Anda di halaman 1dari 23

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Histerosalpingografi

Histerosalpingografi merupakan suatu pemeriksaan dasar untuk

mengetehaui anatomi dan patofiologi alat genetalia wanita, melihat bayangan

rongga rahim dan bentuk fallopi dengan memasukan media kontras pada alat

genetalia wanita. Biasanya untuk mengetahui penyebab infertilitas.

Histerosalpingografi adalah tampilan radiograf pada saluran

reproduksi wanita dengan memasukan media kontras (Bontrager, 2001).

2.2 Anatomi

Genetalia pada wanita terpisah dari uretra yang mempunyai saluran

tersendiri. Alat reproduksi wanita terbagi menjadi dua bagian yaitu :

2.2.1 Organ Genetalia Eksterna Wanita

Menurut Wahyudi, 2011 Genetalia Eksterna meliputi :

a. Mons Veneris

Mons Veneris merupakan bagian yang menonjol dan terdiri

dari jaringan lemak yang menutupi bagian depan simpisis pubis,

dan setelah masa pubertas kulit mons veneris akan di tumbuhi oleh

rambut.
b. Labia Mayora

Labia mayora berbentuk lonjong dan menonjol, beasal dari

mons veneris dan berjalan ke bawah dan belakang. Yaitu dua

lipatan kulit yang tebal membentuk sisi vulvadan terdiri dari kulit,

lemak, pembuluh darah, jaringan otot polos dan syaraf.

Labia mayora sinistra dan dextra bersatu di sebelah belakang

dan merupakan batas depan dari perinium, yang disebut commisura

posterior (frenulum), dan panjangny kira–kira 7, 5 cm.

c. Labia Minora

Labia minora merupakan lipatan sebelah medial dari labia

mayora merupakan lipatan kecil dari kulit diantara bagian superior

labia mayora. Sedangkan labianya mengandung jaringan erektil.

Kedua lipatan tersebut bertemu dan membentuk superior sebagai

preputium klitoridis pada bagian superior dan inferior sebagai

klitoris pada bagian inferior.

d. Klitoris

Klitoris merupakan sebuah jaringan erektil kecil, banyak

mengandung urat-urat syaraf sensoris yang dibentuk oleh suatu

ligamentum yang bersifat menahan ke depan simpisis pubis dan

pembuluh darah. Panjangnya kurang lebih 5 cm. Klitoris identik

dengan penis tetepi ukurannya lebih kecil dan tak ada hubungannya

dengan uretra.

6
e. Hymen (selaput Dara)

Hymen adalah diafragma dari membrane yang tipis dan

menutupi sebagian besar introitus vagina, di tengahnya terdapat

lubang dan melalui lubang tersebut kotoran menstruasi dapat

mengalir keluar. Biasanya hymen berlubang sebesar jari, letaknya

di bagian mulut vagina memisahkan genitalia eksterna dan interna.

f. Vestibulum

Vestibulum merupakan rongga yang sebelah lateralnya dibatasi

oleh kedua labia minora, anterior oleh klitoris, dorsal oleh fourchet.

Pada vestibulum terdapat muara-muara dari vagina uretra dan

terdapat juga 4 lubang kecil yaitu: 2 muara dari kelenjar Bartholini

yang terdapat disamping dan agak kebelakang dari introitut vagina,

2 muara dari kelenjar skene disamping dan agak dorsal dari uretra.

a f
d e g Keterangan gambar :
e a. Mons veneris yang di
tumbuhi bulu
n h
c b. Labia mayora
j c. Labia minora
i d. Klitoris
e. Prepuce of clitoris
b f. Glans of clitoris
g. Urethral opening
k h. Vestibule
i. Hymen
j. Vaginal entrance
k. Anus

Gambar 2.1 Organ Genetalia Eksterna Wanita

7
2.2.2 Organ Genetalia Interna Wanita

Genetalia Interna meliputi :

a. Vagina

Vagina merupakan saluran yang menghubungkan uterus dengan

vulva dan merupakan tabung berotot yang dilapisi membran dari jenis

epitelium bergaris khusus dan dialiri banyak pembuluh darah serta

serabut saraf secara melimpah. Vagina mempunyai fungsi yaitu

sebagai saluran keluar dari uterus yang dapat mengalirkan darah

menstruasi, sebagai jalan lahir pada waktu partus.

b. Uterus

Uterus merupakan alat yang berongga dan berbentuk sebagai

bola lampu yang gepeng dan terdiri dari 2 bagian yaitu, korpus uteri

yang berbentuk segitiga dan servix uteri yang berbentuk silindris.

