Anda di halaman 1dari 5

IMPLEMENTASI E-BUDGETING di SURABAYA

Pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya naik hingga 2 persen sejak kepemimpinan Wali Kota Tri
Rismaharini. Kenaikan itu bukan tanpa sebab.

Dalam menjalankan sistem pemerintahannya, Risma tak lagi menggunakan secarik kertas dalam
menentukan kebijakan atau menjalankan proyek pembangunan.

"Uang (APBD) kami terbatas, tapi bagaimana kami bisa melayani masyarakat sebaik-baiknya.
Kami mengelola itu semua dengan sisteme-budgeting. Jadi sudah melalui online semua," ujar
Risma dalam diskusi Membangun Pelayanan Publik yang Profesional dan Antikorupsi di
Kementerian Hukum dan HAM, Senin, 23 Desember 2013.

Dengan sistem elektronik online tersebut, Risma mengaku lebih mudah mengontrol pengeluaran
dinas-dinas. Sebab, ia menjalankannya pada seluruh sektor. Mulai dari kesehatan, pendidikan,
perbaikan jalan, pajak, sampai kenaikan pangkat pegawai.

"Data orang miskin yang mau berobat, mereka cukup menekan sidik jari. Keluarlah data apa
benar dia miskin dan bisa langsung diobati. Itu meningkatkan derajat mereka," katanya.

Sistem elektronik itu, kata dia, juga digunakan untuk mencegah praktik suap dan korupsi.
Melalui sistem tersebut, ia acap kali memangkas oknum-oknum yang suka meminta biaya dalam
proses tender proyek dan lainnya.

"Kalau pakai tender maka otomatis masuk ke sistem e-government kami," ucapnya.
Selanjutnya Risma menilai, perencanaan dengan kapala dinas penting karena masuk kee-
performance masing-masing dinas. Selain itu, kini dinas memiliki sistem standar kontrak yang
tidak mungkin melanggar hukum.

"Karena sudah dikonsultasikan dengan ahli hukum," ujar Risma.

Untuk mengontrol proyek, lanjut dia, ada sistem e-controlling. Biasanya, warga akan
melayangkan protes lewat SMS.

"Jadi gampang buat saya untuk melakukan pengawasan. Saya bisa segera minta cek ke lapangan,
benar nggak laporan itu," ucapnya.

Setiap kinerja, ujar politisi PDI Perjuangan itu, harus dibuatkan laporan. Jika tidak maka tidak
akan dapat insentif yang disebutnya uang kinerja.

