenzone, 6-metil kumarin, musk ambrette,

atau tetrachlorsalicylanilide. Sebuah uji tempel standar diterapkan selama 24 jam, hal ini

kemudian terekspos 5 sampai 15 J/m2 dari ultraviolet-A dan dibaca setelah 48 jam.10
9
1.8 Diagnosis banding

Kondisi kulit yang paling sering membingungkan adalah dermatitis seboroik,

dermatitis atopik, psoriasis, dan dermatitis iritan primer. Pada dermatitis seboroik, ada

kecenderungan umum ke arah kulitnya yang sifatnya berminyak, predileksi lesi ini adalah

kulit kepala, zona T pada wajah, dada tengah, dan lipatan inguinal. Dermatitis atopik sering

onsetnya pada masa bayi atau anak usia dini. Kulit tampak kering dan meskipun pruritus

merupakan fitur yang menonjol, pruritus akan muncul sebelum lesi, bukan setelah lesi.

Daerah yang paling sering terlibat adalah permukaan fleksura. Batas dermatitis tidak

tegas, dan perkembangan dari eritema ke papula dan ke vesikel tidak terlihat. Dermatitis

psoriatik ditandai oleh plak eritematosa berbatas tegas dengan sisik warna putih keperakan.

Lesi sering didistribusikan secara simetris di atas permukaan ekstensor seperti lutut atau

siku. Dermatitis iritan primer mungkin hampir tidak bisa dibedakan dalam penampilan

fisiknya dari DKA.

Perlu ditekankan bahwa mungkin ada kondisi-kondisi kulit lainnya yang menyertai.

Hal ini tidak biasa untuk melihat DKA disebabkan oleh obat topikal yang digunakan sebagai

pengobatan dermatitis atopik maupun dermatitis lainnya. 12 DKA harus dibedakan dari

urtikaria kontak di mana ruam muncul dalam beberapa menit setelah pemaparan dan

memudar dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Reaksi alergi terhadap lateks adalah

contoh terbaik dari urtikaria kontak alergi.14

1.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan awal dari semua jenis DKA diduga terdiri dari reduksi atau, jika

memungkinkan, eliminasi semua alergen yang dicurigai dan penggunaan steroid topikal atau

- terutama di wajah - inhibitor kalsineurin topikal untuk mengembalikan kulit menjadi

normal.5

10
Pencegahan

Menghindari Alergen

Setelah kemungkinan penyebab masalah dermatologi pasien telah ditentukan oleh uji

tempel, sangat penting untuk menyampaikan informasi ini kepada pasien dengan cara yang

mudah dimengerti. Ini melibatkan penjelasan cermat terhadap bahan yang mengandung

alergen.5

Namun, untuk beberapa bahan kimia (seperti nikel dan kromium logam),

penghindaran langsung setelah sekali sensitisasi tidak selalu menghasilkan perbaikan gejala.

Secara keseluruhan, prognosis untuk alergi akibat kerja ini buruk. Dengan demikian,

menghindari alergen yang sudah pernah terpapar sekali adalah pencegahan yang tidak

memadai. Selain itu, menasihati pekerja dengan DKA untuk meninggalkan posisi mereka

saat ini mungkin bukan saran terbaik, terutama jika perubahan pekerjaan akan menghasilkan

dampak ekonomi yang signifikan buruk.3

Pengobatan

Terapi Gejala

Bahan pengering seperti aluminium sulfat topikal, kalsium asetat bermanfaat untuk

vesikel akut dan erupsi yang basah, sedangkan erupsi likenifikasi paling baik ditangani

dengan emolien. Pruritus dapat dikontrol dengan antipruritus topikal atau antihistamin oral,

antihistamin topikal atau anestesi sebaiknya dihindari karena risiko merangsang alergi

sekunder pada kulit yang sudah mengalami dermatitis. Pengobatan dengan agen fisikokimia

yang mengurangi respon juga mungkin diperlukan. Glukokortikoid, macrolaktam, dan

radiasi ultraviolet yang paling banyak digunakan. Individu dengan DKA akibat kerja yang

