Anda di halaman 1dari 24

5

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Perpindahan Panas

Perpindahan panas atau heat transfer


adalah ilmu yang mempelajari perpindahan
energi yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur, dimana energi yang
berpindah tersebut dinamakan kalor atau panas ( heat
). Panas akan berpindah dari
medium yang bertemperatur lebih tinggi ke medium yang temperaturnya lebih
rendah. Perpindahan panas ini berlangsung terus sampai ada kesetimbangan
temperatur diantara kedua medium tersebut.

Perpindahan panas dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu perpindahan


panas secara konduksi, konveksi, dan radiasi.

2.1.1 Perpindahan Panas Konduksi


Perpindahan panas konduksi adalah merupakan perpindahan panas yang mengalir
dari daerah bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah dalam satu medium
(padat, cair, atau gas), atau antara medium-medium yang bersinggungan secara
langsung. Untuk kondisi perpindahan panas keadaan steadymelalui dinding datar
satu dimensi seperti ditunjukan pada Gambar 2.1 :

qkond
T1
Tx
T2

L
x

Gambar 2.1 Perpindahan panas pada dinding datar satu dimensi.


Sumber : (Incropera, Frank P and DeWitt, David P., 1996 halaman 4)
6

Hubungan dasar untuk perpindahan panas dengan cara konduksi disebut hukum
fourier’s
, yang persamaan matematikanya (Incropera, Frank P. and DeWitt, David
P., 1996) sebagai berikut :
dT
qkond = - k A s (2.1)
dx
Dimana :
qkond = laju perpindahan panas konduksi (W)
k = konduktivitas bahan (W/(m.K))
As = luas permukaan perpindahan panas (m²)
dT
= gradien suhu pada penampang tersebut (K/m)
dx
Tanda minus (-) diselipkan agar memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu
bahwa kalor berpindah dari media bertemperatur tinggi ke media yang bertemperatur
lebih rendah. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 diatas, bahwa kalor
berpindah dari T 1menuju T 2karena T 2temperaturnya lebih rendah dibandingkan T 1.
Jika dilihat dari persamaan 2.1 diatas, dT adalah selisih antara T 2antara T 1sehingga
hasil yang didapat menjadi minus. Agar memperoleh hasil yang positif pada hasil
akhir perhitungan oleh karena itu ditambahkan tanda minus, sehingga tanda positif
tersebut menunjukkan adanya kalor yang berpindah dari temperatur tinggi ke
temperatur lebih rendah. Konduktivitas Termal dari beberapa logam dan non logam
yang digunakan dalam konstruksi kolektor surya diberikan pada tabel 2.1 sebagai
berikut
7

Table 2.1

Konduktivitas termal beberapa bahan kolektor surya tertentu

Bahan Konduktivitas Termal (k) W/(m.K)


Tembaga 385.0
Aluminium 211.0
Timah putih 66.0
Baja, 1 % karbon 45.0
Baja tahan karat 16.0
Kaca 1.05
ABS (Akrilonitril-Butadien-Stiren) 0.27
Polikarbonat 0.2
Karet alam 30 Durometer 0.14
Karet alam 70 Durometer 0.17
Isolasi papan kaca serat 0.043
Sumber : (Arismunandar Wiranto,1995 halaman 45)

2.1.2 Perpindahan Panas Konveksi


Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi dari suatu
permukaan benda dengan fluida yang bergerak atau sebaliknya, akibat adanya
perbedaan temperatur.
Gambar 2.2 menunjukkan bagaimana lapisan batas kecepatan fluida yang
mengalir di atas permukaan pelat datar. Sedangkan Gambar 2.3 menunjukkan
bagaimana pengaruh temperatur terhadap fluida yang mengalir di atas permukaan
pelat datar.

Fluida

Gambar 2.2 Lapisan batas kecepatan pada suatu permukaan pelat datar.
Sumber : (Incropera, Frank P. and DeWitt, David P., 1996 halaman 289)
8

Gambar 2.3 Lapisan batas temperatur pada suatu permukaan pelat datar.
Sumber : (Incropera, Frank P. and DeWitt, David P., 1996 halaman 290)

Laju perpindahan panas konveksi adalah merupakan hukum Newton tentang


pendinginan dengan rumus (Incropera, Frank P. and DeWitt, David P., 1996) sebagai
berikut :
qconv= h A s(T s - T ∞) (2.2)
dimana :
qconv = laju perpindahan panas konveksi (W)
h = koefisien perpindahan panas konveksi (W/(m².K))
As = luas permukaan perpindahan panas (m²)
Ts = temperatur permukaan (K)
T∞ = temperatur fluida (K)
Perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan menurut aliran fluidanya.
Konveksi paksa ( forced convection
) terjadi bila aliran fluida disebabkan oleh gaya
luar, seperti : fan, pompa, atau kipas angin. Sebaliknya untuk konveksi alamiah
(naturalconvection
) aliran fluidanya disebabkan oleh gaya apungnya, dimana timbul
dari perbedaan density
yang disebabkan oleh variasi temperatur pada fluida.

