AIK Resume
AIK Resume
1
H. Tata Sukayat, M.Ag., Quantum Dakwah, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, h. 1
2
Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah; Studi atas Berbagai Prinsip dn Kaidah yang Harus
dijadikan Acuan dalam Dakwah Islamiyah, Surakarta: Era Adicitra Intermedia, 2010, h. 24-
25
3
Prof. Toha Yahya Omar, M.A., Ilmu Dakwah, Jakarta: Wijaya, 1979, h. 1
4
Prof. A. Hajsmy, Dustur Dakwah Menurut Alqur’an, Jakarta: Bulan Bintang, 1884, h. 18
248
amar bi al-ma’ruf an-nahyu an al-munkar dengan berbagai macam cara
dan media yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya
dalam perikehidupan bermasyarakat dan perikehidupan bernegara.5
d) Menurut Dr. M. Quraish Shihab
Dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha
mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik
terhadp pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar
usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan
hidup saja, akan tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi
pada masa sekarang ini, ia harus lebih berperan menuju kepada
pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai
aspek.6
e) Menurut Ibnu Taimiyah
Dakwah merupakan suatu proses usaha untuk mengajak agar orang
beriman kepada Allah, percaya dan mentaati apa yang telah diberitakan
oleh Rasul serta mengajak agar dalam menyembah kepada Allah
seakan-akan melihat-Nya.7
5
M. Natsir, “Fungsi Dakwah Perjuangan” dalam Drs. Syamsul Munir Amin, M.A., Ilmu Dakwah,
Jakarta: Amzah, 2009, h. 3
6
Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan Alqur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, cetakan 22, Bandung: Mizan, 2001, h. 194
7
Ibnu Taimiyah, “Majmu Al-Fatawa” dalam Drs. Syamsul Munir Amin, M.A., Ilmu Dakwah,
Jakarta: Amzah, 2009, h. 5
249
Dalam Al-Qur`an surat An Nahl ayat 125 disebutkan bahwa dakwah
adalah mengajak umat manusia ke dalam kebaikan.
8
M. Natsir, “Dakwah dan Tujuan” dalam Dr. Thohir Luth, M. Natsir; Dakwah dan pemikirannya,
cetakan I, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, h. 70
250
a. Memanggil manusia kepada syari’at untuk memecahkan persoalan
hidup, baik persoalan hidup perorangan ataupun rumah tangga,
berjamaah, bermasyarakat, bersuku-suku, berbangsa-bangsa dan
bernegara.
b. Memanggil manusia kepada fungsi hidup sebagai hamba Allah Swt di
muka bumi, menjadi pelopor, pengawas, pemakmur, pembesar
kedamaian bagi umat manusia.
c. Memanggil manusia kepada tujuan hidup yang hakiki yaitu menyembah
Allah Swt. sebagai satu-satunya zat Pencipta.
251
Artinya : “Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang kami turunkan kepadamu
supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya
terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan
yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Dalam dua ayat di atas jelas ditegaskan bahwa tujuan dari dakwah itu ialah
menyadarkan manusia akan arti yang sebenarnya dari hidup ini dan
mengeluarkan manusia dari gelap gulita menuju terang benderang.9
Sedangkan Asmuni Syukir membagi tujuan dakwah ke dalam dua
bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.10
a. Tujuan Umum (mayor objective)
Tujuan umum dakwah adalah mengajak ummat manusia meliputi orang
mukmin maupun orang kafir atau musyrik kepada jalan yang benar dan
diridhai Allah Swt. agar mau menerima ajaran Islam dan
mengamalkannya dalam dataran kenyataan kehidupan sehari-hari, baik
yang bersangkutan dengan masalah pribadi, maupun sosial
kemasyarakatan agar mendapat kehidupan di dunia dan di akherat.
b. Tujuan Khusus (minor objective)
Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan sebagai perincian
dari tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksudkan agar dalam
pelaksanaan aktifitas dakwah dapat diketahui arahnya secara jelas,
maupun jenis kegiatan apa yang hendak dikerjakan, kepada siapa
berdakwah dan media apa yang dipergunakan agar tidak terjadi miss
comunication antara pelaksana dakwah dengan audience (penerima
dakwah) yang hanya disebabkan karena masih umumnya tujuan yang
hendak dicapai.
