Anda di halaman 1dari 16

JENIS TANAH PADA DAERAH TAPANULI SELATAN

(TAPSEL)

1. ANDISOLS
Tanah yang termasuk ordo Aridisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai
kelembapan tanah arid (sangat kering). Mempunyai epipedon ochrik, kadang-kadang dengan
horison penciri lain. Padanan dengan klasifikasi lama adalah termasuk Desert Soil.

 Pembentukan Tanah
Proses pembentukan tanah yang utama pada andisol adalah proses pelapukan dan
transformasi (perubahan bentuk). Proses pemindahan bahan (translokasi) dan
penimbunan bahan-bahan tersebut di dalam solum sangat sedikit. Akumulasi bahan
organic dan terjadinya kompleks bahan organik dengan Al merupakan sifat khas pada
beberapa Andisol. Pelapukan mineral aliminium silikat primer telah berlanjut hanya
sampai pada pembentukan mineral “short range order” seperti alophan, imogolit, dan
ferihidrit.tingkat pelapukan seperti ini sering dikatakan sebagai tingkat peralihan antara
tanah vulkanik yang belum dilapuk dengan tanah vulkanik yang lebih melapuk.
Walaupun demikian pada keadaan lingkungan tertentu mineral-mineral “short range
order” cukup stabil sehingga tidak atau lambat sekali berubah menjadi mineral lain.

 Karakteristik/Sifat Tanah
Tanah andisol atau yang lebih dikenal dengan istilah andosol rata-rata berwarna
kehitaman. Tekstir dari tanah jenis andisol atau andosol beragam. Tanah ini bisa
berbentuk tanah liat dan tanah lempung yang teksturnya kasar. Zat yang terkandung
didalamnya sebagian besar adalah abu vulkanik dari letusan gunung. Tanah ini banyak
dijumpai di daerah-daerah yang berada dekat gunung berapi.
Tanah andisol mempunyai unsur hara yang cukup tinggi hasil dari abu vulkanik. Tanah
ini sangat subur sehingga tanah jenis ini baik untuk ditanami. Selain unsur hara, tanah
andisol memiliki kandungan zat-zat organic yang berada di lapisan tengah dan atas
sementara pada bagian tanah sangat sedikit unsure hara dan zat organiknya. Selain itu,
tanah ini mampu mengikat air dalam jumlah yang tinggi, kandungan karbonnyapun
sangat tinggi dibandingkan tanah yang lain.

 Pengelolaan Tanah
a. Potensi
Tanah Andisols merupakan tanah yang cukup subur. Di Indonesia, tanah utama yang
banyak dimanfaatkan untuk perkebunan teh dan kopi, untuk tanaman holtikultura.
Tanah andisols ini juga berpotensi untuk tanaman semusim maupun tahunan selain itu
dapat untuk tanaman palawija dan padi ataupun untuk hutan lindung. Hal ini
dikarenakan Andisols merupakan tanah yang mengandung bahan organik cukup
tinggi sehingga tanah tersebut cukup baik dalam penyediaan nitrogen bagi tanaman.
Andisols pada hakikatnya merupakan tanah subur khususnya yang mempunyai
kejenuhan basa agak rendah sampai tinggi, Tanah andisols mempunyai aerasi dan
porositas tinggi sehingga tanaman mudah berpenetrasi ke dalam tanah dan unsur-
unsur hara berupa kation-kation basa dan nitrogen cukup tersedia bagi tanaman.
Andisols pada umumnya tersusun dari bahan-bahan atau partikel lepas sehingga
mempunyai permeabilitas dan aerasi cukup tinggi, ketahanan penetrasinya cukup
rendah maka seharusnya pengolahan tanah untuk budidaya pertanian tidak diperlukan
lagi.

