ABSTRAK
Air limbah rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potensial. Oleh karena itu
air limbah tersebut perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran umum. Masalah yang sering muncul dalam hal
pengelolaan limbah rumah sakit adalah terbatasnya dana yang ada untuk membangun fasilitas pengolahan limbah serta
operasinya, khususnya untuk rumah sakit tipe kecil dan menengah. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan
teknologi pengolahan air limbah rumah sakit yang murah, mudah operasinya serta harganya terjangkau, khususnya untuk
rumah sakit dengan kapasitas kecil sampai sedang. Selain itu perlu menyebar-luaskan informasi teknologi khususnya untuk
pengolahan air limbah rumah sakit, sehingga dalam memilih teknologi pihak pengelola rumah sakit mendapatkan hasil yang
optimal.
Makalah ini membahas tentang beberapa teknologi pengolahan air limbah secara biologis yang sesuai untuk pengolahan
air limbah rumah sakit. Di dalam pemilihan teknologi pengolahan air limbah tersebut beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain yakni jumlah air limbah yang akan diolah, kualitas air limbah dan kualitas air olahan yang diharapkan, kemudahan
dalam hal pengelolaan dan perawatan, ketersediaan lahan dan sumber energi, serta ketersediaan dana yang ada. Salah satu
cara pengolahan air limbah rumah sakit yang murah, sederhana dan hemat energi adalah proses pengolahan dengan sistem
biofilter anaerob-aerob. Dengan sistem kombinasi biofilter "Anaerob-Aerob" diperoleh hasil air olahan yang cukup baik, serta
proses pengolahannya sangat stabil walaupun konsentrasi maupun debit air limbah berfluktuasi
I. PENDAHULUAN
Rumah sakit adalah merupakan fasilitas sosial yang tak mungkin dapat dipisahkan dengan masyarakat, dan
keberadaannya sangat diharapkan oleh masyarakat, karena sebagai manusia atau masyarakat tentu menginginkan agar
keseahatan tetap terjaga. Oleh karena itu rumah sakit mempunyai kaitan yang erat dengan keberadaan kumpulan manusia
atau masyarakat tersebut. Di masa lalu, suatu rumah sakit dibangun di suatu wilayah yang jaraknya cukup jauh dari dareah
pemukiman, dan biasanya dekat dengan sungai dengan pertimbangan agar pengelolaan limbah baik padat maupun cair tidak
berdampak negatip terhadap penduduk, atau bila ada dampak negatip maka dampak tersebut dapat diperkecil.
Sejalan dengan perkembangan penduduk yang sangat pesat, lokasi rumah sakit yang dulunya jauh dari daerah
pemukiman penduduk tersebut sekarang umumnya telah berubah dan berada di tengah pemukiman penduduk yang cukup
padat, sehingga masalah pencemaran akibat limbah rumah sakit baik limbah padat atau limbah cair sering menjadi pencetus
konflik antara pihak rumah sakit dengan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Dengan pertimbangan alasan tersebut, maka rumah sakit yang dibangun setelah tahun 1980 an telah diwajibkan
menyediakan sarana limbah padat maupun limbah cair. Namun dengan semakin mahalnya harga tanah, serta besarnya
tuntutan masyarakat akan kebutuhan peningkatan sarana penunjang pelayanan kesehatan yang baik, dan di lain pihak
peraturan pemerintah tentang pelestarian lingkungan juga semakin ketat, maka pihak rumah sakit umumnya menempatkan
sarana pengolah limbah pada skala prioritas yang rendah. Akibatnya, sering terjadi benturan perbedaan kepentingan antar
pihak rumah sakit dengan masyarakat atau pemerintah. Dengan adanya kebijakan legal yang mengharuskan pihak rumah sakit
agar menyediakan fasilitas pengolahan limbah yang dihasilkan, mengakibatkan biaya investasi maupun biaya operasional
menjadi lebih besar.
Air limbah yang berasal dari limbah rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran air yang sangat potensial.
Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung senyawa organik yang cukup tinggi juga kemungkinan
mengandung senyawa-senyawa kimia lain serta mikro-organisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit terhadap
masyarakat di sekitarnya. Oleh karena potensi dampak air limbah rumah sakit terhadap kesehatan masyarakat sangat besar,
maka setiap rumah sakit diharuskan mengolah air limbahnya sampai memenuhi persyaratan standar yang berlaku.
Dengan adanya peraturan yang mengharuskan bahwa setiap rumah sakit harus mengolah air limbah sampai standar
yang diijinkan, maka kebutuhan akan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit khususnya yang murah dan hasilnya baik
perlu dikembangkan. Hal ini mengingat bahwa kendala yang paling banyak dijumpai yakni teknologi yang ada saat ini masih
cukup mahal, sedangkan di lain pihak dana yang tersedia untuk membangun unit alat pengolah air limbah tersebut sangat
terbatas sekali. Untuk rumah sakit dengan kapasitas yang besar umumnya dapat membangun unit alat pengolah air limbahnya
sendiri karena mereka mempunyai dana yang cukup. Tetapi untuk rumah sakit tipe kecil sampai dengan tipe sedang umumnya
sampai saat ini masih membuang air limbahnya ke saluran umum tanpa pengolahan sama sekali.
Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit yang murah,
mudah operasinya serta harganya terjangkau, khususnya untuk rumah sakit dengan kapasitas kecil sampai sedang. Untuk
mencapai tujuan tersebut, terdapat kedala yang cukup besar yakni kurangnya tersedianya teknologi pengolahan yang baik dan
harganya murah. Masalah ini menjadi kendala yang cukup besar terutama untuk rumah sakit kecil, yang mana pihak rumah
sakit tidak/belum mampu untuk membangun unit alat pengilahan air limbah sendiri, sehingga sampai saat ini masih banyak
sekali rumah sakit yang membuang air limbahnya ke saluran umum.
Untuk pengolahan air limbah rumah sakit dengan kapasitas yang besar, umumnya menggunakan teknlogi pengolahan
air limbah "Lumpur Aktif" atau Activated Sludge Process, tetapi untuk kapasitas kecil cara tersebut kurang ekonmis karena
biaya operasinya cukup besar. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu menyebarluaskan informasi teknologi khususya teknologi
pengolahan air limbah rumah sakit berserta aspek pemilihan teknologi serta keunggulan dan kekurangannya. Dengan adanya
informasi yang jelas, maka pihak pengelola rumah sakit dapat memilih teknologi pengolahan limbah yang sesuai dengan kodisi
maupun jumlah air limbah yang akan diolah, yang layak secara teknis, ekonomis dan memenuhi standar lingkungan.
Tujuan kegiatan ini yakni mengkaji dan mengembangkan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit, khususnya
untuk rumah sakit tipe kecil yang sesuai dengan kondisi di Indonesia misalnya dengan proses Biofilter Anaerob dan Aerob. Unit
alat pengolah air limbah tersebut dapat di dalam bentuk paket sehingga pembangunan atau operasinya murah dan sederhana.
Selain itu alat ini dirancang sedemikian rupa hingga hemat energi.
Sasaran dari kegiatan ini adalah membangun prototipe unit pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem biofilter
Anaerob dan Aerob, dengan kapasitas pengolahan 10 - 15 M3/hari, serta mengkaji karakteristik serta efisiensi pengolahan
terhadap beberapa parameter kualitas air limbah.
1.3. Manfaat
Teknologi pengolahan air limbah dengan sistem biofilter anaerob-aerob sangat cocok digunakan untuk mengolah air
limbah dengan skala kecil sampai skala besar, tahan terhadap perubahan beban hidrolik maupun beban organik, dan biaya
opersinya sangat murah.
Survai ini dilakukan untuk mengetahui keadaan di lapangan mengenai jumlah dan kualitas air limbah, serta kondisi
jaringan air limbah dan ketersediaan lahan.
Penentuan Lokasi
Lokasi prototipe unit alat pengolah air limbah dipasang di rumah sakit terpilih, dan harus ditentukan sedemikian rupa
agar didapatkan hasil yang memuaskan, baik ditinjau dari segi teknis maupun estetika. Sedapat mungkin lokasi ditentukan
agar aliran air dapat berjalan secara gravitasi untuk penghematan energi.
Bahan dan peralatan yang diperlukan untuk pembangunan unit pengolahan air limbah diharapkan dapat dengan mudah
didapat di pasaran, sehingga dapat memberikan kemudahan dalam pengerjaan pembangunan dan biaya konstruksi dapat
ditekan serendah mungkin.
Disain unit alat pengolah air limbah dirancang berdasarkan jumlah dan kualitas air limbah, serta sesuai dengan
ketersediaan lahan yang ada. Prototipe alat pengolah air limbah rumah sakit tersebut akan dirancang dalam bentuk yang
kompak agar pemasangan/pembangunan serta operasinya mudah, serta diusahakan menggunakan energi sekecil mungkin.
Setelah prototipe alat pengolah air limbah rumah sakit selesai dibangun, dilakukan pengujian karakteristik alat dan
pengujian efisiensi pengolahan terhadap beberapa parameter proses misalnya beban pengolahan, waktu tinggal, aerasi dll.
Di dalam pengelolaan air limbah rumah sakit, maka yang perlu diperhatikan adalah sistem saluran pembuangan air.
Saluran air limbah dan saluran air hujan harus dibuat secara terpisah. Air limbah rumah sakit baik yang berasal dari buangan
kamar mandi, air bekas ccucian, air buangan dapur serta air limbah klinis dikumpulkan ke bak kontrol dengan saluran atau pipa
tertutup, selanjutnya dialirkan ke unit pengolahan air limbah. Setelah dilakukan pengolahan, air hasil olahannya dibuang ke
saluran umum. Untuk air hujan dapat langsung dibuang kesaluran umum melalui saluran terbuka.
Dari hasil analisa kimia terhadap berberapa contoh air limbah rumah sakit yang ada di DKI Jakarta menunjukkan bahwa
konsentrasi senywa pencemar sangat bervariasi misalnya, BOD 31,52 - 675,33 mg/l, ammoniak 10,79 - 158,73 mg/l, deterjen
(MBAS) 1,66 - 9,79 mg/l. Hal ini mungkin disebabkan karena sumber air limbah juga bervarisi sehingga faktor waktu dan
metoda pengambilan contoh sangat mempengaruhi besarnya konsentarsi. Secara lengkap karakteristik air limbah rumah sakit
dapat dilihat pada tabel 1. Dari tabel tesebut terlihat bahwa air limbah rumah sakit jika tidak diolah sangat berpotensi untuk
mencemari lingkungan. Selain pencemaran secara kimiawi, air limbah rumah sakit juga berpotensi untuk memcemari
lingkungan secara bakteriologis.
