Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH BILIRUBIN

DISUSUN OLEH

MILENIAWIDYASTUTI S

318012
BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Banyak faal metabolik yang dilakukan oleh jaringan hati, maka ada
banyak pula, lebih dari 100, jenis test yang mengukur reaksi faal hati.' Semuanya,
disebut sebagai "tes faal hati “Sebenarnya hanya beberapa yang- benar-benar
mengukur faal hati.1-3 Diantara berbagai tes tersebut tidak ada tes tunggal yang
efektif mengukur faal hati secara keseluruhan. Beberapa tes terlalu peka sehingga
tidak khas, sebagian lagi dipengaruhi pula oleh faktor - faktor di luar hati,
sebagian lagi sudah obsolete.

Beberapa kriteria yang dapat dipakai adalah, antara lain, dapatnya


dikerjakan tes tersebut secara baik dengan sarana yang memadai, segi kepraktisan,
biaya, stress yang dibebankan kepada penderita, kemampuan diagnostik dari tes
tersebut, dan lain-lain. Pada pengujian kerusakan hati, gangguan biokimia yang
terlihat adalah peningkatan permeabilitas dinding sel, berkurangnya kapasitas
sintesa, terganggunya faal ekskresi, berkurangnya kapasitas penyimpanan,
terganggunya faal detoksifikasi peningkatan reaksi mesenkimal dan imunologi
yang abnormal. Pada praktikum kali ini, dilakukan tes kimiawi meliputi
pemeriksaan bilirubin total dan direk yang dapat menunjang suatu diagnosa
terhadap adanya kelainan fungsi hati.

I.2 Maksud dan tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud percobaan

Untuk memahami dan mempelajari cara pemeriksaan bilirubin dalam


urine

I.2.2 Tujuan percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mengidentifikasi


kelainan pada fungsi hati dengan melihat kadar bilirubin dalam urin.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

A. Anatomi Hati

Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis


tubuh yang meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan
imunologi. Dari sudut pandang anatomi dan fisiologi, hati adalah organ terbesar
dari sistem intestinal dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih 25% berat
badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen
dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks.
Batas atas hati berada sejajar dengan ruang interkostal V kanan dan batas bawah
menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga IX kiri (Sudoyo,2007).

Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal


sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari
sistem porta yang mengandung arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus.
Sistem porta terletak di depan vena kava dan dibalik kandung empedu.
Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan
ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2
kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu
di lobus kanan kadang-kadang dapat ditemukan lobus kuadratus dan sebuah
daerah yang disebut sebagai lobus kaudatus yang biasanya tertutup oleh vena
kava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. Hati terbagi
dalam 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis Cantlie yang
terdapat mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah membagi hati
menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi
relatif sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi(Sudoyo,2007).

B. Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari
hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di
samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel
retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air, bilirubin yang
disekresikan dalam darah harus diikatkan albumin untuk diangkut dalam plasma
menuju hati(Sudoyo,2007).

Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan dan mengkonjugasinya dengan


asam glukoronat sehingga bersifat larut air, sehingga disebut bilirubin direk atau
glukoroniltransferase, selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam
bentuk bilirubin terkonjugasi. Proses konjugasi melibatkan enzim(Sudoyo,2007).
glukoroniltransferase, selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam bentuk
monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat. terkonjugasi
dikeluarkan melalui proses energi kedalam sistem bilier(Sudoyo,2007).

Bilirubin berikatan dengan albumin sehingga zat ini dapat diangkut ke


seluruh tubuh. Dalam bentuk ini, spesies molekular disebut bilirubin tak
terkonjujgasi. Sewaktu zat ini beredar melalui hati, hepatosit melakukan fungsi
sebagai berikut :

1. Penyerapan bilirubin dan sirkulasi

2. Konjugasi enzimatik sebagai bilirubin glukuronida

3. Pengangkutan dan ekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu


untuk dikeluarkan dari tubuh

Konjugasi intrasel asam glukoronat ke dua tempat di molekul bilirubin


menyebabkan bilirubin bermuatan negatif, sehingga bilirubin terkonjugasi ini
larut dalam fase air. Apabila terjadi obstruksi atau kegagalan lain untuk
mengekskresikan bilirubin terkonjugasi ini zat ini akan masuk kembali ke dan
tertimbun dalam sirkulasi(Sudoyo,2007).

Selain bilirubin masuk ke dalam usus, bakteri kolon mengubah bilirubin


menjadi urobilinogen yaitu beberapa senyawa tidak berwarna yang kemudian
mengalami oksidasi menjadi pigmen coklat urobilin. Urobilin diekskresikan
dalam feses tetapi sebagian urobilinogen direabsorpsi melalui usus, dan melalui
sirkulasi portal diserap oleh hati dan direekskresikan dalam empedu. Karena larut
air, urobilinogen juga dapat keluar melalui urin apabila mencapai ginjal
(Sudoyo,2007).

