Varicella
LAPORAN KASUS
1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien di poli umum puskesmas
kecamatan pulo gadung tanggal 23 November 2018.
a. Keluhan Utama
Bruntus-bruntus yang terasa gatal pada seluruh badan sejak 2 hari yang lalu
b. Keluhan Tambahan
Demam sejak 3 hari
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli umum puskesmas kecamatan pulo gadung dengan keluhan
bruntus-bruntus yang terasa gatal di seluruh tubuh sejak dua hari yang lalu. Awalnya
pasien mengeluhkan demam dan keesokan harinya muncul bruntus terasa gatal di muka
hingga menyebar ke seluruh tubuh. Saat muncul bruntus, menurut pasien demam masih
tinggi. Pasien sebelumnya tidak digigit serangga, atau memiliki peliharaan anjing dan
kucing. Pasien tinggal bersama orang tuanya dirumah dan suami serta kedua anaknya.
Ukuran rumahnya kecil dan lingkungan padat penduduk. Riwayat orang sekitar yang
mengalami keluhan yang sama yaitu anak pertama pasien. Pasien biasanya mandi 2x
dalam sehari, mengganti pakaiannya 2x dalam sehari termasuk pakaian dalam dan
menggunakan handuk sendiri.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Anak pertama pasien mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
f. Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan (-), alergi obat-obatan (-), cuaca dingin dan debu (-)
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran/GCS : Kompos mentis E4V5M6
b. Pemeriksaan Tanda Vital
Nadi : 78x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
Frekuensi Napas : 20x/menit
Suhu : 37,3 C
Berat Badan : 50 kg
Kepala : Normochepali, rambut hitam, distribusi merata,
Telinga : Bentuk normal, NT auricular -/-
Hidung : Septum deviasi -/-, sekret -/-
Leher : KGB preaurikuler -/-, retroaurikuler -/-, nyeri tekan -/-, tiroid
tidak teraba membesar
Thoraks : Rh -/-, Wh -/-, BJ 1 dan 2 normal, murmur -/-, gallop -/-
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan -, nyeri ketok -, timpani, bising usus +
Ekstremitas : akral hangat di keempat ekstremitas, edema -
c. Status Lokalis (Dermatologis)
Distribusi : Generalisata
Ad Regio : Fasial, thorakal anterior, posterior, abdominal anterior dan
posterior, ekstremitas atas dan bawah.
Lesi : multiple, diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran
miliar sampai lentikuler, diameter 0,3-0,7 cm, menimbul dari
permukaan kulit, kering
Efloresensi : vesikel eritematosa
FOTO PASIEN
1.4 RESUME
Pasien datang ke poli umum puskesmas kecamatan pulo gadung dengan keluhan
bruntus-bruntus yang terasa gatal di seluruh tubuh sejak dua hari yang lalu. Awalnya
pasien mengeluhkan demam dan keesokan harinya muncul bruntus terasa gatal di muka
hingga menyebar ke seluruh tubuh. Saat muncul bruntus, menurut pasien demam masih
tinggi. Pasien sebelumnya tidak digigit serangga, atau memiliki peliharaan anjing dan
kucing. Pasien tinggal bersama orang tuanya dirumah dan suami serta kedua anaknya.
Ukuran rumahnya kecil dan lingkungan padat penduduk. Riwayat orang sekitar yang
mengalami keluhan yang sama yaitu anak pertama pasien. Pasien biasanya mandi 2x
dalam sehari, mengganti pakaiannya 2x dalam sehari termasuk pakaian dalam dan
menggunakan handuk sendiri.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan dalam keadaan normal. Pada
pemeriksaan dermatologis didapatkan lesi generalisata pada region fasial, thorakal
anterior dan posterior, abdominal anterior dan posterior, ekstremitas atas dan bawah.
Lesi multiple, diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran miliar sampai
lenticular diameter 0,3-0,7 cm, menimbul dari permukaan kulit, kering. Efloresensi
vesikel eritematosa.
