Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF DAN

INSTRUMENTASI TEKNIK PADA PASIEN DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK


TERGANGGU (KET) DI KAMAR OPERASI RSUD NGUDI WALUYO WLINGI

Disusun Oleh :

Fidela Ishmah Afrilia (1501460013)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM D-IV KEPERAWATAN MALANG

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian
Ovum yang dibuahi (blastokista) biasanya tertanam di lapisan endometrium
rongga uterus. Implantasi di tempat lain disebut kehamilan ektopik. Tipe kehamilan
ektopik lainnya adalah implantasi trofoblas di serviks (kehamilan serviks) atau ovarium
(kehamilan ovarium). Kehamilan abdomen terjadi jika plasenta yang sedang tubuh di
dalam tuba fallopi pecah ke dalam rongga peritoneum dan terjadi implantasi di struktur
panggul, termasuk uterus, usus, atau dinding samping panggul (Leveno dkk, 2009: 67).
Beberapa hal yang mungkin menjadi penyebabnya adalah: (1) peningkatan
prevalensi infeksi tuba akibat penyakit menular seksual (2) diagnosis yang lebih dini
pemeriksaan yang lebih peka terhadap gondotropin korion dan ultrasound transvagina (3)
popularitas kontrasepsi yang mencegah kehamilan intrauterus tetapi tidak dapat
mencegah kehamilan ekstrauterus (4) kegagalan sterilisasi tuba (5) induksi aborsi yang
diikuti oleh infeksi (6) peningkatan penggunaan teknik bantuan reproduksi (7)
pembedahan tuba, termasuk riwayat salpingotomi akibat kehamilan tuba dan tubuloplasti
(Leveno dkk, 2009: 67).
2. Etiologi

Menurut Curtis, Glade B (1999:90), kehamilan ektopik meningkat dengan adanya


kerusakan tuba falopi karena penyakit radanga panggul (PID) atau karena infeksi lain,
seperti usus buntu yang pecah atau bedah perut. Penggunaan kontrasepsi IUD juga
meningkatkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik. Adapun uraian penjelasannya
adalah sebagai berikut.

1) Infeksi saluran telur


Wanita yang mengalami infeksi di saluran telur biasanya akan kehamilan
ektopik. Alasannya adalah saat akan melewati saluran telur dan menuju raim,
zigot terhalang oleh kuman dan virus yang ada di saluran telur. Akibatnya
zigot tersebut terpaksa berhenti di saluran telur dan menempel di sana,
kemudian zigot berkembang menjadi embrio.
2) Radang panggul
Wanita yang mengalami penyakit radang panggul sangat rentan untuk terkena
kehamilan ektopik. Radang itu bisa membuat wanita merasakan nyeri pada
panggulnya. Radang panggul itu bisa menghalangi lajunya zigot menuju ke
rahim.
3) Pernah mengalami kehamilan ektopik
Wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumya juga bisa
mengalami hamil ektopik lagi. Missal saja hamil ektopik yang pertama berada
di ovarium kanan, kemudian di hamil ektopik selanjutnya hamil ektopik bisa
berada di ovarium di sebelah kiri.
4) Operasi tuba
Wanita yang pernah menjalani operasi tuba fallopi juga rentan terkena
kehamilan ektopik. Alasannya adalah tuba yang telah dioperasi tidak
memungkinkan zigot untuk menempel di dinding rahim. Akibatnya adalah
zigot itu menempel pada tempat lainnya bukan menempel di rahim.
5) Endometriosis
Orang yang mengalami gejala endrometriosis bisa terkena kehamilan ektopik.
Wanita yang mengalami endometriosis adalah wanita yang sering merasakan
sakit luar biasa ketika menstruais datang dan terjadi.
6) Kontrasepsi
Wanita yang menggunakan kontrasepsi kemudian hamil dan dia masih
mengalami menstruasi, sehingga tidak sadara jika dirinya hamil bisa jadi
kehamilan yang dikandungnya adalah kehamilan ektopik. Wanita tersebut
mengalami menstruasi dikarenakan zigot tidak menempel pada dinding rahim
namun menempel di tempat lainnya.
7) Penyakit menulasr seksual (PMS)
Wanita yang pernah mengalami penyakit menular seksual (PMS) bisa terkena
kehamilan ektopik. Hal itu disebabkan oleh kuman dan virus yang ada di
dalam tubuhnya. PMS itu misalnya gonorrhoea, klamidia dan masih banyak
lagi lainnya.