Bagian dari korpus uteri antara kedua pangkal tuba disebut fundus

uteri (dasar rahim).

c. Tuba Fallopi

Tuba fallopi merupakan struktur saluran bilateral yang melekat ke

uterus pada setiap kornu. Tuba fallopi dibagi menjadi tiga bagian

berdasarkan anatomi dan fungsinya, yaitu kornu, ismus dan fimbria.

Kornu merupakan bagian dari dinding otot uterus dan menjamin

hubungan yang stabil dan kuat dengan organ ini. Fertilisasi terjadi

dalam bagian yang panjang, sempit dan meyerupai pensil yang disebut

ismus. Ujung tuba yang memiliki fimbira atau yang bergalur

8
merupakan bagian yang paling distal. Fimbria merupakan bagian

distal tuba fallopi yang menyerupai jari- jari. Fimbria dari tuba fallopi

tidak tertutup pada peritoneum parietal dari ligamen latum sehingga

berhubungan dengan rongga abdomen. Hubungan antomis ini

menimbulkan potensi masuknya benda asing yang berasal dari vagina

misalnya, bakteri, sperma, dan zat kimia. Tuba berfungsi membawa

sperma dan telur ke tempat terjadinya fertilisasi di dalam tuba dan

mengembalikan zigot yang telah di buahi kedalam rongga uterus

untuk proses implantasi.

Pada tuba ini dapat dibedakan menjadi 4 bagian, sebagai berikut :

1. Pars interstitialis (intramularis), bagian tuba yang berjalan dalam

dinding uterus mulai pada ostium internum tubae.

2. Pars Ampullaris, bagian tuba antara pars isthmixca dan

infundibulum dan merupakan bagian tuba yang paling lebar dan

berbentuk huruf S.

3. Pars Isthmica, bagian tuba sebelah keluar dari dinding uterus dan

merupakan bagian tuba yang lurus dan sempit.

4. Pars Infundibulum, bagian yang berbentuk corong dan lubangnya

menghadap ke rongga perut, Bagian ini mempunyai fimbria yang

berguna sebagai alat penangkap ovum.(Barokah, 2014).

9
d. Ovarium

Ovarium terdapat di dalam rongga panggul di sebelah kanan

maupun sebelah kiri dan berbentuk seperti buah kenari. Ovarium

berfungsi memproduksi sel telur, hormon esterogen dan hormon

progesteron dan memproduksi telur yang matang untuk fertilisasi dan

membuat hormon steroid dalam jumlah besar.

Keterangan gambar :
12 1. Body uterus
16 2. Servix of uterus
13
10 3. Uterosacral
14 ligament
11
15 4. Vagina
5. Cervix
6. Cervical canal
7. Ovarian ligament
8. Ovary
9. Ovarian artery and
17 7 vein
9 10. Fundus of uterus
18 8 11. Round ligament of
6 uterus
1 12. Uterine tube
19
13. Ampulus
2 14. Infundibulum
5
15. Fimbrae
3 4 16. Suspensory ligament
of ovary
17. Mesosalpinx
18. Mesovarium
19. Mesometrium

Gambar 2.2 Organ Genitalia Interna Wanita

10
2.3 Komunikasi Terapeutik
1. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong dan

membantu proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Northouse

(1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan

atau keterampilan perawat dalam berinteraksi untuk membantu klien

beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar

bagaimana berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal, artinya

komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang

memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara

langsung, baik secara verbal dan nonverbal (Mulyana, 2000).

2. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanankan secara

sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan

pasien (Indrawati, 2003). Komunikasi terapeutik bukan merupakan

pekerjaan yang dapat dikesampingkan, namun harus direncanakan,

disengaja, dan merupakan tindakan professional seorang perawat.

Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asik dan sibuk bekerja,

kemudian melupakan pasien sebagai manuasia dengan bergbagai

macam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003).

11
3. Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan

bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi terencanakan yang

terjadi antara perawat dan klien secara langsung atau tatap muka

dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah dan membantu proses

penyembuhan klien (Depkes RI, 1997; Northouse, 1998; Mulyana,

2000; Indrawati, 2003; Arwani, 2003).