2.1.3 Perpindahan Panas Radiasi


Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi, dimana perpindahan energi
melalui bahan perantara. Pada radiasi, kalor berpindah melalui daerah-daerah hampa,
mekanismenya disini adalah sinaran atau elektromagnetik. Sebuah radiator ideal atau
benda hitam memancarkan energi dengan laju yang sebanding dengan pangkat empat
suhu absolut benda itu, dan berbanding langsung dengan luas permukaannya maka
dapat dilihat pada rumus (Incropera, Frank P. and DeWitt, David P., 1996) sebagai
berikut :
9

4
qrad= σ A sT (2.3)
dimana :
qrad = laju perpindahan panas radiasi (W)
σ = konstanta proporsionalitas dan disebut konstanta Stefan-Boltzmann
yang nilainya 5,67 x 10 8 (W/(m².K 4 ))
As = luas bidang permukaan perpindahan panas (m²)
T = temperatur benda (K)
Persamaan diatas disebut hukum Stefan-Boltzmann
tentang radiasi thermal, dan
berlaku hanya untuk benda hitam. Pertukaran radiasi netto antara dua permukaan
berbanding dengan perbedaan suhu absolutnya pangkat empat (Incropera, Frank P.
and DeWitt, David P., 1996), yang artinya :
qpertukaran
netto
 (T 14 - T 42 ) (2.4)
As

2.2 Konstanta Matahari


Dalam menghitung tingkat radiasi matahari dilakukan dengan menghitung radiasi
pada bidang miring dengan menggunakan data yang diperoleh dari pengukuran pada
bidang horisontal. Kedudukan dari matahari berperan langsung dalam menentukan
tingkat radiasi pada permukaan miring, yang diturunkan dari trigonometri bola
sederhana. Sebelum melakukan pengukuran radiasi surya maka terlebih dahulu
diketahui tentang konstanta surya. Lapisan luar dari matahari disebut fotosfer
yang
memancarkan spektrum matahari secara kontinyu. Dalam ilmu photovoltaic
dan
studi mengenai permukaan tertentu distribusi spektral
adalah penting.

Gambar 2.4 Bola matahari.


Sumber: (Arismunandar, Wiranto, 1995 halaman 15)
10

Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari E s , adalah sama dengan

, pangkat empat temperatur


hasil kali perkalian konstanta Stefan-Boltzman
permukaan absolut T 4
s , dan luas permukaan d 2
s dengan rumus (Arismunandar,
Wiranto, 1995) :
E s =  d 2s T 4s W (2.5)

Dimana  = 5,67 x 10 8
W/(m 2
.K 4 ), temperatur permukaan T s dalam K, dan

diameter matahari d s dalam meter.


Pada radiasi kesemua arah pada gambar bola surya, energi yang diradiasikan
mencapai luas permukaan bola dengan matahari sebagai titik tengahnya. Jari-jari R
adalah jarak rata-rata antara matahari dan bumi. Luas permukaan bola adalah sama
dengan 4 R2 dan fluksa radiasi pada satu satuan luas dari permukaan bola
dinamakan iradiansi, menjadi rumus (Arismunandar, Wiranto, 1995) :
ds2Ts4
G= W/m 2 (2.6)
4R
9
Dengan garis tengah matahari 1,39 x 10 m, temperatur matahari 5762 K, dan
11
jarak rata-rata antara matahari dan bumi sebesar 1,5 x 10 m, maka fluksa radiasi
matahari persatuan luas dalam arah yang tegak lurus dengan arah radiasi diluar
2
permukaan bumi G sc = 1353 W/m yang diperoleh dari persamaan diatas setelah
memasukkan nilai-nilai diatas kedalam persamaan.

90 0

Gsc = 1353 W/m 2

Gambar 2.5 Konstanta surya.


Sumber : (Arismunandar, Wiranto, 1995 halaman 17)
11

Tabel 2.2

Beberapa satuan tentang konstanta surya.


Konstanta Surya, G sc

1353 W/m 2

429 Btu/(jam-ft 2 )

116.4 langley/hr (langley per jam)

4.871 MJ/(M 2 . jam)

Sumber : (Arismunandar, Wiranto, 1995 halaman 17)

2.3 Radiasi Surya


Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu bahan, maka sebagian energi
radiasi tersebut akan dipantulkan ( refleksi
), sebagian akan diserap ( absorpsi
), dan
sebagian lagi akan diteruskan (transmisi
), seperti ditunjukan pada Gambar 2.6
dibawah ini :

Radiasi Refleksivitas (ρ)


datang

Absorsivitas (α)

Transmisivitas (τ)

Gambar 2.6 Bagan pengaruh radiasi datang.