3. Gejala dan Tanda


Ovum yang dibuahi dapat berkembang di setiap bagian oviduktus yang
menyebabkan kehamilan tuba di ampula, ismus, atau interstisium (kornu). Ampula adalah
tempat tersering kehamilan tuba, sedangkan kehamilan interstisium terhitung hanya
sekitar 3 % dari seluruh gestasi tuba.
 Nyeri
Gejala yang muncul berkaitan dengan apakah kehamilan ektopik sudah pecah.
Gejala yang paling sering dialami adalah nyeri panggul dan perut. Gejala
pencernaan dan pusing atau berkunang-kunang juga sering terjadi, terutama
setelah rupture. Nyeri dada pleuritrik dapat terjadi akibat iritasi diafragma oleh
perdarahan.
 Haid Abnormal
Sebagian besar wanita melaporkan amenorea dengan bercak-bercak perdarahan
per vagina. Perdarahan uterus yang terjadi pada kehamilan tuba sering disangka
sebagai haid sejati. Perdarahan ini biasanya sedikit, bewarna cokelat tua, dan
mungkin intermiten atau terus-menerus. Pada kehamilan tuba, jarang terjadi
perdarahan per vagina yang hebat.
 Nyeri Tekan Abdomen dan Panggul
Nyeri hebat pada pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan vagina, terutama saat
serviks digerakkan, dijumpai pada lebih dari tiga perempat wanita dengan rupture
kehamilan tuba. Akan tetapi, nyeri tekan ini mungkin tidak ada sebelum terjadi
rupture.
 Perubahan Uterus
Pada kehamilan tuba, uterus dapat tumbuh selama 3 bulan pertama karena
pengaruh hormone plasenta. Konsistensi uterus juga mungkin serupa dengan yang
dijumpai pada kehamilan normal. Uterus dapat terdorong ke samping oleh massa
ektopik, atau jika ligamentum latum terisi oleh darah, uterus dapat sangat
terdesak. Silinder desidua uterus terbentuk pada 5 hingga 10 persen wanita dengan
kehamilan ektopik. Keluarnya struktur ini mungkin disertai oleh rasa kram yang
serupa dengan yang dialami saat abortus spontan.
 Tekanan Darah dan Nadi
Sebelum pecah, tanda-tanda vital umumnya normal. Respon awal terhadap rupture
dapat berkisar dari tanpa perubahan tanda-tanda vital hingga peningkatan ringan
tekanan darah, atau respons vasovagus disertai bradikardi dan hipotensi. Tekanan
darah akan turun dan nadi meningkat hanya jika perdarahan berlanjut dan terjadi
hipovolemia.
 Suhu
Setelah perdarahan akut, suhu mungkin normal atau bahkan rendah. Suhu daoat
meningkat hingga 380C, tetapi tanpa infeksi suhu jarang melebihi angka ini.
 Massa Panggul
Pada pemeriksaan bimanual, dapat diraba suatu massa di panggul pada 20 persen
pasien. Massa tersebut hampir selalu terletak di posterior atau lateral uterus.
Massa biasanya lunak dan elastic.
 Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu teknik sederhana untuk mengidentifikasi
hemoperitoneum. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan sebuah tenakulum, dan
dimasukkan sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 melalui forniks posterior ke
dalam cul-de-sac. Potongan bekuan darah lama yang mengandung cairan, atau
cairan mengandung darah yang tidak membeku, sesuai dengan diagnosis
hemoperitoneum akibat kehamilan ektopik. Jika darah yang disedot membeku,
maka darah tersebut mungkin berasal dari pembuluh darah yang tertusuk dan
bukan dari perdarahn pada kehamilan ektopik. Tidak adanya cairan yang tersedot,
tidak menyingkirkan diagnose kehamilan ektopik.

4. Klasifikasi KET

Menurut Hadijanto (2008), berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik


dapat dibagi menjadi 5 berikut ini:

1. Kehamilan tuba, meliputi >95% yang terdiri atas Pars ampularis (55%), Pars
ismika (25%), pras fimbriae (17%), dan pars interstisialis (2%)
2. Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain teajdi di serviks uterus,ovarium,
atau abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan
kehamilan abdominal sekunder dimana semula merupakan kehamilan tuba
pars abdominalis (abortus tubaria) yang kemudian embrio/buah
kehamilannya mengalami reimplantasi di kavum abdomen, misalnya di
mesenterium/mesovarium atau di omentum.
3. Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit
4. Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin berada
di kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadian
sekitar satu per satu 15.000 – 40.000 kehamilan.