secara ekonomi tidak mampu untuk berhenti bekerja dengan alergen dan yang juga tidak

dapat bekerja dengan sarung tangan atau krim pelindung, dapat mengambil manfaat dari

terapi UVB atau PUVA.3

11
Pelindung Fisikokimia

Pencegahan DKA yaitu menghindari alergen, namun karena berbagai alasan,

terutama ekonomi, hal ini tidak selalu dapat dilakukan. Banyak bahan kimia, terutama

molekul organik, cepat dapat menembus sarung tangan berbahan vinyl atau karet lateks

yang alami maupun sintetik, dan pekerja mungkin tidak dapat menghindari kontak setiap

hari dengan alergen. Orang-orang ini mungkin dapat menggunakan sarung tangan plastik

yang terbuat dari laminasi proprietary. Di masa depan, krim pelindung mungkin tersedia

untuk membantu pasien tersebut. Namun, krim ini tersedia untuk alergen tertentu saja

(terutama poison ivy dan poison oak), dan hanya efektif jika area yang dilindungi dicuci

dalam beberapa jam setelah kontak dengan alergen, dan pantas bagi banyak pasien oleh

karena konsistensinya yang berminyak.3

1.10 Prognosis

Individu dengan dermatitis kontak alergi dapat memiliki dermatitis persisten atau

kambuh, terutama jika bahan yang mereka alergi tidak dapat diidentifikasi atau jika mereka

terus menggunakan perawatan kulit yang tidak lagi sesuai (yaitu, mereka terus

menggunakan bahan kimia untuk mencuci kulit merekadan tidak menggunakan emolien

untuk melindungi kulit mereka). Semakin lama seorang individu mengalami dermatitis yang

parah, semakin lama dermatitis dapat disembuhkan setelah penyebabnya terindentifikasi.

Beberapa individu memiliki dermatitis persisten diikuti dermatitis kontak alergi, yang

tampaknya benar terutama pada individu yang alergi terhadap krom. Masalah yang khusus

adalah neurodermatitis (lichen simpleks chronicus), di mana individu berulang kali

menggosok atau menggaruk daerah awalnya terpengaruh oleh dermatitis kontak alergi. Tes

TRUE dapat memberikan informasi dasar yang akurat tentang alergen yang sering

menyebabkan DKA.15,16

BAB II

12
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. ZE

Umur : 28 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pedagang warung kecil dirumah

Alamat : Desa seberang, kecamatan pesisir bukit, Sungai Penuh,


Kerinci, Jambi

Status : Menikah

Agama : Islam

Suku : Kerinci

Negara Asal : Indonesia

Nomor telefon : 082284981492

Tanggal Pemeriksaan : 15 Maret 2018

II. ANAMNESIS

Seorang pasien perempuan usia 28 tahun datang ke poliklinik RSUP Dr. M Djamil

Padang pada tanggal 15 Maret 2018 dengan:

Keluhan Utama

Bercak merah kehitaman disertai lecet yang terasa semakin gatal di kedua punggung kaki,

sejak ± 1 hari sebelum masuk poliklinik.

Riwayat Penyakit Sekarang

 Awalnya 2 bulan yang lalu pasien membeli sandal jepit baru berbahan karet dipakai

sekitar 3-4 jam sehari ketika memasak dan mencuci.


 Setelah 4 minggu pemakaian sendal muncul bintik-bintik kecil kemerahan yang terasa

gatal di punggung kaki kanan dan kiri, pasien sering menggaruk bagian yang terasa

13
gatal tersebut hingga terdapat lecet dan pasien mengeluhkan bintik-bintik merah

tersebut menjadi basah.


 Setelah 5 minggu pemakaian sandal bintik-bintik kecil kemerahan tersebut semakin

melebar dan susunannya menyerupai tali sandal jepit.


 Pasien mengeluhkan bintik-bintik tersebut berubah menjadi bercak merah kehitaman

yang terasa gatal 1 minggu sebelum masuk poliklinik, pasien sering menggaruk lesi

tersebut hingga berdarah dan rasa gatal menghilang. Keluhan dirasakan memberat 1

hari sebelum masuk poliklinik.