Adapun tujuan khusus itu sebagai berikut :
9
Prof. Dr. hamka, Prinsip dan Kebijakan Dakwah Islam, Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1990, h.
50
10
Asmuni Syukir, “Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam” dalam Drs. Syamsul Munir Amin, M.A.,
Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009, h. 59-64
252
1) Mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk
selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah Swt. Artinya mereka
diharapkan agar senantiasa mengerjakan segala perintah Allah Swt,
dan selalu mencegah atau meninggalkan perkara yang dilarangnya
seperti yang terkandung dalam al-Qur`an surat al- Maidah (5) ayat
2;
253
orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari
kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah
menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah
sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu
berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
254
b. Menunjukkan keuntungan bagi orang yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah.
c. Menunjukkan ancaman Allah bagi yang ingkar kepada-Nya.
d. Menganjurkan untuk berbuat baik dan mencegah berbuat
kejahatan.
e. Mengajarkan syari’at Allah berbuat dengan cara bijaksana
f. Memberikan beberapa tauladan dan contoh yang baik kepada
mereka (muallaf).
255
Artinya : “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah
hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang Telah diberi Al
Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka,
Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang
kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya”.
256
3) Mengajak manusia untuk menerapkan hukum Allah yang akan
mewujudkan kesejahteraan dan keselamatan bagi umat manusia
seluruhnya.11
Abdul Kadir Munsyi, “Metode Diskusi Dalam Dakwah” dalam dalam Drs. Syamsul Munir Amin,
11
257
Artinya : “Serulah kepada Allah atas dasar basyiroh, aku dan orang-orang
yang mengikutiku. Maha suci Allah, aku tiada termasuk orang-orang musyrik”.
258
Dari sekian banyak masyarakat quraisy, yang dibidik pertama
rasulullah pada masa ini meliputi ; dari kalangan wanita istrinya sendiri
Khadijah, dari kalangan remaja Ali bin Abi Thalib, dan dari kalangan
pemuka dan tokoh masyarakat adalah Abu Bakar As-shidiq. Ketiga tokoh
ini, memang menjadi titik strategis dalam menentukan perjalanan dakwah
rasulullah berikutnya, terutama peran Khadijah yang mendukung total
dakwah beliau dengan pertaruhan total seluruh harta dan jiwanya, dan
peran Abu Bakar yang mampu melebarkan dakwah ke kalangan para elit
quraisy. Menurut keterangan seorang sejarawan yang bernama Ibnu Ishak,
masuk Islamnya Abu Bakar (Ibnu Qahafah) tak lama kemudian berhasil
digandeng pemuka-pemuka quraisy ke dalam barisan dakwah rasulullah,
antara lain ; Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam,
Saad bin Abi Waqas dan Thalhah bin Ubaidillah. Keenam sahabat inilah
yang memiliki peran penting dalam membentuk generasi assabiqûnal
awwalun (generasi pertama Islam ).
b) Dakwah dengan memberdayakan kaum wanita.
Peran wanita di masa awal dakwah terus diberdayakan oleh rasulullah,
karena kaum wanita sesungguhnya memiliki kekuatan dahsyat. Bila ini
diberdayakan untuk gerakan dakwah akan menghasilkan hasil yang sangat
pesat. Pada konteks ini, yang menjadi titik sentral adalah peran Khadijah
yang berhasil mendidik putri-putri Rasulullah, mendukung dakwah beliau.
Peran kedua dijalankan oleh Asma binti Abu Bakar, yang menjadi
pahlawan pada perjalanan hijrah beliau ke Madinah. Dari kedua wanita
inilah secara bertahap wanita-wanita terkemuka quraisy, masuk Islam di
antaranya bibi Rasulullah dari jalur bapaknya.
c) Dakwah difokuskan pada pembinaan aqidah.