5. Patofisiologi

Menurut Sujiyatini dkk (2009) menyebutkan terdapat gangguan mekanik terhadap


ovum yang telah dibuahi dalam perjalannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat
kebutuhan embrio dalm tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari
vaskularisasi tuba. Ada kemungkinan akibat dari hal ini:

a) Kemungkinan “tuba abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke


ujung distal (fimbria) dank e rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi
pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga
peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari
dinding tuba.
b) Kemungkinan rupture dinidng tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai
akibat dari distensi berlebihan tuba.
c) Factor abortus ke dalam lumen tuba. Rupture dinding tuba sering terjadi bila
berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Rupture dapat
terjaadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal.
Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang
sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian.

6. Pemeriksaan Laboratorium
 Hemoglobin, Hematokrit dan Hitung Leukosit
Setelah perdarahan, volume darah yang berkurang dikembalikan kea rah normal
oleh hemodilusi yang berlangsung dalam satu atau beberapa hari. Oleh karena itu,
pemeriksaan hemoglobin atau hematokrit pada awalnya mungkin hanya
memperlihatkan sedikit penurunan. Pada kehamilan ektopik terganggu, derajat
leukositosis sangat bervariasi. Pada sekitar sepuluh wanita, dapat ditemukan
leukositosis hingga 30.000/µL.

 Pemeriksaan urine untuk Kehamilan


Pemeriksaan urine yang tersering digunakan adalah pemeriksaan latex
agglutination inhibition (hambatan penggumpalan lateks) menggunakan slide
dengan sensivitas untuk gonandotropin korion (HCG) dalam kisaran 500 hingga
800mIU/mL. pada kehamilan ektopik, kemungkinan positif hanyalah 50 hingga
60%. Jika digunakan tabung, deteksi HCG adalah dalam kisaran 150 hingga
250mIU/mL, dan ini positif pada 80 hingga 85 persen kehamilan ektopik. Uji
yang menggunakan enzyme-linked immunosotbent assay (ELISA) sensitive hingga
10 sampai 50mIU/mL dan positif pada 95 persen kehamilan ektopik.
 Pemeriksaan β-bCG Serum
Radioimmunoassay, dengan sensitivitas 5 sampai 10mIU/mL merupakan metode
paling tepat untuk mendeteksi kehamilan. Karena satu kali hasil pemeriksaan
serum yang positif tidak menyingkirkan kehamilan ketopik maka dirancanglah
beberapa metode yang meggunakan nilai serum kuantitatif serial untuk
menegakkan diagnosis. Metode ini sering digunakan bersama dengan sonografi.
 Progesteron Serum
Satu kali pengukuran progesterone sering dapat digunakan untuk memastikan
kehamilan yang berkembang normal. Nilai yang melebihi 25mg/mL meningkirkan
kemungkinan kehamilan ektopik dengan sensitivitas 97,5%. Nilai yang kurang
dari 5 mg/mL mengisyaratkan bahwa mudigah-janin telah meninggal, tetapi tidak
menunjukkan lokasinya. Kadar progesterone antara 5 dan 25 mg/mL bersifat
inkonkulsif.
 USG
 Sonografi Abdomen
Kehamilan di tuba fallopi sulit diidentifikasi dengan sonografi abdomen.
Tidak adanya kehamilan di uterus secara sonografis, uji kehamilan yang
positf, adanya cairan di cul-de-sac, dan adanya massa abnormal di panggul,
menunjukkan kehamilan ektopik. Sayangnya, USG mungkin memberikan
gambaran kehamilan intrauterus pada sebagain kasus kehamilan ketopik saat
bekuan darah atau silinder desidua memberi gambaran seperti suatu kantong
intrauterus kecil. Sebaliknya, terlihat suatu massa di adneksa atau cul-de-sac
pada sonografi tidak selalu membantu karena kista korpus luteum dan usus
yang terbelit secara sonografis kadang-kadang tampak seperti kehamilan tuba.
Hal yang utama, suatu kehamilan intrauterus biasanya tidak terdeteksi dengan
USG abdomen hingga 5 atau 6 minggu haid atau konsentrasi β-HCG serum
leboh dari 600mIU/mL.
 Sonografi Vagina
Sonografi dengan transduser vagina dapat mendeteksi kehamilan uterus
paling awal 1 minggu setelah terlambat haid jika kadar β-HCG serum lebih
dari 1500mIU/mL. uterus yang kosong dengan konsentasi β-HCG serum
1500mIU/mL atau lebih sangat akurat untuk mengidentifikasi kehamilan
ektopik. Indentifikasi kantong gestasi dengan ukuran 1 hingga 3 mm atau
lebih, yang terletak eksentrik di uterus, dan dikelilingi oleh reaksi desidua-
korion mengisyaratkan kehamilan intrrauterus. Katub janin di dalam kantong
tersebut bersifat diagnostic untuk kehamilan intrauterus, terutama jika disertai
oleh gerakan jantung janin. Tanpa criteria ini, USG mungkin mendiagnostik.
 USG Doppler Warna dan Berpulsa
Pada teknik ini dilakukan identifikasi atau letak warna vascular intra atau
ekstrauterus dalam bentuk khas yang disebut pola ring-of-fire dan pola aliran
kecepatan tinggi impedansi-rendah yang sesuai dengan perfusi plasenta. Jika
pola ini terlihat di luar rongga uterus maka ditegakkan diagnostic kehamilan
ektopik.
 Kombinasi β-HCG Serum Plus Sonografi
Jika pada seorang wanita hemodinamikanya stabil sicurigai terdapat kehamilan
ketopik, maka penatalaksanaan selanjutnya bergantung pada kadar β-HCG serum
dan USG. Jika kadar β-HCG kurang dari 1500mIU/Ml dan pada sosnografi,
vagina uterus kosong, maka tidak dapat ditegakkan diagnosis pasti. Terdapat
selang 20 hari antara deteksi labortaorium dan kemunkinan identifikasi kehamilan
dengan USG. Selama periode ini, wanita yang bersangkutan dapat mengalami
abortus, melanjutkan kehamilannya dan membentuk kantong gestasi normal, atau
memperlihatkan tanda-tanda kehamilan ektopik.

