Anda di halaman 1dari 15

KEBIJAKAN INSTALASI FARMASI

RUMAH SAKIT KHUSUS MATA MEDAN BARU


Jl. Abdullah Lubis No. 67 Medan Telp : 061 – 4530989 Fax : 061 – 4532924
Email : mbmc.mata@yahoo.com
TAHUN 2017
RS KHUSUS MATA MEDAN BARU
Jl. Abdullah Lubis No. 67 Medan Telp : 061 – 4530989 Fax : 061 – 4532924
Email : mbmc.mata@yahoo.com

KEPUTUSAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT KHUSUS MATA MEDAN BARU

Nomor : 001 / SK/ DIR/RSKMMB/ MPO/ II/2017

Tentang

KEBIJAKAN INSTALASI FARMASI

RUMAH SAKIT KHUSUS MATA MEDAN BARU

Direktur Rumah Sakit Khusus Mata Medan Baru

Menimbang : a. bahwa pelayanan farmasi adalah pelayanan yang tidak


terpisahkan dari pelayanan rumah sakit sehingga mutu
pelayanan rumah sakit juga ditentukan oleh mutu
pelayanan farmasi.

b. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan


farmasi untuk pasien di rumah sakit diperlukan kebijakan
pokok sebagai acuan dasarnya.

c. bahwa untuk mewujudkan hal sebagaimana disebutkan


dalam butir a dan b maka diperlukan adanya Kebijakan
Pelayanan Farmasidi Rumah Sakit Khusus Mata Medan
baru

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun


2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
RumahSakit
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktek Kedokteran
4. PP No 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian
5. Peraturan Menteri Kesehatan No 58 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/
2011tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
RS KHUSUS MATA MEDAN BARU
Jl. Abdullah Lubis No. 67 Medan Telp : 061 – 4530989 Fax : 061 – 4532924
Email : mbmc.mata@yahoo.com

MEMUTUSKAN

KEBIJAKAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT


Menetapkan : KHUSUS MATA MEDAN BARU

Pertama : Keputusan Direktur Rumah Sakit Khusus Mata Medan Baru


tentang Kebijakan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Khusus
Mata Medan Baru
Kebijakan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Khusus Mata
Kedua : Medan
Baru sebagaimana dimaksud dalam Diktum Pertama
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini
Kebijakan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Khusus Mata
Ketiga : Medan
Baru sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua harus
dijadikan acuan dalam memberikan pelayanan sekaligus
payung bagi
kebijakan di bawahnya yang berlaku di Rumah Sakit
Khusus Mata Medan Baru
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan
Keempat : apabila di
kemudian hari terdapat hal-hal yang perlu penyempurnaan
akan diadakan perbaikan dan penyesuaian sebagaimana
mestinya

Ditetapkan di : Medan
Padatanggal : Februari 2017
Direktur Utama

dr. Delfi M.Ked ( Oph ), Sp.M ( K )


KEBIJAKAN INSTALASI FARMASI

RUMAH SAKIT KHUSUS MATA MEDAN BARU

(STANDAR PELAYANAN FARMASI)

A. TUJUAN
Terwujud nya pelayanan farmasi rumah sakit yang mampu melaksanakan Fungsi
Manajemen & Farmasi Klinik sbb :
1. Manajemen
a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien
b. Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan
c. Menjaga dan meningkatkan mutu kemampuan tenaga kesehatan farmasi dan staf
melalui pendidikan.
d. Mewujudkan sistem informasi manajemen tepat guna, mudah dievaluasi dan
berdaya guna untuk pengembangan
e. Pengendalian mutu sebagai dasar setiap langkah pelayanan untuk peningkatan
mutu pelayanan
2. Farmasi Klinik
a. Mewujudkan perilaku sehat melalui penggunaan obat rasional termasuk
pencegahan dan rehabilitasinya
b. Mengidentifikasi permasalahan yang berhubungan dengan obat baik potensial
maupun kenyataan
c. Menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat melalui kerjasama
pasien & tenaga kesehatan lainnya
d. Memonitor penggunaan obat untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan obat
e. Menjadi pusat informasi obat bagi pasien, keluarga dan masyarakat serta tenaga
kesehatan rumah sakit
f. Melakukan konseling pada pasien maupun tenaga kesehatan untuk terapi rasional
g. Melakukan pengkajian obat secara prospektif maupun retrospektif
B. FUNGSI PELAYANAN FARMASI
1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat
d. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian
e. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian
f. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit
2. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan ALat Kesehatan
a. Mengkaji instruksi pengobatan / resep pasien
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
alat kesehatan
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan
e. Memberikan informasi kepada petugas kehatan, pasien / keluarga
f. Member konseling kepada pasien / keluarga

