Anda di halaman 1dari 7

Konsep Project Based Learning - Pembelajaran Berbasis Proyek

(Project Based Learning) adalah pembelajaran yang menggunakan


proyek/kegiatan sebagai inti pembelajaran. Peserta didik menggunakan
masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya
dalam beraktifitas secara nyata.

Sintak Pembelajaran Berbasis Proyek di uraikan berikut ini.

1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question)


Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi
penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai
dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalamdan topik yang
diangkat relevan untuk para peserta didik.

2. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)


Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Peserta didik
diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan
main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung penyelesaian proyek.

3. Menyusun Jadwal (Create a Schedule)


Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam
menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk
menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa peserta
didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka
membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk
membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.

4. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the
Project)
Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik
selama menyelesaikan proyek. Proses monitoring dapat dilakukan dengan menggunakan
rubrik untuk merekam keseluruhan aktivitas penting.
5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar,
memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik,
membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.

6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)


Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap
aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara
individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan
perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik
mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran,
sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab
permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

Konsep dari model pembelajaran Problem Based


Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang dirancang agar
peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka
mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri
serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Pembelajaran
berbasis masalah menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana
belajar”, dan bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari
permasalahan dunia nyata.
Sintak pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah
sebagai berikut.
Orientasi peserta didik kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, proses pembelajaran, dan memotivasi peserta didik
terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

Mengorganisasikan peserta didik


Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, dll)

Membimbing penyelidikan individu dan kelompok


Guru membantu peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, dan
pemecahan masalah

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya


Guru membantu peserta didik dalam merencanakan serta menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya

Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah


Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang digunakan

KONSEP DAN SINTAK DISCOVERY LEARNING


Konsep Discovery learning adalah suatu model dan strategi pembelajaran yang fokus pada

keaktifan siswa dan pemberian pengalaman belajar secara langsung (Dewey, 1916/1997;

Piaget, 1954, 1973). Sementara, Bicknell-Holmes and Hoffman (2000)

mendeskripsikan discovery learning sebagai (1) eksplorasi dan penyelesaian masalah dengan

menciptakan, mengintegrasikan, dan menggeneralisasikan pengetahuan; (2) berpusat pada

siswa dengan aktifitas yang menyenangkan; dan (3) mengintegrasikan pengetahuan baru

berdasarkan pengetahuan siswa sebelumnya.


Discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem
solving. Perbedaannya adalah discovery learning menekankan pada penemuan konsep atau
prinsip yang sebelumnya tidak diketahui dengan fokus masalah yang direkayasa oleh guru.
Sementara pada inkuiry, fokus masalah tidak direkayasa sehingga siswa harus
mengerahkan seluruh pengetahuan dan keterampilan untuk mendapatkan temuan dalam
masalah tersebut melalui proses penelitian. Pada problem solving pembelajaran lebih
ditekankan terhadap kemampuan menyelesaikan masalah (Kemendikbud, 2014).

Bruner mengatakan proses belajar memerlukan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan
mengenal adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu
lingkungan yang memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini
dinamakan discovery learning environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan
eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip
dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses
belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif (Kemendikbud, 2014).

Penerapan model pembelajaran Discovery Learning menitikberatkan peran guru sebagai

pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif. Oleh

sebab itu, bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk

melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan,

menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-

kesimpulan (Faiq, 2014).


Sintak discovery learning terdiri atas enam fase sebagai
berikut.
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri. Guru juga dapat memulai dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan
aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini
berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu
siswa dalam mengeksplorasi bahan.

b. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)


Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran berdasarkan hasil stimulasi, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).

c. Data collection (Pengumpulan Data).


Ketika eksplorasi berlangsung, guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis. Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar
tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,
melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
d. Data Processing (Pengolahan Data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa
baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan,
wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan
bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu

e. Verification (Pembuktian)
Tahap ini memberikan kesempatan siswa untuk melakukan pemeriksaan secara cermat dalam
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil data processing. Menurut Bruner, proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)


Tahap ini adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan
hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.