Pembinaan aqidah pada masa awal risalah difokuskan di rumah salah
seorang sahabat yang bernama Arqom bin Abil Arqom, di pinggiran kota
Makkah. Inilah tempat pendadaran dan penggemblengan sejumlah sahabat
utama rasulullah. Di rumah ini pula lah Umar bin Khattab diislamkan
Rasulullah. Di rumah ini pula lah sahabat Mus’ab bin Umair dididik
259
rasulullah, yang nantinya sahabat ini dipercaya rasullah membuka dakwah
di kota Yastrib.
260
sasaran dakwah yang sangat jauh. Seperti beliau mengirim surat kepada
para raja, untuk diajak beriman kepada Allah. Diantaranya yang berhasil
masuk Islam adalah raja Najasi di Habasyah (Ethiophia-Afrika), yang
dalam perjalanan dakwah Islam raja Najasyi kontribusinya tidak kecil.
Kegiatan tulis menulis inilah yang dikemudian hari dikembangkan oleh
para sahabat beliau dan para tabi’in untuk menyebarkan dakwah Islam ke
seluruh pelosok dunia. Bahkan di kalangan sahabat dan tabi’in, hampir
semua ulama meninggalkan karya yang bisa dibaca dan diwriskan pada
generasi berikutnya.12
12
http://www.stomatolog-warszawa.19t.pl, Strategi Dakwah Rasulullah, diakses taggal 6 Februari
2012
261
Dalam ayat lain disebutkan:
Artinya : "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi umat manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman
kepada Allah" (QS. Ali Imran: 110).
Lafadz amar ma'ruf dan nahi munkar tersebut juga bisa ditemukan dalam
QS. At Taubah: 71, Al Hajj: 41, Al-A'raf: 165, Al Maidah: 78-79 serta masih
banyak lagi dalam surat yang lain.
Bila dicermati, ayat-ayat di atas menyiratkan bahwa amar ma'ruf nahi
munkar merupakan perkara yang benar-benar urgen dan harus
diimplementasikan dalam realitas kehidupan masyarakat. Secara global ayat-
ayat tersebut menganjurkan terbentuknya suatu kelompok atau segolongan
umat yang intens mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kejelekan.
Kelompok tersebut bisa berupa sebuah organisasi, badan hukum, partai ataupun
hanya sekedar kumpulan individu-individu yang sevisi. Anjuran tersebut juga
dikuatkan dengan hadits Rasulullah: "Jika kamu melihat umatku takut berkata
kepada orang dzhalim, 'Hai dzhalim!', maka ucapkan selamat tinggal
untuknya."
Dari ayat-ayat di muka dapat ditangkap bahwa amar ma'ruf dan nahi
munkar merupakan salah satu parameter yang digunakan oleh Allah dalam
menilai kualitas suatu umat. Ketika mengangkat kualitas derajat suatu kaum ke
262
dalam tingkatan yang tertinggi Allah berfirman: "Kalian adalah umat terbaik
yang dilahirkan untuk umat manusia." Kemudian Allah menjelaskan alasan
kebaikan itu pada kelanjutan ayat: "Menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar." (QS. Ali Imran: 110). Demikian juga dalam
mengklasifikasikan suatu umat ke dalam derajat yang serendah-rendahnya,
Allah menggunakan eksistensi amar ma'ruf nahi munkar sebagai parameter
utama. Allah Swt. berfirman: "Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani
Isra'il melalui lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu
disebabkan mereka durhaka dan selalu tidak melarang tindakan munkar yang
mereka perbuat." (QS. Al Maidah 78-79). Dari sinipun sebenarnya sudah bisa
dipahami sejauh mana tingkat urgensitas amar ma'ruf nahi munkar.