2.3.1 Fungsi

a. Komunikasi Intrapersonal

Digunakan untuk berpikir, belajar, merenung, meningkatkan

motivasi, introspeksi diri.

b. Komunikasi Interpersonal

Digunakan untuk meningkatkan hubungan interpersonal,

menggali data atau masalah, menawarkan gagasan, memberi dan

menerima informasi.

c. Komunikasi Publik

Mempengaruhi orang banyak, menyampaikan informasi,

menyampaikan perintah atau larangan umum (publik).

12
2.3.2 Tujuan

Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi

klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada

pertumbuhan klien yang meliputi :

a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan

diri.

b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak

superfisial dan saling bergantung dengan orang lain.

c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan

kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis.

d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas

diri.

2.4 Infertilitas

Ketidaksuburan (infertil) adalah suatu kondisi dimana pasangan suami istri

belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual

sebanyak 2 – 3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa

menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun (Djuwantono,2008, hal: 1).

13
Infertilitas itu sendiri ada 2 jenis yaitu:

 Infertilitas primer yaitu masalah ketidaksuburan yang terjadi pada

wanita yang memang belum pernah hamil

 Infertil sekunder yaitu masalah ketidaksuburan yang juga terjadi

pada wanita namun sudah pernah hamil dan melahirkan

sebelumnya namun sulit mendapatkan keturunan setelahnya.

Ada sedikit pandangan yang harus dirubah mengenai infertilitas

ditengah-tengah masyarakat Indonesia saat ini, khususnya bagi sebagian

orang tua yang masih menyalahkan pihak perempuan (wanita) penyebab

ketidakmampuan pasangan memiliki keturunan. Infertilitas tidak hanya

terjadi pada wanita saja tetapi juga pria. Dengan terganggunya sistem

reproduksi pria juga akan menghambat (menunda) proses sebuah

kehamilan wanita (pasangannya). Berdasarkan sebuah penelitian, masalah

infertilitas yang terjadi adalah 40% akibat pria, 50% akibat wanita serta

10% akibat keduanya.

2.5 Pemeriksaan Histerosalpingografi

Histerosalpingografi merupakan teknik radiografi untuk memperlihatkan

saluran reproduksi wanita dengan media kontras (Bontrager, 2001)

Histerosalpingografi merupakan pemeriksaan radiologi untuk

mengetahui abnormalitas organ reproduksi wanita yang dilakukan pada saat

tidak sedang hamil. Histerosalpingografi dilakukan dengan memasukan

14
media kontras radiopaque untuk mengetahui ukuran, bentuk, dan posisi

uterus dan tuba fallopi (Ballinger, 1995)

Histerosalpingografi dikenal juga dengan pemeriksaan

uterosalpingografi adalah pemeriksaan sinar x dengan memakai cairan

kontras yang dimasukkan kedalam rongga rahim dan saluran telur.

2.6 Indikasi Pemeriksaan Histerosalpingografi

 Indikasi pemeriksaan Histerosalpingografi adalah :

1. Menentukan keberhasilan tindakan operasi sterilitas,

2. Sterilitas primer maupun sekunder untuk melihat normal tuba

(paten tidaknya tuba),

3. Fibronyoma pada uteri,

4. Hypoplasia endometri,

5. Perlekatan-perlekatan dalam uterus, adenomiosis.

 Kontra indikasi pemeriksaan Histerosalpingografi adalah :

1. Menstrurasi,

2. Peradangan dalam rongga pelvis,

3. Persarahan dalam kavum uteri,

4. Alergi terhadap bahan kontras,

5. Setelah dikerjakannya curettage,

6. Kecurigaan adanya kehamilan.

15
2.7 Persiapan Pasien

Persiapan pasien untuk pemeriksaan Histerosalpingografi yaitu :

1. Tidak boleh berhubungan intim selama sebelum dilakukan HSG.

2. Dua hari sebelum pemeriksaan rambut kemaluan harus dicukur.

3. Psikis harus tenang.

2.8 Alat dan Bahan

Persiapan alat dan bahan adalah sebagai berikut :

1. Persiapan Alat Non Steril pada pemeriksaan Histerosalpingografi

(HSG) menurut (Bontrager, 2001):

a. Pesawat sinar x yang dilengkapi

flourouscopy

b. Kaset film ukuran 24 x 30 cm

c. Lampu sorot

d. Masker

e. Apron

f. Kaca mata timbal

g. Tiroid shielding

16
2. Persiapan alat steril menurut (Bontrager, 2001):

a. Speculum
b. Baskom
c. Bola kapas
d. Cangkir obat
e. Kassa steril
f. Tirai steril
g. Spuit 10 cc
h. Needle 16- 10
i. Jelly
j. Handscoon steril
k. Cairan antiseptik
l. Canula
m. Media kontras
n. Tenaculum

