Sap PKRS Roi Fix
Sap PKRS Roi Fix
Disusun oleh :
Haris Arganata NIM. 131813143044
Hafida Oktavia NIM.131813143013
Iftitakhur Rohmah NIM. 131813143075
Ika Lusdiana NIM. 131813143086
Indah Febriana N. NIM. 131813143059
Intan Rulinita Sari NIM. 131813143046
Irsa Alfiani NIM. 131813143002
I. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapat penyuluhan selama 30 menit, peserta penyuluhan dapat
mengetahui dan memahami materi terkait perdarahan dalam rongga perut
khususnya dalam penanganan pertama yang tepat.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapat penyuluhan kesehatan, peserta penyuluhan dapat:
1. Mengetahui tentang perdarahan dalam rongga perut
2. Mengetahui faktor risiko dan gejala klinis perdarahan dalam rongga
perut
3. Mengetahui komplikasi perdarahan dalam rongga perut
4. Mengetahui penanganan pertama yang tepat padam pasienperdarahan
dalam rongga perut
II. Sasaran
Keluarga pasien di Ruang Observasi Intensif (ROI) RSUD Dr. Soetomo
Surabaya
III. Materi
1. Definisi perdarahan dalam rongga perut
2. Tanda dan gejalaperdarahan dalam rongga perut
3. Penyebabperdarahan dalam rongga perut
4. Penanganan pertama yang tepat pada pasienperdarahan dalam rongga perut
5. Akibat ketidaktepatan penangananpada pasienperdarahan dalam rongga
perut
IV. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
V. Media
1. Slide power point
VI. Setting Tempat
Peserta duduk berdampingan dengan tim penyuluhan
Keterangan :
: Penyuluh : Peserta
: Observer : Fasilitator
: Notulen
VII.Pengorganisasian
1. Pembimbing Akademik : Harmayetty, S.Kp., M.Kes.
2. Pembimbing Klinik :
3. Penanggung jawab : Ika Lusdiana, S.Kep.
4. Moderator : Iftitakhur Rohmah, S.Kep.
5. Penyuluh : Ika Lusdiana, S.Kep.
6. Fasilitator : Haris Arganata, S.Kep.
Hafida Oktavia, S.Kep.
Indah Febriana N., S.Kep.
7. Observer : Irsa Alfiani, S.Kep.
8. Notulen : Intan Rulinita Sari, S.Kep.
VIII. Job Description
No. Nama Sie Job Description
1. Moderator 1. Membuka dan menutup acara
2. Mengatur jalannya acara dari awal hingga akhir
3. Memperkenalkan diri dan tim penyuluhan
4. Menjelaskan kontrak waktu penyuluhan
5. Menggali pengetahuan peserta tentang materi yang akan
disampaikan
1. ANATOMI ABDOMEN
Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara
toraks dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding abdomen
yang terbentuk dari dari otot abdomen, columna vertebralis, dan tulang ilium.
Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang paling sering
dipakai adalah pembagian abdomen oleh dua buah bidang bayangan
horizontal dan dua bidang bayangan vertikal. Bidang bayangan tersebut
membagi dinding anterior abdomen menjadi sembilan daerah (regiones). Dua
bidang diantaranya berjalan horizontal melalui setinggi tulang rawan iga
kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca dan dua bidang
lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang rawan iga kedelapan
hingga ke pertengahan ligamentum inguinale. Daerah-daerah itu adalah: 1)
hypocondriaca dextra, 2) epigastrica, 3) hypocondriaca sinistra, 4) lumbalis
dextra, 5) umbilical, 6) lumbalis sinistra, 7) inguinalis dextra, 8) pubica /
hipogastrica, 9) inguinalis sinistra.
b. Auskultasi
Pada auskultasi dinilai apakah ada bising usus atau tidak. Pada
robekan (perforasi) usus, bising usus selalu menurun, bahkan
kebanyakan menghilang sama sekali. Adanya bunyi usus pada
auskultasi toraks kemungkinan menunjukkan adanya trauma
diafragma. Perdarahan intraperitoneum atau kebocoran
(ekstravasasi) usus dapat memberikan gambaran ileus,
mengakibatkan hilangnya bunyi usus. Cedera pada struktur
yang berdektan seperti cedera tulang iga, tulang belakang,
panggul juga dapat menyebabkan ileus meskipun tidak terdapat
cedera di intraabdomen, sehingga tidak adanya bunyi usus
bukan berarti pasti ada cedera intraabdominal (Hoff et al.,
2002).
c. Perkusi
Manuver ini menyebabkan pergerakan peritoneum, dan dapat
menunjukkan adanya peritonitis tetapi masih meragukan.
Perkusi juga dapat menunjukan bunyi timpani akibat dilatasi
lambung akut di kuadran atas atau bunyi redup bila ada
hemiperitoneum. Perkusi redup hati yang menghilang
menunjukkan adanya udara bebas dalam rongga perut yang
berarti kemungkinan terdapatnya robekan (perforasi) dari organ-
organ usus. Nyeri
ketok seluruh dinding perut menunjukkan adanya tanda-tanda
peritonitis umum(Schurink G, 1997).
d. Palpasi
Nyeri abdomen merupakan tanda klinis yang dievaluasi saat
palpasi. Nyeri juga dapat bersifat spontan tanpa dilakukan
palpasi. Lokasi nyeri sangat penting untuk mengetahui
kemungkinan organ yang terkena. Nyeri abdomen secara
menyeluruh merupakan tanda yang penting kemungkinan
peritonitis akbat iritasi peritoneum, baik oleh darah maupun isi
usus. Kecenderungan untuk menggerakan dinding abdomen
(voluntary guarding) dapat menyulitkan pemeriksaan abdomen.
Sebaliknya defans muscular (involuntary guarding) adalah
tanda yang penting dari iritasi peritoneum. Palpasi menentukan
adanya nyeri tekan superfisial, nyeri tekan dalam, atau nyeri
lepas. Nyeri lepas terjadi ketika tangan yang menyentuh perut
dilepaskan tiba - tiba, dan biasanya menandakan peritonitis yang
timbul akibat adanya darah atau isi usus yang mengiritasi
peritonium (Rostas et al., 2015).
Jenis operasi yang digunakan akan tergantung pada lokasi cedera dan perdarahan
(Felson, 2017):
1. Laparotomi eksplorasi: Seorang ahli bedah membuat sayatan besar di kulit
perut dan mengeksplorasi perut dengan hati-hati. Dokter bedah akan
menutup ujung pembuluh darah yang bocor dengan probe panas atau
bahan jahit.
2. Thoracotomy: Untuk perdarahan di sekitar jantung atau paru-paru, seorang
ahli bedah membuat sayatan di sepanjang tulang rusuk atau tulang dada.
Mendapatkan akses ke dada, ahli bedah dapat mengidentifikasi dan
menghentikan pendarahan dan melindungi jantung dan paru-paru dari
tekanan yang disebabkan oleh kelebihan darah.
3. Craniotomy: Untuk pendarahan karena cedera otak traumatis, seorang ahli
bedah dapat membuat lubang di tengkorak. Ini bisa menghilangkan
tekanan dan mengurangi cedera lebih lanjut ke otak.
4. Fasciotomy: Pendarahan internal ke area seperti paha dapat menciptakan
tekanan tinggi dan mencegah aliran darah ke seluruh kaki. Seorang ahli
bedah dapat memotong ke dalam paha untuk menghilangkan tekanan dan
mendapatkan akses untuk menghentikan pendarahan.
10. PERAWATAN INTRA HOSPITAL INTERNAL BLEEDING
Cairan intravena dan transfusi darah dapat diberikan untuk mencegah atau
memperbaiki penurunan tekanan darah.
Tes pencitraan (biasanya USG, CT scan, atau keduanya) dapat
mengidentifikasi apakah ada perdarahan internal. Dokter mempertimbangkan
jumlah perdarahan internal bersama dengan tekanan darah orang yang terluka
dan tingkat keparahan cedera untuk memutuskan perawatan awal terbaik -
operasi atau pengamatan.
11. PERAWATAN POST HOSPITAL INTERNAL BLEEDING
Dalam kebanyakan kasus perdarahan internal, tidak ada peran untuk
perawatan diri di rumah sampai pasien dilepaskan dari fasilitas medis.
Kemudian perawatan mandiri yang dapat dilakukan terdiri dari istirahat dan
menghindari situasi yang menyebabkan perdarahan berulang (misalnya,
istirahat setelah operasi, menghindari alkohol).
Jika pendarahan internal yang signifikan telah terjadi dan orang tersebut
tampak shock, layanan medis darurat harus segera dihubungi. Jika perdarahan
disebabkan oleh trauma, dan ada kemungkinan risiko cedera leher atau tulang
belakang, individu tersebut tidak boleh dipindahkan (dalam kebanyakan
kasus) sampai mereka dievaluasi oleh tenaga medis.
Jika pasien memiliki tanda-tanda stroke, layanan medis darurat harus
segera dihubungi karena sulit untuk menentukan apakah penurunan fungsi
otak karena pendarahan di otak atau karena penurunan pasokan darah karena
pembuluh darah yang tersumbat. Perawatan untuk situasi kedua ini
mengharuskan individu untuk pergi ke rumah sakit sesegera mungkin karena
jangka waktu untuk memulai perawatan sangat singkat (Benjamin, 2018).
DAFTAR PUSTAKA
Auerback, Paul. Field Guide to Wilderness Medicine (PDF) (12 ed.). pp. 129–131.
Retrieved 13 March 2019.
Aziz, A., Bota, R. and Ahmed, M. (2014) ‘Frequency and pattern of intra-
abdominal injuries in patients with blunt abdominal trauma’, Journal of
Trauma & Treatment, 3(3), p. 196. doi: 10.4172/2167-1222.1000196.
Beal, A. L., Ahrendt, M. N., Irwin, E. D., Lyng, J. W., Turner, S. V, Beal, C. A.,
Byrnes, M. T. and Beilman, G. A. (2016) ‘Prediction of blunt traumatic
injuries and hospital admission based on history and physical exam’, World
Journal Of Emergency Surgery. World Journal of Emergency Surgery, 11(1),
p. 46. doi: http://dx.doi.org/10.1186/s13017-016-0099-9.
Browner, B. 2008. Skeletal Trauma, 4th edition, W.B. Saunders. American Heart
Association.
Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 2. Ed.
8. Jakarta: EGC
Corwin, M. T., Sheen, L., Kuramoto, A., Lamba, R., Parthasarathy, S. and
Holmes, J. F. (2014) ‘Utilization of a clinical prediction rule for abdominal
pelvic CT scans in patients with blunt abdominal trauma’, Emergency
Radiology, 21(6), pp. 571–576. doi: 10.1007/s10140-014-1233-1.
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta, E. 2014. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi 4. Jakarta: MediaAesculapius