 Pasien tetap menggunakan sandal jepit karet tersebut dan sering menggaruk kedua

kakinya.
 Keluhan tidak terasa nyeri, tidak pedih, tidak ada rasa terbakar dan tidak panas di

bagian punggung kaki kiri dan kanan.


 Tidak ada keluhan kulit dengan bercak kemerahan dan terasa gatal pada bagian tubuh

yang lain.
 Tidak ada kebiasaan memakai kaos kaki basah dan sepatu lembab sebelumnya.
 Tidak ada riwayat kebiasaan berkebun tidak memakai alas kaki.

Riwayat Penyakit Dahulu:

• Pasien pernah mengalami keluhan ini 7 tahun yang lalu setelah 1 bulan memakai

sandal jepit karet, namun keluhan tersebut sembuh setelah pasien berobat ke dokter

umum dan diberikan salep Kloderma dengan pemakaian 3 kali sehari pasien tidak

ingat berapa lama pasien memakai obat oles tersebut serta obat minum namun pasien

tidak ingat nama, bentuk dan warna serta waktu pengkonsumsian obat.

Riwayat Penyakit keluarga

• Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.

• Terdapat riwayat atopi pada kedua orang tua pasien. Ayah pasien memiliki riwayat

rinitis alergi dan ibu pasien memiliki riwayat urtikaria.

Riwayat pengobatan

14
• Pasien pernah berobat ke dokter umum di rumah sakit di kerinci 3 minggu sebelum

masuk poliklinik, diberikan obat oles Kloderma dengan pemakaian 3 kali sehari pada

lesi, obat tersebut dipakai selama 2 minggu, pasien juga diberikan obat yang diminum

namun pasien tidak ingat nama obat, bentuk, warna, dan cara pemakaiannya. Keluhan

bintik merah yang semakin melebar dan gatal yang dirasakan oleh pasien berkurang

dengan pemakaian obat oles tersebut, namun keluhan tidak sepenuhnya menghilang

rasa gatal tetap dirasakan oleh pasien terutama setiap pasien setelah bekerja

menggunakan sandal jepit tersebut. Pasien menghentikan pemakaian obat oles 1

minggu sebelum masuk poliklinik karena merasa keluhan tidak menghilang.

Riwayat Atopi

• Riwayat bersin-bersin lebih dari 6 kali pada pagi hari ada

• Riwayat kaligata ada waktu SMP

• Riwayat alergi makanan tidak ada

• Riwayat alergi obat tidak ada

• Riwayat asma tidak ada

• Riwayat eksim tidak ada

• Riwayat mata merah dan terasa gatal tidak ada

• Riwayat biring susu tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Tidak tampak sakit

15

Kesadaran : CMC

Berat badan : 58 kg

Tinggi badan : 158 cm

IMT : 23.23 kg/m2

Status gizi : Baik

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 81 x/ menit

Nafas : 17 x/ menit

Suhu : 36,7 ºC

Pemeriksaan paru : Dalam batas normal

Pemeriksaan thorak : Dalam batas normal

Pemeriksaan jantung : Dalam batas normal

Pemeriksaan abdomen : Dalam batas normal

STATUS DERMATOLOGIS

Lokasi : punggung kaki kanan dan kiri

Distribusi : terlokalisir, bilateral

Bentuk : khas, menyerupai tali sandal jepit

Susunan : tidak khas

Batas : tegas hingga tidak tegas

Ukuran : secara keseluruhan plakat

Efloresensi : Papul hiperpigmentasi, Plak hiperpigmentasi dengan
erosi dan skuma putih tebal di atasnya

16
STATUS VENEREOLOGIKUS : Dalam batas normal

• Kelainan selaput : tidak ditemukan kelainan


• Kelainan kuku : tidak ditemukan kelainan
• Kelainan rambut : tidak ditemukan kelainan
• Kelainan KGB regional : tidak ditemukan pembesaran
Resume

 Pasien perempuan usia 28 tahun datang ke poliklinik RSUP Dr. M Djamil Padang

pada tanggal 15 Maret 2018 dengan bercak merah disertai lecet yang terasa gatal

di kedua punggung kaki dan telapak kaki, sejak ± 1 hari sebelum masuk

poliklinik.