2.9 Teknik Pemasangan Alat dan Pemasukan Bahan Kontras

Teknik pemasangan alat dan pemasukan bahan kontras ada 2 jenis :

A. Tenik pemeriksaan Histerosalpingografi menggunakan HSG SET :

Gambar 2.3 alat Histerosalpingografi set

17
1. Pasien tidur supine diatas meja pemerikasaan,

2. Posisi litotomi, lutut fleksi, sebelum dilakukan pemasangan alat

Histerosalpingografi, pasien diberitahukan tentang pemasangan alat

dengan maksud agar pasien mengerti dan tidak takut,

3. Lampu sorot diarahkan kebagian genetalia untuk membantu

penerangan,

4. Bagian genetalia eksterna dibersihkan dengan betadine

menggunakan kassa streril,

5. Speculum atas dan bawah dimasukkan ke liang vagina secara

perlahan- lahan,

6. Cervix dibersihkan dengan betadine menggunakan kassa steril dan

alat tenaculum,

7. Untuk mengetahui arah dan dalamnya cavum uteri digunakan sonde

uterus,

8. Conus dipasang pada alat canulla injection yang telah dihubungkan

dengan syiringe yang berisi bahan kontras kemudian dimasukkan

melalui liang vagina sehingga conus masuk ke dalam osteum uteri

eksterna (dalam cervix),

9. Tenaculum dan alat salpingografi di fiksasi, agar kontras media

yang akan masuk tidak bocor,

10. Speculum dilepas perlahan- lahan,

11. Pasien dalam keadaan supine digeser ketengah meja pemeriksaan,

kedua tungkai bawah pasien diposisikan lurus,

18
12. Kemudian fluoroscopy pada bagian pelvis dan bahan kontras

disuntikkan hingga terlihat spill pada kedua belah sisi

(Sumber:Bocah Radiography, 2012).

B. Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi dengan menggunakan cateter

Gambar 2.4 alat Histerosalpingografi (HSG) menggunakan cateter

1. Pasien tidur supine di atas meja pemeriksaan, bagian bokong diberi

alas kain steril,

2. Pasien diposisikan lithotomi, daerah vulva dibersihkan dengan

betadine,

3. Speculum dimasukkan ke dalam vagina secara perlahan,

4. Cervix dibersihkan menggunakan kassa steril dan betadine,

5. Sonde uterus digunakan untuk mengetahui arah fleksi dan dalamnya

cavum uteri,

6. Cateter yang digunakan adalah polycateter yang mempunyai dua

cabang pada pangkalnya, satu untuk memasukkan udara sehingga

menahan bahan kontras agar tidak keluar, cabang yang kedua untuk

memasukkan bahan kontras,

19
7. Poly cateter dimasukkan perlahan sampai canalis cervikalis, balon

dikembangkan dengan mengisi udara sebanyak 2cc. kemudian

cateter ditarik untuk memastikan balon telah menetap dan sempurna,

8. Setelah cateter fix, speculum vagina dilepas perlahan-lahan,

9. Kaki pasien diluruskan dan pasien digeser perlahan ke arah cranial

(pertengahan meja),

10. Fluoroscopy pada bagian pelvis, sambil memasukkan bahan kontras

yang telah terisi didalam spuit 5 cc,

11. Bahan kontras dimasukkan kira-kira 5 cc sampai terlihat spill

sehingga dapat terlihat cavum uteri, dan menentukan apakah kedua

tuba uterine terisi bahan kontras atau belum, jika tidak terlihat maka

tambahkan lagi bahan kontras 1 cc,

12. Setelah terlihat spill maka balon cateter dikempiskan dan cateter

dilepaskan perlahan-lahan lalu di ekspos (Sumber:Bocah

Radiography, 2012).

20
2.10 Teknik Pemeriksaan Histerosalpingografi

A. Proyeksi Pemeriksaan Plain Histerosalpingografi

Gambar 2.5 Antero Posterior (AP) Plain Postion (Clark’s, 2005).

1. Posisi pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan.

2. Posisi objek : Atur midsagital plane pada tengah meja

pemeriksaan, lengan disamping tubuh.

3. Arah sinar : Vertikal tegak lurus

4. Pusat sinar :2 inchi superior sympisis pubis

5. Film : 24 x 30 cm kaset diposisikan melintang

6. Kriteria evaluasi : Tampak rongga pelvis pada tengah film.

B. Proyeksi Pemeriksaan Posisi Antero Posterior (AP) Supine

Histerosalpingografi

Gambar 2.6 Posisi Antero PosteriorAntero (Clark’s 2005)

21
1. Posisi pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan..

2. Posisi objek : Atur midsagital plane pada pertengahan meja

pemeriksaan, lengan disamping tubuh

3. Arah sinar : Vertikal tegak lurus kaset.

4. Pusat sinar : 2 inchi diatas symphisis pubis

5. Kaset : 24 x 30 cm kaset diposisikan melintang

6. Media kontras : Bahan media kontras dimasukkan 5cc

Gambar 2.7 Hasil Radiograf Antero Posterior

7. Kriteria gambar radiograf :

1) Tampak rongga pelvis pada tengah film.

2) Kanula atau balon cateter terlihat didalam servix.

3) Tampak opasitas kavum uteridan tuba uteri.

4) Media kontras terlihat dalam peritoneum jika salah satu atau

kedua tuba uterine paten.

22
C. Proyeksi Pemeriksaan Posisi Right Posterior Oblique (RPO)

Histerosalpingografi (HSG)

Gambar 2.8 Posisi Right Posterior Oblique (Ballinger, 1999)

1. Posisi pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan,

kemudian dirotasikan kearah kanan. .

2. Posisi objek : Tungkai kanan lurus, panggul bagian kiri

diangkat kira- kira 45%, panggul kanan

merapat ke meja pemeriksaan, kedua

tangan diatas kepala, meja dalam

keadaan trendenberg.

MSP tubuh segaris dengan pertengahan

mid- line meja pemeriksaan

3. Arah sinar : Vertical tegak lurus kaset.

4. Pusat sinar : Pertengahan SIAS dan sympisis pubis

Bagian axilareline kanan

5. Kaset : 24 x 30 cm kaset diposisikan melintang

23
Gambar 2.9 Posisi Right Posterior Oblique

6. Kriteria gambar :

Tampak pada pengisian bahan kontras pada cavum uteri, tube

uterine dan sill pada rongga peritoneum.

D. Proyeksi Pemeriksaan Posisi Left Posterior Oblique

Histerosalpingografi

Gambar 2.10 Posisi Left Posterior Oblique (LPO)

1. Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan,

kemudian dirotasikan kearah kiri.

2. Posisi objek : Tungkai kiri lurus, panggul kanan bagian

kanan diangkat kira- kira 45%, panggul kiri

merapat ke meja pemeriksaan, kedua tangan

24
diatas kepala, meja dalam keadaan

trendenberg.

MSP tubuh segaris dengan pertengahan

mid- line meja pemeriksaan.

3. Arah sinar : Vertikal tegak lurus kaset.

4. Pusat sinar : Pertengahan SIAS dan symphisis pubis

bagian axilareline kiri

5. Kaset : 24 x 30 cm kaset diposisikan melintang

Gambar 2.11 Hasil Radiograf Proyeksi LPO

(Sumber:Bocah Radiography, 2012)

6. Kriteria gambar :

Pengisian bahan kontras pada cavum uteri, tube uterus bagian

kanan dan kiri serta spill disekitas fimbrae.

25
E. Proyeksi Pemeriksaan Post Smerring Anterioposterior

Gambar 2.12 Antero Posterior (AP) Post Smerring Position

1. Posisi pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan

MSP tubuh segaris dengan pertengahan meja

pemeriksaan

Lengan pasien diletakkan disamping tubuh dan

agak jauh dari tubuh pasien .

2. Posisi objek : Sentrasi 2 inchi diatas symphisis pubis.

Tidak ada rotasi ada pelvis

Kedua SIAS berjarak sama terhadap

permukaan mid- line meja pemeriksaan.

3. Arah sinar : Vertikal tegak lurus kaset.

4. Pusat sinar : 2 inchi diatas symphisis pubis.

5. Kaset : 24 x 30 cm kaset diposisikan melintang

26
Gambar 2.13 AP Post Smerring

6. Kriteria gambar :

1) Daerah pelvis mencakup vesika urinaria.

2) Daerah uterus (pintu anggul atas terlihat pertengahan film).

3) Tampak sisa kontras, setelah kosong.

27

Anda mungkin juga menyukai