Tabel 1 : Karakteristik air limbah rumah rumah sakit di daerah DKI Jakarta.
Untuk mengolah air yang mengandung senyawa organik umumnya menggunakan teknologi pengolahan air limbah
secara biologis atau gabungan antara proses biologis dengan proses kimia-fisika. Proses secara biologis tersebut dapat
dilakukan pada kondisi aerobik (dengan udara), kondisi anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi anaerobik dan aerobik.
Proses biologis aeorobik biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang tidak terlalu besar,
sedangkan proses biologis anaerobik digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi. Dalam
makalah ini uraian dititik beratkan pada proses pengolahan air limbah secara aerobik.
Pengolahan air limbah secara biologis aerobik secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yakni proses biologis dengan
biakan tersuspensi (suspended culture), proses biologis dengan biakan melekat (attached culture) dan proses pengolahan
dengan sistem lagoon atau kolam. Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan menggunakan
aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikro-organime yang digunakan
dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses
lumpur aktif standar/konvesional (standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation
ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainya.
Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah dimana mikro-organisme yang digunakan
dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Beberapa contoh teknologi
pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain : trickling filter atau biofilter, rotating biological contactor (RBC), contact
aeration/oxidation (aerasi kontak) dan lainnnya. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam adalah
dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas
mikro-organisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai.
Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukam
proses aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi
(stabilization pond). Proses dengan sistem lagoon tersebut kadang-kadang dikategorikan sebagai proses biologis dengan biakan
tersuspensi.
Secara garis besar klasifikasi proses pengolahan air limbah secara aerobik dapat dilihat seperti pada gambar 2,
sedangkan karakteristik pengolahan, parameter perencanaan serta efisiensi pengolahan untuk tiap tiap jenis proses dapat
dilihat pada tabel 2, dan tabel 3. Untuk memilih jenis teknologi atau proses yang akan digunakan untuk pengolahan air limbah,
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : karakteristik air limbah, jumlah limbah serta standar kualitas air olahan yang
diharapkan.
Teknologi proses pengolagan air limbah yang digunakan untuk mengolah air limbah rumah sakit pada dasarnya hampir
sama dengan teknologi proses pengolahan untuk air limbah yang mengandung polutan organik lainnya. Pemilihan jenis proses
yang digunakan harus memperhatikan bebrapa faktor antara lain yakni kualitas limbah dan kualitas air hasil olahan yang
diharapkan, jumlah air limbah, lahan yang tersedia dan yang tak kalah penting yakni sumber energi yang tersedia.
Berapa teknologi proses pengolahan air limbah rumah sakit yang sering digunakan yakni antara lain: proses lumpur
aktif (activated sludge process), reaktor putar biologis (rotating biological contactor, RBC), proses aerasi kontak (contact
aeration process), proses pengolahan dengan biofilter "Up Flow", serta proses pengolahan dengan sistem "biofilter anaerob-
aerob".
Tabel 2 : Karakterisiti operasional proses pengolahan air limbah dengan proses biologis.
EFISIENSI
PENGHILANGAN
JENIS PROSES BOD KETERANGAN
(%)
Tabel 3 : Parameter Perencanaan Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biologis Aerobik.
Beban BOD Efisiensi
Jenis Proses MLSS Penghilangan
BOD BOD (Mg/Lt) QA/Q T (Jam) BOD (%)
kg/kgSS.D Kg/M3.D
Lumpur Aktif Standar 0,2 - 0,4 0,3 - 0,8 1500 - 2000 3 -7 6-8 85 - 95
Step Aeration 0,2 - 0,4 0,4 - 1,4 1000 - 1500 3-7 4-6 85 - 95
PPROSES Modified Aeration 1,5 - 3,0 0,6 - 2,4 400 - 800 2 - 2,5 1,5 - 30 60 - 75
BIOMASA Contact Stabilization 0,2 0,8 - 1,4 2000 - 8000 > 12 >5 80 - 90
TERSUSPENSI High Rate Aeration 0,2 - 0,4 0,6 - 2,4 3000 - 6000 5-8 2-3 75 - 90
Pure Oxygen Process 0,3 - 0,4 1,0 - 2,0 3000 - 4000 - 1-3 85 - 95
Biofilter Unaerobic - - - - - 65 - 85
CATATAN : Q : Debit Air Limbah (M3/day) Qr : Return Sludge (M3/day) QA : Laju Alir Suplai Udara (M3/day)
Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif secara umum terdiri dari bak pengendap awal, bak aerasi dan bak
pengendap akhir, serta bak khlorinasi untuk membunuh bakteri patogen. Secara umum proses pengolahannya adalah sebagai
berikut. Air limbah yang berasal dari rumah sakit ditampung ke dalam bak penampung air limbah. Bak penampung ini berfungsi
sebagai bak pengatur debit air limbah serta dilengkapi dengan saringan kasar untuk memisahkan kotoran yang besar.
