Anda di halaman 1dari 5

Resume kasus 3 (Ny.

K)
Pasien wanita usia 34 tahun datang ke RSCM dengan keluhan utama
perdarahan dari jalan lahir setelah melahirkan. Lebih kurang empat jam SMRS,
pasien baru saja melahirkan di klinik bersalin swasta di daerah Cileungsi, Bogor.
Dari surat rujukan, diketahui persalinan kala II berlangsung lebih kurang satu jam,
dan dilakukan pendorongan pada fundus uterus untuk melahirkan bayi. Pasien
melahirkan bayi perempuan dengan BB 3500 gram dan pada saat dilahirkan bayi
menangis kuat. Saat plasenta lahir, tampak perdarahan dari jalan lahir dan
kontraksi uterus dinilai tidak baik oleh dokter, sehingga diberikan uterotonika 20
unit dalam infus ringer laktat, misoprostol 5 tablet, dan metergin 2 ampul. Pasien
dirujuk ke RS yang lebih besar dan selama perjalanan ke RS pasien mendapat
cairan kristaloid 4 kantong, HES 2 kantong. Pasien dibawa ke dua RS di daerah
Cibubur dan dikatakan tidak ada dokter spesialis kebidanan yang jaga, sehingga
pasien dirujuk ke RSCM.
Ketika tiba di RSCM pasien sudah dalam keadaan syok hipovolemik.
Selanjutnya di RSCM dilakukan tindakan operasi histerektomi subtotal atas
indikasi atonia uteri. Pasca operasi didapatkan penyulit berupa anemia yang
disebabkan oleh perdarahan pasca melahirkan, disseminated intravascular
coagulopathy (DIC), peningkatan enzim transaminase dan acute kidney injury
(AKI), sehingga pasien dirawat di ICU.
Laboratorium pasien ketika tiba di RSCM menunjukkan keadaan anemia
(Hb 5,8 g/dL, Ht 16,1%), sehingga dilakukan transfusi. Selain itu didapatkan pula
peningkatan enzim transaminase (SGOT 925 U/L, SGPT 457 U/L), penurunan
fungsi ginjal (ureum 84 mg/dL, kreatinin 2,2 mg/dL) dan peningkatan D-dimer
(3500 pg/L) serta fibrinogen (454,5 g/L).
Berdasarkan alloanamnesis dengan keluarga, kehamilan ini merupakan
kehamilan ke-4, di mana pada kehamilan ke-2 terdapat riwayat abortus pada
pasien. Keluarga juga menyangkal adanya riwayat kencing manis, asma, jantung,
hipertensi pada pasien. Selain itu tidak terdapat pula penyakit-penyakit tersebut di
dalam keluarga.
Pasien tidak bekerja, sehari-hari pasien sebagai ibu rumah tangga. Analisis
asupan, menunjukkan sebelum sakit pasien biasa mengonsumsi sekitar 1500 kkal.
Dua puluh empat jam terakhir pasien mendapatkan makanan cair dan nutrisi
melalui parenteral, dengan jumah kalori total kurang lebih 1000 kkal. Sebelum
kehamilan BB pasien tidak diketahui keluarga, BB saat kehamilan 60 kg.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 12 Agustus 2013, didapatkan keadaan
umum tampak sakit berat, dengan kesadaran yang sulit dinilai karena pasien
dalam pengaruh obat midazolam 3 mg/jam. Hemodinamik relatif stabil dengan
bantuan obat-obatan vasoaktif, dengan tekanan darah 120/65 mmHg, tekanan nadi
rata-rata 85 mmHg, nadi 115 x/menit, frekuensi napas 30 x/menit (dengan
ventilator), suhu 36,9° C, dan CVP +10 cm H2O.
Pemeriksaan fisik lainnya menunjukkan konjungtiva mata pucat, terpasang
NGT pada hidung, tanpa aliran balik. Pada mulut, mukosa bibir tampak pucat dan
kering serta terpasang ETT dan guidel. Pada leher terpasang CVC. Pemeriksaan
toraks menunjukkan jantung dalam batas normal dan didapatkan ronki basah pada
pemeriksaan di kedua paru. Pemeriksaan abdomen menunjukkan adanya luka
operasi yang tertutup verban dan tidak terdapat rembesan. Pada auskultasi
abdomen didapatkan bising usus normal dan pada palpasi dinding abdomen teraba
supel. Pada ekstremitas didapatkan edema di kedua lengan dan tungkai bawah.
Pemeriksaan antropometri menunjukkan PB 155 cm, BB 59 kg, sehingga

didapatkan IMT 24,5 kg/m2.


Selama perawatan di ICU, hemodinamik pasien relatif stabil dengan
bantuan obat-obatan, serta pernapasan yang dibantu ventilator. Pasien juga
mendapatkan terapi pengganti ginjal (continous renal replacement therapy,
CRRT) oleh karena fungsi ginjal pasien yang semakin memburuk. Pasien
mendapatkan terapi dari teman sejawat berupa antibiotik, analgetik-antipiretik,
obat-obatan vasoaktif, PPI serta beberapa vitamin.
Pasien mendapatkan nutrisi berupa nutrisi enteral, yang ditingkatkan
bertahap mulai dari 20 kkal/kgBB/hari hingga 30 kkal/kg BB/hari. Kurang dari 24
jam pasien dirawat di ICU, pasien sudah mendapatkan nutrisi enteral, yang
diawali dari cair jernih karbohidrat 5% dan kemudian diganti menjadi MC LLM
sehingga jumlah energi yang diperoleh dari nutrisi enteral sekitar 30% KET dan
sisanya berasal dari nutrisi parenteral berupa larutan all in one.
Hari perawatan keempat pasien sudah mencapat 100% KET, di mana 80%
nya diperoleh dari nutrisi enteral, dan sisanya diperoleh dari nutrisi parenteral
yang mengandung karbohidrat 40%, asam amino 10% dan lipid 20%. Pemberian
protein direncanakan 0,8-1 gram/kg BB/hari (16% KET). Esoknya asupan pasien
menurun karena nutrisi parenteral dihentikan, dengan alasan pembatasan cairan,
dan pada pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan CRRT.
Hari perawatan ke tujuh hingga ke-11 pasien menjalani CRRT, sehingga
nutrisi pasien direncanakan hingga 35 kkal/kg BB/hari dan protein sebesar 1,7
gram/kg BB/hari (19% KET), yang seluruhnya diperoleh melalui nutrisi enteral
(kombinasi MC LLM dengan MC komersial tinggi protein). Setelah proses CRRT
selesai nutrisi diturunkan kembali menjadi 30 kkal/kg BB.
Hari perawatan ke-12 pasien terdiagnosis pneumotoraks, sehingga
dilakukan pemasangan water seal drainage (WSD). Selain itu terdapat
perburukan kembali fungsi ginjal pasien, sehingga pasien direncanakan kembali
untuk dilakukan CRRT. Hari perawatan ke-16, keadaan umum pasien menurun,
yang ditandai dengan instabilitas hemodinamik, hingga pasien meninggal dunia
pada hari tersebut.
3.2.4. Resume kasus 4 (Ny. JA)
Pasien wanita usia 32 tahun datang ke RSCM dengan keluhan utama sesak napas
sejak dua hari SMRS. Ketika pasien datang ke RSCM, pasien mengaku hamil
empat bulan. Satu bulan SMRS pasien mengeluh mulas-mulas dan terdapat
riwayat perdarahan dari jalan lahir. Tiga hari SMRS pasien mulai mengeluhkan
sesak napas, sehingga mengganggu aktivitas. Terdapat pula keluhan mual dan
muntah.
Pada awal perawatan di RSCM didapatkan pasien mengalami anemia (Hb
4 g/dL), sehingga dilakukan transfusi packed red cell (PRC) empat kantong,
hingga Hb mencapai 9 g/dL. Selain itu terdapat pula penyulit lain berupa edema
paru, AKI dan sindrom hemolysis elevated liver enzymes low platelet (HELLP).
Satu hari pasca dirawat, pasien kejang sehingga dilakukan terminasi kehamilan
dan pasca terminasi pasien dirujuk ke ICU.
Kehamilan ini merupakan kehamilan kedua, pada kehamilan pertama
terdapat riwayat abortus pada pasien. Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak
kehamilan berusia tiga bulan. Pasien kontrol ke bidan setiap bulannya dan
mendapatkan obat nifedipin untuk hipertensinya. Dalam keluarga, ibu dan kakak
pasien juga menderita hipertensi, ayah pasien penyandang asma bronkiale.
Pasien tidak bekerja, sehari-hari pasien sebagai ibu rumah tangga.
Berdasarkan analisis asupan, sebelum sakit pasien biasa mengonsumsi sekitar
1300 kkal. Sejak awal kehamilan pasien mengalami mual, sehingga asupannya
turun bila dibandingkan sebelum hamil, namun pasien mengonsumsi susu hamil
2-3 kali per hari. Dua puluh empat jam terakhir pasien mendapatkan makanan cair
dengan jumlah kalori total kurang lebih 500 kkal. Berat badan sebelum kehamilan
60 kg, dan BB SMRS 64 kg.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan tanggal 22 Agustus 2013,
didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, dengan kesadaran yang sulit dinilai
karena pasien dalam pengaruh obat midazolam 3 mg/jam. Pasien baru saja
menjalani hemodialisis (HD). Hemodinamik relatif stabil, dengan tekanan darah
190/90 mmHg, tekanan nadi rata-rata 110 mmHg, Nadi 105 x/menit, frekuensi
napas 24 x/menit (dengan ventilator), suhu 37,3° C, dan CVP +8 cm H2O.
Pemeriksaan fisik lainnya menunjukkan konjungtiva mata pucat, terpasang
NGT pada hidung, tanpa aliran balik. Pada mulut, mukosa bibir tampak pucat dan
kering serta terpasang ETT dan guidel. Terpasang CVC pada leher. Pemeriksaan
toraks menunjukkan jantung dalam batas normal dan pemeriksaan paru
menunjukkan ronki basah pada kedua paru. Pemeriksaan abdomen menunjukkan
keadaan normal. Pada ekstremitas didapatkan edema di kedua tungkai bawah.
Pemeriksaan antropometri menunjukkan PB 155 cm, BB 64 kg, sehingga
didapatkan IMT 26,6 kg/m2.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil Hb 7,3 g/dL, Ht 21,2%,
leukosit 33,7x103/μL, trombosit 104x103/μL, ureum 236 mg/dL, kreatinin 12,9
mg/dL, prokalsitonin 15,69, kalsium 7,3, magnesium 5,69.Selama perawatan di
ICU, hemodinamik pasien relatif stabil dengan bantuan obat-obatan, serta
pernapasan yang dibantu ventilator. Pasien juga mendapatkan terapi hemodialisis
karena fungsi ginjal pasien yang semakin memburuk Pasien mendapatkan terapi
dari teman sejawat berupa antihipertensi, sedatif, antibiotik, analgetik-antipiretik,
obat-obatan vasoaktif, PPI, kortikosteroid, diuretik, antikoagulan, prokinetik, serta
beberapa vitamin.
Pasien mendapatkan nutrisi berupa nutrisi enteral yang dikombinasi
dengan parenteral., yang ditingkatkan bertahap mulai dari 20 kkal/kgBB/hari
hingga 30 kkal/kg BB/hari. Kurang dari 24 jam pasien dirawat di ICU, pasien
sudah mendapat nutrisi enteral yang dikombinasi dengan parenteral (90% berasal
dari nutrisi enteral), namun karena terdapat kecenderungan GRV yang tinggi pada
pasien ini, maka pemberian nutrisi enteral diturunkan menjadi 50% KET (sisanya
berasal dari nutrisi parenteral).
Protein yang direncanakan pada pasien ini adalah sebesar 1,2 gram/kg
BB/hari (23% KET), namun pada awal perawatan (hingga hari ke-5) kebutuhan
protein ini tidak terpenuhi karena intoleransi pasien terhadap nutrisi enteral.
Pasien mencapai 100% KET pada hari perawatan keenam, di mana 60% nya
berasal dari nutrisi enteral dan 40% nya berasal dari nutrisi parenteral, namun
terdapat lagi peningkatan produksi GRV (Gambar 3.9), sehingga nutrisi enteral
kembali diturunkan. Hari perawatan kedelapan pasien pindah ke ruang rawat
biasa.

Anda mungkin juga menyukai