7. Penatalaksanaan

Menurut Leveno, dkk (2009:71), dahulu, biasanya dilakukan pebedahan untuk


mengeluarkan tuba fallopi yang rusak dan berdarah. Selam dua decade terakhir, diagnosis
dan terapi yang lebih dini memungkinkan kita menangani kehamilan ektopik yang belum
pecah bahkan sebelum gejala-gejala klinis muncul. Diagnosis dini ini menyebabkan
banyak kasus kehamilan ektopik dapat diatasi denga terapi medis.

 Penanganan menunggu
Sebagian memilih mengamati kehamilan tuba yang sangat dini dengan kadar
β-hCG serum yang stabil atau turun. Hamper sepertiga dari wanita dengan
kehamilan ektopik akan memperlihatkan penurunan kadar β-hCG. Adapun
criteria untuk penanganan menunggu pada kehamilan tuba, yaitu.
1. Penurunan kadar β-hCG serial
2. Hanya kehamilan tuba
3. Tidak ada tanda-tanda perdarahan intra-abdomen atau rupture dengan
sonografi vagina
4. Garis tengah massa ektopik tidak lebih drai 3,5 cm
 Immunoglobulin Anti-D
Jika wanita yang bersangkutan D negative, tetapi beum tersensitisasi antigen
D maka ia perlu diberi immunoglobulin anti-D.
 Metotreksat
Pada keadaan-keadaan kinis tertentu, dianjurkan penanganan terapi medis
dengan metotreksat. Perdarahan intra-abdomen aktif merupakan
kontraindikasi bagi kemoterapi ini. Angka keberhasilan dengan seleksi pasien
yang benar adalah lebih dari 90 persen. Sebgaian wanita mungkin
memerlukan pemberian beberapa kali.
a) Pemilihan Pasien
Ukuran massa ektopik dna kadar β-hCG merupakan factor penting.
Keberhasilan paling besar terjadi jika gestasi berusia kurang dari 6
minggu, massa tuba bergaris tengah tidak lebih dari 3,5 cm, janin telah
meninggal, dan kadar β-hCG kurang dari 15.000 mIU/mL. Menurut
American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1998),
kontraindikasi lain meliputi menyusui, imunodefisiensi, alkoholisme,
penyakit hati atau ginjal, diskrasia darah, penyakit paru aktif, dan tukak
peptic. Kandidat untuk terapi metotreksat harus memiliki hemodinamika
yang stabil dengan hemogram normal serta fungsi hati dan ginjal normal.
b) Penetapan Dosis Metotreksat
Metotreksat adalah suatu obat antineoplastik yang bekerja sebagai
antagonis asam folat dan sangat efektif terhadap trofoblas yang
berproliferasi cepat. Terapi metotreksat sebagai terapi primer untuk
kehamilan ektopik.