1.7 PENATALAKSANAAN
a. Tatalaksanaan Medis
- Topikal
Salisil talk ditaburkan di luka yang gatal
- Sistemik
Antihistamin : CTM 3x4 mg
Antivirus : Asiklovir 5x800mg selama 5 hari
Antipiretik : Paracetamol 3x500 mg
b. KIE
Menjelaskan bahwa cacar air ialah penyakit menular
Menjelaskan rentang waktu penularan cacar air
Memberikan edukasi agar tetap isirahat di rumah sampai semua luka mengering
karena cacar air ditularkan lewat udara
Jangan menggaruk bagian luka, karena dapat memperparah atau menimbulkan
infeksi
Menjaga kebersihan diri dengan tetap mandi
1.8 PROGNOSIS
a. Ad vitam : Ad bonam
b. Ad fungsionam : Ad bonam
c. Ad sanationam : Ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
VARICELLA
I. PENDAHULUAN
Varicella adalah suatu penyakit infeksi akut primer oleh virus Varicella Zoster yang
menyerang kulit, mukosa dan selaput lendir, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf ditandai oleh adanya vesikel-vesikel, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Sinonimnya adalah cacar air, chicken pox.1 Varicella merupakan penyakit infeksi virus akut dan
cepat menular. Penyakit ini merupakan hasil infeksi primer pada penderita yang rentan.2
Varicella merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Varicella Zoster. Virus
Varicella Zoster merupakan virus DNA yang mirip dengan virus Herpes Simpleks. Pada
hakekatnya varicella memberikan gambaran penyakit yang berat dan peradangan yang lebih jelas
disbanding dengan penyakit herpes simpleks. Virus tersebut dapat pula menyebabkan herpes
zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. 3,4 Varicella pada
umumnya menyerang anak, sedangkan herpes zoster atau shingles merupakan suatu reaktivasi
infeksi endogen pada periode laten VZV umumnya menyerang orang dewasa atau anak yang
menderita defisiensi imun.5
Virus Varicella Zoster dapat menyebabkan 2 jenis, yaitu infeksi primer dan sekunder.
Varicella (chicken pox) merupakan suatu bentuk infeksi primer virus Varicella Zoster yang
pertama kali pada individu yang berkontak langsung dengan virus tersebut sedangkan infeksi
sekunder/rekuren (karena persistensi virus) disebut Herpes Zoster/shingles.3
Virus Varicella Zoster masuk kedalam tubuh dan menyebabkan terjadinya infeksi primer,
setelah ada kontak dengan virus tersebut akan terjadi varicella. Kemudian setelah penderita
varicella (infeksi primer) sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada
manifestasi klinis) pada dasar akar ganglia dan nervus spinalis. Virus tersebut dapat menjadi aktif
kembali dalam tubuh individu dan menyebabkan terjadinya Herpes Zoster.4
II. EPIDEMIOLOGI
Varicella tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua golongan umur,
termasuk neonates (varicella kongenital). Tetapi tersering menyerang terutama anak-anak, tetapi
dapat juga menyerang orang dewasa. Bila terjadi pada orang dewasa, umumnya gejala konstitusi
lebih berat. Transmisi penyakit ini berlangsung secara aerogen. Varicella sangat mudah menular
terutama melalui kontak langsung, droplet atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit ataupun
melalui saluran nafas, dan jarang melalui kontak tidak langsung. Masa penularannya, pasien
dapat menularkan penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi kulit timbul sampai semua lesi timbul
krusta/keropeng, biasanya kurang lebih 6-7 hari dihitung dari timbulnya gejala erupsi di kulit.