 Awalnya 2 bulan yang lalu pasien membeli sandal jepit baru berbahan karet

dipakai sekitar 3-4 jam sehari ketika memasak dan mencuci.


 Setelah 4 minggu pemakaian sendal muncul bintik-bintik kecil kemerahan yang

terasa gatal di punggung kaki kanan dan kiri, pasien sering menggaruk bagian

17
yang terasa gatal tersebut hingga terdapat lecet dan pasien mengeluhkan bintik-

bintik merah tersebut menjadi basah.


 Setelah 5 minggu pemakaian sandal bintik-bintik kecil kemerahan tersebut

semakin melebar dan susunannya menyerupai tali sandal jepit. Kemudian bintik-

bintik tersebut berubah menjadi bercak merah kehitaman yang terasa gatal 1

minggu sebelum masuk poliklinik, keluhan dirasakan memberat 1 hari sebelum

masuk poliklinik.

 Pasien tetap menggunakan sandal jepit karet tersebut dan sering menggaruk kedua

kakinya

 Pasien pernah mengalami keluhan ini 7 tahun yang lalu setelah 1 bulan memakai

sandal jepit karet. Keluhan tersebut sembuh setelah pasien berobat ke dokter

umum dan diberikan salep Kloderma dengan pemakaian 3 kali sehari serta obat

minum namun pasien tidak ingat nama dan waktu pengkonsumsian obat.

 Pemeriksaan fisik ditemukan lesi di punggung kaki kanan dan kiri, terlokalisir,

bilateral, bentuk khas, menyerupai karet sandal jepit, susunan tidak khas, batas

tegas sampai tidak tegas, ukuran keseluruhan plakat, dan efloresensi papul

hiperpigmentasi, plak hiperpigmentasi dengan erosi dan skuma putih tebal di

atasnya

Diagnosa Kerja

Dermatitis Kontak Alergi ec susp. Bahan karet pada sandal jepit


Diagnosa Banding

Dermatitis Kontak Iritan ec susp. Bahan karet pada sandal jepit


Tinea Pedis
Neurodermatitis sirkumskripta
Pemeriksaan penunjang

18
Kerokan lesi dengan KOH 10%, dengan hasil negatif
Pemeriksaan Anjuran

Patch test/ uji temple

TATALAKSANA

1. Umum

• Edukasi mengenai penyakit, perjalanan penyakit, jenis pengobatan, dan prognosis


penyakit
• Edukasi bahwa ini merupakan kelainan alergi dan dapat hilang jika faktor pencetus
dihindari
• Penyuluhan higiene personal dan lingkungan untuk mencegah infeksi sekunder
• Hentikan pemakaian sandal jepit berbahan karet
• Edukasi pasien untuk tidak menggaruk lesi karena akan memperparah peradangan
yang terjadi dan memperlambat penyembuhan
• Anjuran penggunaan pelembab kulit

2. Khusus

Sistemik

- Certirizin tab 1 x 10mg sehari

-Prednison 4 x 5mg sehari

Topikal

-Krim kortikosteroid: klobetasol propionat tube 10 gram 2 x sehari

PROGNOSIS

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad vitam : bonam

Quo ad kosmetikum : bonam

19
Quo ad functionam : bonam

Resep

dr. Chaliq
Praktek Umum
SIP : 1210312011
Hari : Senin- Jumat
Jam: 18.00 – 21.00
Alamat : Jl Minahasa raya 11 Padang
No Telp : (0751) 14045

Padang, 15 Maret 2018

R/ Cetirizin Tab 10 mg No X

S1dd tab 1

R/ Prednison Tab 5 mg No XII

S4dd tab 1

R/klobetasol propionat tube 10 gram No I

Suc

Pro : Ny ZE
Umur : 28 Tahun
Alamat : Desa seberang, kecamatan pesisir bukit, Sungai
Penuh, Kerinci, Jambi

BAB IV

DISKUSI

20
Telah diperiksa seorang pasien perempuan umur 28 tahun di Poliklinik Kulit dan

Kelamin pada tanggal 15 Maret 2018 dengan keluhan bercak merah kehitaman disertai lecet

yang terasa gatal di kedua punggung kaki dan telapak kaki, sejak ± 1 hari sebelum masuk

poliklinik. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.