b. Permasalahan
Permasalahan yang paling menonjol pada tanah andisols adalah sifat kemampuan
menyerap dan menyimpan air yang tak pulih kembali seperti semula bila mengalamin
kekeringan. Hal ini disebabkan koloid amorf seperti abu vulkan dan bahan organic
yang mempunyai daya jerap air tinggi jika mengalami kekeringan sampai 15 atmosfir
/ lebih film air yang terikat pada permukaan partikel akan menguap dan akan terjadi
kontak ikatan kimia antar partikel, sehingga tanah mengkerut dan bersifat irreversible,
akibatnya jika sudah mengalami kekeringan sulit untuk dibasahi kembali. Sehingga
apabila mengalami kekeringan rawan terhadap erosi air hujan.
c. Perbaikan
Pengelolaan tanah andisols dilakukan dengan pengapuran dengan dosis yang cukup.
Pada tanah andisols yang berada di daerah lereng banyak dimanfaatkan untuk
menanam tanaman tahunan yang memiliki perakaran kuat untuk mengikat air. Unsur
P di dalam tanah andisols sebenarnya tersedia dalam jumlah yang banyak, tetapi
unsur P tersebut terfiksasi oleh alofan sehingga unsur P tidak dapat diserap oleh akar
tanaman. Untuk mengatasi masalah fiksasi P oleh alofan tersebut dapat dilakukan
dengan pemberian bahan organik segar yang berfungsi untuk menyediakan unsur hara
yang terdefisiensi tersebut bagi mikroorganisme, sehingga bahan-bahan organik akan
terdekomposisi menjadi asam-asam organik seperti asam humat yang akan berikatan
dengan Al bebas pada alofan menggantikan ion P yang terikat sehingga ion P akan
terlepas dan tersedia untuk diserap oleh akar tanaman bebas pada alofan
menggantikan ion P yang terikat sehingga ion P akan terlepas dan tersedia untuk
diserap oleh akar tanaman. Tanah Andisols tersusun dari partikel lepas sehingga tidak
perlu diolah secara berlebihan. Alternatif lain adalah penambahan mikrobia tanah
yaitu mikoriza sehingga ketersediaan P meningkat.Tanah Andisols tersusun dari
partikel lepas sehingga tidak perlu diolah secara berlebihan. Alternatif lain adalah
penambahan mikrobia tanah yaitu mikoriza sehingga ketersediaan P meningkat.

2. ENTISOLS
Entisol merupakan tanah-tanah yang cenderung menjadi tanah asal yang baru. Mereka
dicirikan oleh kenampakan yang kurang muda dan tanpa horison genetik alamiah, atau juga
mereka hanya mempunyai horison-horison permulaan. Pengertian Entisol adalah tanah-tanah
dengan regolit dalam atau bumi tidak dengan horison, kecuali mungkin lapis bajak. Beberapa
Entisol, meskipun begitu mempunyai horison plaggen, agrik atau horizon E (albik); beberapa
mempunyai batuan beku yang keras dekat permukaan Entisol dicirikan oleh bahan mineral
tanah yang belum membentuk horison pedogenik yang nyata.

 Pembentukan Tanah
Proses pembentukan tanah entisol dibagi menjai empat tahapan, antara lain :
Tahap I : Pelapukan dari bauan induk,
Tahap II : Batuan yang lapuk akan menjadi lebih lunak. Kemudian rekahan-rekahan
yang terbentuk pada batuan akan menjadi jalur masuknya air dan sirkulasi
udara. Sehingga, dengan proses-proses yang sama, terjadilah pelapukan
pada lapisan batuan yang lebih dalam.
Tahap III : Lapisan tanah bagian atas mulai muncul tumbuh-tumbuhan perintis. Akar
tumbuhan ini membentuk rekahan pada lapisan-lapisan batuan yang
ditumbuhinya (mulai terjadi pelapukan Biologis). Sehingga rekahan ini
menjadi celah/ jalan untuk masuknya air dan sirkulasi udara.
Tahap IV : Pada tahapan ini lapisan humus dan akumulasi asam organik lainnya
semakin meningkat. Seperti proses yang dijelaskan pada tahap-tahap
sebelumnya, keadaan ini mempercepat terjadinya proses pelapukan yang
terjadi pada lapisan batuan yang lebih dalam lagi.

 Karakteristik/Sifat Tanah
Entisol mempunyai kejenuhan basa yang bervariasi, pH dari asam, netral sampai
alkalin, KTK juga bervariasi baik untuk horison A maupun C, mempunyai nisbah C/N <
20% di mana tanah yang mempunyai tekstur kasar berkadar bahan organik dan nitrogen
lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang bertekstur lebih halus. Hal ini disebabkan
oleh kadar air yang lebih rendah dan kemungkinan oksidasi yang lebih baik dalam tanah
yang bertekstur kasar juga penambahan alamiah dari sisa bahan organik kurang daripada
tanah yang lebih halus. Meskipun tidak ada pencucian hara tanaman dan relatip subur,
untuk mendapatkan hasil tanaman yang tinggi biasanya membutuhkan pupuk N, P dan K
(Munir, 1996).