Bila kandungan ayat-ayat amar ma'ruf nahi munkar dicermati, -terutama
ayat 104 dari QS. Ali Imran- dapat diketahui bahwa lafadz amar ma'ruf dan
nahi munkar lebih didahulukan dari lafadz iman, padahal iman adalah sumber
dari segala rupa taat. Hal ini dikarenakan amar ma'ruf nahi munkar adalah
bentengnya iman, dan hanya dengannya iman akan terpelihara. Di samping itu,
keimanan adalah perbuatan individual yang akibat langsungnya hanya kembali
kepada diri si pelaku, sedangkan amar ma'ruf nahi munkar adalah perbuatan
yang berdimensi sosial yang dampaknya akan mengenai seluruh masyarakat
dan juga merupakan hak bagi seluruh masyarakat.
Hamka berpendapat bahwa pokok dari amar ma'ruf adalah mentauhidkan
Allah, Tuhan semesta alam. Sedangkan pokok dari nahi munkar adalah
mencegah syirik kepada Allah. Implementasi amar ma'ruf nahi munkar ini pada
dasarnya sejalan dengan pendapat khalayak yang dalam bahasa umumnya
disebut dengan public opinion, sebab al ma'ruf adalah apa-apa yang disukai dan
diingini oleh khalayak, sedang al munkar adalah segala apa yang tidak diingini
oleh khalayak. Namun kelalaian dalam ber-amar ma'ruf telah memberikan
kesempatan bagi timbulnya opini yang salah, sehingga yang ma'ruf terlihat
sebagai kemunkaran dan yang munkar tampak sebagai hal yang ma'ruf.
Konsisten dalam ber-amar ma'ruf nahi munkar adalah sangat penting dan
merupakan suatu keharusan, sebab jika ditinggalkan oleh semua individu dalam
263
sebuah masyarakat akan berakibat fatal yang ujung-ujungnya berakhir dengan
hancurnya sistem dan tatanan masyarakat itu sendiri. Harus disadari bahwa
masyarakat itu layaknya sebuah bangunan. Jika ada gangguan yang muncul di
salah satu bagian, amar ma'ruf nahi munkar harus senantiasa diterapkan sebagai
tindakan preventif melawan kerusakan. Mengenai hal ini Rasulullah Saw.
memberikan tamsil: "Permisalan orang-orang yang mematuhi larangan Allah
dan yang melanggar, ibarat suatu kaum yang berundi di dalam kapal. Di antara
mereka ada yang di bawah. Orang-orang yang ada di bawah jika hendak
mengambil air harus melawati orang-orang yang ada di atas meraka. Akhirnya
mereka berkata 'Jika kita melubangi kapal bagian kita, niscaya kita tidak akan
mengganggu orang yang di atas kita'. Jika orang yang di atas membiarkan
mereka melubangi kapal, niscaya semua akan binasa. Tetapi jika orang yang
di atas mencegah, maka mereka dan semuannya akan selamat."
Suatu kaum yang senantiasa berpegang teguh pada prinsip ber-amar
ma'ruf nahi munkar akan mendapatkan balasan dan pahala dari Allah Swt. yang
antara lain berupa:
1. Ditinggikan derajatnya ke tingkatan yang setinggi-tingginya (QS. Ali
Imran: 110).
2. Terhindar dari kebinasaan sebagaimana dibinasakannya Fir'aun beserta
orang-orang yang berdiam diri ketika melihat kedzalimannya.
3. Mendapatkan pahala berlipat dari Allah sebagaimana sabda Nabi Saw.:
"Barangsiapa yang mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan
pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat,
tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun".
4. Terhindar dari laknat Allah sebagai mana yang terjadi pada Bani Isra'il
karena keengganan mereka dalam mencegah kemunkaran. (QS. Al-Maidah:
78-79).
