Anda di halaman 1dari 3

BANDUNG, itb.ac.

id – Kecap merupakan salah satu penyedap makanan yang sangat lazim


digunakan di masyarakat Indonesia. Selain kacang kedelai, beberapa bahan baku lain dapat
dipergunakan dalam proses pembuatan kecap. Salah satunya adalah ikan dan komoditas
perikanan lain yang akan menghasilkan produk yang dikenal sebagai kecap ikan. Negara-
negara di Asia yang lazim memproduksi dan mengkonsumsi kecap ikan diantaranya adalah
Jepang dan Thailand. Kecap ikan pun memiliki nilai nutrisi yang cukup baik karena
mengandung protein, beberapa mineral serta vitamin.

Pada tahun 1970, Dr. Purwo Arbianto dari Program Studi Kimia ITB melakukan standarisasi
pembuatan kecap ikan agar mutu kecap ikan tetap konsisten dalam setiap kali proses produksi.
Selanjutnya, pengembangan produksi kecap ikan diteruskan oleh Dr. Pingkan Aditiawati dari
KK Bioteknologi Mikroba SITH ITB. “Awalnya, produksi kecap ikan menggunakan bahan
baku ikan laut. Pada tahun ’90-an, kami melakukan diversifikasi produk kecap ikan dengan
menggunakan berbagai jenis produk perikanan lain seperti ikan tawar, udang, cumi, dan cacing
sebagai bahan baku”.

Setelah proses standarisasi dan diversifikasi bahan dasar pembuatan kecap ikan dilakukan, para
peneliti dari SITH-ITB melakukan sosialisasi agar proses pembuatan kecap ikan ini dapat
diterapkan di masyarakat. Desa yang telah diberikan pelatihan secara intensif hingga
berkembang menjadi industri kecap ikan salah satunya terletak di daerah Cilacap. Pada tahun
2018, SITH-ITB juga melakukan pelatihan serupa di kabupaten Buleleng, Bali Utara melalui
agenda Pengabdian kepada Masyarakat.
Dr. Pingkan menjelaskan “Produk kecap ikan yang diolah secara tradisional atau belum
terstandarisasi mengandung kadar protein yang berbeda-beda. Rasa yang dihasilkannya pun
dapat bervariasi, enak sekali, gurih sekali, atau bahkan tidak enak sama sekali”. Saat dilakukan
standarisasi, mikroba yang berperan dalam proses fermentasinya telah terukur dan
terkarakterisasi sehingga hasil produksinya akan selalu sama, baik kadar nutrisinya maupun
rasa yang dihasilkan. Jika sudah terstandarisasi, produk dapat dikembangkan dalam skala
industri“, jelasnya.

Bahan baku ikan yang digunakan biasanya berupa ikan-ikan yang memiliki ukuran yang tidak
sesuai dengan standar pasar (terlalu kecil atau terlalu besar). Ikan-ikan tersebut memiliki harga
yang lebih murah tapi tetap memiliki kualitas yang baik.

Pembuatan kecap ikan dimulai dengan mencampurkan ikan yang telah dicacah dengan
potongan nanas. Hal ini dilakukan karena nanas mengandung protease yang dapat
mempercepat pemecahan protein menjadi asam amino dalam ikan. Setelah itu, diberikan
garam untuk mencegah tumbuhnya mikroba patogen. “Setelah difermentasi selama 7 hari
dibawah sinar matahari, campuran ikan dan nanas ini akan menghasilkan ampas dan cairan
yang akan diproses lebih lanjut. Cairan ini kemudian disaring dan ditambahkan bibit mikroba
yang telah terseleksi kemudian difermentasi kembali selama 3-6 bulan. Adanya mikroba
tersebut akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berperan dalam cita rasa dan aroma
sekaligus mampu menghilangkan bau amis yang berasal dari ikan” paparnya.

Sementara itu, Prof. I Nyoman Aryantha, Ph.D., selaku Dekan SITH sekaligus Guru Besar pada
KK Bioteknologi Mikroba, menyebutkan bahwa terdapat beberapa tujuan dari pembuatan
kecap ikan ini, yaitu diversifikasi varian ikan, sebagai penambah cita rasa, dan menambah nilai
ekonomi.
Produk kecap ikan tersebut telah dipamerkan dalam Pameran Poster dan Produk hasil Program
Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Inovasi (P3MI) ITB tahun 2018 yang
diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ITB di
Aula Barat Kampus ITB, Jalan Ganesha No. 10 Bandung, Jumat (18/1/2019).

Sosialisasi terhadap masyarakat diharapkan dapat terus dilakukan agar terjadi peningkatan
pengetahuan masyarakat mengenai alternatif pemanfaatan produk laut sehingga menumbuhkan
kewirausahaan dan membuka lapangan kerja baru lainnya.

Anda mungkin juga menyukai