 Pengelolaan Tanah
a. Potensi
Banyak tanah entisol yang digunakan untuk usaha pertanian, misalkan didasrah
endapan sungai atau daerah rawa-rawa pantai. Tanah entisol berasal dari bahan
alluvium umumnya merupakan tanah subur. Digunakan pula sebagai areal
persawahan. Memelihara tambak perikanan, bandeng, gurame cukup memberikan
produksi.
b. Permasalahan
Pengawasan tata air termasuk perlindungan terhadap banjir, drainase dan irigasi.
Tekstur tanahnya sangat variebel, baik vertical maupun horisontal, jika banyak
mengandung lempung tanahnya sukar diolah dan menghambat drainase. Perbaikan
drainase didaerah rawa-rawa menyebabkan munculnya cat clay yang sangat masam
akibat oksidasi sulfida menjadi sulfat. Tanah yang berasal dari Bengawan Solo dan
sungai berasal dari pegunungan karst (gunung sewu) umumnya kekurangan unsur
phosfor dan Kalium.

c. Perbaikan
Entisol didaerah basah yang mendapatkan bahan alluvium dimanfaatkan secara
intensif oleh masyarakat sebagai kawasan budidaya padi sawah. Intensitas
pengelolaan termasuk tinggi, karena hampir setiap tahun dimanfaatkan untuk
budidaya pertanian dengan pola tanam. Padi-padi atau padi – palawija – bero. Dan
dapat pula digunakan untuk tambak.

3. HISTOSOLS
Tanah yang termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah dengan kandungan bahan
organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30% (untuk tanah
bertekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari
40 cm. Kata Histos berarti jaringan tanaman. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah
termasuk tanah Organik atau Organosol. Ciri-ciri tanah histosols, yaitu:
1. Memiliki epipedon histik, yaitu epipedon yang mengandung bahan organik sedemikian
banyaknya, sehingga tidak mengalami perkembangan profil ke arah terbentuknya
horison-horison yang berbeda.
2. Warna coklat kelam sampai hitam, berkadar air tinggi dan bereaksi asam (pH3-5).

 Pembentukan Tanah
Gambut terbentuk akibat proses dekomposisi bahan-bahan organik tumbuhan yang terjadi
secara anaerob dengan laju akumulasi bahan organik lebih tinggi dibandingkan laju
dekomposisinya. Akumulasi gambut umumnya akan membentuk lahan gambut pada
lingkungan jenuh atau tergenang air, atau pada kondisi yang menyebabkan aktivitas
mikroorganisme terhambat. Vegetasi pembentuk gambut umumnya sangat adaptif pada
lingkungan anaerob atau tergenang, seperti bakau (mangrove), rumput-rumput rawa dan
hutan air tawar. Di daerah pantai dan dataran rendah, akumulasi bahan organik akan
membentuk gambut ombrogen di atas gambut topogen dengan hamparan yang berbentuk
kubah (dome). Gambut ombrogen terbentuk dari vegetasi hutan yang berlangsung selama
ribuan tahun dengan ketebalan hingga puluhan meter. Gambut tersebut terbentuk dari
vegetasi rawa yang sepenuhnya tergantung pada input unsur hara dari air hujan dan
bukan dari tanah mineral di bawah atau dari rembesan air tanah, sehingga tanahnya
menjadi miskin hara dan bersifat masam.

 Karakteristik/Sifat Tanah
Kandungan bahan organic yang tinggi karena tanah berasal dari sisa tanaman mati dalam
keadaan penggenanangan permanent. Berat isi pada (bulk dencity) sangat rendah
sehingga dalam keadaan kering kosentrasinya sangat lepas kadar hara makro tidak
seimbang dengan kadar hara mikro yang sangat rendah. Daya menahan air sangat besar
dan jika mengalami kekeringan, tanah mengalami pengerutan(irreversible shringkage).
Jika dilakukan pembuangan air(drainase) permukaan tanah akan mengalami
penurunan(soil subsidence). Sifat khusus Histosol tergantung pada sifat vegetasi yang
diendapkan di dalam air dan tingkat pembususkan. Di dalam air yang relative dalam,
sisa-sisa ganggang dan tumbuhan air lainnya menimbulkan bahan koloid yang sangat
mengerut bila kering. Sementara danau secara berangsur-angsur penuh, rumput, padi liar,
lili air dan tumbuhan-tumbuhan ini yang sebagian membusuk, berlendir dan bersifat
koloid.