Sumber : (Holman J.P., 1997 halaman 343)

Fraksi yang dipantulkan dinamakan refleksivitas(ρ), fraksi yang diserap


( ), dan fraksi yang diteruskan dinamakan
dinamakan absorsivitas transmisivitas
( ), maka dapat dilihat pada rumus (Holman, J.P., 1997) :
+ + = 1 (2.7)
12

Kebanyakan benda padat tidak meneruskan radiasi termal dan transmisivitas


dapat
dianggap nol (Holman, J.P., 1997), sehingga :
+ = 1 (2.8)
Ada dua fenomena refleksi yang dapat diamati bila radiasi menimpa suatu
permukaan. Jika sudut jatuhnya sama dengan sudut refleksi, maka dikatakan refleksi
itu spekular ( specular
). Di lain pihak, apabila berkas yang jatuh tersebar secara
merata ke segala arah sesudah refleksi, maka refleksi itu disebut refleksi baur
(difuse
). Kedua jenis refleksi itu ditunjukkan seperti pada Gambar 2.7 dibawah ini :

sumber sumber
Ф1 Ф2
Sinar
refleksi
Ф1= Ф2

Ф2
Bayangan cermin

(a) (b)
Gambar 2.7 Fenomena refleksi (a) spekular dan (b) refleksi baur.

Sumber : (Holman, J.P., 1997 halaman 344)

Intensitas radiasi matahari akan berkurang oleh karena penyerapan dan pantulan oleh
atmosfer, sebelum mencapai permukaan bumi. Ozon di atmosfer menyerap radiasi
dengan gelombang pendek ( ultraviolet
). Sedangkan karbondioksida dan uap air
menyerap sebagian radiasi dengan panjang gelombang yang lebih panjang
(inframerah
). Selain pengurangan radiasi bumi yang langsung atau sorotan oleh
penyerap tersebut, masih ada radiasi yang dipancarkan oleh molekul-molekul gas,
debu, dan uap air dalam atmosfer sebelum mencapai bumi sebagai radiasi sebaran.
Radiasi ini akan mencapai bumi sebagai radiasi sebaran, seperti ditunjukan pada
gambar 2.8 dibawah ini :
13

Radiasi sorotan awan

Radiasi sebaran

Gambar 2.8 Radiasi sorotan dan radiasi sebaran.

Sumber : (Arismunandar, Wiranto, 1995 halaman 18)

Penjumlahan radiasi sorotan atau beam (Ib), dan radiasi sebaran atau difuse (Id)
merupakan radiasi total (I), pada permukaan horizontal per jam yang dapat
dirumuskan (Arismunandar Wiranto, 1995) sebagai berikut :
I = Ib + Id (2.9)

Harga I juga dapat diukur dengan menggunakan solarimeter.

2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Radiasi Surya di Bumi


Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan radiasi surya pada suatu
permukaan bumi adalah :
a. Posisi matahari
b. Lokasi dan kemiringan permukaan
c. Waktu matahari
d. Keadaan cuaca

a. Posisi matahari
Sepanjang bumi mengelilingi matahari pada suatu lintasan yang berbentuk elips,
yang biasanya disebut dengan bidang “Ekliptika”. Bidang ini membentuk sudut
23.5 0 terhadap bidang equator. Akibat dari peredaran bumi mengelilingi matahari
14

menimbulkan perubahan-perubahan musim. Untuk Indonesia terjadi dua perubahan


musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.

b. Lokasi dan kemiringan permukaan


Lokasi dan kemiringan menentukan besarnya sudut datang radiasi pada
permukaan tersebut. Hubungan geometrik antara sebuah permukaan dengan radiasi
surya yang datang dapat dinyatakan dalam beberapa sudut seperti yang ditunjukan
pada Gambar 2.10 dibawah ini :

Gambar 2.9 Posisi matahari terhadap permukaan bidang datar di bumi.