Penyakit ini cepat sekali menular pada orang-orang di lingkungan penderita. Seumur hidup
seseorang hanya satu kali menderita varicella. Serangan kedua mungkin berupa penyebaran ke
kulit pada herpes zoster.1,2,4,6
Varicella dapat terjadi di sepanjang tahun. Di Negara Barat, prevalensi kejadian varicella
tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi lebih banyak). Di Indonesia belum
pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit virus menyerang pada musim peralihan. Angka
kejadian di Negara kita belum pernah diteliti, tetapi di Amerika dikatakan kira-kira 3,1-3,5 juta
kasus dilaporkan tiap tahun.4,5
III. ETIOLOGI
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan virus ini memberi
pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan penyakit varicella, sedangkan reaktivasi
menyebabkan herpes zoster. Varicella Zoster Virus (VZV) termasuk kelompok virus herpes
dengan ukuran diameter kira-kira 140–200 nm.1,2,6
Varicella-Zooster virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena kesamaannya
dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes simpleks. Inti virus disebut Capsid, terdiri dari
protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan
membentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta yang disusun dari 162 capsomer dan
sangat infeksius. Genom virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang
merupakan sasaran imunitas dan timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap
hambatan oleh asiklovir dan dihubungkan dengan agen antivirus.7
VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi
klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan varicella, oleh karena
itu varicella dikatakan infeksi akut primer, kemudian setelah penderita varicella tersebut
sembuh, mungkin virus itu tetap ada di akar ganglia dorsal dalam bentuk laten (tanpa ada
manifestasi klinis) dan kemudian VZV diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan Herpes
Zoster.4,5,7
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varicella sehingga
mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru embrio manusia.4
IV. PATOFISIOLOGI
Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes. Virus masuk ke
dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas dan orofaring (percikan ludah,
sputum). Multiplikasi virus di tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit
melalui darah dan limfe (viremia primer). Virus VZV dimusnahkan/ dimakan oleh sel-sel sistem
retikuloendotelial, di sini terjadi replikasi virus lebih banyak lagi (pada masa inkubasi). Selama
masa inkubasi infeksi virus dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh dan respon
yang timbul (imunitas nonspesifik).2,5,9
Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih menonjol atau lebih dominan
dibandingkan imunitas tubuhnya yang belum berkembang, sehingga dalam waktu dua minggu
setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan
panas dan malaise, serta virus menyebar ke seluruh tubuh lewat aliran darah, terutama ke kulit
dan membrane mukosa. Lesi kulit muncul berturut-berturut, yang menunjukkan telah memasuki
siklus viremia, yang pada penderita yang normal dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh imunitas
humoral dan imunitas seluler VZV. Virus beredar di leukosit mononuklear, terutama pada
limfosit. Bahkan pada varicella yang tidak disertai komplikasi, hasil viremia sekunder
menunjukkan adanya subklinis infeksi pada banyak organ selain kulit.2,9
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat berlanjutnya lesi pada
kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV berfungsi protektif terhadap varicella. Pada
orang yang terdeteksi memiliki antibodi serum biasanya tidak selalu menjadi sakit setelah
terkena paparan eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga berkembang selama varicella,
berlangsung selama bertahun-tahun, dan melindungi terhadap terjadinya resiko infeksi yang
berat.9
Reaktivasi pada keadaan tubuh yang lemah sebagian idiopatik tanpa diketahui
penyebabnya, sebagian simptomatik (defisiensi imun melalui penyakit system imun, neoplasia,
supresi imun).3
V. GEJALA KLINIS
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Masa inkubasi dapat lebih
lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah menerima pengobatan
pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi terhadap varicella.1,9
Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan stadium
erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala seperti
demam, malaise, kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau morbiliform. Stadium
erupsi dimulai dengan terjadinya papul merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang berisi
cairan jernih dan mempunyai dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan
cekungan ditengah (unumbilicated).4
Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan
nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam
waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun
(tear drops). Vesikel akan berubah menjadi keruh (pustul) dalam waktu 24 jam dan kemudian
pecah menjadi krusta. Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Sementara
proses ini berlangsung, dalam 3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan gatal. Timbul lagi
vesikel-vesikel yang baru di sekitar vesikula yang lama, sehingga menimbulkan gambaran
polimorfi. Stadium erupsi yang seperti ini disebut sebagai stadium erupsi bergelombang.1,2,4
Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara simultan (terus-
menerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus berkembang. Suatu prospective study
menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar antara 250-500. Pada kasus
sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih berat daripada kasus primer karena
paparan di sekolah, hal ini mungkin disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan lebih
lama sehingga inokulasi virus lebih banyak.5,9
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya demam
sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi pada keadaan yang berat dengan
jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5oC. Demam yang berkepanjangan atau yang kambuh
kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang
paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium vesikuler.9,14
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan kelainan
kongenital, sedangkan infeksi yang timbul beberapa hari menjelang kelahiran dapat
menyebabkan varicella kongenital pada neonatus.1
Karena kemungkinan mendapat varicella pada masa kanak-kanak sangat besar, maka
varicella jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1000 kehamilan). Diperkirakan 17% dari
anak yang dilahirkan wanita yang mendapat varicella ketika hamil akan menderita kelainan
bawaan berupa bekas luka di kulit (cutaneous scars), berat badan lahir rendah, hypoplasia
tungkai, kelumpuhan dan atrofi tungkai, kejang, retardasi mental, korioretinitis, atrofi kortikal,
katarak atau kelainan mata lainnya. Angka kematian tinggi. Bila seorang wanita hamil mendapat
varicella dalam 21 hari sebelum ia melahirkan, maka 25% dari neonatus yang dilahirkan akan
memperlihatkan gejala varicella kongenital pada waktu dilahirkan sampai berumur 5 hari.
