Anda di halaman 1dari 13

REFLEKSI KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


PNEUMOTHORAX

Pembimbing:
dr. Suismadji, Sp.B

Disusun oleh:
Clarisha Intan Pratiwi 11/318365/KU/17832

RSUD WATES
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
I. LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. S
Tanggal lahir : 25 April 1970
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Wates Kulonprogo
Pekerjaan : Buruh
Tanggal Masuk : 30 November 2016 pukul 17.45 WIB
Bangsal : Anggrek
No. Rekam Medis : 768***

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Wates dengan keluhan sesak nafas.
Sesak nafas dirasakan semakin memberat sejak 3 jam yang lalu.
Selain itu pasien merasakan dada sebelah kanan nyeri, sulit untuk
bernafas dan lemas. Pasien menceritakan bahwa 3JSMRS jatuh
dari ketinggian dan badan pasien membentur tepi kolam. Pasien
langsung dibawa ke IGD RS.
Riwayat Penyakit Dahulu :
1. Riwayat trauma sebelumnya disangkal
2. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus disangkal
3. Riwayat alergi disangkal
4. Riwayat operasi sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
1. Riwayat alergi pada keluarga disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Compos mentis, tampak sesak nafas dan
kesakitan, kesan nutrisi cukup
Vital sign:
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84 kali per menit
Pernafasan : 28 kali per menit
Suhu : 36.2° C
Vas score :7
Status Lokalis:
Thorax
Pulmo :
Inspeksi : Simetris, deformitas(-), nafas paradoksal(-)
Palpasi : Fremitus taktil (↓/N), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (-/+), hipersonor (+/-)
Auskultasi : Vesikuler (↓/+),Ronchi (-/-),Wheezing (-/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Kardiomegali (-)
Auskultasi : S1 dan S2 normal
Abdomen
Inspeksi : Dinding perut // dinding dada
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : Tympani
Palpasi : Supel, nyeri tekan superfisial dan dalam (-)
Kepala : Konjungtiva anemis (-) sklera ikterik (-)
nafas cuping hidung (-), sianosis
Leher : limfonodi tak teraba
Ekstremitas : Edema (-), nadi kuat, CRT < 2 detik.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobine 13.4 g/dL 14.0-18.0
Hematokrit 39.9 % 42-54
Eritrosit 16.67 jt/mm3 3.9-5.9
Leukosit 7.000 /mm3 4.600-10.000
- Basofil 0,3 % 0-1
- Eosinofil 1,6 % 2-4
- Batang 3 % 3-5
- Segmen 84 % 50-70
- Limfosit 9 % 25-40
- Monosit 5 % 2-6
Trombosit 290.000 /mm3 150.000-
400.000
Natrium 137.19 mmol/L 135.37-145.0
Kalium 3.69 mmol/L 3.48-5.5
Chlorida 99.0 mmol/L 96.0-106.5
PT 13.5 mg/dL 11.5-15.5
APTT 27.7 mg/dL 25-37
Gula Darah Sewaktu 116 mg/dL <200
HBsAg kualitatif Non reaktif Non reaktif

Rontgen thorax

Kesan:
Diskontinuitas costa V lateral (Fraktur costa V lateral)
Hiperluscen hemithorax dextra (Pneumothorax dextra)

E. DIAGNOSIS
Pneumothorax dextra
Fraktur costa V

F. TATALAKSANA
1. Monitor keadaan umum dan tanda vital
2. IVFD 20 tpm
3. Inj. Ketorolac 2 ampul
4. Inj. Ceftriakson 1gr/12 jam
5. Inj. Ranitidin 1 ampul/12 jam
6. Pro Water Sealed Drainage (WSD)
7. Informed consent
II. DEFINISI
Trauma thoraks merupakan trauma pada daerah dada yang dapat
menyebabkan kerusakan dinding dada, paru, jantung, pembuluh darah
besar serta organ disekitarnya termasuk visera. Trauma dada dapat berupa
tumpul (KLL) dan tajam (luka tusuk/tembak). Jenis-jenis kerusakan pada
trauma thoraks yaitu emphysema, patah tulang rusuk, flail chest,
pneumothoraks, hematothoraks dll. Pneumothoraks yaitu suatu keadaan
dimana terdapatnya udara dalam cavum pleura dan merupakan suatu
keadaan gawat darurat yang membutuhkan pertolongan cepat. Adanya
udara bebas dalam cavum pleura menyebabkan paru-paru menjadi kolaps.