Sumber : (Duffie, Jhon A. and Beckman, William A., 1980 halaman 11)

Ø= Sudut lintang, sudut lokasi suatu tempat dipermukaan bumi terhadap equator,
dimana arah utara-selatan, -90  Ø  90 dengan utara positif.
θ = Sudut datang berkas sinar ( angel of incident
), sudut yang dibentuk antar
radiasi langsung pada suatu permukaan dengan garis normal permukaan
tersebut.
θ z= Sudut zenith, sudut antara radiasi langsung dari matahari dengan garis normal
bidang horisontal.
15

β = Sudut kemiringan, yaitu sudut antara permukaan bidang yang dimaksud


terhadap horisontal : 0 0  β  180 0 .
= Sudut ketinggian matahari, sudut antara radiasi langsung dari matahari
dengan bidang horizontal.
ω = Sudut jam ( hour of angle), sudut antara bidang yang dimaksud dengan
horisontal, berharga nol pada saat jam 12.00 waktu surya, setiap jam setara
dengan 15 0 , kearah pagi negatif dan kearah sore positif.
 = Sudut azimuth permukaan, antara proyeksi permukaan pada bidang horisontal
dengan meridian, titik nol diselatan, negatif timur, positif barat.
 s= Sudut azimuth surya, adalah pergeseran angular proyeksi radiasi langsung
pada bidang datar terhadap arah selatan.
= Deklinasi, posisi angular matahari dibidang equator pada saat jam 12.00
waktu matahari. Sudut deklinasi dapat juga ditentukan dengan rumus :
 284  n 
= 23,45 sin  360 
 365 
Dimana n adalah nomor urut hari dalam satu tahun dimulai 1 Januari
(Cooper, P. I.,1969).

c. Waktu matahari
Perhitungan intensitas matahari pada saat tertentu umumnya didasarkan pada
waktu matahari, yaitu waktu tertentu dalam hubungannya dengan matahari yang
didasarkan pada garis bujur lokasi tersebut. Waktu matahari dihitung dengan
persamaan (Duffie, Jhon A and Beckman, William A., 1980) sebagai berikut :
t s = waktu standar + E + 4 (L st -L loc ) (2.10)

360(n  81)
dimana : E = 9,87 sin 2B – 7 cos B – 1,5 sin B  B =
364
L loc = garis bujur lokasi

L st = garis bujur waktu standar


n = jumlah hari dalam 1 tahun
16

d. Keadaan cuaca
Jumlah radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi dipengaruhi oleh faktor
transmisi kandungan atmosfer. Di atmosfer radiasi surya diserap oleh unsur-unsur
ozon, uap air dan karbondioksida. Disamping diserap, radiasi surya juga
dihamburkan oleh partikel-partikel seperti udara, uap air dan debu. Pada
kenyataannya radiasi surya sering dihalangi oleh bermacam-macam tipe awan.
Masing-masing tipe awan mempunyai koefisien transmisi sendiri-sendiri

2.4 Kolektor Terkonsentrasi


Konversi energi matahari menjadi panas (pada kolektor surya pelat datar)
menghasilkan temperatur relatif rendah, karena fluks energinya rendah untuk
menghasilkan panas dengan temperatur tinggi maka fluks energi matahari perlu
ditingkatkan dengan metode mengonsentrasikannya, yaitu memantulkan radiasi
matahari ke permukaan absorber yang lebih sempit. Pengkonsentrasian dapat berupa
reflector
atau refractor
, silindrikal atau penampang yang melingkar, dan biasanya
kontinu atau bersegmen. Penerima ( receiver
) dapat berbentuk cembung, datar atau
cekung, dan covered
. Karena ini sangat banyak macam kolektor yang terkonsentrasi.
Pengumpul surya terkosentrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut, yaitu:

2.4.1. Klasifikasi Menurut Geometri dari Penyerap Absorber :


Konsentrasi linier yaitu pengumpul energi surya terpusat yang biasanya
menggunakan reflektor berbentuk persegi panjang yang dilengkungkan, sehingga
konsentrasi radiasi matahari yang terjadi berbentuk garis lurus atau linier dengan
demikian absorbernya akan memanjang.
17

Gambar 2.10 Konsentrasi Linier


Sumber : (Duffie, Jhon A and Beckman, William A., 1980 halaman 359)

Konsentrasi terpusat yaitu alat pengumpul energi surya yang menggunakan


kolektor seperti parabola sehingga radiasi pantulnya akan terpusat pada satu titik.
dengan demikian absorbernya menjadi lebih kecil.

Gambar 2.11Konsentrasi Terpusat


Sumber : (Green, Martin A., 1982 halaman 20)

2.5 Perbandingan Konsentrasi Maksimum


Perbandingan konsentrasi maksimum dianalisis berdasarkan prinsip
keseimbangan energi, yaitu energi yang diterima receiver semuanya dipancarkan
kembali ke matahari. Radiasi matahari adalah radiasi termal, sehingga temperatur
18

maksimum yang dapat dicapai absorber adalah sama dengan temperatur permukaan
matahari.

Gambar 2.12 Konsentrator dan absorber.