C. SISTEM PELAYANAN FARMASI


Untuk dapat mencapai tujuan farmasi rumah sakit maka mutlak diperlukan sistem farmasi
satu pintu karena :
1. Farmasi rumah sakit bertanggungjawab atas semua barang farmasi yang beredar di
rumah sakit
2. Farmasi rumah sakit bertanggungjawab atas pengadaan & penyajian informasi obat
bagi semua pihak di rumah sakit baik petugas kesehatan maupun pasien
3. Farmasi rumah sakit bertanggungjawab atas semua pekerjaan Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit
D. ORGANISASI DAN MANAJEMEN PELAYANAN FARMASI
Pelayanan diselenggarakan dan diatur demi berlangsungnya pelayanan farmasi yang
efisien dan bermutu, berdasarkan fasilitas yang ada dan standar pelayanan keprofesian
yang universal.
1. Penggunaan obat di rumah sakit harus sesuai dengan undang-undang dan peraturan
yang berlaku serta diorganisir untuk memenuhi kebutuhan pasien secara efektif dan
efisien.
2. Adanya struktur organisasi yang menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang dan
tanggungjawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan farmasi
yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit
3. Struktur organisasi dan pembagian tugas dapat direvisi kembali dan diubah bila
terdapat hal :
a. Perubahan pola kepegawaian
b. Perubahan standar pelayanan farmasi
c. Perubahan peran rumah sakit
d. Penambahan atau pengurangan pelayanan
4. Kepala Instalasi farmasi bertanggungjawab atas proses manajemen dan pelayanan
farmasi sesuai dengan uraian tugas dan kewenangan yang diatur rumah sakit.
5. Kepala instalasi farmasi wajib memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Berijazah S1 farmasi dan profesi apoteker
b. Memiliki Surat Ijin Praktek Apoteker
c. Lulus uji kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi yang
masih berlaku
d. Memiliki sertifikat pelatihan manajemen farmasi dan sertifikat pelatihan lain
yang menunjang fungsi manajerial farmasi rumah sakit.
6. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab atas proses manajemen perbekalan
farmasi mulai dari seleksi, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan
penyiapan hingga pemusnahan perbekalan farmasi.
7. Instalasi farmasi harus menyelenggarakan rapat pertemuan untuk membicarakan
masalah-masalah dalam peningkatan pelayanan farmasi. Hasil pertemuan tersebut
disebarluaskan dan dicatat untuk disimpan.
8. Adanya komunikasi yang tetap dengan dokter dan paramedik, serta selalu
berpartisipasi dalam rapat yang membahas masalah perawatan atau rapat antar bagian
atau konferensi dengan pihak lain yang mempunyai relevansi dengan farmasi
9. Dokumentasi yang rapi dan rinci dari pelayanan farmasi dan dilakukan evaluasi
terhadap pelayanan farmasi setiap tiga tahun
10. Kepala Instalasi Farmasi harus terlibat langsung dalam perumusan segala keputusan
yang berhubungan dengan pelayanan farmasi dan penggunaan obat.

E. CAKUPAN PELAYANAN FARMASI


Pelayanan Farmasi Rumah sakit Khusus Mata Medan Baru melaksanakan kegiatan :
1. Pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi kegiatan pemilihan/seleksi,
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
penyiapan/dispensing dan pemusnahan
2. Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan meliputi :
a. Pengkajian resep yang dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, farmasi dan
klinis
b. Dispensing yang merupakan kegiatan pelayanan dari tahap validasi, interpretasi,
menyiapkan,memberikan label / etiket, penyerahan obat dengan pemberian
informasi obat yang memadai kepada pasien.
c. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat bekerjasama dengan dokter dan
perawat.
d. Pelayanan Informasi Obat
e. Konseling
f. Pengkajian Penggunaan Obat
KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI

A. SELEKSI DAN PENGADAAN

1. Rumah sakit melalui Panitia Farmasi dan terapi melakukan seleksi obat yang akan
diresepkan dan digunakan di rumah sakit dalam bentuk Formularium Obat.
2. Proses penyusunan formularium obat rumah sakit disusun secara kolaboratif dengan
melibatkan unsur tenaga medis/dokter, tenaga kefarmasian/apoteker dan tenaga
keperawatan yang termaktub dalam Panitia Farmasi dan Terapi.
3. Instalasi farmasi menetapkan standar prosedur operasional untuk mengantisipasi
bilamana obat tidak tersedia dengan cara memberitahukan kepada dokter penulis
resep berikut saran substitusinya.
4. Rumah sakit menetapkan metode pengawasan obat dengan berbagai
cara : Menilai kepatuhan terhadap peresepan obat formulairum
Menilai efek samping obat dan efek lain yang tidak diharapkan termasuk kasus
KTD terkait penggunaan obat di rumah sakit.
5. Untuk melindungi obat dari risiko kehilangan atau pencurian di seluruh rumah sakit
maka semua lokasi dan atau tempat penyimpanan obat harus dikunci.
6. Para praktisi kesehatan (tenaga medis/dokter, tenaga keperawatan, dan tenaga
kefarmasian) dilibatkan dalam proses pemesanan, penyaluran/distribusi, pemberian
obat, monitoring efek obat pada pasien, serta mengevaluasi kepatuhan penggunaan
obat formularium sesuai kompetensi dan kewenangan masing-masing.
7. Keputusan untuk memasukkan atau mengeluarkan obat dari formularium ditetapkan
dalam pedoman pelayanan farmasi.
8. Bila ada obat yang ditambahkan dalam formularium obat maka harus dilakukan
monitoring penggunaan, monitoring efek samping dan monitoring KTD (Kejadian
Tak Diharapkan) yang terjadi terkait penggunaan obat tersebut.
9. Formularium obat ditinjau atau ditelaah ulang setiap enam bulan sekali dengan
memperhatikan informasi safety dan efektivitas.
10. Jika ada obat non formularium yang diresepkan harus mendapatkan persetujuan dari
kepala instalasi farmasi dengan mempertimbangkan alasan penggunaannya.
11. Dalam hal obat tidak tersedia saat dibutuhkan maka instalasi farmasi akan
mengupayakan dari sumber luar yang resmi melalui pengadaan obat reguler maupun
non reguler dengan apotek rekanan.
12. Jika obat tidak tersedia pada saat akan digunakan karena farmasi tutup atau lokasi
penyimpanan terkunci maka petugas farmasi yang bertugas mengambil kunci di
farmasi rawat jalan.
13. Pengambilan obat di luar jam kerja gudang farmasi wajib mencatat di buku catatan
pengambilan obat.

B. PENYIMPANAN OBAT
1. Penerimaan obat dari apotek rekanan dilakukan oleh tenaga kefarmasian di logistik
farmasi dengan memperhatikan kebenaran aspek administrasi (SP/DO), tepat barang
dan dalam kondisi sediaan yang berkualitas sesuai jenis sediaan.
2. Semua obat dan perbekalan farmasi disimpan dalam kondisi yang sesuai dengan
stabilitas produk serta peraturan perundangan yang berlaku.
3. Kondisi penyimpanan yang memperhatikan stabilitas obat meliputi : suhu
penyimpanan, kelembaban, bebas dari binatang pengganggu, bebas debu dll.
4. Kondisi penyimpanan yang mengacu pada peraturan perundangan anatar lain untuk
obat golongan psikotropika dan obat high alert medication.
5. Elektrolit konsentrat hanya boleh disimpan di ruang IBS,IGD.
6. Penyimpanan elektrolit konsentrat harus dilengkapi pengaman dalam bentuk
penyimpanan tersendiri, pemberian label “High Alert-Elektrolit Konsentrat-Harus
diencerkan” serta memberikan kemasan tambahan.
7. Seluruh tempat penyimpanan obat diinspeksi secara periodik minimal sebulan sekali
untuk memastikan obat disimpan dengan benar.
8. Rumah Sakit melakukan identifikasi dan menyimpan obat yang dibawa pasien dari
rumah melalui proses rekonsiliasi obat.
9. Obat dibawa pasien dari rumah yang dilanjutkan terapinya di rumah sakit dikelola
oleh rumah sakit.
10. Instalasi farmasi melakukan penarikan/recal obat-obatan, meliputi :
a. Obat kadaluwarsa
b. Obat rusak
c. Obat ditarik oleh pabrik/distributor obat
d. Adanya risiko yang dapat membahayakan pasien
11. Tugas penarikan obat dikoordinir secara teknis oleh gudang farmasi atas rekomendasi
dan perintah dari kepala instalasi dan atau direktur rumah sakit