 Pengelolaan Tanah
Di negara-negara bagian sebelah utara, tanah Histosol ini digunakan untuk menghasilkan
bawang, seledri, mint, kentang, kol, kranberi, wortel, dan tanaman umbi lainnya.
Sedangkan di Indonesia sendiri tanah histosol digunakan untuk menghasilkan nenas dan
lidah buaya.
Selama dekade terakhir ini banyak areal lahan gambut yang telah dibukauntuk berbagai
kepentingan, utamanya untuk kegiatan pertanian dan perkebunan. Dalam skala yang lebih
kecil, kegiatan pertanian dilaksanakan melalui program penempatan transmigran di
wilayah lahan gambut, khususnya di Sumatra dan Kalimantan, sementara dalam skala
yang lebih besar, pembukaan lahan gambut ditujukan untuk mengambil tegakan kayu
diatasnya serta untuk keperluan pengembangan perkebunan, terutama Kelapa sawit.
Tidak sedikit kegiatan pembukaan tersebut lebih dilatarbelakangi oleh kepentingan
ekonomi jangka pendek dan mengalahkan pertimbangan lingkungan yang bernuansa
kepentingan jangka panjang untuk lebih banyak masyarakat, sehingga yang kemudian
dihasilkan adalah sejumlah kegagalan dan kerugian bagi negara dan masyarakat, tetapi
mendatangkan keuntungan besar bagi pengembang yang dihasilkan dari ekstraksi tegakan
kayu diatasnya. Tak kurang upaya pemerintah maupun pihak lainnya untuk mengurangi
dampak buruk jangka panjang dari pengembangan di lahan gambut, termasuk yang
terkait dengan isu perubahan lingkungan.
Namun pada saat yang sama, tak kurang pula kebijakan pemerintah yang diiringi dengan
ketidakberdayaan penegakan hukum dan ketidakpedulian masyarakat yang kemudian
memacu kerusakan dalam jangka panjang. Memang tidak selalu mudah untuk membagi
perhatian antara kepentingan ekonomi dan kepentingan lingkungan, terutama pada saat
Indonesia berada dalam kondisi sangat membutuhkan investasi dan penggerak roda
pembangunan, meskipun pada saat yang sama Indonesia telah menyatakan untuk
mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan.

4. INCEPTISOLS
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang
daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan.
Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga
kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah
termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol, Gleihumus, dll.
 Pembentukan Tanah
Tidak ada proses pedogenik yang dominan kecuali leaching, meskipun mungkin semua
proses pedogenetik adalah aktif. Di lembah-lembah yang selalu tergenang air terjadi
proses gleisasi sehingga terbentuk tanah dengan khroma rendah. Di tempat dengan bahan
induk resisten, proses pembentukan liat terhambat. Bahan induk pasir kuarsa
memungkinkan pembentukan hodison spodik melalui proses podsolisasi.

 Karakteristik/Sifat Tanah
Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat – sifat tersedianya air untuk
tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut – turut dalam musim –
musim kemarau, satu atau lebih horison pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan selain
karbonat atau silikat amorf, tekstur lebih halus dari pasir geluhan dengan beberapa
mineral lapuk dan kemampuan manahan kation fraksi lempung ke dalam tanah tidak
dapat di ukur. Kisaran kadar C organik dan Kpk dalam tanah inceptisol sangat lebar dan
demikian juga kejenuhan basa. Inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tempat
kecuali daerah kering mulai dari kutup sampai tropika. (Darmawijaya, 1990)

 PengelolaanTanah
a. Potensi
Pada dasarnya tanah ini dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian, yaitu melalui teras
siring atau dengan budidaya tanaman tahunan yang lebih kuat dalam mengikat tanah.
Tanaman pertanian dapat disisipkan dalam sela-sela tanaman tahunan. Potensi lain
adalah dengan memanfaatkan lahan ini untuk usaha penghijauan.