Dari anamnesis pasien mengeluhkan bercak merah kehitaman disertai lecet yang

terasa semakin gatal di kedua punggung kaki dan telapak kaki sejak ± 1 hari yang lalu.

Bercak merah yang disertai gatal ini sesuai dengan manifestasi dari peradangan kulit

(dermatitis). Pada pasien, bercak merah yang terasa gatal tersebut muncul setelah memakai

sandal jepit 3-4 jam perhari. Pasien berkontak dengan sandal jepit karet tersebut sejak 2 bulan

yang lalu. Hal ini sesuai dengan etiologi dermatitis kontak dimana terdapat bahan/subtansi

yang menempel pada kulit yang berperan sebagai alergen.

Gejala klinis yang muncul setelah penggunaan sandal jepit selama ± 1 bulan sesuai

dengan patogenesis dari dermatitis kontak alergi berupa reaksi hipersensitifitas tipe lambat.

Hipersensitifitas tipe lambat terdiri dari dua fase, yakni fase sensitisasi dan elisitasi. Fase

sensitisasi berlangsung selama ± 3 minggu, sementara untuk fase elisitasi umumnya

berlangsung selama 2 hari dimana terjadi pajanan ulang dari alergen yang sama. Dalam

proses nya banyak histamin yang dilepaskan kejaringan epidermis selain sitokin proinflamasi

sehingga keluhan subyektif yang dominan dikeluhkan pasien berupa gatal.

Riwayat atopi merupakan salah satu presdiposisi dari dermatitis kontak alergi.

Riwayat atopi menggambarkan suatu reaksi hipersensitivitas. Seseorang yang memiliki

riwayat atopi memiliki kerentanan terhadap efek iritasi dengan terjadinya abnormalitas sawar

kulit atopi dan menurunnya ambang iritasi. Hal ini mendukung diagnosa dermatitis kontak

alergi pada pasien yang mana terdapat riwayat rinitis alergi dan urtikaria pada keluarganya.

Sebelummnya pasien pernah berobat dengan dokter umum dan di berikan salap

21
kortikosteroid, setelah itu keluhan pasien berkurang. Pada dermatitis kontak alergi terjadi

peradangan karena faktor eksogen dan endogen. Kortikosterosteoid berfungsi untuk

mengatasi peradangan.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan lesi di punggung kaki kanan dan kiri, terlokalisir,

bilateral, bentuk khas, menyerupai karet sandal jepit, susunan tidak khas, batas tegas sampai

tidak tegas, ukuran keseluruhan plakat, dan efloresensi papul hiperpigmentasi, plak

hiperpigmentasi dengan erosi dan skuma tebal di atasnya. Efloresensi yang polimorfik ini

merupakan ciri khas dari dermatitis. Pada dermatitis kontak alergik akan tampak efloresensi

polimorfik akibat peradangan zat alergen, dan bentuk lesi menyerupai benda atau zat yang

dicurigai sebagai alergen tersebut.

Pada pasien akan dilakukan pemeriksaan patch test untuk memperjelas dan membantu

diagnosa, karena patch test merupakan gold standar dermatitis kontak. Pemeriksaan patch

test dilakukan pada pasien yang sudah stabil, karena jika dilakukan uji ketika lesi masi aktif,

maka akan memperparah penyakitnya. Patch test dilakukan minimal 1 minggu setelah

pemakaian kortikosteroid sistemik terakhir, dan selama pemeriksaan pasien tidak boleh

mandi membasahi bagian punggu yang sedang ditempeli oleh finn chamber. Patch test

digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan dermatitis kontak alergi serta

memastikan apakah lesi tersebut suatu lesi dermatitis kontak alergi atau dermatitis kontak

iritan.

Pada pasien diberikan penatalaksanaan umum dan khusus. Penatalaksanaan umum

bertujuan untuk menghindari eksaserbasi dengan cara menghindari agen penyebab alergi.