Regimen Tindak Lanjut


Dosis tunggal Ukur β-hCG, hari ke-4 dan
Metotreksat, 50 mg/m2 IM ke-7
. Jika perbedaan ≥ 15%,
ulangi setiap minggu hingga
< 15 mIU/mL.
. Jika perbedaan < 15%,
ulangi dosis metotreksat dan
mulai hari ke-1 yang baru
. Jika aktivitas jantung janin
terdeteksi pada hari ke-7,
ulangi dosis metotreksat,
mulai hari ke-1 yang baru
. Terapi bedah jika kadar β-
hCG tidak menurun atau
aktivitas jantung janin
menetap setelah dosis
metotreksat
Dosis bervariasi Penyuntikan kontinu selang-
Metotreksat, 1 mg/kg IM, hari sehari sampai β-hCG turun >
1,3,5,7 15% dalam 48 jam, atau
Leukovorin, 0,1 mg/kg IM, empat dosis metotreksat
hari 2,4,6,8 Kemudian, β-hCG setiap
minggu hingga <5,0 mIU/mL.
 Pembedahan
Laparoskopi lebih dianjurkan daripada laparotomi kecuaki jika wanita
yang bersangkutan tidak stabil. Meskipun hasil akhir reproduktif, termasuk
angka kehamilan uterus dan kekahmbuhan kehamilan ektopik setara, namun
laparoskopi lebih efektif dan menghasilkan waktu penyembuhan yang lebih
singkat.
1. Kuratase
Pada banyak kasus, aborsi inkomplet dan kehamilan tuba dapat dibedakan
dengan kuretase. Kuretase dianjurkan jika kadar progesterone serum
kurang dari 5 ng/mL atau β-hCG meningkat secara abnormal.
2. Salpingostomi
Tindakan ini digunakan untuk mengeluarkan kehamilan kecil yang
biasanya panjangnya kurang dari 2 cm dan terletak di sepertiga distal tuba
fallopi. Dibuat sebuah sayatan lurus dengan panjang 10 sampai 15 mm
atau kurang, di tepi antimesenterik tepat di atas kehamilan ektopik. Produk
biasanya akan menyembul dari insisi tersebut dan daoat dikeluarkan
secara hati-hati atau dibilas. Tempat perdarahan kecil diatasi dengan
elektrokauterisasi atau laser, dan sayatan dibiarkan tidak dijahit untuk
sembuh secara sekunder.
3. Salpingotomi
Tindakan ini sama dengan salpingostomi kecuali sayatan ditutup dengan
jahitan Vicryl 7-0 atau yang setara. Tidak terdapat perbedaan dalam
prognosis dengan atau tanpa jahitan.
4. Salpingektomi
Reaksi tuba dapat dilakukan melalui laparoskop operatif dan dapat
digunakan baik pada kehamilan ektopik terganggu atau belum terganggu.
Saat mengangkat tuba falopii, dianjurkan untuk mebuat sayatan baji tidak
melebihi sepertiga luar bagian interstisium tuba. Reseksi kornu ini
dilakukan sebagai upaya memperkecil kemungkinan (walaupun jarang)
kekambuhan kehamilan di kantong tuba.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN KEHAMULAN EKTOPIK TERGANGGU