III. KLASIFIKASI DAN PATOFISIOLOGI


Berdasarkan bentuk fistulanya pneumothoraks dibagi menjadi 3
jenis yaitu closed, open dan tension/valvular pneumothoraks.
1. Closed Pneumothoraks
Penyebab tersering yaitu fraktur
costa karena benda tumpul
meyebabkan tulang menusuk
parenkim paru sehinga terbentuk
lubang di paru. Penyebab lain yaitu
non trauma seperti peningkatan
tekanan intra alveolar secara
mendadak saat inspirasi dengan
glotis tertutup, robekan esofagus
atau trakeobronchial. Keadaan ini cenderung akan sembuh sendiri dengan
adanya kuncup paru, lubang akan menutup.

2. Opened Pneumothoraks
Penyebab tersering yaitu trauma tumpul atau tajam yang
menimbulkan luka terbuka. Pneumothoraks terbuka terjadi bila terdapat
luka yang cukup lebar pada rongga dada, defeknya melebihi 2/3 diameter
trachea, sehingga udara memilih memasuki rongga thoraks melalui defek
tersebut dan menyebabkan tekanan intrapleural sama dengan tekanan
atmosfer. Hal ini menyebabkan tekanan negatif intrapleural yang berfungsi
mengembangkan paru menghilang sehingga paru-paru akan mengempis.
Udara yang keluar-masuk rongga thoraks menimbulkan bunyi
seperti mengisap, disebut sebagai “sucking chest wound”. Terjadi
insufisiensi ventilasi, karena udara yang keluar masuk rongga thoraks tidak
ikut proses ventilasi di alveoli. Meskipun tidak ada desakan mediastinum,
berkurangnya ventilasi mengakibatkan hipoksia, hiperkarbi dan
mengancam jiwa penderita. Open pneumothorax memerlukan tindakan
segera untuk mengubahnya menjadi pneumothoraks tertutup tetapi tidak
boleh menjadi tension pneumothorax. Tanda tandanya yaitu sesak nafas
dan sianosis, pernafasan paradoksal, hipersonor, vesikular menurun-
menghilang.

3. Tension Pneumothoraks
Tension pneumothorax merupakan keadaan emergensi yang
mengancam jiwa penderita. Dapat disebabkan oleh trauma atau akibat
lanjut dari closed pneumothoraks yang membentuk mekanisme
ventil/bersifat katup, yaitu udara dapat memasuki rongga pleura tetapi
tidak dapat keluar. Akibat semakin bertumpuknya udara dalam rongga
pleura, parenkhim paru terdesak, kolaps, mediastinum bergeser kearah
dada yang sehat. Tekanan tinggi pada thoraks dan bergesernya
mediastinum yang berisi jantung dan pembuluh darah besar
mengakibatkan venous return berkurang. Penderita mengalami syok, vena-
vena leher melebar dan trakhea terdorong kearah yang sehat. Diagnosis
ditegakkan secara klinis, tidak diperlukan pemeriksaan radiologis, segera
diambil tindakan untuk mengubah tension menjadi pneumothoraks simpel.
Tanda tanda tension pneumothoraks yaitu sesak nafas berat,
sianosis, hipotensi, tackikardi dan lemah, hipersonor, vesikular
menghilang, syok hemoragik, gelisah karena hipoksia.

IV. ANATOMI
Rongga thoraks dibatasi oleh iga-iga yang bersatu dibagian
belakang pada vertebra thorakalis dan di depan pada sternum. Iga ke
8,9,10 menempel pada costa VII. Iga ke 11 dan 12 mengambang pada
otot2. Dinding dada terdiri dari tulang vertebra thoracalis 1 s/d 12, 12
costa dan sternum , cartilago costa dan otot. Rongga dada mempunyai 2
pintu masuk yaitu :
Pintu Masuk Atas / Apertura Thoracalis Superior
 Lateral : Cartilago costa & costa I
 Anterior : Manubrium Sterni
 Posterior : Corpus Vertebra thorakal I
Pintu Masuk bawah / Apertura Thoracalis Inferior
 Anterior : Cartilago Costa VII – X & Xiphisternalis joint
 Posterior : Vertebra Vth-XII & Costa. Ditutupi oleh struktur
fibromuskular dikenal sebagai Diafragma.
Rongga dada dibagi menjadi kompartimen :
 Sebelah kanan  Hemithoraks Dekstra
 Sebelah kiri  Hemithoraks Sinistra
 Tengah  Mediastinum