 Pembentukan bilirubin

Dalam keadaan fisiologis, masa hidup eritrosit manusia sekitar 120 hari,
eritrosit mengalami lisis 1-2×108 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan
berat badan 70 kg, dimana diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr
per hari. Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh
limpa. Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam-asam
aminonya. Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi
mikrosom sel retikuloendotel oleh sistem enzim yang kompleks yaitu heme
oksigenase yang merupakan enzim dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah
awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena membentuk
biliverdin, suatu tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan
oksidasi, reaksi-reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi
dibebaskan Fe3+ yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal
dari atom karbon jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen
berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan
NADPH sehingga rantai metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III –
IV dan membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna
pada memar merupakan petunjuk reaksi degradasi ini(Baron,1918).

Bilirubin bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan


biliverdin. Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg
bilirubin dan tiap hari dibentuk sekitar 250–350 mg pada seorang dewasa, berasal
dari pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan pemecahan
hemprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah bentuk yang
sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat nonkovalen dan
diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg
bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini
hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdifusi ke jaringan. Bilirubin
yang sampai dihati akan dilepas dari albumin dan diambil pada permukaan
sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem transport
difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi penggambilan
bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan dilewati bilirubin
berikutnya. Bilirubin nonpolar akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi
bentuk larut. Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut yang dapat
diekskresikan dengan mudah kedalam kandung empedu. Proses perubahan
tersebut melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin,
dikatalisis oleh enzim bilirubin glukoronosiltransferase. Hati mengandung
sedikitnya dua isoform enzym glukoronosiltransferase yang terdapat terutama
pada retikulum endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap,
memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor glukoronat. Tahap pertama
akan membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai senyawa antara yang
kemudian dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap
kedua(Baron,1918).

 Metabolisme Bilirubin

Hati merupakan organ terbesar, terletak di kuadran kanan atas rongga


abdomen. Hati melakukan banyak fungsi penting dan berbeda-beda dan trgantung
pada sistem darahnya yang unik dan sel-selnya yang sangat khusus. Hati tertutupi
kapsul fibroelastik berupa kapsul glisson. Kapsul glisson berisi pembuluh darah,
pembuluh limfe, dan saraf. Hati terbagi menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Tiap
lobus tersusun atas unit-unit kecil yang disebut lobulus. Lobulus terdiri sel-sel
hati, disebut hepatosit yang menyatu dalam lempeng. Hepatosit dan jaringan hati
mudah mengalami regenerasi(Yayan,2010).
Hati menerima darah dari 2 sumber, yaitu arteri hepatika (banyak
mengandung oksigen) yang mengalirkan darah ±500 ml/mnt dan vena porta
(kurang kandungan oksigen tapi kaya zat gizi, dan mungkin berisi zat toksik dan
bakteri) yang menerima darah dari lambung, usus, pankreas dan limpa;
mengalirkan darah ±1000 ml/mnt. Kedua sumber tersebut mengalir ke kapiler hati
yang disebut sinusoid lalu diteruskan ke vena sentralis ditiap lobulus. Dan dari
semua lobulus ke vena hepatika berlanjut ke vena kava inferior. Tekanan darah di
sistem porta hepatika sangat rendah, ±3 mmHg dan di vena kava hampir 0 mmHg.
Karena tidak ada resistensi aliran melalui vena porta dan vena kava sehingga
darah mudah masuk dan keluar hati. Hati menjalankan berbagai macam fungsi
terutama metabolisme, baik anabolisme atau katabolisme molekul-molekul
makanan dasar (gula, asam lemak, asam amino) dilakukan oleh sel-sel
hati(Yayan,2010).

Bilirubin merupakan suatu senyawa tetrapirol yang dapat larut dalam


lemak maupun air yang berasal dari pemecahan enzimatik gugus heme dari
berbagai heme protein seluruh tubuh. Sebagian besar ( kira- kira 80 % ) terbentuk
dari proses katabolik hemoglobin, dalam proses penghancuran eritrosit oleh RES
di limpa, dan sumsum tulang. Disamping itu sekitar 20 % dari bilirubin berasal
dari sumber lain yaitu non heme porfirin, prekusor pirol dan lisis eritrosit muda.
Dalam keadaan fisiologis pada manusia dewasa, eritrosit dihancurkan setiap jam.
Dengan demikian bila hemoglobin dihancurkan dalam tubuh, bagian protein
globin dapat dipakai kembali baik sebagai protein globin maupun dalam bentuk
asam- asam aminonya(Yayan,2010).

Metabolisme bilirubin diawali dengan reaksi proses pemecahan heme oleh


enzim hemoksigenase yang mengubah biliverdin menjadi bilirubin oleh enzim
bilirubin reduksitase. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tak larut air, bilirubin
yang sekresikan ke dalam darah diikat albumin untuk diangkut dalam plasma.
Hepatosit adalah sel yang dapat melepaskan ikatan, dan mengkonjugasikannya
dengan asam glukoronat menjadi bersifat larut dalam air. Bilirubin yang larut
dalam air masuk ke dalam saluran empedu dan diekskresikan ke dalam usus .
Didalam usus oleh flora usus bilirubin diubah menjadi urobilinogen yang tak
berwarna dan larut air, urobilinogen mudah dioksidasi menjadi urobilirubin yang
berwarna. Sebagian terbesar dari urobilinogen keluar tubuh bersama tinja, tetapi
sebagian kecil diserap kembali oleh darah vena porta dikembalikan ke hati.
Urobilinogen yang demikian mengalami daur ulang, keluar lagi melalui empedu.
Ada sebagian kecil yang masuk dalam sirkulasi sistemik, kemudian urobilinogen
masuk ke ginjal dan diekskresi bersama urin(Yayan,2010).
BAB III PEMBAHASAN

III.I JENIS METODE PEMERIKSAAN


 Percobaan Hariison

1. Prinsip :
Bilirubin dalam urine akan dipekatkan diatas kertas saring dengan jalan
mempresipitatkan fosfat yang ada dengan menggunakan larutan BaCl
10%,bilirubin yang terkumpul akan dioksidasi menjadi biliverdin yang
berwarna hijau.

2. Reagen

 Reagen fauchet

0.9 g FeCl3 di larutkan dalam trikhloracetat 25% sampai 100 ml.

 Larutan BaCl2 10%

3.Alat:

 Tabung reaksi
 Pipet tetes
 Gelas ukur
 Pipet ukur 5ml
 Kertas saring
 Corong kaca
 Rak tabung

4. Cara pemeriksaan

 5 ml urine di masukkan dalam tabung reaksi


 Tambahkan 5 ml BaCl2 10%, campur, kemudian saring dengan kertas
saring.
 Presipitat pada kertas saring di biarkan sampai kering.
 Tambahkan 3-4 tetes reagen fouchet pada presipitat
 Amati warna yang terbentuk pada presipitat

5. Interpretasi hasil:

 Negatif:tidak terbentuk warna hijau pada kertas saring


 Positif:terbentuk warna hijau pada kertas saring
(Sacher,2004).
 Pemeriksaan Rosin

1. Prinsip
Bilirubin dalam urine akan dioksidasi oleh iodium 10% menjadi biliverdin
membentuk cincin hijau

2. Reagen:
 Iodium 10%

3. Alat:
 Tabung reaksi
 Gelas ukur
 Pipet tetes

4. Cara pemeriksaan
 Masukkan 5 ml urine kedalam tabung reaksi
 Tambahkan 5-10 tetes iodium 10% melalui dinding tabung reaksi,tunggu
beberapa saat

5. Interpretasi hasil:
 Negatif:tidak terbentuk cincin hijau
 Positif:terbentuk cincin hijau
(Sacher,2004).

 Pemeriksaan Foam

1. Prinsip
Berdasarkan sifat bilirubin II yang larut dalam air,bila urine dikocok akan
memberikan busa berwarna kuning yang tidak hilang dalam waktu 5 menit

2. Reagen: -

3. Alat:
 Tabung reaksi
 Penyumbat tabung
 Gelas ukur
 Pipet tetes
4. Cara pemeriksaan:
 Masukkan 5 ml urine kedalam tabung reaksi
 Sumbat tabung dengan karet penyumbat,kocok kuat
5. Interpretasi hasil:
 Negatif:terbentuk busa warna kuning yang hilang dalam waktu 5 menit
 Positif:terbentuk busa warna kuning yang tidak hilang dalam waktu 5
menit
(Sacher,2004).

III.II FAKTOR KEGAGALAN


Terdapat berbagai faktor-faktor kegagalan dalam pemeriksaan bilirubin
dalam urine yang dapat menyebabkan adanya negatif palsu ataupun positif palsu
diantaranya adalah:
 Penggunaan takaran reagen yang salah
 Reagen yang digunakan sudah kadaluarsa
 Sampel yang didapat tidak memenuhi kriteria
 Pada saat pengerjaan terjadi kesalahan
 Reagen yang digunakan sudah rusak
 Alat-alat yang dipakai tidak bersih
 Sampel dan reagen terkontaminasi zat lain
 Salah ketika menyimpulkan hasil
 Tidak mengetahui teknik pemeriksaan yang tepat
 Kurangnya penjelasan kepada pasien saat pengumpulan sampel
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, A.W. Dkk ; 2007 ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ;
Jakarta

2. Baron . D. N ; 1981 ; Kapita Selekta Patologi Klinik ; penerbit buku kedokteran


(EGC) ; Jakarta

3. Sacher A. Ronald dan Richard A. McPherson ; 2004;Tinjauan Klinis Hasil


Pemeriksaan Laboratorium ; penerbit buku Kedokteran (EGC) ; Jakarta

4. Yayan A. Israr; 2010; Metabolisme bilirubin pdF diakses tanggal 20 maret 2011

5. Helvi Mardiani; 2004; Metabolisme HEME ;Digital Library;.Universitas Sumatera


Utara ; Medan pdF diakses tanggal 20 maret 2011

6. Dirjen POM ; 1979 ; Farmakope Indonesia edisi III ;Departemen kesehatan RI ;


Jakarta

Anda mungkin juga menyukai