Kemudian, air limbah dalam bak penampung di pompa ke bak pengendap awal. Bak pengendap awal berfungsi untuk
menurunkan padatan tersuspensi (Suspended Solids) sekitar 30 - 40 %, serta BOD sekitar 25 % . Air limpasan dari bak
pengendap awal dialirkan ke bak aerasi secara gravitasi. Di dalam bak aerasi ini air limbah dihembus dengan udara sehingga
mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah. Energi yang didapatkan dari hasil
penguraian zat organik tersebut digunakan oleh mikrorganisme untuk proses pertumbuhannya. Dengan demikian didalam bak
aerasi tersebut akan tumbuh dan berkembang biomasa dalam jumlah yang besar. Biomasa atau mikroorganisme inilah yang
akan menguaraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah.
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikro-
organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan(over flow)
dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa
khlor untuk membunuh micro-organisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung
dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan proses ini air limbah rumah sakit dengan konsentrasi BOD 250 -300 mg/lt
dapat di turunkan kadar BOD nya menjadi 20 -30 mg/lt. Skema proses pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem
aerasi kontak dapat dilihat pada gambar III.2. Surplus lumpur dari bak pengendap awal maupun akhir ditampung ke dalam bak
pengering lumpur, sedangkan air resapannya ditampung kembali di bak penampung air limbah. Keunggulan proses lumpur aktif
ini adalah dapat mengolah air limbah dengan beban BOD yang besar, sehingga tidak memerlukan tempat yang besar. Proses ini
cocok digunakan untuk mengolah air limbah dalam jumlah yang besar. Sedangkan beberapa kelemahannya antara lain yakni
kemungkinan dapat terjadi bulking pada lumpur aktifnya, terjadi buih, serta jumlah lumpur yang dihasilkan cukup besar.
Gambar III.2 : Diagram proses pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif
4.2.2. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Reaktor Biologis Putar (Rotating Biological Contactor, Rbc)
Reaktor biologis putar (rotating biological contactor) disingkat RBC adalah salah satu teknologi pengolahan air limbah
yang mengandung polutan organik yang tinggi secara biologis dengan sistem biakan melekat (attached culture). Prinsip kerja
pengolahan air limbah dengan RBC yakni air limbah yang mengandung polutan organik dikontakkan dengan lapisan mikro-
organisme (microbial film) yang melekat pada permukaan media di dalam suatu reaktor.
Media tempat melekatnya film biologis ini berupa piringan (disk) dari bahan polimer atau plastik yang ringan dan
disusun dari berjajar-jajar pada suatu poros sehingga membentuk suatu modul atau paket, selanjutnya modul tersebut diputar
secara pelan dalam keadaan tercelup sebagian ke dalam air limbah yang mengalir secara kontinyu ke dalam reaktor tersebut.
Dengan cara seperti ini mikro-organisme miaslanya bakteri, alga, protozoa, fungi, dan lainnya tumbuh melekat pada
permukaan media yang berputar tersebut membentuk suatu lapisan yang terdiri dari mikro-organisme yang disebut biofilm
(lapisan biologis). Mikro-organisme akan menguraikan atau mengambil senyawa organik yang ada dalam air serta mengambil
oksigen yang larut dalam air atau dari udara untuk proses metabolismenya, sehingga kandungan senyawa organik dalam air
limbah berkurang.
Pada saat biofilm yang melekat pada media yang berupa piringan tipis tersebut tercelup kedalam air limbah, mikro-
organisme menyerap senyawa organik yang ada dalam air limbah yang mengalir pada permukaan biofilm, dan pada saat
biofilm berada di atas permuaan air, mikro-organisme menyerap okigen dari udara atau oksigen yang terlarut dalam air untuk
menguraikan senyawa organik. Enegi hasil penguraian senyawa organik tersebut digunakan oleh mikro-organisme untuk proses
perkembang-biakan atau metabolisme.
Senyawa hasil proses metabolisme mikro-organisme tersebut akan keluar dari biofilm dan terbawa oleh aliran air atau
yang berupa gas akan tersebar ke udara melalui rongga-rongga yang ada pada mediumnya, sedangkan untuk padatan
tersuspensi (SS) akan tertahan pada pada permukaan lapisan biologis (biofilm) dan akan terurai menjadi bentuk yang larut
dalam air.
Pertumbuhan mikro-organisme atau biofilm tersebut makin lama semakin tebal, sampai akhirnya karena gaya beratnya
sebagian akan mengelupas dari mediumnya dan terbawa aliran air keluar. Selanjutnya, mikro-organisme pada permukaan
medium akan tumbuh lagi dengan sedirinya hingga terjadi kesetimbangan sesuai dengan kandungan senyawa organik yang ada
dalam air limbah. Secara sederhana proses penguraian senyawa organik oleh mikro-organisme di dalam RBC dapat
digambarkan seperti pada gambar III.3.
Keunggulan dari sistem RBC yakni proses operasi maupun konstruksinya sederhana, kebutuhan energi relatif lebih kecil,
tidak memerlukan udara dalam jumlah yang besar, lumpur yang terjadi relatf kecil dibandingkan dengan proses lumpur aktif,
serta relatif tidak menimbulkan buih. Sedangkan kekurangan dari sistem RBC yakni sensitif terhadap temperatur.
Gambar III.3 : Mekanisme proses penguraian senyawa organik oleh mikro-organisme di dalam RBC
Gambar III.4 : Diagram proses pengolahan air limbah dengan sistem RBC.
Air limbah dialirkan dengan tenang ke dalam bak pemisah pasir, sehingga kotoran yang berupa pasir atau lumpur kasar
dapat diendapkan. Sedangkan kotoran yang mengambang misalnya sampah, plastik, sampah kain dan lainnya tertahan pada
sarangan (screen) yang dipasang pada inlet kolam pemisah pasir tersebut.