Costa berdasarkan perlekatannya dengan sternum dibagi 3 :


Costa Vera  costa 1 – 7 melekat langsung pada sternum
Costa Spuria  costa 8 - 10

Costa Fluktuates costa 11 – 12 , tidak menempel pada sternum

Otot2 Extrinsik dinding dada terdiri :


 M.pektoralis mayor dan minor (superficial)
 M.Seratus anterior
 M. Trapezius
 M. Latissimus Dorsi
 M. Rhomboideus Mayor dan Minor
Otok2 Intrinsik terdiri dari :
 M. intercostalis internus
 M. Intercostalis eksternus

Semua diinervasi oleh n.intercostalis kecuali m.pektoralis mayor


dan minor. Vaskularisasi oleh r.intercostalis anterior cabang a.mamaria
interna dan r.intercostalis posterior cabang a.intercostalis superior dan
aorta thoracalis.
Dinding dalam dinding thoraks ditutupi oleh Pleura parietal,
dimana Pleura ini berlanjut menutupi paru sebagai Pleura viseralis.
Pelipatan pleura ini terjadi pada hillus pulmo dan tepat dibawah hilus
terjadi duplikator pleura parietal yang dikenal sebagai Ligamentum
Pulmonalis.
Keadaan ini penting misal pada kasus pneumothoraks, paru
akan mengecil kearah hilus dan ligamentum pulmonalis, sedang pada
kasus hematotoraks paru yang mengecil hanya bagian bawah, karena darah
cenderung mengumpul dibawah sesuai arah gravitasi.
 Fraktur iga 1 - 3  kemungkinan cedera pembuluh darah besar
 Fraktur iga 4 – 7  kemungkinan cedera jantung dan paru
 Fraktur iga 8 – 12  kemungkinan cedera organ intra abdomen
Dinding dada tersusun dari cutis,subcutis, glandula mammae ( pada
wanita ),fascia ,otot dan pleura parietal. Otot dada terdiri dari m pectoralis
mayor, m pectoralis minor, m intercostalis externa, costa,m intercostalis
internus, m intercostalis intima, dan m. tranversus thoracalis ,seperti pada
gambar
Arteri Pulmonalis membawa darah venous dari ventrikel kanan
mengikuti bronchia melanjutkan diri sebagai kapiler pada alveoli. Vena
pulmonalis mulai dari kapiler paru membawa darah mengandung O2 ke
ventrikel kiri ke seluruh tubuh. Arteri bronchialis merupakan cabang
langsung dari aorta.
Paru-paru terdiri dari 5 lobus :
Paru kanan 3 lobus, terdiri 10 segmen
 Lobus Superior  segmen apical, anterior, posterior
 Lobus anterior
 Lobus Inferior
Paru kiri 2 lobus, terdiri dari 8 segmen
 Lobus Superior  segmen apicoposterior, anterior, linguilaris sup & inf
 Lobus Inferior  segmen superior, anteromedis basal, laterobasal