C. PERESEPAN DAN PENCATATAN


1. Peresepan obat untuk pasien rawat jalan hanya boleh dilakukan oleh dokter yang
ditetapkan dengan Surat Kebijakan dokter penulis resep.
2. Jika terdapat resep tidak terbaca, resep tidak jelas, resep tidak sesuai atau ada keragu-
raguan maka tenaga kefarmasian wajib melakukan konfirmasi kepada dokter penulis
resep.
3. Obat yang diberikan pada pasien wajib dicatat dalam rekam medis meliputi :
- Obat dicatat pada lembar asesmen pasien rawat jalan untuk pasien rawat jalan

4. Daftar obat pasien selama di rawat di rumah sakit juga disediakan secara elektronik
melalui Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) yang dapat diakses oleh tenaga
kesehatan sesuai hak akses yang diberikan.

5. Untuk mengurangi variasi dan meningkatkan keselamatan pasien maka ditetapkan


elemen-elemen yang harus dilengkapi pada resep meliputi :
a. Identitas pasien : nama pasien, No rekam Medik, Alamat, riwayat alergi, berat
badan (untuk pasien anak)
b. Aspek kelengkapan resep : nama dokter, SIP, tanggal, R/, nama obat (generik,
brand name), jumlah obat, cara pakai, paraf dokter.
c. Aspek lain yang diperlukan seperti : prn, prosedur NORUM/LASA, dll
6. Jenis pemesanan tambahan yang diijinkan pada persepan pasien lanjutan hanya
diberikan sesuai rekomendasi dokter atau DPJP.
D. PENYIAPAN DAN PENYALURAN/DISTRIBUSI
1. Obat dipersiapkan dan dikeluarkan dalam lingkungan yang aman, bersih dengan
peralatan dan suplai yang memadai serta mengikuti standar yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.
2. Obat disiapkan oleh tenaga kefaramasian (Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian)
yang kompeten dan memiliki ijin kerja.
3. Staf diberikan pelatihan tentang penyiapan obat yang baik (good dispensing
practices).
4. Apoteker atau TTK terlatih harus melakukan pengkajian atau telaah (pemeriksaan
kelayakan) terhadap resep meliputi:
a. Kejelasan tulisan
b. Ketepatan pasien
c. Ketepatan indikasi
d. Ketepatan dosis
e. Ketepatan rute pemberian atau sediaan obat
f. Ketepatan waktu/frekuensi pemberian obat
g. Tidak adanya duplikasi obat
h. Tidak adanya riwayat alergi ataupun potensi terhadap obat yang diresepkan
i. Tidak adanya interaksi obat
j. Tidak adanya kontraindikasi pada pasien tersebut
5. Apoteker berijin dan Tenaga Teknis kefarmasian terlatih melakukan telaah resep.
6. Jika terdapat pertanyaan dalam resep setelah dilakukan telaah resep maka petugas
wajib menghubungi dokter yang meresepkan.
7. Apoteker diuji kompetensinya melalui bukti sertifikat kompetensi yang masih
berlaku dikeluarkan oleh organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia
8. Tenaga teknis kefarmasian diuji kompetensinya dalam hal melakukan telaah resep
dengan metode testing kasus.