A. Pengakajian
1. Biodata
Meliputi Nama, umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan
penanggungjawabnya.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dialami oleh penderita kehamilan ektopik adalah mual, muntah,
nyeri abdomen
3. Riwayat Penyakit
a. Menanyakan penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya
b. Menanyakan penyakit yang sedang dialami sekarang
c. Menanyakan apakah pasien pernah menjalani operasi
4. Riwayat Keluarga
a. Menanyakan apakah di keluarga pasien ada anggota keluarga yang menderita
penyakit menular kronis
b. Menanyakan apakah dari pihak keluarga ibu atau suami ada yang memiliki
penyakit keturunan
c. Menanyakan apakah dari pihak keluarga ibu atau suaminya pernah melahirkan
atau hamil anak kembar dengan komplikasi
5. Riwayat obstetric
a. Menanyakan siklus menstruasi apakah teratur atau tidak
b. Menayakan beberapa kali ibu itu hamil
c. Menanyakan berapa lama setelah anak dilahirkan dapat menstruasi dan berapa
banyak pengeluaran lochea
d. Menanyakan jika datang menstruasi terasa sakit
e. Menanyakan apakah pasien pernah mengalami abortus
f. Menanyakan apakah di kehamilan sebelumnya pernah mengalami kelainan
g. Menanyakan apakah pasien menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim
Anamnesa :
1. Menstruasi terakhir
Riwayat menstruasi yang lengkap diperlukan untuk menentukan taksiran persalinan.
Taksiran persalinan ditentukan bertdasarkan hari pertama haid terakhir. Untuk
menentukan taksiran persaliran berdasarkan HPHT dapat digunakan rumus Naegle,
yaitu hari ditambah tujuh, bulan dikurang tiga, tahun disesuaikan.
2. Adanya bercak darah yang bersal dari vagina
3. Nyeri abdomen
4. Jenis kontrasepsi
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibatkan buruk pada janin, ibu, atau
keduanya. Riwayat kontrrasepsi yang lengkap harus didapatkan pada saat kunjungan
pertama. Penggunaan kontrasepsi oral sebelum kelahiran dan berlanjut saat kehamilan
yang tidak diketahui dapat berakibat buruk pada pembentukan organ seksual janin.
5. Riwayat gangguan tuba sebelumnya
Kondisi kronis (menahun/terus-menerus) seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan
penyakit ginjal bisa berefek buruk pada kehamilan, oleh karena itu, adaya riwayat
infeksi, prosedur operasi dan trauma pada persalinan sebelumnya harus
didokumentasikan.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah
Posisi pengambilan tekanan darah sebaiknya ditetapkan, karena posisi akan
mempengaruhi tekanan darah ibu hamil. Sebaiknya tekanan darah diukur pada
posisi sejajar dengan posisi posisi jantung.
b. Nadi
Frekuensi nadi normalnya 60-100 kali per menit. Takikardia bisa terjadi pada
keadaan cemas, hipertiroid dan infeksi. Nadi diperiksa selama satu menit penuh
untuk dapat menentukan keteraturan detak jantung. Nadi diperiksa untuk
menentukan masalah sirkulasi tungkai, nado seharusnya sam akuat dan teratur.
c. Pernapasan
Frekuensi pernapasan selama hamil berkisar antara 16-24 kali per menit.
Takipnea terjadi karena adanya infeksi pernapasan atau penyakit jantung. Suara
napas harus sama bilateral, ekspansi paru simetris dan lapang baru bebas dari
suara napas abdominal.
d. Suhu
Suhu normal selama hamil adalah 36,5 – 37,6oC. peningkatan suhu menandakan
terjadi infeksi dan membutuhkan perawatan medis.
2. Sistem Kardovaskuler
a. Bendungan vena
Pemeriksaan sistem kaediovaskuler adalah observasi terhadap bendungan vena,
yang bisa berkembang menjadi varises. Bendungan vena biasanya terjadi pada
tungkai, vulva dan rectum.
b. Edema pada ekstremitas
Edema pada tungkai merupakan refleksi dari pengisian darah pada ekstermitas
akibat perpindahan cairan intravascular ke ruang intertesial. Ketika dilakukan
penekanan dengan jari atau jempol menyebabkan terjadinya bekas tekanan,
keadaan ini disebut pitting edema. Edema pada tangan dan wajah memerlukan
pemeriksaan lanjut karena merupakan tanda dari hipertensi pada kehamilan.
3. Sistem musculoskeletal
a. Postur tubuh
Mekanik tubuh dan perubahan postur bisa terjadi selama kehamilan. Keadaan ini
mengakibatkan regangan pada otot punggung dan tungkai.