Dari bak pemisah/pengendap pasir, air limbah dialirkan ke bak pengedap awal. Di dalam bak pengendap awal ini
lumpur atau padatan tersuspensi sebagian besar mengendap. Waktu tinggal di dalam bak pengedap awal adalah 2 - 4 jam, dan
lumpur yang telah mengendap dikumpulkan daan dipompa ke bak pengendapan lumpur.
Jika debit aliran air limbah melebihi kapasitas perencanaan, kelebihan debit air limbah tersebut dialirkan ke bak kontrol
aliran untuk disimpan sementara. Pada waktu debit aliran turun / kecil, maka air limbah yang ada di dalam bak kontrol
dipompa ke bak pengendap awal bersama-sama air limbah yang baru sesuai dengan debit yang diinginkan.
Di dalam bak kontaktor ini, media berupa piringan (disk) tipis dari bahan polimer atau plastik dengan jumlah banyak,
yang dilekatkan atau dirakit pada suatu poros, diputar secara pelan dalam keadaan tercelup sebagian ke dalam air limbah.
Waktu tinggal di dalam bak kontaktor kira-kira 2,5 jam. Dalam kondisi demikian, mikro-organisme akan tumbuh pada
permukaan media yang berputar tersebut, membentuk suatu lapisan (film) biologis. Film biologis tersebut terdiri dari berbagai
jenis/spicies mikro-organisme misalnya bakteri, protozoa, fungi, dan lainnya. Mikro-organisme yang tumbuh pada permukaan
media inilah yang akan menguraikan senaywa organik yang ada di dalam air limbah. Lapsian biologis tersebut makin lama
makin tebal dan kerena gaya beratnya akan mengelupas dengan sedirinya dan lumpur orgnaik tersebut akan terbawa aliran air
keluar. Selanjutnya laisan biologis akan tumbuh dan berkembang lagi pada permukaan media dengan sendirinya.
Air limbah yang keluar dari bak kontaktor (reaktor) selanjutnya dialirkan ke bak pengendap akhir, dengan waktu
pengendapan sekitar 3 jam. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang berasal dari RBC lebih mudah mengendap,
karena ukurannya lebih besar dan lebih berat. Air limpasan (over flow) dari bak pengendap akhir relaitif sudah jernih,
selanjutnya dialirkan ke bak khlorinasi. Sedangkan lumpur yang mengendap di dasar bak di pompa ke bak pemekat lumpur
bersama-sama dengan lumpur yang berasal dari bak pengendap awal.
Bak Khlorinasi
Air olahan atau air limpasan dari bak pengendap akhir masih mengandung bakteri coli, bakteri patogen, atau virus yang
sangat berpotensi menginfeksi ke masyarakat sekitarnya. Untuk mengatasi hal tersebut, air limbah yang keluar dari bak
pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi untuk membunuh mikro-organisme patogen yang ada dalam air. Di dalam bak
khlorinasi, air limbah dibubuhi dengan senyawa khlorine dengan dosis dan waktu kontak tertentu sehingga seluruh mikro-
orgnisme patogennya dapat di matikan. Selanjutnya dari bak khlorinasi air limbah sudah boleh dibuang ke badan air.
Lumpur yang berasal dari bak pengendap awal maupun bak pengendap akhir dikumpulkan di bak pemekat lumpur. Di
dalam bak tersebut lumpur di aduk secara pelan kemudian di pekatkan dengan cara didiamkan sekitar 25 jam sehingga
lumpurnya mengendap, selanjutnya air supernatant yang ada pada bagian atas dialirkan ke bak pengendap awal, sedangkan
lumpur yang telah pekat dipompa ke bak pengering lumpur atau ditampung pada bak tersendiri dan secara periodik dikirim ke
pusat pengolahan lumpur di tempat lain.
Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah denga sistem RBC antara lain :
Proses ini merupakan pengembangan dari proses lumpur aktif dan proses biofilter. Pengolahan air limbah dengan
proses aerasi kontak ini terdiri dari dua bagian yakni pengolahan primer dan pengolahan sekunder.
Pengolahan Primer
Pada pengolahan primer ini, air limbah dialirkan melalui saringan kasar (bar screen) untuk menyaring sampah yang
berukuran besar seperti sampah daun, kertas, plastik dll. Setelah melalui screen air limbah dialirkan ke bak pengendap awal,
untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak
pengontrol aliran.
Pengolahan sekunder
Proses pengolahan sekunder ini terdiri dari bak kontaktor anaerob (anoxic) dan bak kontaktor aerob. Air limpasan dari
bak pengendap awal dipompa dan dialirkan ke bak penenang, kemudian dari bak penenang air limbah mengalir ke bak
kontaktor anaerob dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow). Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan
media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan
kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak aerasi. Di dalam bak
aerasi ini diisi dengan media dari bahan pasltik (polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus
dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan
menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam
air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat
organik. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikro-
organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air
limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor
untuk membunuh micro-organisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang
ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik
(BOD, COD), cara ini dapat menurunkan konsentrasi nutrient (nitrogen) yang ada dalam air limbah. Dengan proses ini air
limbah rumah sakit dengan konsentrasi BOD 250 -300 mg/lt dapat di turunkan kadar BOD nya menjadi 20 -30 mg/lt. Skema
proses pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem aerasi kontak dapat dilihat pada gambar III.5. Surplus lumpur dari
bak pengendap awal maupun akhir ditampung ke dalam bak pengering lumpur, sedangkan air resapannya ditampung kembali
di bak penampung air limbah.