9. Distribusi obat pasien rawat jalan menggunakan sistem individual prescription atau
peresepan obat per individu pasien.
10. Distribusi obat pasien rawat inap menggunakan sistem individual prescription,
sistem floor stock dan sistem Unit Dose Dispensing (UDD).
11. Setelah disiapkan, obat diberi label/etiket yang meliputi informasi :
a. Tanggal obat disiapkan
b. No resep
c. Nama pasien
d. Nama obat dan dosis
e. Aturan pakai
f. Tanggal kadaluwarsa atau Beyond use date untuk obat racikan atau re-
packaging.
12. Obat disiapkan dan diserahkan kepada pasien harus dalam kondisi siap pakai.
13. Obat disiapkan secara akurat dengan memperhatikan aspek 7 benar : benar pasien,
benar indikasi, benar obat, benar dosis, benar rute/cara pemberian, benar waktu
pemberian, dan benar dokumentasi.
14. Penyiapan obat dilakukan secara tepat waktu dengan menggunakan standar :
- Resep obat non racikan ≤ 5 menit

15. Ketepatan waktu penyiapan obat dievaluasi secara berkala untuk peningkatan mutu
pelayananan

E. PEMBERIAN
1. Pemberian obat kepada pasien dilakukan oleh petugas yang kompeten yang terdiri
dari tenaga medis/dokter dan tenaga keperawatan.
2. Rumah sakit mengidentifikasi petugas tersebut di atas melalui :
a. Surat ijin praktek
b. Uraian jabatan
c. Surat Penugasan Klinik (SPK)
d. Standing order/pendelegasian kewenangan sesuai keperluan
3. Batasan pemberian obat khusus diberikan pada pemberian obat dengan
pengawasan seperti narkotika dan High Alert Medication.
4. Pemberian obat High Alert Medication kepada pasien hanya boleh dilakukan oleh
tenaga medis atau perawat yang berkompeten dan telah mendapat pelatihan.
5. Setiap pemberian obat wajib dilakukan verifikasi terhadap :
a. Kesesuaian obat dengan resep dan instruksi
b. Kesesuaian waktu dan frekuensi pemberian obat dengan resep dan instruksi
c. Kesesuaian dosis dengan resep atau instruksi
d. Kesesuaian rute pemberian dengan instruksi
e. Kesesuaian identitas pasien sebelum obat diberikan
7. Identifikasi obat yang dibawa pasien dilakukan dengan prosedur rekonsiliasi obat.
8. Dalam hal ada obat yang dibawa pasien maka apoteker akan dihubungi perawat
untuk menilai kelayakan obat dari aspek kualitas sediaan serta aspek duplikasi dan
interaksi dengan obat yang sedang diminum di rumah sakit.
9. Keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan obat yang dibawa pasien ada
pada DPJP sebagai clinical leader memperhatikan masukan dari tim asuhan pasien
lainnya.

F. PEMANTAUAN/MONITORING
1. Efek pengobatan terhadap pasien dimonitor termasuk efek yang tidak diharapkan
(adverse drug reaction)
2. Proses monitoring pemberian obat pada pasien termasuk identifikasi efek samping
dilakukan secara kolaboratif baik antar tenaga kesehatan (dokter, perawat,
apoteker) maupun antara petugas dengan pasien dan keluarganya.
3. Kejadian efek samping obat dan ADR yang terjadi pada pasien harus dicatat dalam
formulir pemantauan efek samping obat dalam rekam medis.
4. Efek samping obat yang terjadi direkap oleh Panitia Farmasi dan Terapi dan
dilaporkan sesuai peraturan perundangan.
5. Pelaporan kejadian efek samping direkap dan dilaporkan ke PFT setiap 3 bulan.
6. PFT membahas kejadian efek samping, melakukan analisa dan melaporkan kepada
Direktur.
7. Kesalahan obat (medication error) dilaporkan oleh petugas yang menemukan
kepada Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (KPMKP) dalam
format laporan Insiden Keselamatan Pasien (Form 4A) dalam waktu maksimal 2x
24 jam sejak insiden terjadi.
8. Kesalahan obat yang dilaporkan meliputi Kejadian Tak Diharapkan (KTD),
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dan Kejadian Potensial Cedera (KPC).
9. Kejadian kesalahan obat dibahas dalam KPMKP sesuai jenis grading risk-nya dan
dibuat Laporan kepada Direktur dan PFT.
10. PFT menggunakan laporan kejadian kesalahan obat untuk memperbaiki proses
penggunaan obat termasuk mengevaluasi kebijakan dan prosedur pengelolaan dan
penggunaan obat di rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai