Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

PREEKLAMPSIA

Oleh:

dr. Iqbal zaman

Pendamping:

dr. Elis Sopiani

INTERNSIP PUSKESMAS KARAWANG

TAHUN 2019
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi Preeklampsia


Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel pembuluh darah.10
Preeklampsia juga didefinisikan sebagai hipertensi yang timbul setelah 20
minggu kehamilan dan disertai dengan proteinuria.8

1.2. Etiologi
Penyebab preeklampsia secara pasti sampai saat ini belum diketahui
dengan jelas. Dari berbagai teori yang telah dikemukakan, terdapat beberapa
teori yang banyak dianut, antara lain teori kelainan vaskularisasi plasenta,
teori iskemia plasenta, radikal bebas, disfungsi endotel, teori adaptasi
kardiovaskular, teori genetik, teori defisiensi gizi, dan teori inflamasi. 8
Meskipun dari teori-teori tersebut belum diyakini seutuhnya, tetapi
diyakini preeklampsia erat hubungannya dengan kehadiran plasenta dalam
kehamilan. Hal ini tampak jelas bahwa perkembangan preeklampsia
membutuhkan keberadaan plasenta, mengingat bahwa sindrom klinis ini tidak
akan berkembang jika tidak ada plasenta, dan menghilang segera setelah
kelahiran plasenta.11

1.3. Faktor Risiko Preeklampsia


Terdapat beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya
preeklampsia pada ibu hamil, diantaranya :
a. Primigravida dan Nulipara
Djannah dan Arianti, (2010) mengemukakan bahwa preeklampsia lebih
sering terjadi pada primigravida (nulipara). Hal ini diduga berhubungan
dengan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang
tidak sempurna, sehingga timbul respon imun yang tidak menguntungkan
terhadap histoincompatibility plasenta.4 Penelitian yang dilakukan oleh
Diaz et al., (2009) menemukan bahwa risiko preeklampsia pada kehamilan
pertama adalah 4,1%, dan akan turun pada kehamilan berikutnya menjadi
1,7%.12 Penelitian yang dilakukan Schneider et al., (2011) juga
mendapatkan hasil bahwa preeklampsia lebih tinggi angka kejadiannya
pada kehamilan pertama, yakni 9.989 kasus atau 3,1% dibandingkan
dengan preeklampsia pada kehamilan berikutnya yakni 4.945 kasus atau
1,5%.3 Penelitian di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2007 –
2009 juga menemukan insiden preeklampsia lebih tinggi pada
primigravida, yakni sebesar 69% dibandingkan dengan preeklampsia pada
multigravida sebesar 30,5%.4

b. Usia yang ekstrim


Usia ibu hamil di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun dianggap sebagai
usia yang ekstrim dalam kehamilan dan berisiko untuk mengalami
preeclampsia. Seiring peningkatan usia, akan terjadi peningkatan risiko
hipertensi kronik, dan wanita dengan risiko hipertensi kronik ini akan
memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami preeklampsia. 10 Dari
hasil penelitian yang dilakukan Schneider et al.,(2011) juga didapatkan
angka kejadian preeklampsia lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yakni
3.876 kasus atau 2,6%, dibandingkan dengan usia di bawah 35 tahun yang
berkisar sekitar 2,2-2,3%.3 Penelitian Lamminpaa et al., (2012) di Finlandia
tahun 1997 – 2008 menemukan bahwa preeklampsia pada usia lanjut lebih
tinggi dibandingkan preeklampsia pada wanita dengan usia di bawah 35
tahun yakni 9,4% pada wanita usia lanjut dan 6,4% pada wanita usia di
bawah 35 tahun.13

c. Riwayat keluarga
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, dan 8% anak
menantunya mengalami preeklampsia.8 Dari data epidemiologi, banyak
yang memperlihatkan bahwa preeklampsia adalah penyakit dengan faktor
predisposisi familial yang kuat, dan bervariasi sesuai geografis, sosial
ekonomi, dan ras.11

d. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil


e. Gangguan metabolik seperti obesitas dan diabetes melitus
Schneider et al., (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa
preeklampsia lebih didominasi oleh kelompok ibu hamil dengan Body Mass
Index (BMI) di atas 35 dengan persentase 8,4%, disusul dengan kelompok
ibu hamil dengan BMI 30 – 35 dengan persentase 4,8%. Selain itu
diabetes melitus juga salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi kronis. 3

