Sekuensing DNA
basa nukleotida (adenine, guanine, cytosine dan thymine) pada molekul DNA (Ahsan,
DNA yang terdeteksi dari hasil visualisasi DNA yang teramplifikasi dalam proses
fungsi gen atau fragmen DNA lainnya dengan cara membandingkan sekuensnya
dengan sekuens DNA lain yang sudah diketahui. Teknik ini digunakan dalam riset
dalam bentuk RNA terlebih dahulu karena metode sekuensing RNA telah ditemukan
dari protein (sejak awal 1950-an) dan asam nukleat (sejak 1960-an) mengawali
perkembangan basis data dan teknik analisis sekuens biologis. Basis data sekuens
protein mulai dikembangkan pada tahun 1960-an di Amerika Serikat, Pada tahun
1965, Robert Holley dan timnya dari Cornell University di New York, Amerika
Serikat, mempublikasikan sekuens tRNA alanin dari khamir yang terdiri atas 77
merupakan sekuens molekul asam nukleat yang pertama kali dipublikasikan Sekuens
DNA yang pertama kali dipublikasikan adalah DNA sepanjang 12 nukleotida dari
suatu virus, yaitu bakteriofag lambda, pada tahun 1971, yang ditentukan dengan cara
serupa oleh Ray Wu dan Ellen Taylor, keduanya juga dari Cornell University.
Basis data sekuens DNA dikembangkan pada akhir 1970-an di Amerika
Biologi Molekular Eropa). Penemuan teknik sekuensing DNA yang lebih cepat pada
pertengahan 1970-an menjadi landasan terjadinya ledakan jumlah sekuens DNA yang
berhasil diungkapkan pada 1980-an dan 1990-an, menjadi salah satu pembuka jalan
bioinformatika. Pada tahun 1975, Frederick Sanger dan Alan Coulson dari
secara langsung yang disebut teknik plus–minus. Dengan teknik tersebut, tim mereka
sepanjang 5.375 nukleotida yang dipublikasikan pada Februari 1977. Pada bulan yang
sama, metode sekuensing DNA yang dicetuskan Allan Maxam dan Walter Gilbert
dipublikasikan.
digunakan. Pada tahun 1986, tim Leroy Hood di California Institute of Technology
sebagai pijakannya. DNA yang akan ditentukan urutan basa ACGT-nya dijadikan
1. Primer yang digunakan hanya satu untuk satu arah pembacaan, tidak dua
Saat proses ekstensi, enzim polimerase akan membuat rantai baru DNA
salinan dari template dengan menambahkan dNTP-dNTP sesuai dengan urutan pada
DNA cetakannya. Jika yang menempel adalah ddNTP, maka otomatis proses
polimerisasi akan terhenti karena ddNTP tidak memiliki gugus 3′-OH yang
posfodiester.
elektroforesis, maka akan terpisah-pisah dengan jarak antar fragmennya satu basa-satu
basa.
Gambar 2. Struktur Molekul dNTP dan ddNTP