Pada kasus ini yang dicurigai adalah sandal jepit berbahan karet. Mengurangi menggaruk

daerah gatal tersebut karena akan menimbulkan perlukaan dan lesi baru berupa erosi,

sehingga proses penyembuhsn terjadi semakin lama. Penatalaksanaan khusus bertujuan untuk

22
pelembab, mengurangi proses inflamasi dan rasa gatal. Obat sistemik yang diberikan berupa

citirizine 1 x 10mg yang berfungsi sebagai antihistamin untuk mengurangi keluhan gatal

pasien. Prednison oral dianjurkan pemberiannya pada kasus yang sudah kronis dengan dosis

20mg perhari selama 3 hari. Untuk obat topikal nya dapat diberikan obat kortikosteroid

potensi tinggi sampai superpoten berupa klobetason propionat 0,05% dioleskan pada lesi 2

kali sehari maksimal 2 minggu pemakaian. Prognosis pada pasien ini adalah quo ad vitam

bonam, quo ad sanactionam dubia ad bonam, quo ad functionam bonam, dan quo ad

kosmetikum bonam.

DAFTAR PUSTAKA

23
1. Sularsito, SA..Soebaryo RW. 2015. Dermatitis. Dalam: Sri Linuwih;
KusmarinahBramono; WrestiIndriatmi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 7. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 161-165
2. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.
6th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2009. h. 20-33.
3. Marks JG, Elsner P, Deleo VA. Contact & Occupational Dermatology. 3 rd ed.USA:
Mosby Inc; 2002. h. 3-33.
4. Belsito DV. Allergic Contact Dermatitis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,
Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 6th ed. New York: The McGraw-Hill; 2003. h. 1164-1179.
5. Fransisca SK, Kurniawan DS, Suryawati N, Sumedha P, Wardhana M. Efek Samping
Kosmetika Pada Pekerja Salon Di Denpasar. Denpasar: 2012 [Diakses November 2012]
Diunduh dari: http://madewardhana.com/artikel/efek-samping-
kosmetika-pada-pekerja-salon-kecantikan-di-denpasar.html
6. Holgate S, Church MK, Lichtenstein LM. Allergy. 3rd ed. Philadelphia: Mosby Elsevier;
2006. h.118-127.
7. Hamman CP, Rodgers PA, Sullivan K. Allergic Contact Dermatitis in Dental
Professionals: Effective Diagnosis and Treatment. J Am Dent Assoc. 2003; 134: 185-
194.
8. Maiphetlho L. Allergies in the Workplace: Contact Dermatitis in the Textile Industry.
Current Allergy and Clinical Immunology. 2007; 20: 28-35.
9. Chang T, Lee LJ, Wang J, Shie R, Chan C. Occupational Risk Assessment on Allergic
Contact Dermatitis in a Resin Model Making Process. J Occup Health. 2004; 46: 148-
152.
10. Sanja, Maaike J, Maarten M. Individual Susceptibility to Occupational Contact
Dermatitis. Industrial Health. 2009; 47: 469-478.
11. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of the Skin Clinical
Dermatology. 10th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. h.91-112.
12. Racheva S. Etiology of Common Contact Dermatitis. Journal of IMAB. 2006; 3: 14-
17.
13. Scheman AJ. Contact Dermatitis. In: Grammer LC, Greenberger PA (eds).
Patterson’s Allergic Disease. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002.
h. 387-401.
14. Morris A. ABC of Allergology: Contact Dermatitis. Current Allergy and Clinical
Immunology. 2004; 17: 190-191.
15. DermNet NZ. Allergic Contact Dermatitis. New Zealand: 2009 [Diakses 2010 January].
Diunduh dari: http://www.dermnetnz.org/dermatitis-contactallergy.html
16. Schnuch A, Aberer W, Agathos M, Becker D, Brasch J, Elsner P, Frosch PJ, Fuchs T,
24
Geier J, Hillen U, Loffler H, Mahler V, Richter G, Szliska C. Patch Testing with
Contact Allergens. JDDG; 2008: 9: 770-775.

25

Anda mungkin juga menyukai