Gambar III.5 : Diagram proses pengolahan air limbah dengan proses aerasi kontak.
Proses pengolahan air limbah dengan biofilter "up flow" ini terdiri dari bak pengendap, ditambah dengan beberapa bak
biofilter yang diisi dengan media kerikil atau batu pecah, plastik atau media lain. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air
limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Bak pengendap terdiri atas 2 ruangan, yang pertama berfungsi
sebagai bak pengendap pertama, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung lumpur sedangkan ruang kedua berfungsi
sebagai pengendap kedua dan penampung lumpur yang tidak terendapkan di bak pertama, dan air luapan dari bak pengendap
dialirkan ke media filter dengan arah aliran dari bawah ke atas.
Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikro-
organisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap. Air luapan dari biofilter
kemudian dibubuhi dengan khlorine atau kaporit untuk membunuh mikroorganisme patogen, kemudian dibuang langsung ke
sungai atau saluran umum. Skema proses pengolahan air limbah dengan biofilter "Up Flow" dapat dilihat seperti terlihat dalam
Gambar III.6.
Biofilter "Up Flow" ini mempunyai 2 fungsi yang menguntungkan dalam proses pengolahan air buangan yakni antara
lain :
Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter lama kelamaan mengakibatkan timbulnya
lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat
organik yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses penguraian
secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang menempel
pada permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan konsentrasi zat
organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan atau mengurangi konsentrasi BOD cara ini dapat juga
mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi atau suspended solids (SS) dan konsentrasi total nitrogen dan posphor.
Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang
mengandung suspended solids dan bakteri E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi
penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan sistem aliran dari
bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa
aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter Up Flow ini sangat sederhana, operasinya mudah
dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan untuk mengolah air
limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar.
Gambar III.6. : Diagram proses pengolahan air limbah dengan sisten biofilter "Up Flow".
Bahan bangunan harus kuat terhadap tekanan atau gaya berat yang mungkin timbul dan harus tahan terhadap asam
serta harus kedap air.
Jumlah ruangan disarankan minimal 2 (dua) buah.
Waktu tinggal (residence time) 1s/d 3 hari.
Bentuk Tangki empat persegi panjang dengan perbandingan panjang dan lebar 2 s/d 3 : 1.
Lebar Bak minimal 0,75 meter dan panjang bak minimal 1,5 meter.
Kedalaman air efektif 1-2 meter, tinggi ruang bebas air 0,2-0,4 meter dan tinggi ruang
Untuk penyimpanan lumpur 1/3 dari kedalaman air efektif (laju produksi lumpur sekitar 0,03 - 0,04 M3/orang /tahun ).
Dasar bak dapat dibuat horizontal atau dengan kemiringan tertentu untuk memudahkan pengurasan lumpur.
Pengurasan lumpur minimal dilakukan setiap 2 - 3 tahun.
Untuk merencanakan biofilter "Up Flow" harus memenuhi beberapa persyaratan, yakni :
Salah satu contoh hasil uji coba pengolahan air limbah dengan proses air limbah dengan biofilter Up Flow ditunjukkan
seperti pada Tabel III.1.
Proses ini pengolahan dengan biofilter anaerob-aerob ini merupakan pengembangan dari proses proses biofilter anaerob
dengan proses aerasi kontak Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni
bak pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak
kontaktor khlor.
Air limbah yang berasal dari rumah tangga dialirkan melalui saringan kasar (bar screen) untuk menyaring sampah yang
berukuran besar seperti sampah daun, kertas, plastik dll. Setelah melalui screen air limbah dialirkan ke bak pengendap awal,
untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak
pengontrol aliran, serta bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan
penampung lumpur.
Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke
dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split.
Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah.
Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa
hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan
menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap
Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan
media dari bahan kerikil, pasltik (polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara
sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel
pada permukaan media.
Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel
pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta
mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di namakan
Aerasi Kontak (Contact Aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikro-
organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air
limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor
untuk membunuh micro-organisme patogen.
Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum.
Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia, deterjen,
padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya. Skema proses pengolahan air limbah rumah tangga dengan sistem biofilter
anaerob-aerob dapat dilihat pada Gambar III.7.
Tabel III.1 : Efisiensi pengoalahan air limbah dengan proses biofilter "Up Flow"
100 ml
Limbah
(2) 76,73 67,48 173,38 64,14 79,75 67,97 49,90 27,54 9,45 17,97 11.500 34,92
Air (3) 68,49 70,87 145,82 69,84 55,25 77,81 43,49 36,85 8,03 30,29 6.130 65,31
Olahan (4) 62,54 73,49 137,97 71,47 44,06 82,33 39,79 42,22 6,66 42,19 4.500 74,53
(5) 45,01 80,92 108,61 77,53 33 86,75 32,2 53,24 5,26 54,33 3.100 82,46
Keterangan : (1), (2) ... (5) adalah titik pengambilan contoh air seperti pada gambar (7).
Sumber : Said, N.I., "Sistem Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Skala Individual Tangki
Septik Filter Up Flow", Majalah Analisis Sistem Nomor 3, Tahun II, 1995.