264
hendaklah ia rubah dengan tangan (kekuasaan)nya, apabila tidak mampu
hendaklah dengan lisannya, dan jika masih belum mampu hendaklah ia
menolak dengan hatinya. Dan (dengan hatinya) itu adalah selemah-lemahnya
iman". Hadits ini memberikan dorongan kepada orang Muslim untuk ber-amar
ma'ruf dengan kekuasaan dalam arti kedudukan dan kemampuan fisik dan
kemampuan finansial. Amar ma'ruf dan khususnya nahi munkar minimal
diamalkan dengan lisan melalui nasihat yang baik, ceramah-ceramah, ataupun
khutbah-khutbah, sebab semua. Muslim tentunya tidak ingin bila hanya
termasuk di dalam golongan yang lemah imannya.13
13
H. Tata Sukayat, M.Ag., Quantum Dakwah, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, h. 7-11
265
Dalam menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar hendaknya
memperhatikan beberapa poin yang insya Allah bisa diterapkan dalam berbagai
bentuk masyarakat:
1. Hendaknya amar ma'ruf nahi munkar dilakukan dengan cara yang ihsan
agar tidak berubah menjadi penelanjangan aib dan menyinggung perasaan
orang lain. Ingatlah ketika Allah berfirman kepada Musa dan Harun agar
berbicara dengan lembut kepada Fir'aun (QS. Thaha: 44).
2. Islam adalah agama yang berdimensi individual dan sosial, maka sebelum
memperbaiki orang lain seorang Muslim dituntut berintrospeksi dan
berbenah diri, sebab cara amar ma'ruf yang baik adalah yang diiringi dengan
keteladanan.
3. Menyampaikan amar ma'ruf nahi munkar disandarkan kepada keihklasan
karena mengharap ridla Allah, bukan mencari popularitas dan dukungan
politik.
4. Amar ma'ruf nahi munkar dilakukan menurut al-Qur`an dan al-Sunnah,
serta diimplementasikan di dalam masyarakat secara berkesinambungan.
Dalam menyampaikan da'wah amar ma'ruf nahi munkar, para da'i dituntut
memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, baik kepada Allah maupun
masyarakat dan negara. Bertanggung jawab kepada Allah dalam arti bahwa
da'wah yang ia lakukan harus benar-benar ikhlas dan sejalan dengan apa yang
telah digariskan oleh Al-Qur`an dan as-Sunnah. Bertanggung jawab kepada
masyarakat atau umat menganduang arti bahwa da'wah Islamiyah memberikan
kontribusi positif bagi kehidupan sosial umat yang bersangkutan. Bertanggung
jawab kepada negara mengandung arti bahwa pengemban risalah senantiasa
memperhatikan kaidah hukum yang berlaku di negara dimana ia berda'wah. Jika
da'wah dilakukan tanpa mengindahkan hukum positif yang berlaku dalam
sebuah negara, maka kelancaran da'wah itu sendiri akan terhambat dan bisa
kehilangan simpati dari masyarakat.14
14
Ibid, hal. 5-6
266
E. Permasalahan Sosisal di Masyarakat dalam Berdakwah
Posisi manusia jika dihubungkan dengan tugasnya di dunia, maka
sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 30; manusia diciptakan
sebagai khalifah di bumi. Seorang khalifah atau pemimpin harus memimpin
umat dengan cara berdakwah. Mengingat bahwa dakwah merupakan tugas
yang mulia, banyak sekali para pelopor yang sengaja mendirikan organisasi
masyarakat khususnya di Indonesia. Seperti yang diketahui yakni ormas NU,
Muhamadiyah, Persis, Ahmadiyah, FPI, Hizbut Tahrir, dan lain sebagainya.
Kesemua ormas tersebut, pada hakikatnya memiliki visi dan misi yang sama
yakni untuk menegakkan Islam khususnya di kalangan umat Islam sendiri,
umumnya di kalangan masyarakat lainnya (non Muslim).
Kegiatan terbesar yang dilakukan oleh ormas-ormas ini dititikberatkan
di bidang dakwah. Dalam berdakwah, mereka memiliki metode sendiri-sendiri.
Di antara semua organisasi dakwah ini yang paling disoroti belakangan adalah
dakwah yang dilakukan oleh FPI (Front Pembela Islam). Prinsip dakwah yang
dilakukan oleh FPI adalah dengan metode bil-‘amal atau dengan perbuatan.