b. Tinggi badan dan berat badan
Berat badan awal kunjungan dibutuhkan sebagai data dasar untuk dapat
menentukan kenaikan berat badan selama kehamilan. Berat badan sebelum
konsepsi lebih dari 90 kg dapat ,engakibatkan diabetes pada kehamilan, hipertensi
pada kehamilan, persalinan seksio caesarea, dan infeksi postpartum. Rekomendasi
kenaikan berat badan selama kehamilan berdasarkan indeks masa tubuh.
c. Pengukuran pelviks
Tulang pelviks diperiksa pada awal kehamilan untuk menentukan diameternya
yang berguna untuk persalinan per vagina.
d. Abdomen
Tonus otot abdomen perlu dikaji. Tinggi fundus diukur jika fundus bisa
dipalpasi diatas simfisis pubis. Kandung kemih harus dikosongkan sebelum
pemeriksaan dilakukan untuk menentukan keakuratannya. Pengukuran metode
Mc.Donal dengan posisi ibu berbaring.
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan etopik terganggu. Pada
rupture tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intesitas yang
kuat disertai dengan perdarahan yang menyebabkan ibu pingsan dan masuk ke
dalam syok. Intensitas nyeri berkisar antara 9 – 10 nyeri hebat.
4. Sistem neurologi
Pemeriksaan reflek tendo sebaiknya dilakukan karena hiperfleksi menandakan adanya
komplikasi kehamilan.
5. Sistem Integumen
Warna kulit biasanya sama dengan rasnya. Pucat menandakan anaemis, jaundice
menandakan gangguan pada hepar, lesi hiperpigmentasi seperti closma gravidarum,
serta linea nigra berkaitan dengan kehamilan dan strie perlu dicatat. Kuku berwarna
merah muda menandakan pengisian kapiler dengan baik.
6. Sistem Endokrin
Pada trimester kedua kelenjar tiroid membesar, pembesaran yang berlebihan
menandakan hipertiroid dan perlu pemeriksaan lebih lanjut.
7. Sistem Gatrointestinal
a. Mulut
Membaran mukosa bewarna merah muda dan lembut, bibir bebas dari ulserasi,
gusi berwarna kemerahan, serta edema akibat efek peningkatan estrogen yang
mengakibatkan hyperplasia. Gigi terawat dengan baik, ibu dapat dianjurkan
kedokter gigi secara teratur karena penyakit periodontal menyebabkan infeksi
yang memicu terjadinya persalinan premature. Trimester kedua lebih nyaman bagi
ibu untuk melakukan perawatan gigi.
b. Usus
Stetoskop yang hangat untuk memeriksa bising usus lebih nyaman untuk ibu
hamil. Bising usus bisa berkurang karena efek progesterone pada otot polos,
sehingga menyebabkan konstipasi. Peningkatan bising usus terjadi bila menderita
diare.
8. Sistem Urinarius
Pengumpulan urine untuk pemeriksaan dilakukan dengan cara urine tengah. Urine
diperiksa untuk mendeteksi tanda infeksi saluran kemih dan zat yang ada dalam urine
yang menandakan suatu masalah.
1. Protein
Protein seharusnya tidak ada dalam urine. Jika protein ada dalam urine, hal ini
menandakan adanya kontaminasi secret vagina, penyakit ginjal, serta hipertensi
pada kehamilan.
2. Glukosa
Glukosa dalam jumlah yang kecil dalam urine bisa dikatakan normal pada ibu
hamil. Glukosa dalam jumlah yang besar membutuhkan pemeriksaan gula darah.
3. Keton
Keton ditemukan dalam urine setelah melakukan aktivitas yang berat atau
pemasukan cairan dan makanan yang tidak adekuat.
4. Bakteri
Peningkatan bakteri dalam urine berkaita dengan infeksi saluran kemih yang
biasanya terjadi pada ibu hamil.
9. Sistem Reproduksi
a. Ukuran payudara, kesimetrisan, kondisi putting dan pengeluaran kolostrum perlu
dicatat. Adanya benjolan dan tidak simetris pada payudara membutuhkan
pemeriksaan lebih lanjut.
b. Organ reproduksi eksternal
Kulit dan membrane mukosa perineum, vulva dan anus perlu diperiksa dari
eksiorisasi, ulserasi, lesi, varises dan jaringan parut pada perineum.
c. Organ reproduksi internal
1. Serviks berwarna merah muda pada ibu yang tidak hamil dan berwarna merah
kebiruan pada ibu hamil yang disebut tanda Chadwik.
2. Vagian mengalami peningkatan pembuluh darah karena pengaruh esterogen
sehingga tampak makin merah dan kebiru-biruan.
3. Ovarium (indung telur) dengan terjadinya kehamilan, indung telur
mengandung korpus luteum gravidarum akan meneruskan fungsinya sampai
terbentuknya plasenta yang sempurna pada umur kehamilan 16 minggu.
C. Diagnosa Keperawatan
Pre-Operasi

Anda mungkin juga menyukai