b. Permasalahan
Karena tanah alfisols termasuk tanah yang masih muda dan perkembangan tanah
belum lama, sehingga kandungan bahan organik dan unsur hara dalam tanah kurang
tersedia, maka solumnya dangkal (10-15 cm) dari permukaan dan di bawahnya
merupakan lapisan batuan. Rendahnya kedalaman solum menyebabkan
perkembangan akar terhambat sehingga tanaman kurang baik pertumbuhannya.
Topografi daerah yang miring menyebabkan rawan terhadap erosi dan tanah aluvial
ini kemampuan untuk mengikat air cukup rendah, sehingga saat kemarau terlihat
kering atau tandus.

c. Perbaikan
Dalam mengatasi erosi dilakukan dengan penanaman tanaman tahunan atau tanaman
hutan (agroforestri). Juga dapat dilakukan dengan pembuatan teras siring atau usaha
konservasi lain sehingga bahaya erosi dapat ditekan. Dengan penambahan sisa
organik dapat meningkatkan kelengasan tanah karena sisa organik yang
terdekomposisi menjadi bahan organik mempunyai kemampuan menyerap air yang
tinggi dan dapat menahan laju erosi tanah karena air terserap oleh bahan organik.
Penambahan sisa organik juga dapat mempercepat pelapukan bahan mineral dalam
komplek atau komplek pertukaran karena penambahan bahan organik sepereti
pemberian pupuk kandang atau pupuk hijau dapat menambah keanekaragaman
mikroorganisme.
Sistem PPT mengklasifikasikan tanah ini dalam golongan tanah tanpa perkembangan
profil, dan masuk dalam kumpulan tanah horison C-organik. Karena mempunyai litik
atau faktor pembatas batuan, maka masuk dalam jenis tanah Lithosol. Lithosol ini
merupakan Lithosol yang lain sehingga masuk dalam macam tanah Lithosol eutrik.

5. MOLLISOLS
Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon lebih dari 18
cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa
lebih dari 50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak keras bila kering. Kata Mollisol
berasal dari kata Mollis yang berarti lunak. Padanan dengan sistem kalsifikasi lama adalah
termasuk tanah Chernozem, Brunize4m, Rendzina, dll.

 Pembentukan Tanah
Proses pembentukan tanah yang terpenting adalah melanisasi yaitu proses pembentukan
tanah berwarna gelap karena penambahan bahan organic. Proses ini sebarnya merupakan
kumpulan beberapa proses yaitu:
1) Prolifirasi akar-akar rumput, yaitu penyebaran akar-akar ke dalam profil tanah.
2) Pelapukan bahan organic di dalam tanah membentuk senyawa-senyawa yang stabil
dan berwarna gelap (polisakharida dan liat).
3) Pencampuran bahan organic dan bahan mineral tanah keaena kegiatan organism
seperti cacing, semut rodent dan lain-lain sehingga terbentuk kompleks mineral
organic yang berwarna kelam, krotovinas atau gundukan-gundukan (mound).
4) Eluviasi dan iluviasi koloid organic dan beberapa koloid mineral melalui ringga-
rongga tanah sehingga terdapat selaput bahan organic yang berwarne hitam di
sekeliling struktur tanah.
5) Pembentukan senyawa lingo protein yang resisten sehingga warna tanah menjadi
hitam meskipun telah lama diusahakan untuk pertanian.