1.4. Patogenesis dan Patofisiologi Preeklampsia


Seperti yang telah dijelaskan, sampai saat ini penyebab pasti
preeklampsia belum diketahui dengan jelas. Hal ini berarti bahwa patogenesis
preeklampsia juga masih belum diketahui dengan pasti. Berikut ini beberapa
teori yang banyak dianut sebagai patogenesis preeklampsia.

a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta


Pada kehamilan normal akan terjadi proses remodeling arteri spiralis
akibat invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis dan ke jaringan
sekitar arteri spiralis yang menyebabkan degenerasi lapisan otot arteri
spiralis dan penggemburan matriks sekitar arteri spiralis. Hal ini akan
mempermudah distensi dan dilatasi arteri spiralis. Kegagalan proses ini
akan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi relatif sehingga aliran darah
uteroplasenta menurun dan menimbulkan iskemia dan hipoksia plasenta,
peningkatan tekanan darah, dan berbagai perubahan lainnya. 8
b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Pada teori sebelumnya telah dijelaskan bahwa kegagalan remodeling arteri
spiralis akan menimbulkan iskemia dan hipoksia plasenta. Dalam keadaan
iskemia dan hipoksia ini, plasenta akan menghasilkan oksidan atau radikal
bebas, terutama radikal hidroksil yang sangat toksik terhadap membran sel
endotel pembuluh darah. Akibatnya, hidroksil ini akan merusak membran
sel yang mengandung banyak asam lemak tak jenuh dan mengubahnya
menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak dan radikal hidroksil ini akan
beredar dalam sirkulasi dan menyebabkan disfungsi endotel pembuluh
darah dan menimbulkan efek sebagai berikut.8
- Gangguan produksi prostaglandin, yaitu prostasiklin (PGE2) yang
berperan sebagai vasodilator kuat, sehingga gangguan produksi PGE2
ini akan menyebabkan gangguan vasodilatasi.
- Agregasi trombosit yang akan menutup tempat-tempat kerusakan pada
endotel dan dalam proses agregasi trombosit ini akan dilepaskanlah
tromboksan (TXA2) yang berperan sebagai vasokonstriktor kuat
sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan
peningkatan tekanan darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin.
- Peningkatan faktor koagulasi.
c. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada kehamilan normal, ekspresi human leukocyte antigen protein G
(HLA-G) yang berfungsi memodulasi sistem imunitas ibu agar tidak terjadi
penolakan imunitas terhadap hasil konsepsi, serta berperan dalam
mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Apabila
ekspresi HLA-G berkurang, akan menimbulkan hambatan dalam proses
invasi trofoblas.8
d. Teori adaptasi kardiovaskuler
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopressor yang berarti bahwa pembuluh darah tidak peka terhadap
rangsangan bahan vasopressor atau butuh bahan vasopressor yang lebih
tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Daya refrakter ini diduga
disebabkan prostaglandin yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh
darah dan jika terjadi kerusakan endotel pembuluh darah, akan
mengakibatkan penurunan daya refrakter terhadap bahan vasopressor. 8
e. Teori genetik
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8%
anak menantunya mengalami preeklampsia.8 Dari data epidemiologi,
banyak studi yang memperlihatkan bahwa preeklampsia adalah penyakit
dengan faktor predisposisi familial yang kuat, dan juga bervariasi sesuai
dengan geografis, social ekonomi, dan ras.11
f. Teori defisiensi gizi
Banyak penelitian yang telah terbukti menunjukkan hubungan gizi dengan
preeklampsia. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak
ikan, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Hal ini karena minyak ikan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat
produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan mencegah
vasokonstriksi pembuluh darah.8
g. Teori stimulus inflamasi
Teori ini didasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
Pada preeklampsia, terjadi peningkatan stress oksidatif sehingga banyak
produksi debris dan trofoblas nekrotik yang akan memicu reaksi inflamasi
dalam darah ibu, mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag, dan
menimbulkan gejala preeeklampsia pada ibu.8
Preeklampsia ini dapat menyebabkan perubahan dan gangguan pada
berbagai organ. Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia, akan dijumpai
perburukan patologis fungsi sejumlah organ akibat vasospasme dan iskemia. 10
Berikut ini adalah beberapa perubahan dan gangguan yang terjadi akibat
preeklampsia.
a. Volume plasma
Pada kehamilan normal, volume plasma meningkat dengan
bermakna (hipervolemia) guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan
janin. Namun pada preeklampsia, oleh sebab yang tidak jelas, terjadi
penurunan volume plasma antara 30% - 40% yang memberi dampak
yang luas pada berbagai organ.8
b. Kardiovaskuler
Hipertensi adalah tanda utama dari preeklampsia. Pada
preeklampsia, hipertensi ini terjadi akibat vasospasme menyeluruh
dengan ukuran tekanan darah ≥140/90 mmHg.8
c. Fungsi Ginjal
Perubahan pada fungsi ginjal terutama disebabkan karena
penurunan aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia, serta kerusakan
sel glomerulus. Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan
meningkatnya permeabilitas membran basalis sehingga terjadi
kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.8
Pada kehamilan juga terjadi peningkatan asam urat serum
≥5mg/cc yang disebabkan oleh hipovolemia. Hipovolemia
menimbulkan penurunan aliran darah ginjal dan mengakibatkan
menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurun juga sekresi asam
urat.8
Akibat dari kerusakan glomerulus, osmolaritas serum dan
tekanan onkotik juga akan mengalami penurunan yang cukup besar.
Akibat kehilangan protein dalam jumlah yang banyak, dan juga karena
penurunan tekanan onkotik plasma, akan terjadi edema. 8
d. Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa nyeri kepala yang
disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan edema
vasogenik. Disamping itu juga dapat timbul kejang eklamptik karena
perubahan-perubahan aliran darah ke otak. Faktor-faktor yang
menimbulkan kejang eklamptik ialah edema serebri, vasospasme
serebri, dan iskemia serebri.8