Bil-‘amal di sini adalah dengan berbagai aksi-aksi menghilangkan
kemaksiatan. Aksi-aksi yang dilakukannya sering kali mengundang sikap pro
dan kontra dari aparat pemerintah maupun masyarakat. Ada yang mengatakan
bahwa prinsip dakwah bil-‘amal FPI ini bersifat radikal atau penuh dengan aksi
kekerasan. Motto gerakan FPI yakni:
" " عش كريما او مت شهيدا
Artinya: “Hidup mulia atau mati syahid.”
Hidup mulia yakni mengisi kehidupan dengan dakwah sehingga akan mati
syahid karena telah menolong agama Allah SWT. Berangkat dari motto
tersebut, maka mereka harus berdakwah dengan cara yang terkadang dianggap
keras, karena menurut beberapa tokoj mereka, dakwah dengan cara yang
lembut terkadang masyarakat tidak merasakan efek jera setelah melakukan
kemaksiatan.
Aksi-aksi dakwah FPI bukanlah aksi-aksi taklid buta melainkan ditunjang oleh
2 aspek, yakni aspek internal dan eksternal. Aspek internal yaitu maraknya
267
kemaksiatan yang dilakukan masyarakat khususnya di kota-kota besar dan
pemerintah yang mempunyai otoritas dalam menanggulanginya ternyata tidak
melakukan reaksi apapun. Sehingga, FPI merasa bertanggung jawab untuk
mencegah perbuatan munkar yang terjadi sekitaranya. Aspek eksternal yaitu
adanya intervensi dari barat (Amerika) dalam berbagai bidang seperti politik,
ekonomi, budaya dan lain sebagainya yang cenderung mendominasi dan
mengekploitasi negara-negara berkembang. Selain itu Isra’il dengan dibantu
oleh Amerika Serikat melakukan tindakan-tindakan tidak manusiawi terhadap
negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam (Palestina), hal
ini menyebabkan mereka (FPI) merasa juga disakiti dan menggalang rasa
solidaritas sesama umat Islam. Dengan alasan-alasan di atas maka mereka
memunculkan kelompok-kelompok Islam radikal yang cenderung bersikap
keras terhadap kemaksiatan dan hal-hal yang berbau Amerika (barat).
Aspek yang melatarbelakangi dakwah dengan tindak kekerasan sangat
didukung dengan peran individu-individu yang ada di FPI dengan lingkungan
masyarakat yang gandrung akan kemaksiatan. FPI memposisikan diri sebagai
kelompok Islam yang harus menyerukan nilai-nilai ke-Islaman dengan ber-
amar ma’ruf nahi munkar terhadap individu-individu kemaksiatan tersebut.
Mereka menggunakan metode dakwah bil-‘amal (merubah kemungkaran
dengan tangan atau kekuasaan), bahwa metode ini merupakan metode yang
paling awal disebutkan di dalam sabda rasulullah saw. sehingga keutamaan
metode ini sangat jelas karena dilakukan dengan aksi-aksi yang begitu konkrit.
Dakwah FPI jika diterapkan di Indonesia baik di perkotaan apalagi di
perkampungan yang sama sekali belum tersentuh modernisasi, tentunya akan
mengundang sikap pro dan kontra. Sekaligus memberi peluang bagi
masyarakat men-judge agama Islam sebagai agama yang keras tindakannya,
agama yang tidak bijaksana. Sedangkan karakteristik masyarakat Indonesia
yang dikenal ramah tamah, tentunya sebagian besar menolak metode dakwah
yang demikian.
Dakwah memang sebuah kewajiban bagi umat Islam, namun harus disesuaikan
metode dakwah dengan kondisi mad’u (orang yang didakwahi), baik itu
268
ditinjau dari kondisi ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan. Dengan
penyesuaian metode, maka akan tercapai tujuan dakwah yakni merubah
masyarakat ke arah yang lebih baik dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan
di dalam Islam.
269
DAFTAR PUSTAKA
270