Biasanya varicella yang timbul berlangsung ringan dan tidak mengakibatkan kematian.
Sedangkan bila seorang wanita hamil mendapat varicella dalam waktu 4-5 hari sebelum
melahirkan, maka neonatusnya akan memperlihatkan gejala varicella kongenital pada umur 5-10
hari. Disini perjalanan penyakit varicella sering berat dan menyebabkan kematian sebesar 25-
30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun waktu fetus berkontak dengan varicella dan
dialirkannya antibody itu melalui plasenta kepada fetus.4
Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction (PCR) adalah
metode pilihan untuk diagnosis varicella. VZV juga dapat diisolasi dari kultur jaringan,
meskipun kurang sensitif dan membutuhkan beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya. Bahan
yang paling sering digunakan adalah isolasi dari cairan vesikuler. VZV PCR adalah metode
pilihan untuk diagnosis klinis yang cepat. Real-time PCR metode tersedia secara luas dan
merupakan metode yang paling sensitif dan spesifik dari tes yang tersedia. Hasil tersedia dalam
beberapa jam. Jika real-time PCR tidak tersedia, antibodi langsung metode (DFA) neon dapat
digunakan, meskipun kurang sensitif dibanding PCR dan membutuhkan pengambilan spesimen
yang lebih teliti.5,9
Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varicella tersedia secara komersial
termasuk uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked immunosorbent tes (ELISA).
Saat ini tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak cukup sensitif untuk mampu mendeteksi
serokonversi terhadap vaksin, tetapi cukup kuat untuk mendeteksi orang yang memiliki
kerentanan terhadap VZV. ELISA sensitif dan spesifik, sederhana untuk melakukan, dan banyak
tersedia secara komersial. Di samping itu LA juga tersedia secara sensitif, sederhana, dan cepat
untuk dilakukan. LA agak lebih sensitif dibandingkan ELISA komersial, meskipun dapat
menghasilkan hasil yang positif palsu, dan dapat menyebabkan kegagalan untuk
mengidentifikasi orang-orang yang tidak terbukti memiliki imunitas terhadap varicella. Dimana
salah satu dari tes ini akan berguna untuk skrining kekebalan terhadap varicella.5,12
VII. DIAGNOSIS
Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu penampilan dan
perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat terpapar
varicella 2-3 minggu sebelumnya.9
Varicella khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase prodromal ringan atau
bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan gejala konstitusi ringan. Gambaran lesi
bergelombang, polimorfi dengan penyebaran sentrifugal. Sering ditemukan lesi pada membrane
mukosa. Penularannya berlangsung cepat.2
Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan pemeriksaan sediaan
hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak nucleus/inti), pemeriksaan mikroskop
electron cairan vesikel (deteksi virus secara langsung) dan material biopsi (kultur), dan tes
serologik (meningkatnya titer).2,3
IX. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi spesifik terhadap varicella. Pengobatan bersifat simptomatik dengan
antipiretik dan analgesik. Untuk panasnya dapat diberikan asetosal atau antipiretik lain seperti
asetaminofen dan metampiron. Untuk menghilangkan rasa gatal dapat diberikan antihistamin
oral atau sedative. Topikal diberikan bedak yang ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora)
seperti bedak salisilat 1-2% atau lotio kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini
serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika berupa
salep dan oral. Dapat pula diberikan obat-obat antivirus. VZIG (varicella zoster
immunoglobuline) dapat mencegah atau meringankan varicella, diberikan intramuscular dalam 4
hari setelah terpajan. Yang penting pada penyakit virus, umumnya adalah istirahat / tirah baring.
1,2,4
XI. KOMPLIKASI
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi
pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia, glomerulonephritis, karditis, hepatitis,
keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah (beberapa macam purpura).1,2
Pada anak sehat, varicella merupakan penyakit ringan dan jarang disertai komplikasi.
Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun diperkirakan 2/100.000 kasus, namun pada neonates
dapat mencapai hingga 30%. Komplikasi tersering umumnya disebabkan oleh infeksi sekunder
bakterial pada lesi kulit, yang biasanya disebabkan oleh Stafilokokus aureus atau Streptokokus
beta hemolitikus grup A, sehingga terjadi impetigo, furunkel, selulitis, atau erisipelas, tetapi
jarang terjadi gangren. Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan parut, tetapi jarang
terjadi sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya. Vesikel dapat menjadi bula
bila terinfeksi stafilokokus yang menghasilkan toksin eksfoliatif.9,14
Pneumonia varicella hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak, biasanya disebabkan oleh
infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia varicella jarang didapatkan pada anak
dengan system imunologis normal, sedangkan pada anak dengan defisiensi imunologis atau pada
orang dewasa tidak jarang ditemukan.4
Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa jarang terjadi dan responsif terhadap
antibiotik yang tepat. Bagaimanapun juga, superinfeksi bakteri umum dijumpai dan berpotensi
mengancam kehidupan pada pasien dengan leukopenia.9
Pada orang dewasa demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat dan berlangsung
lebih lama, ruam varicella lebih luas, dan komplikasi lebih sering terjadi. Pneumonia varicella
primer merupakan komplikasi tersering pada orang dewasa. Pada beberapa pasien gejalanya
asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat berkembang mengenai sistem pernafasan dimana
gejalanya dapat lebih parah seperti batuk, dyspnea, tachypnea, demam tinggi, nyeri dada
pleuritis, sianosis, dan batuk darah yang biasanya timbul dalam 1-6 hari sesudah timbulnya
ruam.9,14
Varicella pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya. Infeksi yang menyebar luas dan
varicella pneumonia dapat mengakibatkan kematian pada ibu, tetapi baik kejadian maupun
keparahan pneumonia varicella tampaknya meningkat secara signifikan pada kehamilan. Janin
dapat meninggal karena kelahiran prematur atau kematian ibu karena varicella pneumonia berat,
tetapi varicella selama kehamilan, tidak, jika tidak secara subtansial meningkatkan kematian
janin. Namun demikian, pada varicella yang tidak disertai komplikasi, viremia pada ibu dapat
menyebabkan infeksi intrauterin (kongenital), dan dapat menyebabkan abnormalitas kongenital.
Varicella perinatal (varicella yang terjadi dalam waktu 10 hari dari kelahiran) lebih serius
daripada varicella yang terjadi pada bayi yang terinfeksi beberapa minggu kemudian.9,14
Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata meningkat pada pasien dengan
defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-menerus dan menyebar luas
mengakibatkan terjadinya viremia yang berkepanjangan, dimana mengakibatkan ruam yang
semakin luas, jangka waktu yang lebih lama dalam pembentukan vesikel baru, dan penyebaran
visceral klinis yang signifikan. Pada pasien dengan defisiensi imun dan diterapi dengan
kortikosteroid mungkin dapat berkembang menjadi pneumonia, hepatitis, encephalitis, dan
komplikasi berupa perdarahan, dimana derajat keparahan dimulai dari purpura yang ringan
hingga parah dan seringkali mengakibatkan purpura yang fulminan dan varicella malignansi.9,14
Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti ensefalitis, ataksia,
nistagmus, tremor, myelitis transversa akut, kelumpuhan saraf muka, neuromielitis optika atau
penyakit Devic dengan kebutaan sementara, sindroma hipotalamus yang disertai dengan obesitas
dan panas badan yang berulang-ulang. Penderita varicella dengan komplikasi ensefalitis setelah
sembuh dapat meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental dan kelainan tingkah
laku.4
Komplikasi susunan saraf pusat pada varicella terjadi kurang dari 1 diantara 1000 kasus.
Varicella berhungan dengan sindroma Reye (ensepalopati akut disertai degenerasi lemak di liver)
yang khas terjadi 2 hingga 7 hari setelah timbulnya ruam. Dulu, dari 15-40% pada semua kasus
sindroma Reye berhubungan dengan varicella, khususnya pada penderita yang diterapi dengan
aspirin saat demam, dengan mortalitas setinggi 40%. Ataksia serebri akut lebih umum terjadi
daripada kelainan neurologi yang lainnya. Encephalitis lebih jarang lagi terjadi yaitu pada 1
diantara 33.000 kasus, tetapi merupakan penyebab kematian tertinggi atau menyebabkan
kelainan neurologi yang menetap. Patogenesa terjadinya ataksia serebelar dan ensephalitis tetap
jelas, dimana pada banyak kasus ditemukan adanya VZV antigen, VZV antibodi, dan VZV DNA
pada cairan cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan infeksi secara langsung pada
sistem saraf pusat.9
Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis, gastritis dan lesi
ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-Schonlein, neuritis, keratitis, dan
iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi infeksi VZV melalui parenkim
secara langsung dan endovascular, atau vasculitis yang disebabkan oleh VZV antigen-antibodi
kompleks, tampaknya menjadi penyebab pada kebanyakan kasus.9,12
Anak dengan sistem imunologis yang normal jarang mendapat komplikasi tersebut di
atas, sedangtkan anak dengan defisiensi imunologis, anak yang menderita leukemia, anak yang
sedang mendapat pengobatan anti metabolit atau steroid (penderita sindrom nefrotik, demam
reumatik) dan orang dewasa sering mendapat komplikasi tersebut, kadang-kadang varicella pada
penderita tersebut dapat menyebabkan kematian.4
XII. PROGNOSIS
Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi prognosis yang baik
dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.1,2
XIII. KESIMPULAN
Varicella merupakan infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit
dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di
bagian sentral tubuh.
Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan kisaran 10 sampai 21
hari. Biasanya diawali dengan gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise,
dan nyeri kepala, kemudian disusul dengan timbulnya papula eritematosa yang dalam beberapa
jam berubah menjadi vesikel. Dimana vesikel akan berkembang menjadi, pustul, dan kemudian
menjadi krusta.
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke
muka dan ektremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran nafas bagian
atas.
Pada anak-anak jarang memberi komplikasi, sementara pada orang dewasa komplikasi
yang tersering timbul adalah pneumonia. Dan pada pasien yang disertai dengan defisiensi imun
memberikan komplikasi yang lebih berat.
Untuk membantu diagnosa dapat dilakukan percobaan Tzanck yang diambil dari kerokan
dasar vesikel dan didapatkan sel datia yang berinti banyak.
Untuk pengobatan dapat diberikan antivirus, dimana dosis oral yang diberikan pada anak
yaitu 4x20mg/kgBB selama lima hari. Sementara dosis yang diberikan pada orang dewasa 5x800
mg selama tujuh hari. Disamping itu dapat pula diberikan antipiretik, dan analgesik, serta bedak
yang ditambah zat anti gatal untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini, dan mengurangi rasa
gatal.
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksin varicella yang berasal dari galur yang
dilemahkan. Diberikan pada anak umur 12 bulan atau lebih, dan diberikan vaksin ulangan 4-6
tahun kemudian. Sementara pada anak yang berusia 12 tahun dosis ulangan diberikan 4-8
minggu setelah dosis pertama. Pemberian vaksin ini dilakukan secara subkutan dengan dosis 0,5
ml.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi Keenam.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. H.115-116.
2. Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000. H.94-
96.
3. Rassner, Steinert. Penyakit virus varisela-zoster. Dalam: Buku Ajar dan Atlas
Dermatologi; edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. H.44-45.
4. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”). Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2007. P.637-640.
5. White David, Fenner Frank. Varicella-zoster virus. In: Medical Virology; Fourth Edition.
United Kingdom: Academic Press; 1994. P.330-334.
6. Siregar RS. Varisela. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2. Jakarta:
EGC; 2004. H. 88-84.
7. Lichenstein R. 2002 Oct 21. Pediatrics: Chicken vox or varicella. (serial on the internet).
2013 (cited 2013 Jun 16):(about 4p). Available from: http://www.emedicine.com.
8. Anonymous. Varicella zoster virus (VZV). (homepage on the internet). 2013 (cited 2013
Jun 14):(about 8p). Available from: http://www.bio-
rad.com/prd/de/DE/CDG/PDP/LRLEAK15/Varicella-Zoster-Virus-(VZV).
9. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella. In: Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine; seventh edition, vol 1 and 2. 2008. P.1885-1895.
10. Anonymous. Varicella zoster virus infection face pictures. (homepage on the internet).
2013 (cited 2013 Jun 15):(about 9p). Available from:
http://www.emedicinehealth.com/image-gallery/varicella-zoster_viru/images.htm.
11. Anonymous. Varicella zoster virus-chicken pox. (serial on the internet). 2013 (cited 2013
Jun 15):(about 9p). Available from: http://health.howstuff works.com/skin-
care/problems/medical/htm.
12. Anonymous. Varicella. (homepage on the internet). 2013 (cited 2013 Jun 14):(about 8p).
Available from: www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook.
13. Anonymous. 2009. Varicella (chickenpox). (homepage on the internet). 2013 (cited 2013
Jun 17):(about 6p). Available from: http://www.ncirs.edu.au/ immunisation/fact-sheets.