Selain memberikan dampak bagi tubuh maternal, preeklampsia ini juga


memberikan dampak buruk bagi janin karena gangguan suplai darah ke janin.
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Dampak
preeklampsia dan eklampsia pada janin dapat berupa Intrauterine growth
restriction (IUGR) dan oligohidramnion, kenaikan morbiditas dan mortalitas
janin yang secara tidak langsung adalah akibat dari IUGR, dan sebagainya.8

1.5. Gejala dan Tanda Preeklampsia, Klasifikasi, serta Diagnosis


Preeklampsia
Seperti yang telah dijelaskan dari definisi preeklampsia, gejala utama
dari preeklampsia ini adalah hipertensi, proteinuria, serta adanya edema.
Secara teoritik, urutan gejala yang timbul pada preeklampsia adalah edema,
hipertensi, dan terakhir adalah proteinuria, sehingga apabila gejala-gejala ini
timbul tidak dalam urutan di atas, dapat dianggap bahwa itu bukan
preeclampsia.8
Secara klinis, preeklampsia dibedakan menjadi preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat. Derajat berat ringannya preeklampsia didasarkan pada
tanda dan gejala yang muncul. Berikut adalah indikator yang membedakan
preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.

Tabel 2.1. Kriteria Preeklampsia Ringan dan Preeklampsia Berat10


No Kelainan Ringan Berat

1 Tekanan darah diastolik <100 mmHg 110 mgHg atau


lebih

2 Proteinuria Samar (trace) +2 persisten atau


sampai +1 lebih

3 Nyeri kepala Tidak ada Ada

4 Gangguan penglihatan Tidak ada Ada

5 Nyeri abdomen atas Tidak ada Ada

6 Oliguria Tidak ada Ada

7 Kejang Tidak ada Ada (eklampsia)

8 Kreatinin serum Normal Meningkat

9 Trombositopenia Tidak ada Ada

10 Peningkatan enzim hati Minimal Nyata

11 Pertumbuhan janin Tidak ada Jelas


terhambat
12 Edema paru Tidak ada Ada

1.6. Penatalaksanaan pada Preeklampsia


Penatalaksanaan pasien preeklampsia dikelompokkan menjadi
tatalaksana pada preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
a. Preeklampsia Ringan
Pada preeklampsia ringan, ibu hamil dianjurkan tirah baring dengan
posisi miring untuk menghilangkan tekanan rahim pada vena kava inferior,
sehingga aliran darah balik akan meningkat dan meningkatkan curah
jantung. Dengan demikian, perfusi ke berbagai organ vital akan meningkat
dan hal ini akan meningkatkan filtrasi glomerulus dan diuresis.
Peningkatan diuresis ini akan menurunkan kadar natrium dalam darah,
mengurangi retensi cairan, dan menurunkan reaktivitas kardiovaskular,
sehingga mengurangi vasospasme.8 Tirah baring ini juga merupakan salah
satu rekomendasi dalam WHO Recommendations for Prevention and
Treatment of Pre-eclampsia and Eclampsia.14 Jika tidak terjadi perbaikan
tekanan darah dan proteinuria, serta terdapat satu atau lebih tanda dan
gejala preeklampsia berat, maka pasien harus dirawat inap untuk
pemantauan keadaan fisik ibu dan pertumbuhan janin secara teratur.8
Pada kehamilan preterm (antara 22 minggu sampai ≤ 37 minggu),
bila tekanan darah mencapai normotensif, persalinan ditunggu sampai
kehamilan aterm dan pada kehamilan aterm (>37 minggu), persalinan
ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk
melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan. 8