Sumber : (Duffie Jhon A and Beckman William A., 1980 halaman 287)

Pada Gambar 2.12 ditunjukkan sebuah konsentrator dengan luas A adan absorber
dengan luas A r, pada jarak dengan matahari R dan jari-jari matahari r. Setengah sudut
yang dibentuk antara diameter matahari dengan titik tengah konsentrator adalah s .
Dengan asumsi bahwa matahari sebagai benda hitam, konsentrator dan receiver
bekerja sempurna, maka energi yang diterima konsentrator dari matahari (Duffie,
Jhon A and Beckman, William A., 1980) :
r2
Qs-r= A a 2
T a4 (2.11)
R
Dimana :
Qs-r = energi yang diterima konsentrator (W)
Aa = luas konsentrator (m2)
r = jari-jari matahari (m)
R = jarak matahari dengan absorber (m)
σ = konstanta proporsionalitas dan disebut konstanta Stefan-Boltzmann
yang nilainya 5,67 x 10 8 (W/(m².K 4 ))
Apabila receiver adalah benda hitam sempurna maka semua energi yang diserap akan
dipancarkan kembali dan bagian yang sampai di matahari (Duffie, Jhon A and
Beckman, William A., 1980) :
Qe-s = Ar T 4r E r-s (2.12)
19

Dimana :
Qe-s = energi yang diserp absorber (W)
Ar = luas permukaan absorber (m2)
σ = konstanta proporsionalitas dan disebut konstanta Stefan-Boltzmann
yang nilainya 5,67 x 10 8 (W/(m².K 4 ))
Tr = Temperatur permukaan absorber (K)
Er-s = emisivitas permukaan absorber
Dengan Tr = Ts dan semua energi dari receiver diterima matahari (Er-s = 1) (Duffie,
Jhon A and Beckman, William A., 1980), maka :
Aa r2 1
= 2 = (2.13)
Ar R sin 2 s
Nilai ini adalah perbandingan konsentrasi maksimum, yaitu bentuk konsentrator
lingkaran dengan konsentrasi radiasi menuju titik.
Untuk bentuk konsentrator linier, dengan konsentrasi radiasi berupa garis, maka
perbandingan konsentrasi maksimumnya dapat dilihat pada persamaan (Duffie, Jhon
A and Beckman, William A., 1980) adalah :
Aa 1
= (2.14)
Ar sin s
Semakin besar perbandingan konsentrasi, maka semakin tinggi temperatur yang
dicapai. Namun dalam prakteknya temperatur absorber tergantung pada ketelitian
optik (konsentrator dan receiver) dan orientasi receiver terhadap konsentrator
(intercept faktor). Sehingga dalam praktek tidak mungkin dicapai perbandingan
konsentrasi maksimum.

2.6 Kolektor Surya Tubular


Kolektor surya tubular adalah kolektor surya yang menggunakan kaca penutup
berbentuk tubular (tabung) sebagai coverdan absorberberada di dalam kaca
penutup. Pada kolektor surya tubular yang dibuat terkonsentrasi merupakan kolektor
surya dengan konsentrasi linier, dimana bentuk absorber
kolektor tersebut berbentuk
memanjangsehingga radiasi matahari radiasi matahari yang terjadi berbentuk garis
lurus atau linier.
20

2.6.1 Beberapa Studi Kolektor Surya Tubular


Dikutip dari Thesis (Alit, Ida Bagus,2000) bahwa (Saltiel, C. dan Sokolov,
M.,1982) telah melakukan penelitian pada kolektor kosentrasi silinder tubular dengan
menggunakan analisis ray-tracing. Teknik ray-tracing digunakan untuk menghitung
efisiensi optikal dan kerugian radiasi termal kolektor yang mana setiap sinar yang
jatuh pada permukaan kolektor dihitung, kemudian energi keseluruhan sinar
diintegrasikan. Letak pipa penyerap optimum didapat dengan merubah-ubah posisi
pipa. Dalam penelitian tersebut juga dianalisa efek dari sudut datang dan ketebalan
penutup terhadap efisiensi. Hasil penelitian menunjukan unjuk kerja kolektor sangat
dipengaruhi pada perpindahan radiasi termal antara pipa penyerap dan penutup
kolektor. Penggunaan pelapis termal dengan reflektivitas tinggi pada permukaan
dalam penutup juga dihitung, dan ditemukan bahwa pelapisan tersebut meningkatkan
performance dari kolektor.
Dikutip dari Thesis (Alit, Ida Bagus,2000) bahwa (Ortabasit, U. dan Buehl,
W.M.,1980), meneliti kolektor tubular dengan cups reflektor untuk pipa panas.
Penelitian ini meliputi analisa optikal dari kosentrasi cups reflektor simetris didalam
gelas tubular yang melingkupi sebuah silinder pipa panas yang berfungsi sebagai
absorber menggunakan metode simulasi.
Dikutip dari Thesis (Alit, Ida Bagus,2000) bahwa (Fath, Hasan E.S. dan
Khodleheer, M.,1993), meneliti perpindahan panas konveksi dalam anulus
horisontal dengan palung memanjang terbuka. Efek dari bilangan Rayleigh,
eksentrisitas anulus dan bilangan Nusselt pada palung dipresentasikan. Sistem yang
dirancang mengandalkan optimasi dari konfigurasi kolektor dimana energi yang
dikumpulkan terjebak dibagian anular (konsep benda hitam) dan akhirnya diserap
oleh fluida dalam pipa. Set-up eksperimental terdiri dari tabung baja dengan diameter
10 cm, panjang 2 m, dengan lebar palung longitudianal 1 cm. Permukaan luar
diisolasi dengan material isolasi setebal 3 cm untuk mengurangi kehilangan energi.
Permukaan sebelah dalam dari silinder luar dilapisi dengan cat putih yang
mempunyai kemampuan memantulkan dan pipa sebelah dibuat dari tembaga dengan
diameter 2,5 cm sebagai penyerap energi bolak balik. Hasil penelitian ini
menunjukan peningkatan konveksi bebas terjadi dengan meletakan pipa bagian
dalam dibawah sumbu simetri anulus (negative eksentrisitas). Merubah letek palung
21

dari posisi atas sampai 45 derajat dari horisontal secara significant tidak merubah
nilai bilangan Nusseltt, dan kemiringan palung sampai 30 derajat adalah penting
dalam aplikasi energi surya.
(Alit, Ida Bagus,2000) telah melakukan penelitian pada kolektor tubular dengan
memanfaatkan lampu neon bekas sebagai kaca penutup kolektor. Lampu neon bekas
dengan panjang 1,2 meter, yang dimanfaatkan sebagai kaca penutup kolektor tubular
dipasang secara seri sebanyak tujuh buah. Posisi eksentrisitas vertical dari pipa
pernyerap terhadap sumbu kaca disesuaikan seperti tampak pada gambar 2.11 untuk
3
mendapatkan temperatur pipa penyerap dengan variasi diameter pipa penyerap /8
inch, ½ inch, dan 5/8inch. Setelah mendapatkan posisi eksentrisitas untuk temperatur
pipa penyerap yang optimum kemudian dilakukan pengujian untuk memperoleh
unjuk kerja kolektor ini untuk beberapa rasio diameter kaca penutup-pipa penyerap.
Hasil penelitian ini menunjukan temperatur pipa penyerap tertinggi adalah
meletakkan sumbu pipa penyerap sejauh –X 2di bawah sumbu kaca penutup (negatif
eksentrisitas). Semakin tinggi rasio antara diameter kaca penutup dengan diameter
pipa penyerap, maka semakin tinggi temperatur pipa yang dihasilkan. Dengan
meningkatnya temperatur fluida masuk, dan/atau menambah jumlah pipa penyerap
yang digunakan, akan meningkatkan temperatur fluida keluar, namun efisiensi
kolektor menurun. Gradien penurunan efisiensi terhadap temperatur fluida masuk
akan lebih besar, bila rasio antara diameter kaca penutup dengan pipa penyerap
mengecil.
Pipa Penyerap
Kaca Penutup

1
R X1
2
X2
3 E=0
r
-X2
4
-X1
5
Reflektor Isolator

Gambar 2.13 Eksentrisitas Vertikal Pipa Penyerap


Sumber : (Alit, Ida Bagus, 2000 halaman 38)
22

2.6.2 Jenis Kolektor Tubular


Kolektor tubular menggunakan penutup berbentuk tabung, dimana penyerap
berada di dalam tabung penutup. Berbagai desain kolektor tubular diperlihatkan
seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2. 14 Kolektor Tubular


Sumber: (Alit, Ida Bagus, 2000 halaman 19)

Penutup transparan diharapkan memiliki sifat transmisivitas tinggi dengan


absorptivitas dan refleksivitas yang rendah. Kaca adalah salah satu penutup
transparan yang banyak digunakan. Karakteristik kaca memiliki transmisivitas yang
tinggi pada daerah ultraviolet sampai panjang gelombang 2,7 µm. Pada derah
inframerah jauh kaca akan menjadi reflektor yang baik terhadap panjang gelombang
radiasi panas. Perubahan sifat ini sangat diharapkan, sebab dengan demikian kaca
akan menjadi penghalang radiasi antara penyerap yang dipanaskan dengan
lingkungan yang lebih dingin., sementara masih meneruskan radiasi surya. Bahan
penutup yang baik akan memantulkan radiasi panas dengan sempurna namun masih
memiliki transmisivitas yang tinggi terhadap radiasi surya yang datang.
Pipa penyerap akan menerima berkas radiasi surya dan mengubahnya menjadi
bentuk energi panas yang berguna. Pipa penyerap yang ideal memliki permukaan
23

dengan absortivitas yang tinggi guna menyerap radiasi surya sebanyak mungkin,
tetapi memliki emisivitas rendah agar kerugian karena radiasi balik sedikit mungkin.

2.7 Energi Berguna dan Efisiensi Kolektor Alat Pemanas Air Tenaga Surya.

Energi yang berguna dipakai untuk menghitung seberapa besar panas yang
berguna yang ditimbulkan kolektor alat pemanas air tenaga surya. Sedangkan
efisiensi digunakan untuk mengetahui performansi dari kolektor alat pemanas air
tenaga surya.

2.7.1
Energi Berguna Kolektor Alat Pemanas Air Tenaga Surya.
Untuk perhitungan energi yang diserap atau energi yang berguna untuk kolektor
alat pemanas air tenaga surya dapat digunakan persamaan :

(2.15)
Dimana :
= panas berguna aktual (W)
.
m = laju aliran fluida (kg/s)
cp = kapasitas panas jenis fluida (J/(kg.˚C)

T0 = temperatur fluida keluar (˚C)

Ti = temperatur fluida masuk (˚C)

2.7.2 Analisa Performansi


Effisiensi kolektor merupakan perbandingan panas yang diserap oleh fluida dan
intensitas matahari yang mengenai kolektor. Performansi dari kolektor dapat
dinyatakan dengan effisiensi temalnya. Akan tetapi intensitas radiasi matahari
berubah terhadap waktu, oleh karena itu effisiensi termal kolektor dapat
dikelompokan menjadi dua yaitu:
1. Instantaneous efficiency
/ efisiensi sesaat adalah : efisiensi keadaan steady
untuk selang waktu tertentu.
24

2. Long term / all-day efficiency


adalah : efisiensi yang dihitung dalam
jangka waktu yang relatif lama (biasanya per hari atau per bulan.

Performansi secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh performansi dari


kolektor. Oleh sebab itu ada dua cara pengujian sistem pemanas air surya yaitu:

1. Pengujian untuk menentukan performansi kolektor.


2. Pengujian untuk menentukan performansi sistem secara keseluruhan.

Dalam penelitian ini pengujian ini dilakukan untuk menentukan performansi dari
kolektor. Distribusi temperatur pada arah melintang pipa penyerap tidak merata,
maka persamaan efisiensi biasanya dinyatakan sebagai fungsi dari temperatur dan
laju aliran massa fluida masuk yang relatif mudah dikontrol dan diukur selama
pengujian atau pengoperasiannya.

Metode yang umum digunakan untuk mengevaluasi performansi kolektor adalah


instantaneous efficiency
.

Efisiensi aktual ini ditentukan oleh persamaan berikut

(2.16)

dimana:

= efisiensi aktual

Qu,a= panas berguna aktual (W)

Ac = luas bidang penyerapan kolektor (m 2)

= laju aliran massa fluida (kg/s)

IT = radiasi surya yang jatuh pada bidang kolektor (W/m 2)

cp = panas jenis fluida (j/kg0C)

To = Temperatur fluida keluar ( 0C)

Ti = Temperatur fluida masuk ( 0C)


25

2.8Material Penyimpan Panas


Masukan energi dari matahari berubah dengan waktu dan pada umumnya tidak
seirama dengan kebutuhan sehingga diperlukan semacam penyimpan panas. Dalam
penerapan yang pasif penyimpan panas dapat juga bertemperatur sangat tinggi.
Sedangkan air, karena panas spesifiknya yang tinggi dan murah, adalah zat
penyimpan panas yang paling sering digunakan, namun kelemahannya adalah bahwa
di daerah yang beriklim dingin, air perlu dicampur dengan zat anti beku.

Tabel 2.2
Kapasitas penyimpan panas dari beberapa material.
Zat Massa Panas Titik Lebur, Panas Kapasitas Penyimpan Panas,
Penyimpan Jenis Spesifik ˚C fusi, ΔT=60 ˚C

(cp,kJ/(kg.K) kJ/kg Basis Basis Perban-


massa volume dingan
basis
kJ/kg MJ/m³ Volume

Air 1000 4.19 251.4 251.4 2.1

Batuan 2400 0.84 50.4 121.0 1.0

CaCl2 .
6H2O
318.2 363.5 3.0 a

2.2 Lanjutan

Padat 1713 1.38 27 193

Cair 1523 2.18

Na2SO4 .
10H2O
32 251 430.5 429.4 3.6 a
Padat
1460 1.92
Cair
1330 3.26

Sumber : (Prof. Wiranto Arismunandar, 1995 halaman 76)


26

2.8.1 Penyimpan Panas dalam Batuan


Pecahan batuan atau batu kerikil dari sungai dapat menjadi penyimpan panas
dengan stratifikasi temperatur yang amat baik. Dalam mode pemuatan, udara
meninggalkan lapisan batuan pada temperatur yang relatif rendah, menghasilkan
efisiensi kolektor yang lebih baik. Selama pemuatan dan pelepasan terjadi
gelombang temperatur yang bergerak ke atas atau ke bawah lapisan yang
merupakan petunjuk adanya panas yang disimpan pada setiap saat.

1. Penurunan tekanan
Penurunan tekanan melalui sebuah unit penyimpan panas lapisan batuan
merupakan suatu parameter rancangan yang penting : Δp melalui lapisan perlu
diketahui dalam pemilihan blower yang sesuai, dan Δp yang minimum dapat
ditetapkan untuk menjamin profil kecepatan yang rata. Profil kecepatan rata
menjamin pemanfaatan seluruh lapisan batuan. Untuk unit-unit penyimpan panas
batuan suatu perumahan, misalnya disarankan minimum 55 Pa (0.22 inci air)².
Beberapa korelasi dapat digunakan untuk menghitung penurunan tekanan melalui
lapisan penyimpan panas batuan. Yang paling sederhana untuk digunakan adalah
persamaan Dunkle dan Ellul (Arismunandar, 1995) sebagai berikut :

LG 2   
p  21  1750 (2.16)
D p  GDp 

Dimana :

∆p = penurunan tekanan (Pa)

L = kedalaman lapisan (m)

G = laju aliran massa per satuan luas (kg/s.m²)

Ρ = massa jenis udara (kg/m³)

Dp = diameter rata-rata dari batuan atau kerikil (diameter sebuah bola dengan
volume yang sama dengan volume batuan atau kerikil) (m)

2. Distribusi temperatur lapisan batuan dan koefisien perpindahan panas


Selama operasinya lapisan batuan itu hampir tidak pernah berada dalam keadaan tunak,
melainkan secara terus-menerus dimuati atau dikosongi. Analisis dinamika
disederhanakan dengan menganggap lapisan itu terdiri atas lapisan-lapisan horizontal
27

yang tipis, sesuai dengan metode Mumma dan Marvin. Salah satu jenis lapisan seperti itu
ditunjukkan dalam gambar 2.11. Untuk analisis tersebut lapisan dianggap sedang dipanasi,
dengan udara panas masuk di sebelah atas. Dalam hal ini dapat dikatakan, dengan
mengabaikan kerugian-kerugian panas dari tepi-tepinya, bahwa laju kerugian panas oleh
udara sama dengan panas yang dipindahkan kelapisan batuan.

Gambar 2.15 Elemen lapisan batuan.


Sumber : (Prof. Wiranto Arismunandar, 1995 halaman 87)

2.8.2 Penyimpan Panas Pasir

Pasir adalah contoh bahan material butiran. Butiran pasir umumnya


berukuran antara 0,0625 sampai 2 milimeter. Materi pembentuk pasir adalah silikon
dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu
kapur.Sebagian besar batu pasir terbentuk oleh kuarsa atau feldspar karena mineral-
mineral tersebut paling banyak terdapat di kulit bumi. Seperti halnya pasir, pasir
dapat memiliki berbagai jenis warna, dengan warna umum adalah coklat muda,
coklat, kuning, merah, abu-abu, hitam dan putih. Karena lapisan batu pasir sering
kali membentuk karang atau bentukan topografis tinggi lainnya, warna tertentu batu
pasir dapat dapat diidentikkan dengan daerah tertentu.
Batu pasir tahan terhadap cuaca tapi mudah untuk dibentuk. Hal ini
membuat jenis batuan ini merupakan bahan umum untuk bangunan dan jalan. Karena
kekerasan dan kesamaan ukuran butirannya, batu pasir menjadi bahan yang sangat
baik untuk dibuat menjadi batu asah (grindstone
) yang digunakan untuk menajamkan
pisau dan berbagai kegunaan lainnya. Bentukan batuan yang terutama tersusun dari
28

batu pasir biasanya mengizinkan perkolasi air dan memiliki pori untuk menyimpan
air dalam jumlah besar sehingga menjadikannya sebagai akuifer yang baik.
Pasir memiliki konduktivitas thermal yang tinggi. Hal ini membuat bahan
ini dapat menyimpan panas dengan baik, selain itu pasir juga sangat mudah di
temukan di sekitar kita sehingga tidak memerlukan uang yang banyak untuk
mendapatkannya.

Konduktivitas thermal beberapa jenis pasir

Material/Substance Satuan (W/mK)


Sand, dry 0.15 - 0.25
Sand, moist 0.25 – 2
Sand, saturated 2–4
Sandstone 1.7

Karakteristik beberapa media penyimpan panas

Anda mungkin juga menyukai