2.1.2 Etiologi
Penyebab Bulimia nevosa dijelaskan menurut beberapa jenis model (Sherli, 2010) yaitu:
1. Model Adikasi
Bulimia Nervosa sebagai adiksi terhadap makanan dan tingkah laku. Hal ini berhubungan
dengan pengobatan Bulimia Nervosa yang menekankan pada penghentian, dukungan sosial
dan mencegah kekambuhan.
2. Model Keluarga
Gangguan makan pada anak berhubungan dengan sistem interaksi antara keluarga. Oleh
karena itu fokus pengobatan penderita bulimia nervosa adalah disfungsi interaksi dalam
keluarga. Penderita bulimia nervosa pada umumnya memiliki riwayat kekerasan fisik
maupun seksual. Selain itu jika salah satu anggota keluarga terkena atau memiliki riwayat
bulimia maka resiko seseorang untuk terkena penyakit yang sama meningkat.
3. Model Kognitif dan Tingkah Laku
Bulimia dapat muncul akibat pengaruh tekanan dan kritik dari orang-orang sekitar
mengenai kebiasaan makan, bentuk tubuh, atau berat badan. Bulimia nervosa merupakan
implementasi tingkah laku yang irasional tentang bentuk tubuh, berat badan, diet dan
kepercayaan diri. Fokus pengobatan adalah mengidentifikasi disfungsi ini dan membantu
menumbuhkan keyakinan yang rasional. Penderita diberikan jadwal makan yang jelas dan
serta teratur.
4. Model Psikodinamik
Risiko terkena bulimia makin tinggi jika seseorang mengalami gangguan emosional dan
psikologis, seperti depresi, rasa cemas, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan obsessive
compulsive disorder (OCD). Bulimia nervosa merupakan usaha untuk mengendalikan atau
menghindari dampak perasaan yang tertekan, implusif dan kecemasan. Pengobatan
psikodinamik adalah mencari proses yang mendasari penderita bulimia nervosa terutama
gambaran psikososialnya.
Faktor lain yang mendorong timbulnya bulimia nervosa adalah masalah keluarga,
gangguan adaptasi, lingkungan dan penerimaan teman sebaya, media dan masyarakat serta
krisis identitas. Bulimia juga sering dihubungkan dengan depresi. Kebanyakan, penderita
bulimia berasal dari keluarga yang tidak bahagia, umumnya mereka memiliki orang tua yang
gemuk, atau mengalami masalah kegemukan saat masih kecil. Namun hingga kini masih
belum jelas apakah gangguan emosional ini sebagai sebab atau akibat dari bulimia.
2. Farmakoterapi
Untuk penderita bulimia umumnya diberikan obat-obatan jenis antidepresan bersama
dengan pengobatan psikoterapi. Obat yang diberikan umumnya dari jenis trisiklik seperti
imipramine (dengan merek dagang Tofranil) dan desipramine hydrochloride (Norpramin);
atau jenis selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) seperti fluoxetine (Antiprestin,
Courage, Kalxetin, Nopres, dan Prozac), sertraline (Zoloft), dan paroxetine (Seroxat).
3. Terapi psikis
Terapi bulimia biasanya meliputi konseling dan terapi tingkah laku. Sebagian besar
gangguan makan permasalahannya bukanlah pada makanan itu sendiri, tetapi pada
kepercayaan diri dan persepsi diri. Terapi akan efektif jika ditujukan pada penyebabnya,
bukan pada gangguan makannya. Terapi individu, dikombinasikan dengan terapi
kelompok dan terapi keluarga seringkali sangat membantu. Terapi kelompok adalah terapi
dimana penderita penyakit yang sama saling membagi pengalaman mereka.
4. Terapi nutrisi
Ahli gizi dapat mengatur jadwal makan, memberikan penjelasan mengenai tujuan
terapi nutrisi, pentingnya diet sehat dan akibat buruk dari pola makan yang salah terhadap
kesehatan. Pengaturan diet untuk penderita bulimia nervosa dilakukan secara bertahap
tergantung tingkat keparahan serta ada tidaknya komplikasi dengan penyakit penyerta.
Selain dengan pengaturan makan yang sehat dan berimbang diperlukan juga olahraga
secara tepat dan teratur.
5. Terapi Oral
a) Untuk mencegah erosi dan karies pada gigi, pasien dianjurkan tidak menyikat gigi lagi
setelah muntah, namun berkumur dengan sodium fluorida 0,05%, alkaline mineral
water, sodium bikarbonat, atau magnesium hidroksida untuk menetralkan asam pada
rongga mulut.
b) Mengurangi konsumsi makanan yang mengandung gula atau karbohidrat, sebab akan
meningkatkan resiko terjadinya karies.
c) Mengunyah permen karet rendah gula untuk meningkatkan produksi saliva sintetik
seperti glosodane
d) Gunakan pasta gigi, obat kumur, atau gel yang mengandung flourida untuk
mengurangi rasa sensitif pada gigi dan sebagai pertahanan terhadap karies. Menyikat
gigi tiga kali sehari setelah melakukan flossing untuk mengurangi plak pada gigi
2.1.6 Komplikasi
Pembengkakan kelenjar parotis dan kelenjar submaksilaris (sialadenosis).
Muka tembem.
Tanda russel (pembentukan jaringan parut dan kalus pada buku-buku jari).
Ersosi email gigi.
Nyeri tekan atau nyeri abdomen.
Esophagitis dan gastritis.
2.1.7 Prognosis
Pemantauan jangka panjang pada para pasien Bulimia nervosa mengungkap bahwa 70
persen memperoleh kesembuhan, meskipun sekitar 10 persen tetap sepenuhnya somatik.
Melakukan intervensi segera setelah diagnosis ditegakkan berhubungan dengan prognosis
yang lebih baik. Pasien Bulimia nervosa yang lebih sering makan berlebihan dan muntah,
komorbid dengan penyalahgunaan zat, atau memiliki riwayat depresi memiliki prognosis
lebih buruk disbanding pasien tanpa fakto-faktor tersebut (Novia, 2016).
Secara keseluruhan, bulimia nervosa tampaknya memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan anoreksia nervosa. Dalam jangka pendek, pasien bulimia nervosa yang
mampu melibatkan diri dalam pengobatan telah dilaporkan lebih dari 50 % yang mengalami
perbaikan. Prognosis bulimia nervosa tergantung kepada keparahan sequele mencahar, yaitu
apakah pasien mengalami gangguan elektrolit dan sampai derajat mana muntah yang sering
mengakibatkan esofagitis, amilasemia, pembesaran kelenjar liur dan karies gigi. Pada
beberapa kasus yang tidak diobati, remisi spontan terjadi dalam satu sampai dua tahun
(Sadock, 2010).
Prognosis bulimia nervosa tampak lebih baik daripada anoreksia nervosa. Sebuah studi
6 tahun di Munich, Jerman menemukan sebuah fakta bahwa 59.9% klien bulimia nervosa
mencapai hasil yang baik, 29.4% klien mencapai hasil menengah, dan 9.6% dilaporkan hasil
buruk. Klien bulimia nervosa pada studi ini memiliki 1,1% tingkat mortalitas, yang lebih
dari 5 kali lebih rendah dari klien anoreksia nervosa (Fichter et al., 1997). Pada studi yang
lain, 74% klien bulimia nervosa mencapai kesembuhan penuh dibandingkan 1 per 3 dari
klien anoreksia nervosa. Kesembuhan parsial diwujudkan oleh 99% klien bulimia nervosa.
Hal ini dinilai bahwa 1 per 3 individu dapat diperkirakan kambuh (Reel, 2013).
b) Pengkajian Fisik
Penampilan Umum: Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien. catat
kehilangan berat badan 15% dibawah normal atau lebih. Klien bulimia nervosa
dapat kelebihan berat badan atau kekurangan berat badan, tetapi biasanya
mendekati berat badan yang diharapkan sesuai dengan usia dan ukuran tubuhnya.
Penampilan umum klien tidak luar biasa, dan klien tampak terbuka dan mau
berbicara.
Kesadaran: Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.
Klien bulimia malu dengan perilaku makan berlebihan dan pengurasan. Klien
mengakui bahwa perilaku tersebut abnormal dan berusaha keras untuk
menyembunyikanya dari orang lain. Klien merasa lepas kendali dan tidak mampu
merubah perilaku tersebut meskipun klien mengakui perilaku tersebut sebagai
hal yang patologis.
Tanda-tanda Vital: Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi
(TPRS).
Sistem Gastrointestinal: Mengkaji tentang keadaan gigi, mulut dan abdomen.
Biasanya pada klien bulimia nervosa dapat terlihat karies gigi, lidah kotor,
membran mukosa kering dan perut agak cekung atau semua ini bisa tidak terlihat
karena terjadi dengan dirahasiakan oleh klien
Nutrisi: Dikaji tentang intake dan output nutrisi, porsi makan, nafsu makan, pola
makan dan aktifitas setelah makan kliem. Klien bulimia makan berlebihan
(binge) dan melakukan pengurasan (purge). Klien mengakui bahwa perilaku
tersebut abnormal dan berusaha keras untuk menyembunyikanya dari orang lain.
Cairan: Dikaji tentang intake cairan yang berkurang dan output cairan berlebih,
keseimbangan cairan dan elektrolit (natrium, kalsium, albumin), turgor kulit
tidak elastis dan membran mukosa kering.
Aktivitas: Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan mengatur pola
makan binge, mencegah terjadinya pengurasan (purge) dan kekuatan otot. Hal
membuat klien dapat cepat lelah karena kekurangan asupan nutrisi dan cairan
yang cukup.
Aspek psikologis: Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan
suasana hati klien. Klien yang mengalami gangguan makan mempunyai mood
yang labil, biasanya berhubungan dengan perilaku makan atau diet klien. Klien
dengan bulimia nervosa pada awalnya senang dan gembira, seolah-olah tidak ada
yang salah. Wajah yang menyenangkan biasanya hilang saat klien menunjukkan
perilaku makan berlebihan dan pengurasan (memuntahkan kembali makanan),
dan klien mungkin menunjukkan emosi yang intens mengenai perasaan bersalah,
merasa malu. Klien merasa lepas kendali dan tidak mampu mengubah perilaku
tersebut walaupun perilaku tersebut sebagai hal yang patologis. Hal ini
menyebabkan klien bulimia nervosa menjalani hidup yang rahasia seperti dengan
diam-diam makan secara berlebihan namun setelah itu sembunyi-sembunyi
untuk memuntahkan kembali makanannya dengan bantuan penggunaan laksatif.
Perilaku klien tersebut dapat menganggu peran klien dalam keluarga maupun
lingkungan.
Daftar Pustaka
Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC.
American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
Fifth Edition (DSM-5®). Arlington, VA, American Psychiatric Association
Angelia, Silvia. 2009. Bulimia nervosa. Diakses online pada http://www.pojokgizi.com, 05
September 2019.
FKM-UI, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.