Kelebihan dan kelemahan model discovery


learning menurut Hamalik (1986 dalam Ajiji, 2012)

a. Kelebihan model discovery learning


1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses
kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara
belajarnya
2) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena kelemahan dalam
pengertian, ingatan dan transfer.
3) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
4) Metode ini memungkinkan siswanya dengan cepat dan sesuai dengan kecepatan sendiri.
5) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan
motivasi sendiri.
6) Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan
bekerja sama dengan yang lainnya.
7) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan
gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
8) Membantu siswa mengembangkan skeptisme (keragu-raguan) yang sehat kearah kebenaran yang final
dan tertentu atau pasti.

b. Kelemahan model discovery learning


1) Metode ini berdasarkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang
pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-
konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. Di pihak lain
justru menyebabkan akan timbulnya kegiatan diskusi.
2) Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang
lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
3) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru
yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
4) Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan
aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
5) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang
dikemukakan oleh para siswa
6) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan bagi berfikir yang akan ditemukan oleh siswa telah
dipilih lebih dahulu oleh guru, dan proses penemuannya adalah dengan bimbingan guru.

Konsep pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang


menggambarkan interaksi peserta didik seperti ilustrasi kehidupan
sosial peserta didik dengan lingkungannya sebagai individu, dalam
keluarga, kelompok masyarakat, dan masyarakat yang lebih luas.
Dikatakan pula, dalam pembelajaran kooperatif terjadi kesepakatan
antara peserta didik dengan guru dan peserta didik dengan peserta didik
untuk berkolaborasi memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran
dengan cara-cara yang kolaboratif seperti halnya menyelesaikan
masalah yang terjadi dalam kehidupan sosial peserta didik.
Sintak pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
1. Guru membagi peserta didik untuk berpasangan atau kelompok
2. Guru membagikan materi kepada masing-masing peserta didik untuk dipelajari dan dibuat
ringkasan

3. Guru dan peserta didik menetapkan siapa yang berperan sebagai pembicara dan siapa
yang berperan sebagai pendengar
4. Sesuai kesepakatan, peserta didik yang menjadi pembicara membacakan ringkasan atau
prosedur pemecahan masalah selengkap mungkin dengan memasukkan ide-ide pokok
dalam ringkasan dan pemecahan masalahnya. Sementara, pendengar
menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu
mengingat/menghafal ide-ide pokok dnegan menghubungkan materi sebelumnya atau materi
lainnya

5. Bertukar peran, semula pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Kemudia
lakukan seperti langkah 4

6. Guru bersama peserta didik membuat kesimpulan

KONSEP DAN SINTAK PEMBELAJARAN SCRAMBLE


Model pembelajaran scramble merupakan model pembelajaran dengan metode membagikan
lembar berisi soal dan lembar berisi jawaban. Lembar jawaban yang dibagikan tidak hanya
satu melainkan disertai beberapa alternatif jawaban lain. Peserta didik diharapkan mampu
memasangkan lembar soal dengan lembar jawaban yang benar disertai cara
penyelesaiannya.
Sintak alias langkah-langkah pembelajaran scramble terdiri atas 7 fase, yaitu

1. menyampaian tujuan pembelajaran yang akan dicapai.


2. mengorganisir peserta didik dalam kelompok-kelompok.
3. menyajikan materi kepada peserta didik atau menyajikan bahan ajar kepada masing-
masing kelompok.
4. membagikan kartu soal dan kartu jawaban dan alternatifnya kepada masing-masing
kelompok.
5. masing-masing kelompok mengerjakan tugas yaitu mengerjakan soal pada kartu soal
dan memilih jawaban yang benar pada kartu jawaban.
6. melakukan evaluasi terkait dengan pembelajaran yang dilakukan.
7. memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki hasil dan aktivitas
terbaik.

Anda mungkin juga menyukai