b. Preeklampsia Berat
Pasien preeklampsia berat harus segera dirawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri) dan dipantau secara teratur
input cairan dan output cairan (Prawirohardjo, 2010). Cairan yang
diberikan dapat berupa 5% Ringer-dextrose atau cairan garam faali
<125cc/jam, atau infus dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan
infus ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.8 Selain itu, perlu juga diberikan
obat anti kejang, yaitu magnesium sulfat untuk mencegah terjadinya
kejang.8
Pada preeklampsia berat, diuretik tidak diberikan secara rutin,
kecuali bila ada edema paru, payah jantung kongestif atau anasarka.
Biasanya diuretikum yang digunakan adalah furosemide.8
Untuk mengatasi hipertensi, dapat digunakan antihipertensi. Tetapi
masih banyak perbedaan pendapat tentang penentuan batas tekanan
darah yang perlu diberi antihipertensi. Pemberian antihipertensi adalah
apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥
110mmHg. Di Indonesia, jenis obat antihipertensi yang diberikan adalah
Nifedipin dengan dosis awal 10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu dan
dosis maksimum 120 mg/24 jam.8
Glukokortikoid dapat diberikan pada usia kehamilan 32 – 34 minggu
untuk pematangan paru janin dan juga biasanya diberikan pada sindrom
HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets Count).8
Pada preeklampsia berat, kehamilan harus segera diterminasi
untuk mengupayakan keselamatan ibu dan janin, karena dengan terminasi
kehamilan diharapkan dapat mengatasi preeklampsia yang mengancam
bagi ibu dan janin.10

Bagan alur rujukan ibu hamil dengan hipertensi


Bagan alur pengobatan hipertensi dalam kehamilan
DAFTAR PUSTAKA
1. Osungbade KO, Ige OK. Public health perspectives of preeclampsia in
developing countries: implication for health system strengthening. J
Pregnancy. 2011;2011:1-2.
2. Guidotti R, Jobson D. Detecting pre-eclampsia: a partical guide. Geneva:
WHO;2005.
3. Schneider S, Maul H, Roehrig S, Fischer B, Hoeft B, Freerksen N. Risk
groups and maternal-neonatal complication of preeclampsia – current result
from the National German Perinatal Quality Registry. J Perinat Med. 2001;
39: 257-65.
4. Djannah SN, Arianti IS. Gambaran epidemiologi kejadian preeklampsia/
eklampsia di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun
2007-2009. Bul Penel Sistem Kes. 2010; 13: 379-82.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan Indonesia
2004. Jakarta: Depkes; 2006.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan Indonesia
2005. Jakarta: Depkes; 2007.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan Indonesia
2006. Jakarta: Depkes; 2008.
8. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2010.
9. Davison JM, Homouth V, Jeyabalan A, Conrad KP, Karumanchi SA,
Quaggin S, et al. New aspects in the pathophysiology of preeclampsia. J
Am Soc Nephrol. 2004; 15: 2440-1.
10. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom
KD. Obstetri williams. Edisi 21. Alih Bahasa oleh Andry Hartono, Y. Joko
Suyono, Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC; 2005.
11. Valenzuela FJ, Sepulveda AP, Torres MJ, Correa P, Repetto GM, Illanes
SE. pathogenesis of preeclampsia : the genetic component. J
Pregnancy.2012: 2-3.

12. Diaz SH, Toh S, Cnattingius S. Risk of pre-eclampsia in first and


subsequent pregnancies: prospective cohort study. BMJ. 2009; 2-3.
13. Lamminpaa R, Julkunen KV, Gissler M, Heinonen S. Preeclampsia
complicated by advanced maternal age : a registry-based study on
primiparous women in finland 1997-2008. BMC Pregnancy &
Childbirth.2012; 12: 3-4.
14. World Health Organization. WHO recommendations for prevention and
treatment of pre-eclampsia and eclampsia. Geneva : WHO;2011.

Anda mungkin juga menyukai