V. FISIOLOGI
Udara di luar tubuh dapat masuk ke dalam tubuh jika tekanan
paru lebih kecil daripada tekanan atmosfer. Tekanan paru dapat lebih
kecil jika volume paru diperbesar. Besarnya volume paru disebabkan
pembesaran rongga dada.
Pembesaran rongga dada disebabkan oleh 2 faktor yaitu Thoracal
dan Abdominal Faktor thoracal memperbesar kearah transversal dan
anteroposterior, akibat kerja m.intercostal menarik kosta kearah atas.
Faktoer abdominal memperbesar ke arah vertikal melalui kerja dari
diafragma, dimana waktu inspirasi diafragma akan ditarik kearah abdomen
sehingga memperbesar rongga dada kearah vertikal.
Ketika ekspirasi maka otot2 intercostal dan diafragma akan
relaksasi sehingga volume akan kembali ke semula, sehingga tekanan paru
akan lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan keluar.
Inspiras dan ekspirasi = 1 : 2 . Waktu inspirasi normal + 1 detik
dan ekspirasi + 2 detik sehingga total waktu repirasi 3 detik, sehingga
frekuensi normal perbnafasan + 20 x permenit.
Setelah udara melalui trachea, bronchus principalis , kemudian
berakhir pada alveolus. Di alveolus CO2 akan berdifusi dari kapiler ke
alveolus. Kapiler paru mendapat darah dari a.pulmonalis yang banyak
mengandung CO2 (darah venos) dan mengalirkan darah yang mengandung
O2 melalui v.pulmonalis. Tiap menit tubuh membutuhkan O2 sebanyak
250 cc dan pada orang dewasa dibutuhkan sebanyak 4,3 L/menit yang
mengalir ke alveoli  Alveolar-Ventilation. Guna transportasi O2 ke
jaringan arteri dipengaruhi kadar Hb darah. 1 gram Hb maksimal mengikat
1,34 cc O2, sehingga pada keadaan anemi transport O2 akan terganggu.
Fungsi dari pernafasan adalah :
Ventilasi : Memasukkan / mengeluarkan udara melalui jalan nafas ke
dalam / dari paru kanan dengan cara inspirasi
Distribusi : Mengalirkan udara tersebut merata keseluruh sistem jalan
nafas sampai alveoli
Diffusi : Zat asam (O2) dan zat asam arang(CO2) bertukar melalui
membran semipermeable pada dinding alveoli (pertukaran gas)
Perfusi : Darah arterial dari kapiler2 meratakan pembegian muatan
oksigennya dan darah venous cukup tersedia untuk digantikan isinya
dengan muatan oksigen yang cukup untuk menghidupi jaringan tubuh.

VI. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pneumothorax ditandai dengan sesak nafas sianosis
Pemeriksaan Fisik
Pada thoraks ditemukan hipersonor dan penurunan vesikular di
hemithoraks dekstra
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin pada kasus ini normal, dapat kita cek
kadar Hb, jika menurun curiga adanya bleeding pasca trauma
Pemeriksaan Penunjang Radiologi
Pengecekan foto thoraks didapatkan hiperluscen thoraks dekstra

VII. TATALAKSANA
Tatalaksana awal pasien yang datang dengan trauma yaitu dengan
primary survey. Primary survey adalah penilaian awal terhadap pasien,
bertujuan untuk mengidentifikasi secara cepat dan sistematis dan
mengambil tindakan terhadap setiap permasalahan yang mengancam jiwa.
Pada primary survey yang perlu kita lakukan yaitu ABCDE.
Airway menilai jalan napas. Mengecek dapatkah pasien berbicara
dan bernapas dengan bebas. Bila ada sumbatan, langkah-langkah yang
harus dipertimbangkan adalah Chin lift/jaw thrust (lidah melekat pada
rahang), Suction (bila tersedia), Guedel airway/nasopharyngeal airway,
Intubasi. Mengecek apakah ada cedera servikal
Breathing dinilai sebagai bebasnya airway dan adekuatnya
pernapasan dengan mengecek suara nafas, perkusi dada. Bila tidak
adekuat, langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan adalah berikan
oksigen.
Circulation dinilai untuk mengetahui suplai oksigen dan kontrol
bleeding jika ada perdarahan dengan mengecek tanda tanda syok
hemoragik. Bila tidak adekuat, langkah-langkah yang perlu
dipertimbangkan adalah Hentikan perdarahan eksternal, pasang 2 IV line
berkaliber besar (14 atau 16 G) bila memungkinkan, estimasi besar
perdarahan berdasarkan grade bleeding dan berikan cairan.
Dissability dinilai berdasarkan penilaian neurologis cepat (apakah
pasien sadar, member respon suara terhadap rangsang nyeri, atau pasien
tidak sadar). Tidak ada waktu untuk melakukan pemeriksaan Glasgow
Coma Scale, maka sistem AVPU pada keadaan ini lebih jelas dan cepat
yaitu Awake (A), Verbal response (V), Painful response (P), Unresponsive
(U).
Exposure dapat dilakukan dengan menanggalkan pakaian pasien
dan cari apakah ada luka. Bila pasien disangkakan mengalami trauma leher
maupun spinal, immobilisasi dan pemasangan cervikal neck harus
dilakukan.

Pemeriksaan lain untuk membantu manajemen pasien yaitu dapat


dilakukan pemasangan monitor tanda vital, cek darah rutin, pemasangan
kateter urin, EKG, pemasangan NGT, cek AGD jika tersedia, cek rontgen.
Setelah kondisi pasien stabil kemudian melakukan secondary survey yaitu
Head to toe examination, termasuk reevaluasi pemeriksaan tanda vital.
Terapi awal open pneumothoraks sesuai dengan jenis
pneumothoraksnya. Pada pneumothoraks spontan simpel dan
asimptomatik, dapat dilakukan observasi atau expectant therapy yaitu
dengan pemberian oksigen, namun harus tetap diingat bahwa simpel
pneumothoraks dapat berubah menjadi tension pneumothorax kapan saja.
Observasi dilakukan dengan mengikuti keadaan penderita secara klinis dan
radiologis. Diperlukan foto thoraks serial. Apabila dalam waktu 2 minggu
keadaan pasien tidak membaik segera melakukan terapi intervensi yaitu
dengan pemasangan chest tube dan WSD. Chest tube standard yang biasa
dipergunakan adalah nomer 28 F, dipasang pada sela iga ke 5 didepan
garis mid-aksiler (atau diantara garis mid-aksiler dan garis aksiler
anterior). Cara pemasangan sebagai berikut : setelah dilakukan desinfeksi
dan anestesi infiltrasi, dilakukan sayatan dengan landasan iga ke-6. Setelah
luka diperlebar secara tumpul, pleura ditembus menyusuri tepi atas iga ke
6 (luka kulit dan saluran tidak sejajar agar terjadi “flap valve” yang
mencegah udara masuk ke pleura setelah tube dilepas nanti). Dengan jari
telunjuk rongga pleura diperiksa apakah ada perlekatan atau tidak,
kemudian tube yang pangkalnya diklem, dimasukkan dengan pertolongan
klem bengkok kearah cranio-posterior, dengan semua lubang berada dalam
rongga thoraks. Pangkal tube kemudian dihubungkan dengan botol WSD
atau Heimlich valve, dan klem dilepas.
Pada pneumothoraks terbuka dengan sucking chest wound, untuk
menghentikan udara masuk rongga thoraks melalui luka, segera tutup luka
pada 3 sisinya. Tujuan menyisakan satu sisi luka tetap terbuka adalah agar
sewaktu ekspirasi udara masih bisa keluar melalui sisi yang terbuka,
sedangkan sewaktu inspirasi kasa penutup luka menghalangi udara masuk
ke rongga thoraks (one-way valve atau ventil kebalikan dari tension
pneumothorax). Pemasangan WSD diperlukan untuk mengembalikan
fungsi paru. Chest tube dipasang ditempat terpisah dari luka; sedangkan
lukanya sendiri dilakukan debridement dan ditutup rapat.
Tension pneumothorax merupakan keadaan emergensi yang
mengancam nyawa, karenanya keadaan tension-nya harus segera diatasi.
Tension pada thoraks seperti kita ketahui disebabkan oleh adanya
mekanisme ventil. Untuk mengeluarkan udara yang terperangkap dalam
rongga pleura dengan jumlah dan tekanan yang makin besar ini,
diperlukan lubang untuk pintu keluar udara (kontraventil). Tindakan ini
dinamakan needle thoracocentesis atau needle decompression yang
mengubah tension pneumothorax menjadi pneumothoraks simpel.
Dekompresi dilakukan dengan kateter vena besar (nomer 14) disela iga ke-
2 pada garis mid-clavicula, menyusuri tepi atas iga ke-3. Setelah tekanan
rongga pleura kurang lebih sama dengan udara luar, akan terlihat
perbaikan klinisnya sangat dramatis. Penderita akan berkurang sesaknya,
syok-nya teratasi dan frekwensi pernapasannya membaik. Untuk tujuan
mengeluarkan udara dengan cepat dan mengembangkan paru, dilanjutkan
dengan tindakan pemasangan WSD.

VIII. REFERENSI
Advanced Trauma Life Support (ATLS) edisi 9 American College of
Surgeons.
http://emedicine.medscape.com/article/424547-overview diakses
tanggal 12 Desember 2016

Anda mungkin juga menyukai