Gambar III.7 : Diagram proses pengolahan air limbah rumah tangga (domistik)
dengan proses biofilter anaerob-aerob .
Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter mengakibatkan timbulnya lapisan lendir
yang menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organik yang
belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses penguraian secara biologis.
Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada
permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan konsentrasi zat organiknya
(BOD) makin besar. Selain menghilangkan atau mengurangi konsentrasi BODdan COD, cara ini dapat juga mengurangi
konsentrasi padatan tersuspensi atau suspended solids (SS) , deterjen (MBAS), ammonium dan posphor.
Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang
mengandung suspended solids dan bakteri E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi
penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan sistem aliran dari
bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa
aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerob-aerb ini sangat sederhana, operasinya
mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan untuk mengolah
air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar
Dengan kombinasi proses "Anaerob-Aerob", efisiensi penghilangan senyawa phospor menjadi lebih besar bila
dibandingankan dengan proses anaerob atau proses aerob saja. Phenomena proses penghilangan phosphor oleh
mikroorganisne pada proses pengolahan anaerob-aerob dapat diterangkan seperti pada Gambar III.8. Selama berada
pada kondisi anaerob, senyawa phospor anorganik yang ada dalam sel-sel mikrooragnisme akan keluar sebagi akibat
hidrolosa senyawa phospor. Sedangkan energi yang dihasilkan digunakan untuk menyerap BOD (senyawa organik) yang
ada di dalam air limbah. Efisiensi penghilangan BOD akan berjalan baik apabila perbandingan antara BOD dan phospor
(P) lebih besar 10. (Metcalf and Eddy, 1991). Selama berada pada kondisi aerob, senyawa phospor terlarut akan diserap
oleh bakteria/mikroorganisme dan akan sintesa menjadi polyphospat dengan menggunakan energi yang dihasik oleh
proses oksidasi senyawa organik (BOD). Dengan demikian dengan kombinasi proses anaerob-aerob dapat
menghilangkan BOD maupun phospor dengan baik. Proses ini dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan
beban organik yang cukup besar.
Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerb-aerob antara lain yakni :
V. RANCANG BANGUN UNIT PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN SISTEM BIOFILTER ANAEROB-AEROB
5.1.Proses Pengolahan
Seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, yakni yang berasal dari limbah domistik maupun air
limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit dikumpulkan melalui saluran pipa pengumpul. Selanjutnya dialirkan ke bak
kontrol. Fungsi bak kontrol adalah untuk mencegah sampah padat misalnya plastik, kaleng, kayu agar tidak masuk ke dalam
unit pengolahan limbah, serta mencegah padatan yang tidak bisa terurai misalnya lumpur, pasir, abu gosok dan lainnya agar
tidak masuk kedalam unit pengolahan limbah.
Dari bak kontrol, air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Bak pengurai anaerob dibagi menjadi tiga buah ruangan
yakni bak pengendapan atau bak pengurai awal, biofilter anaerob tercelup dengan aliran dari bawah ke atas (Up Flow), serta
bak stabilisasi. Selanjutnya dari bak stabilisai, air limbah dialirkan ke unit pengolahan lanjut. Unit pengolahan lanjut tersebut
terdiri dari beberapa buah ruangan yang berisi media untuk pembiakan mikro-organisme yang akan menguraikan senyawa
polutan yang ada di dalan air limbah.
Setelah melalui unit pengolahan lanjut , air hasil olahan dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak khlorinasi air limbah
dikontakkan dengan khlor tablet agar seluruh mikroorganisme patogen dapat dimatikan. Dari bak khlorinasi air limbah sudah
dapat dibuang langsung ke sungai atau saluran umum.
Rancangan prototipe alat dirancang yang digunakan untuk uji coba pegolahan air limbah rumah sakit ditunjukkan
seperti pada Gambar IV.1. Prototipe alat ini secara garis besar terdiri dari bak pengendapan/pengurai anaerob dan unit
pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Bak pengurai anaerob dibuat dari bahan beton cor atau dari bahan
fiber glas (FRP), disesuaikan dengan kondisi yang ada. Ukuran bak pengurai anaerob yakni panjang 160 cm, lebar 160 cm, dan
kedalaman efektif sekitar 200 cm, dengan waktu tinggal sekitar 8 jam.
Unit pengolahan lanjut dibuat dari bahan fiber glas (FRP) dan dibuat dalam bentuk yang kompak dan langsung dapat
dipasang dengan ukuran panjang 310 cm, lebar 100 cm dan tinggi 190 cm. Ruangan di dalam alat tersebut dibagi menjadi
beberapa zona yakni rungan pengendapan awal, zona biofilter anaerob, zona biofilter aerob dan rungan pengendapan akhir.
Media yang digunakan untuk biofilter adalah batu apung atau batu pecah dengan ukuran 1-2 cm, atau ari bahan lain
misalnya zeolit, batubara (anthrasit), palstik dan lainnnya. Selain itu, air limbah yang ada di dalam rungan pengendapan akhir
sebagian disirkulasi ke zona aerob dengan menggunakan pompa sirkulasi.
Prototipe alat ini dirancang untuk dapat mengolah air limbah sebesar 10 -15 m3/hari, yang dapat melayani rumah sakit
dengan 30 –50 bed.
3. Zona Aerob
Gambar penampang bak pengolahan lanjut ditunjukkan seperti pada gambar IV.3.
Unit prototipe alat pengolahan air limbah rumah tangga tersebut dapat dilengkapi dengan bak khlorinasi (bak
kontaktor) yang berfungsi untuk mengkontakan khlorine dengan air hasil pengolahan. Air limbah yang telah diolah sebelum
dibuang ke saluran umum dikontakkan dengan khlorine agar mikroorganisme patogen yang ada di dalam air dapat dimatikan.
Senyawa khlor yang digunakan adalah kaporit dalam bentuk tablet. Penampang bak kontaktor adalah seperti pada gambar
IV.4. Bak kontaktor ini dipasang atau disambungkan pada pipa pengeluaran air olahan.
Uji coba prototipe alat pengolah air limbah rumak sakit dilakukan Rumah Sakit "Makna", Ciledug, Tangerang. Air yang
diolah adalah seluruh limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, yakni baik yang berasal dari limbah domistik
maupun limbah yang berasal dari limbah klinis.
PENAMPANG MELINTANG
Keterangan : gambar tidak menurut skala
Gambar IV.3 : Rancangan prototipe alat pengolahan air limbah domistik dengan sistem biofilter anaerob-aerob.
VI. PEMBANGUNAN ALAT PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES BIOFILTER
ANAEROB-AEROB KAPASITAS 10 - 15 M3/HARI
Konstruksi reaktor alat pengolahan air limbah dari bahan fiber glass.
Konstruksi bak pengurai atau bak pengendapan awal pada proses pengolahan lanjut
Media plastik sarang tawon untuk pembiakan mikro-organisme untuk menguraikan zat organik.
Unit pengolahan air limbah rumah sakit dengan proses Biofilter Anaerob-Aerob.
VII. UJI COBA ALAT PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT "KOMBINASI BIOFILTER ANAEROB-AEROB"
Berdasarkan pengamatan secara fisik (dengan mata), pada awal proses yakni pengamatan setelah dua hari operasi,
proses pengolahan belum berjalan secara baik. Hal ini karena mikroorganisme yang ada di dalam reaktor belum tumbuh secara
optimal, walupun demikian air yang keluar dari reaktor sudah relatif bersih dibandingkan dengan air limbah yang masuk.
Setelah proses berjalan berjalan sekitar dua minggu, mikroorganisme sudah mulai tumbuh atau berkembang biak di dalam
reaktor. Di dalam bak pengendapan awal sudah mulai terlihat lapisan mikro organisme yang menempel pada permukaan
media. Mikro orgnisme tersebut sangat membantu menguraikan senyawa organik yang ada di dalam air limbah.
Dengan berkembang-biaknya mikro orgnisme atau bakteri pada permukaan media maka proses penguraian senyawa
polutan yang ada di dalam air limbah menjadi lebih efektif. Selain itu, setelah proses berjalan beberapa minggu pada
permukaan media kontaktor (media plastik sarang tawon dan batu pecah) yang ada di dalam zona anaerob maupun zona
aerob, telah diselimuti oleh lapisan mikroorganisme. Dengan tumbuhnya lapisan mikroorganisme tersebut maka proses
penyaringan padatan tersuspensi (SS) maupun penguraian senyawa polutan yang ada di dalam air limbah menjadai lebih baik.
Hal ini secara fisik dapat dilihat dari air limpasan yang keluar dari zona anaerob sudah cukup jernih, dan buih atau busa yang
terjadi di zona aerob (bak aerasi) sudah sangat berkurang. Sedangkan air olahan yang keluar secara fisik sudah sangat jernih.
lapisan mikroorganisme yang telah tumbuh dan menempel pada permukaan media biofilter.
Air limbah sebelum diolah (kanan) dan air hasil olahan (kiri).
Berdasarkan pengamatan secara fisik (dengan mata), dapat dilihat dari air limpasan yang keluar dari zona anaerob
sudah cukup jernih, dan buih atau busa yang terjadi di zona aerob (bak aerasi) sudah sangat berkurang. Sedangkan air olahan
yang keluar secara fisik sudah sangat jernih.
Berdasarkan hasil analisa kualitas air limbah sebelum dan sesudah pengolahan setelah proses berjalan selama 4
(empat) bulan menunjukkan bahwa konsentrasi BOD turun dari 419 mg/l menjadi 16,5 mg/l, konsentrasi COD di dalam air
limbah 729 mg/l turun menjadi 52 mg/l, konsentrasi zat padat tersuspensi dari 825 mg/l turun menjadi 10 mg/l, konsentrasi
ammonia dalam air limbah 33,86 mg/l turun menjadi 8 mg/l dan konsentrasi deterjen (MBAS) 12 mg/l turun menjadi 2,6 mg/l.
Dengan demikian efisiensi penghilangan BOD 96 %, COD 92,8 %, Total zat padat tersuspensi (SS) 98,8 %, Ammonia
76,2 % dan deterjen (MBAS) 78 %. Hasil anailasa kualitas air limbah sebelum dan sesudah pengolahan seperti terlihat pada
tabel berikut.
5 MBAS 12 2,6 78
(deterjen)
6 pH 7,3 7,9 -
VIII. PENUTUP
Berdasarkan hasil pengamatan selama lebih dari empat bulan opersi, pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem
kombinasi proses biofilter Anaerob-Aerob mempunyai beberapa keunggulan antara lain yakni :