PREEKLAMPSIA
Oleh:
Pendamping:
TAHUN 2019
TINJAUAN PUSTAKA
1.2. Etiologi
Penyebab preeklampsia secara pasti sampai saat ini belum diketahui
dengan jelas. Dari berbagai teori yang telah dikemukakan, terdapat beberapa
teori yang banyak dianut, antara lain teori kelainan vaskularisasi plasenta,
teori iskemia plasenta, radikal bebas, disfungsi endotel, teori adaptasi
kardiovaskular, teori genetik, teori defisiensi gizi, dan teori inflamasi. 8
Meskipun dari teori-teori tersebut belum diyakini seutuhnya, tetapi
diyakini preeklampsia erat hubungannya dengan kehadiran plasenta dalam
kehamilan. Hal ini tampak jelas bahwa perkembangan preeklampsia
membutuhkan keberadaan plasenta, mengingat bahwa sindrom klinis ini tidak
akan berkembang jika tidak ada plasenta, dan menghilang segera setelah
kelahiran plasenta.11
c. Riwayat keluarga
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, dan 8% anak
menantunya mengalami preeklampsia.8 Dari data epidemiologi, banyak
yang memperlihatkan bahwa preeklampsia adalah penyakit dengan faktor
predisposisi familial yang kuat, dan bervariasi sesuai geografis, sosial
ekonomi, dan ras.11
b. Preeklampsia Berat
Pasien preeklampsia berat harus segera dirawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri) dan dipantau secara teratur
input cairan dan output cairan (Prawirohardjo, 2010). Cairan yang
diberikan dapat berupa 5% Ringer-dextrose atau cairan garam faali
<125cc/jam, atau infus dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan
infus ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.8 Selain itu, perlu juga diberikan
obat anti kejang, yaitu magnesium sulfat untuk mencegah terjadinya
kejang.8
Pada preeklampsia berat, diuretik tidak diberikan secara rutin,
kecuali bila ada edema paru, payah jantung kongestif atau anasarka.
Biasanya diuretikum yang digunakan adalah furosemide.8
Untuk mengatasi hipertensi, dapat digunakan antihipertensi. Tetapi
masih banyak perbedaan pendapat tentang penentuan batas tekanan
darah yang perlu diberi antihipertensi. Pemberian antihipertensi adalah
apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥
110mmHg. Di Indonesia, jenis obat antihipertensi yang diberikan adalah
Nifedipin dengan dosis awal 10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu dan
dosis maksimum 120 mg/24 jam.8
Glukokortikoid dapat diberikan pada usia kehamilan 32 – 34 minggu
untuk pematangan paru janin dan juga biasanya diberikan pada sindrom
HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets Count).8
Pada preeklampsia berat, kehamilan harus segera diterminasi
untuk mengupayakan keselamatan ibu dan janin, karena dengan terminasi
kehamilan diharapkan dapat mengatasi preeklampsia yang mengancam
bagi ibu dan janin.10