"Kalau dia telat, harus bikin laporan. Jadi tidak ada lagi sama rata sama rasa. Tergantung dari
kinerja mereka," katanya
Overview E BUDGETING
Dalam sebuah konferensi internasional, seorang peserta bertanya ketika saya selesai
mempresentasikan eProcurement (lelang online) di Indonesia: Apakah Anda yakin sistem
tersebut benar-benar menghapus korupsi? Jawab saya: Tidak seratus persen. Saya jelaskan
bahwa korupsi dalam ranah pengadaan barang dan jasa, mencakup semua spektrum, tidak hanya
pada saat lelang. “Bau busuk” korupsi dapat tercium mulai pada saat perencanaan atau
penyusunan anggaran. Drama kekisruhan antara DPRD dan Gubernur DKI Jakarta (Ahok) dalam
penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) adalah buktinya.
Dalam beberapa pekan terakhir, publik diberi tontonan menarik ini. Mengapa menarik?
Meskipun ini adalah masalah DKI Jakarta, kisruh ini adalah yang pertama terjadi di Indonesia
secara telanjang. Publik semakin dewasa dan lebih peduli dengan masalah bangsa. Diskusi
publik di banyak media, termasuk media sosial, adalah indikasinya. Saling tuduh siapa
mengubah RAPBD adalah menu utamanya. Ahok menuduh DPRD yang menambah anggaran
“siluman” sebesar Rp 12,1 triliun. Sebaliknya, DPRD menuding pihak eksekutif yang
melakukannya. Bahkan, kekisruhan ini bereskalasi dalam beberapa hari terakhir, dengan aksi
saling melaporkan.
Bagaimana mengurangi “bau busuk” korupsi yang mungkin terjadi pada saat penyusunan
anggaran? Sistem eBudgeting yang digunakan oleh DKI Jakarta adalah salah satu jawabnya.
Karena itulah, Ahok dapat dengan “mudah” mengetahui dan yakin munculnya anggaran
“siluman”. eBudgeting adalah aplikasi teknologi informasi atau perangkat lunak untuk
mendukung siklus penganggaran, mulai dari perencanaan, pembuatan program, sampai dengan
kendali dan evaluasi. eBudgeting di Indonesia sebetulnya bukan hal baru. Kota Surabaya sudah
menggunakannya mulai beberapa tahun yang lalu.
Apa manfaat dari eBudgeting? Pertama, kontrol akan lebih mudah dilakukan. Hanya mereka
yang berhak yang dapat mengakses dan mengubah anggaran. Karenanya, pelacakan siapa
mengisi apa seharusnya juga dapat dilakukan dengan mudah (jika fitur ini dikembangkan).
Namun demikian, manfaat ini mewujud hanya jika asumsi orang yang berhak tersebut adalah
orang-orang terpercaya.
Kedua, kontrol dapat dilakukan sejak tahap perencanaan. Pada kasus DKI Jakarta, eBudgeting
didesain untuk dapat menolak usulan yang dianggap tidak relevan. Usulan anggaran yang
“mengada-ada” dapat diminimalkan. Ahok mengklaim, fitur ini dalam sistem eBudgeting di DKI
Jakarta telah menolak usulan anggaran yang tidak relevan sebesar Rp 5,3 triliun.
Ketiga, tranparansi anggaran dapat ditingkatkan. Saat ini, publik dapat melihat RAPBD detil dua
versi secara online, meski tidak pada situs web resmi. Rasa penasaran publik terobati. Ke depan,
RAPBD versi final, termasuk realisasinya secara detil seharusnya juga dapat diakses oleh publik.
Sampai hari ini, sangat sulit mencari laporan realisasi APBD detil yang dapat diakses oleh
publik. Masih banyak pihak yang risih dengan berbagai alasan. Supaya tidak hanya menjadi
mimpi tanpa ujung, diperlukan keberanian khusus dari pada pemimpin pemerintahan semua
tingkat. “Kalau bersih kenapa harus risih”, bunyi slogan sebuah iklan.
Keempat, kontrol realisasi anggaran akan menjadi lebih mudah dilakukan. Capaian pelaksanaan
program dan keterserapan anggaran bahkan dapat diketahui secara langsung ketika sudah
dilaporkan ke sistem. Dengan catatan, sistem eBudgeting memuat fitur ini. Dengan demikian,
pemerintah menjadi lebih akuntabel, karena setiap rupiah pengeluaran dapat dilacak dengan
mudah.
Daftar manfaat ini dapat diperpanjang, termasuk kemungkinan melakukan simulasi dan bahkan
peramalan anggaran. Lagi-lagi, jika fitur ini dirasa perlu dan dimasukkan ke dalam sistem. Jika
daftar manfaat ini terwujud, kepercayaan publik terhadap pemerintah pun dapat terungkit.
Namun demikian, perlu diingat, penggunaan eBudgeting bukan tanpa hambatan. Sebagai halnya
banyak inisiatif penggunaaan teknologi informasi di sektor publik, hambatan terbesarnya bukan
masalah teknis. Faktor non-teknis, termasuk kepentingan beragam orang yang terlibat, sangat
mungkin lebih dominan. Nilai yang disuntikkan ke dalam sistem eBudgeting adalah kontrol dan
transparansi. Tidak semua orang nyaman dengan ini. Masalah klasik, namun tetap aktual