 Karakteristik/Sifat Tanah
Mollisol adalah tanah dengan epipedon mollik. Walaupun demikian tidak semua tanah
yang mempunyai epipedon mollik diklasifikasikan sebagai Mollisol. Misalnya pada tanah
Vertisol juga dapat ditemukan epipedon mollik tetapi mempunyai sifat yang plastis
dengan mengembang mengkerut, sehingga sifat mollik menjadi kurang nyata. Epipedon
mollik juga dapat ditemukan pada Inceptisol, tetapi gelas vulkanik dan horizon kambik
yang masam lebih banyak pengaruhnya terhadap profil tanah dari pada epipedon mollik.
Demikian pula tanah yang memiliki epipedon yang memenuhi syarat sebagai epipedon
mollik tetapi terbentuk sebagai akibat pengapuran, tidak dapat diklasifikasikan sebagai
Mollisol. Mollisol dapat mempunyai hodison albik, agrilik, kalsik dan nartik.
Mollisol banyak ditemukan di daerah Amerika bagian Utara Tengah, dan Eropa bagian
Tenggara (rusia, Hongaria, Bulgaria, Rumania). Di Indonesia Mollisol ditemukan
umumnya di daerah berbukit kapur. Tanah ini terbentuk di bawah vegetasi rumput baik
tumput rendah,s edang atau tinggi. Penambahan bahan organic ketanah sekitar 100-500
kg/ha tanah. Penyebaran daerah padang rumput (prairi) banayak dipengaruhi iklim. Curah
hujan sekarang antara 300-1000 mm/tahun.
 Pengelolaan Tanah
a. Potensi
Tanah mollisols banyak diusahakan tanaman palawija, sayuran, tanaman semusim
dan beberapa tanaman tahunan. Tanah ini dikatakan subur karena mengandung bahan
organic, kejenuhan basa yang tinggi, tapi intensitas pengelolaannya masih rendah.
Karena tanah ini terbentuk didaerah dengan curah hujan rendah dan iklim kering
sehingga untuk tanaman semusim dilaksanakan pada musim hujan saja. Pada daerah
dengan pengairan baik tanah ini dapat diusahakan sepanjang tahun.

b. Permasalahan
Di Indonesia, mollisols umumnya ditemukan didaerah bukit kapur (sub ordo
Rendoll), sehingga karena tanah bersolum dangkal penggunaannya cukup terbatas.
Tanah ini terbentuk didaerah semi arid dan sub humid dan sangat kaya dengan bahan
organic. Karena sifat tanah organic, jika terlalu kering tidak dapat lagi menyerap air
sehingga jika ada hujan bahan organic ini akan terbawa oleh air aliran permukaan
sehingga terjadilah erosi permukaan. Tanah ini mudah mengalami kekeringan karena
perkolasi yang cepat, tanah ini hampir tidak berguna bagi pertanian, karena jeluk
perakarannya terbatas dan banyak batu-batuan.

c. Perbaikan
Banyak tanah mollisols yang bersolum dangkal, maka diperlukan tindakan konservasi
dengan menanam tanaman yang mempunyai perakaran dangkal tetapi tumbuh
permanen seperti padang rumput. Bila ingin dijadikan lahan tanaman pangan, dapat
ditanami padi, palawija dan sayur-sayuran, dapat ditanam sepanjang tahun asalkan
pengairannya dapat diatasi. Sangat baik ditanami secara mixcropping, karena dengan
cara ini kontinyuitas penggunaan lahan yang miring dan mempunyai solum agak
dalam dapat pula ditanami tanaman tahunan.

6. Oxisols
Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral mudah lapuk
tinggal sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation (KTK)
rendah, yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi atau
oksida Al. Berdasarkan pengamatan di lapang, tanah ini menunjukkan batas-batas horison
yang tidak jelas. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol
(Latosol Merah & Latosol Merah Kuning), Lateritik, atau Podzolik Merah Kuning.

 Pembentukan Tanah
Tanah oxsisol atau tanah latosol merah atau dapat juga dikenal dengan tanah Ferrasols.
Tanah ini termask tanah tua yang telah mengalamu proses pelapukan lebih lanjut yaitu
dicirikan dengan adanya horison oksik yang tebal. Pelapukan intensif dalam waktu yang
sangat panjang mengakibatkan pelindian basa dan silica, pelonggokan nisbi sesquioksida
(oksida besi dan aluminium) dan pembentukan lempung kaolinit (lempung berkisi 1:1).
Proses pembentukan tanah yang utama pada oxisols adalah proses desilikasi dan
konsentrasi besi bebas dan kadang-kadang gibsit yang kemudian mempengaruhi jenis
mineral dominan pada tanah mineral mudah lapuk termasuk adalah terjadinya
dekomposisi hampir seluruh mineral mudah lapuk termasuk mineral liat 2:1, kecuali
mineral liat peralihan 2:1 – 2:2.

 Pengelolaan Tanah
a. Potensi
Jika dilihat dari kesuburan alami, tanah Oxisol yang telah mengalami pelapukan
lanjut di daerah kering, biasanya tidak digunakan dalam pengelolaan tanah untuk
pertanian jika tanah-tanah dari ordo lain masih tersedia dalam memenuhi kebutuhan
pangan. Meskipun secara kesuburan alaminya rendah, Oxisol merupakan cadangan
tanah yang banyak jumlahnya dan masih dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan pangan manusia. Pemanfaatan Oxisol diantaranya untuk perladangan
pertanian sub sistem, penggembalaan dengan intensitas rendah dan perkebunan yang
intensif seperti perkebunan tebu, nanas, pisang, kopi serta beberapa Oxisol pada
daerah basah.
b. Permasalahan
Tanah jenis oxisols merupakan salah satu jenis tanah yang penting dalam bidang
pertanian, tetapi keadaan kimiawinya sangat miskin, bukan saja karena kapasitas
pertukaran kation yang rendah melainkan juga karena kahat basa Ca, Mg, K, kuat
menyemat P dan persentase Al tertukarkan tinggi. Oleh karena itu, tanah ini
memerlukan pemupukan dan sering pula membutuhkan gamping dan beberapa unsir
lain seperti Zn dan S.

c. Perbaikan
Dalam pengelolaan tanah Oxisol adalah halus memperhatikan sejauh mana faktor-
faktor tersebut mempengaruhi tanah tersebut. Untuk tanah Oxisol di lokasi proses
pedogenesisnya adanya proses desilikasi sebagai akibat kondisi iklim Tuntang ini,
seperti yang telah dipaparkan di atas terlihat bahwa dengan kemiringan 2 % dan
tingkatan erosi ringan, namun proses desilikasi yang berpengaruh besar yng berakibat
pencucian mineral-mineral khususnya silika dan pembentukan plinthite sehingga
unsur hara alami yang ada secara berangsur-angsur ikut tercuci. Untuk itu dalam
pengelolaannya untuk perkebunan atau tegalan yaitu :
1. Agar erosi tetap dalam kategori ringan adalah permukaan tanah tertutup oleh
penutup tanah, seperti apa yang ada di lokasi Tuntang vegetasi yang sudah ada
seperti jati, mahoni, kelapa, dan durian sudah cukup baik untuk menjaga kondisi
permukaan tanah.
2. Sedangkan untuk perkebunan dan tegalan, dikarenakan kandungan unsur hara
alami pada umumnya tanah Oxisol adalah rendah maka perlu diperhatikan
pemasukan unsur hara dari luar. Hal itu sangat penting untuk peningkatan unsur
hara yang ada di dalam tanah.

Secara umum pengelolaan tanah di Tuntang sudah cukup baik hanya perlu
peningkatan vegetasi yang ada semisal jika untuk perkebunan yang intensif adalah
dengan tanaman tebu, nenas, pisang dan kopi. Dan juga penanaman tanaman keras
seperti jati dan mahoni bisa dikatakan tepat sebab tanaman seperti itu mempunyai
sistem perakaran yang baik dalam serta mempunyai siklus BO yang baik.
7. ULTISOLS
Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat
di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan
tanah kurang dari 35%. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah
Podzolik Merah Kuning, Latosol, dan Hidromorf Kelabu.

 Pembentukan Tanah
Proses pembentukan tanah Ultisol meliputi beberapa proses sebagai berikut :
1. Pencucuian yang ekstensif terhadap basa-basa merupakan prasyarat. Pencucian
berjalan sangat lanjut sehingga tanah bereaksi masam, dan kejenuhan basa rendah
sampai di lapisan bawah tanah (1,8 m dari permukaan).
2. Karena suhu yang cukup panas (lebih dari 8˚C) dan pencucian yang kuat dalam waktu
yang cukup lama, akibatnya adalah terjadi pelapukan yang kuat terhadap mineral
mudah lapuk, dan terjadi pembentukan mineral liat sekunder dan oksida-oksida.
Mineral liat yang terbentuk biasanya didominasi oleh kaolinit, dan gibsit.
3. Lessivage (pencucian liat), menghasilkan horison albik dilapisan atas (eluviasi), dan
horison argilik dilapisan bawah (iluviasi). Sebagian liat di horison argilik merupakan
hasil pembentukan setempat (in situ) dari bahan induk.Di daerah tropika horison E
mempunyai tekstur lebih halus mengandung bahan organik dan besi lebih tinggi
daripada di daerah iklim sedang. Bersamaan dengan proses lessivage tersebut terjadi
pula proses podsolisasi dimana sekuioksida (terutama besi) dipindahkan dari horison
albik ke horison argilik.
4. Biocycling, meskipun terjadi pencucian intensif tetapi jumlah basa-basa di permukaan
tanah cukup tinggi dan menurun dengan kedalaman. Hal ini disebabkan karena
proses Biocycling basa-basa tersebut oleh vegetasi yang ada di situ.
5. Pembentukan plinthite dan fragipan. Plinthite dan fragipan bukan sifat yang
menentukan tetapi sering ditemukan pada Ultisol. Biasanya ditemukan pada subsoil
di daerah tua. Plinthite : Terlihat sebagai karatan berwarna merah terang. Karatan ini
terbentuk karena proses reduksi dan oksidasi berganti-ganti. Kalau muncul di
permukaan menjadi keras irreversibie dan disebut laterit. Karatan merah yang tidak
mengeras kalau kering berlebihan bukanlah plithit.
Plinthite ditemukan mulai kedalaman yang dipengaruhi oleh fluktuasi air tanah.
Hanya plinthite yang dapat menghambat drainase yang dalam Taksonomi Tanah
(yaitu mengandung 10-15 persen volume atau lebih plinthite = Plinthaquult).
Fragipan : Pada Ultisol drainase buruk, seperti halnya plinthite, fragipan menghambat
gerakan air dalam tanah. Proses pembentukan fragipan masih belum jelas.
6. Perubahan horison umbrik menjadi mollik. Ultisol dengan epipedon umbrik
(Umbraquult) dapat berubah menjadi epidedon mollik akibat pengapuran. Walaupun
demikian klasifikasi tanah tidak berubah selama lapisan-lapisan yang lebih dalam
mempunyai kejenuhan basa rendah. Control Sectiori untuk kejenuhan basa ditetapkan
pada kedalaman 1,25 m dari permukaan horison argilik atau 1,80 m dari permukaan
tanah (kejenuhan basa kurang dari 35%). Hal ini disebabkan untuk menunjukan
adanya pencucian yang intensif dan agar klasifikasi tanah tidak berubah akibat
pengelolaan tanah.

 Karakteristik/Sifat Tanah
Tanah Ultisol memiliki kemasaman kurang dari 5,5 sesuai dengan sifat kimia, komponen
kimia tanah yang berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya pada
kesuburan tanah. Nilai pH yang mendekati minimun dapat ditemui sampai pada
kedalaman beberapa cm dari dari batuan yang utuh (belum melapuk). Tanah-tanah ini
kurang lapuk atau pada daerah-daerah yang kaya akan basa-basa dari air tanah pH
meningkat pada dan di bagian lebih bawah solum (Hakim,dkk. 1986).

 Pengelolaan Tanah
Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya
bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial, asalkan dilakukan pengelolaan yang
memperhatikan kendala (constrain) yang ada pada Ultisol ternyata dapat merupakan
lahan potensial apabila iklimnya mendukung. Tanah Ultisol memiliki tingkat kemasaman
sekitar 5,5 (Munir, 1996).
Untuk meningkatkan produktivitas Ultisol, dapat dilakukan melalui pemberian kapur,
pemupukan, penambahan bahan organik, penanaman tanah adaptif, penerapan tekhnik
budidaya tanaman lorong (atau tumpang sari), terasering, drainase dan pengolahan tanah
yang seminim mungkin. Pengapuran yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sifat fisik
tanah, sifat kimia dan kegiatan jasad renik tanah. Pengapuran pada Ultisol di daerah
beriklim humid basah seperti di Indonesia tidak perlu mencapai pH tanah 6,5 (netral),
tetapi sampai pada pH 5,5 sudah dianggap baik sebab yang terpenting adalah bagaimana
meniadakan pengaruh meracun dari aluminium dan penyediaan hara kalsium bagi
pertumbuhan tanaman (Hakim,dkk, 1986).

SUMBER:
http://semangatgeos.blogspot.com/2011/11/tanah-ultisol.html

http://diyanapermata.com/pertanian-materi-tanah-dan-pupuk/

http://www.irwantoshut.net/klasifikasi_jenis_tanah.html

http://hu3cda.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai