KEPUTUSAN DIREKTUR
Tentang
MEMUTUSKAN
Ditetapkan di : Medan
Padatanggal : Februari 2017
Direktur Utama
A. TUJUAN
Terwujud nya pelayanan farmasi rumah sakit yang mampu melaksanakan Fungsi
Manajemen & Farmasi Klinik sbb :
1. Manajemen
a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien
b. Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan
c. Menjaga dan meningkatkan mutu kemampuan tenaga kesehatan farmasi dan staf
melalui pendidikan.
d. Mewujudkan sistem informasi manajemen tepat guna, mudah dievaluasi dan
berdaya guna untuk pengembangan
e. Pengendalian mutu sebagai dasar setiap langkah pelayanan untuk peningkatan
mutu pelayanan
2. Farmasi Klinik
a. Mewujudkan perilaku sehat melalui penggunaan obat rasional termasuk
pencegahan dan rehabilitasinya
b. Mengidentifikasi permasalahan yang berhubungan dengan obat baik potensial
maupun kenyataan
c. Menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat melalui kerjasama
pasien & tenaga kesehatan lainnya
d. Memonitor penggunaan obat untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan obat
e. Menjadi pusat informasi obat bagi pasien, keluarga dan masyarakat serta tenaga
kesehatan rumah sakit
f. Melakukan konseling pada pasien maupun tenaga kesehatan untuk terapi rasional
g. Melakukan pengkajian obat secara prospektif maupun retrospektif
B. FUNGSI PELAYANAN FARMASI
1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat
d. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian
e. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian
f. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit
2. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan ALat Kesehatan
a. Mengkaji instruksi pengobatan / resep pasien
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
alat kesehatan
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan
e. Memberikan informasi kepada petugas kehatan, pasien / keluarga
f. Member konseling kepada pasien / keluarga
1. Rumah sakit melalui Panitia Farmasi dan terapi melakukan seleksi obat yang akan
diresepkan dan digunakan di rumah sakit dalam bentuk Formularium Obat.
2. Proses penyusunan formularium obat rumah sakit disusun secara kolaboratif dengan
melibatkan unsur tenaga medis/dokter, tenaga kefarmasian/apoteker dan tenaga
keperawatan yang termaktub dalam Panitia Farmasi dan Terapi.
3. Instalasi farmasi menetapkan standar prosedur operasional untuk mengantisipasi
bilamana obat tidak tersedia dengan cara memberitahukan kepada dokter penulis
resep berikut saran substitusinya.
4. Rumah sakit menetapkan metode pengawasan obat dengan berbagai
cara : Menilai kepatuhan terhadap peresepan obat formulairum
Menilai efek samping obat dan efek lain yang tidak diharapkan termasuk kasus
KTD terkait penggunaan obat di rumah sakit.
5. Untuk melindungi obat dari risiko kehilangan atau pencurian di seluruh rumah sakit
maka semua lokasi dan atau tempat penyimpanan obat harus dikunci.
6. Para praktisi kesehatan (tenaga medis/dokter, tenaga keperawatan, dan tenaga
kefarmasian) dilibatkan dalam proses pemesanan, penyaluran/distribusi, pemberian
obat, monitoring efek obat pada pasien, serta mengevaluasi kepatuhan penggunaan
obat formularium sesuai kompetensi dan kewenangan masing-masing.
7. Keputusan untuk memasukkan atau mengeluarkan obat dari formularium ditetapkan
dalam pedoman pelayanan farmasi.
8. Bila ada obat yang ditambahkan dalam formularium obat maka harus dilakukan
monitoring penggunaan, monitoring efek samping dan monitoring KTD (Kejadian
Tak Diharapkan) yang terjadi terkait penggunaan obat tersebut.
9. Formularium obat ditinjau atau ditelaah ulang setiap enam bulan sekali dengan
memperhatikan informasi safety dan efektivitas.
10. Jika ada obat non formularium yang diresepkan harus mendapatkan persetujuan dari
kepala instalasi farmasi dengan mempertimbangkan alasan penggunaannya.
11. Dalam hal obat tidak tersedia saat dibutuhkan maka instalasi farmasi akan
mengupayakan dari sumber luar yang resmi melalui pengadaan obat reguler maupun
non reguler dengan apotek rekanan.
12. Jika obat tidak tersedia pada saat akan digunakan karena farmasi tutup atau lokasi
penyimpanan terkunci maka petugas farmasi yang bertugas mengambil kunci di
farmasi rawat jalan.
13. Pengambilan obat di luar jam kerja gudang farmasi wajib mencatat di buku catatan
pengambilan obat.
B. PENYIMPANAN OBAT
1. Penerimaan obat dari apotek rekanan dilakukan oleh tenaga kefarmasian di logistik
farmasi dengan memperhatikan kebenaran aspek administrasi (SP/DO), tepat barang
dan dalam kondisi sediaan yang berkualitas sesuai jenis sediaan.
2. Semua obat dan perbekalan farmasi disimpan dalam kondisi yang sesuai dengan
stabilitas produk serta peraturan perundangan yang berlaku.
3. Kondisi penyimpanan yang memperhatikan stabilitas obat meliputi : suhu
penyimpanan, kelembaban, bebas dari binatang pengganggu, bebas debu dll.
4. Kondisi penyimpanan yang mengacu pada peraturan perundangan anatar lain untuk
obat golongan psikotropika dan obat high alert medication.
5. Elektrolit konsentrat hanya boleh disimpan di ruang IBS,IGD.
6. Penyimpanan elektrolit konsentrat harus dilengkapi pengaman dalam bentuk
penyimpanan tersendiri, pemberian label “High Alert-Elektrolit Konsentrat-Harus
diencerkan” serta memberikan kemasan tambahan.
7. Seluruh tempat penyimpanan obat diinspeksi secara periodik minimal sebulan sekali
untuk memastikan obat disimpan dengan benar.
8. Rumah Sakit melakukan identifikasi dan menyimpan obat yang dibawa pasien dari
rumah melalui proses rekonsiliasi obat.
9. Obat dibawa pasien dari rumah yang dilanjutkan terapinya di rumah sakit dikelola
oleh rumah sakit.
10. Instalasi farmasi melakukan penarikan/recal obat-obatan, meliputi :
a. Obat kadaluwarsa
b. Obat rusak
c. Obat ditarik oleh pabrik/distributor obat
d. Adanya risiko yang dapat membahayakan pasien
11. Tugas penarikan obat dikoordinir secara teknis oleh gudang farmasi atas rekomendasi
dan perintah dari kepala instalasi dan atau direktur rumah sakit
4. Daftar obat pasien selama di rawat di rumah sakit juga disediakan secara elektronik
melalui Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) yang dapat diakses oleh tenaga
kesehatan sesuai hak akses yang diberikan.
9. Distribusi obat pasien rawat jalan menggunakan sistem individual prescription atau
peresepan obat per individu pasien.
10. Distribusi obat pasien rawat inap menggunakan sistem individual prescription,
sistem floor stock dan sistem Unit Dose Dispensing (UDD).
11. Setelah disiapkan, obat diberi label/etiket yang meliputi informasi :
a. Tanggal obat disiapkan
b. No resep
c. Nama pasien
d. Nama obat dan dosis
e. Aturan pakai
f. Tanggal kadaluwarsa atau Beyond use date untuk obat racikan atau re-
packaging.
12. Obat disiapkan dan diserahkan kepada pasien harus dalam kondisi siap pakai.
13. Obat disiapkan secara akurat dengan memperhatikan aspek 7 benar : benar pasien,
benar indikasi, benar obat, benar dosis, benar rute/cara pemberian, benar waktu
pemberian, dan benar dokumentasi.
14. Penyiapan obat dilakukan secara tepat waktu dengan menggunakan standar :
- Resep obat non racikan ≤ 5 menit
15. Ketepatan waktu penyiapan obat dievaluasi secara berkala untuk peningkatan mutu
pelayananan
E. PEMBERIAN
1. Pemberian obat kepada pasien dilakukan oleh petugas yang kompeten yang terdiri
dari tenaga medis/dokter dan tenaga keperawatan.
2. Rumah sakit mengidentifikasi petugas tersebut di atas melalui :
a. Surat ijin praktek
b. Uraian jabatan
c. Surat Penugasan Klinik (SPK)
d. Standing order/pendelegasian kewenangan sesuai keperluan
3. Batasan pemberian obat khusus diberikan pada pemberian obat dengan
pengawasan seperti narkotika dan High Alert Medication.
4. Pemberian obat High Alert Medication kepada pasien hanya boleh dilakukan oleh
tenaga medis atau perawat yang berkompeten dan telah mendapat pelatihan.
5. Setiap pemberian obat wajib dilakukan verifikasi terhadap :
a. Kesesuaian obat dengan resep dan instruksi
b. Kesesuaian waktu dan frekuensi pemberian obat dengan resep dan instruksi
c. Kesesuaian dosis dengan resep atau instruksi
d. Kesesuaian rute pemberian dengan instruksi
e. Kesesuaian identitas pasien sebelum obat diberikan
7. Identifikasi obat yang dibawa pasien dilakukan dengan prosedur rekonsiliasi obat.
8. Dalam hal ada obat yang dibawa pasien maka apoteker akan dihubungi perawat
untuk menilai kelayakan obat dari aspek kualitas sediaan serta aspek duplikasi dan
interaksi dengan obat yang sedang diminum di rumah sakit.
9. Keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan obat yang dibawa pasien ada
pada DPJP sebagai clinical leader memperhatikan masukan dari tim asuhan pasien
lainnya.
F. PEMANTAUAN/MONITORING
1. Efek pengobatan terhadap pasien dimonitor termasuk efek yang tidak diharapkan
(adverse drug reaction)
2. Proses monitoring pemberian obat pada pasien termasuk identifikasi efek samping
dilakukan secara kolaboratif baik antar tenaga kesehatan (dokter, perawat,
apoteker) maupun antara petugas dengan pasien dan keluarganya.
3. Kejadian efek samping obat dan ADR yang terjadi pada pasien harus dicatat dalam
formulir pemantauan efek samping obat dalam rekam medis.
4. Efek samping obat yang terjadi direkap oleh Panitia Farmasi dan Terapi dan
dilaporkan sesuai peraturan perundangan.
5. Pelaporan kejadian efek samping direkap dan dilaporkan ke PFT setiap 3 bulan.
6. PFT membahas kejadian efek samping, melakukan analisa dan melaporkan kepada
Direktur.
7. Kesalahan obat (medication error) dilaporkan oleh petugas yang menemukan
kepada Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (KPMKP) dalam
format laporan Insiden Keselamatan Pasien (Form 4A) dalam waktu maksimal 2x
24 jam sejak insiden terjadi.
8. Kesalahan obat yang dilaporkan meliputi Kejadian Tak Diharapkan (KTD),
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dan Kejadian Potensial Cedera (KPC).
9. Kejadian kesalahan obat dibahas dalam KPMKP sesuai jenis grading risk-nya dan
dibuat Laporan kepada Direktur dan PFT.
10. PFT menggunakan laporan kejadian kesalahan obat untuk memperbaiki proses
penggunaan obat termasuk mengevaluasi kebijakan dan prosedur pengelolaan dan
penggunaan obat di rumah sakit.