EBUDGETING di Jakarta
Ahok: Kita Mulai Era Baru di Indonesia dengan “E-budgeting”

Ahok.Org – Pemerintah
Provinsi DKI akan membuka kunci e-budgeting pada pembahasan Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2015 bersama DPRD DKI, Kamis (19/3/2015)
ini. Basuki mengungkapkan bahwa dia sengaja mengundang DPRD DKI agar tidak lagi
menimbulkan prasangka satu sama lain. Karena itu, dia akan memberikan password serta
mengajarkan e-budgeting kepada Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi.
“Kita mulai era baru e-budgeting di Indonesia. Nanti waktu kami ngisi ini (e-budgeting) semua
media boleh lihat, kenapa seperti ini dan SKPD enggak bisa lagi ‘main’ nih,” kata Basuki di
Balai Kota DKI Jakarta, Kamis.
Dengan langkah ini, Basuki meyakini warga dapat mengetahui pihak-pihak mana saja yang
kongkalikong dan “bermain” dengan anggaran. Warga maupun DPRD kini bisa ikut menilai
anggaran mana saja yang dirasa tidak sesuai atau tidak masuk akal. Akan ada proyektor yang
memperlihatkan sistem e-budgeting dalam pembahasan RAPBD 2015. Pihak mana yang
memasukkan serta mencoret anggaran dapat terlihat jelas dengan e-budgeting itu.
“Jadi, misalnya Pak Pras, saya sudah minta untuk hadir dan lihat nanti, kami kasih
diapassword e-budgeting. Jadi, Ketua DPRD punya password dan bisa lihat staf-stafnya untuk
kunci anggaran. Kalau stafnya sembarang kunci dan kurang-kurangin gimana?
Kan kebacaada password-nya, berarti Ketua DPRD yang mengunci dan pasang sembarangan,”
kata Basuki.
Rencananya, pembahasan RAPBD DKI 2015 akan berlangsung pada pukul 10.00 di Ruang Pola
Bappeda Blok G lantai 2. Sebelumnya, beberapa pihak yang memiliki password e-
budgeting adalah Gubernur, Sekda, Kepala BPKAD, Kepala Bappeda, serta penanggung jawab
di masing-masing SKPD. [Kompas.com]
-

Ahok Janji Berikan “Password E-budgeting” kepada Ketua DPRD


Pemerintah Provinsi DKI akan menjadi tuan rumah pada rapat pembahasan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI 2015, Kamis (19/3/2015) ini. Pemprov
DKI akan kembali memasukkan (input) program ke dalam e-budgeting bersama DPRD DKI.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bahkan bakal memberikan password e-
budgeting kepada Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi.
“Nanti kami mau isi (RAPBD) bareng-bareng. Kami minta orang DPRD datang dan saya juga
akan kasih password (e-budgeting) ke Ketua DPRD. Biar dia bisa melihat dan kami akan ajarkan
Ketua DPRD juga,” kata Basuki di Balai Kota DKI Jakarta.
Ketua DPRD dapat mengunci program ataupun anggaran yang tidak sesuai. Basuki menjanjikan
bakal membuka anggaran melalui sistem e-budgeting hingga satuan ketiga.
Dia mencontohkan beberapa anggaran yang menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat,
seperti pelatihan guru-guru ke luar negeri senilai Rp 5 miliar, pembangunan UPT Komando
untuk analisis Jakarta Smart City senilai Rp 11 miliar, pengadaan kursi meja senilai Rp 7 miliar,
pengadaan pohon palem senilai Rp 5 juta, dan lainnya.
“Orang mulai mikir, memang Jakarta butuh pohon begitu mahal, mending beli pohon yang
enggak gampang mati di musim kemarau. Ini pasti akan banyak terjadi perdebatan panjang,
tetapi enggak apa-apa,” kata Basuki.
Rencananya, pembahasan RAPBD DKI 2015 akan berlangsung pada pukul 10.00 di Ruang Pola
Bappeda Blok G lantai 2. Sebelumnya, beberapa pihak yang memiliki password e-
budgeting adalah Gubernur, Sekda, Kepala BPKAD, Kepala Bappeda, serta penanggung jawab
di masing-masing SKPD
PENTINGNYA PENGIMPLEMENTASIAN E BUDGETING
Polemik munculnya anggaran siluman dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI
Jakarta membuka mata publik bahwa bukan tidak mungkin fenomena serupa terjadi pula di
berbagai daerah lain. Hanya, barang kali kepala daerah (gubernur/bupati) di daerah lain tersebut
tidak segarang dan seberani Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), sehingga
fenomena tersebut tidak mencuat ke permukaan.

Fenomena penyisipan anggaran siluman pada dasarnya bukanlah suatu hal yang baru. Dalam
tataran pemerintah pusat, fenomena penyisipan anggaran siluman ini ditengarai kerap terjadi di
lingkungan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Karena itu, beberapa elemen masyarakat kala
itu mengajukan gugatan judicial review Pasal 157 ayat 1, Pasal 159 ayat 5 huruf c Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) serta Pasal 15
ayat 5 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ke Mahkamah Konstitusi.

Tujuannya, agar Banggar DPR RI, yang dipandang oleh publik sebagai sarang para koruptor dan
mafia proyek anggaran, bisa dibubarkan. Meski pada akhirnya MK dalam putusannya tidak
mengabulkan gugatan judicial review atas pasal-pasal tersebut, muncul catatan bahwa
kewenangan Banggar perlu dibatasi.

Dalam konteks ini, berdasarkan keputusan MK tersebut, bisa diasumsikan bahwa untuk
membunuh tikus (baca: mafia anggaran), bukan lumbung padinya yang harus dibakar, melainkan
sistem anggarannya yang harus dibenahi. Karena itu, dalam rangka menjamin APBD yang lebih
transparan dan akuntabel, sudah sepatutnya mekanisme yang ada diubah, yakni tidak lagi
menggunakan cara-cara manual, melainkan mutlak menerapkan e-budgeting dalam penyusunan
anggaran. Walhasil, bila ada oknum anggota Dewan yang ingin menyisipkan anggaran siluman
melalui pengadaan tender atau pelbagai proyek fiktif, akan dapat dengan mudah diketahui.

Pasalnya, perubahan sekecil apa pun dalam APBD yang telah dikunci (locked on) dengan sistem
e-budgeting pasti akan terdeteksi, terutama identitas satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang
melakukannya. Pada titik ini, setiap SKPD tentu tidak akan mau mempertaruhkan
keberlangsungan profesinya hanya untuk memuluskan titipan anggaran siluman dari oknum-
oknum anggota Dewan itu.

Sistem e-budgeting ini, jika dikombinasikan dengan penerapan e-procurement (Layanan


Pengadaan Secara Elektronik/ LPSE) dan e-sourcing (sistem pendukung pengadaan barang),
akan menjadi cara yang ampuh untuk menangkal pelbagai macam modus korupsi. Misalnya,
manipulasi spesifikasi barang, penggelembungan harga, manipulasi proses tender, dan realisasi
penggunaan anggaran yang tidak wajar. Sudah saatnya berbagai daerah di negara ini, baik di
tataran pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota, menerapkan sistem e-budgeting, e-procurement,
dan e-Sourcing dalam satu kesatuan sistem e-government yang utuh, sebagaimana yang telah
dianjurkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Di negara maju, penerapan pelbagai sistem layanan elektronik itu bukan hanya terbukti sukses
meminimalkan potensi terjadinya korupsi, tapi juga berdampak positif pada peningkatan
pelayanan publik. Karena itu, sudah sepatutnya negara ini menerapkan sistem serupa untuk
menumpas para siluman anggaran, baik di pihak legislatif maupun eksekutif.

Anda mungkin juga menyukai