Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demokrasi liberal atau sistem parlementer di Indonesia berdampak pada
instabilitas keamanan, politik serta ekonomi. Hal ni dibuktikan hanya dalam rentang
waktu 10 tahun terdapat 7 kabinet jatuh bangun. Disamping itu muncul gerakan–
gerakan separatis serta berbagai pemberontakan di daerah. Sementara itu, Dewan
Konstituante yang bertugas menyusun UUD yang baru gagal melaksanakan tugasnya
disebabkan adanya pertentangan diantara partai politik di Konstituante.
Dalam pidato tanggal 22 April 1959 didepan Konstituante dengan judul “Res
Publica, Sekali Lagi Res Publica”, Presiden Sukarno atas nama pemerintah
menganjurkan, supaya Konstituante dalam rangka rencana pelaksanaan Demokrasi
Terpimpin menetapkan UUD 1945 sebagai UUD bagi ketatanegaraan yang definitif.
Dewan Konstituante berbeda pendapat dalam merumuskan dasar negara.
Pertentangan tersebut antara kelompok pendukung dasar negara Pancasila dan
pendukung dasar negara berdasar syariat Islam. Kelompok Islam mengusulkan agar
mengamademen dengan memasukkan kata–kata : dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk–pemeluknya” kedalam Pembukaan UUD 1945.
Usul amandemen tersebut ditolak oleh sebagian besar anggota Konstituante
dalam sidang tanggal 29 Mei 1959 dengan perbandingan suara 201 (setuju)
berbanding 265(menolak). Sesuai dengan ketentuan tata tertib maka diadakan
pemungutan suara dua kali lagi. Pemungutan suara terakhir dilakukan tanggal 2 Juni
1959 namun tidak mencapai quorum. Akhirnya Konstituante mengadakan reses atau
masa istirahat yang ternyata untuk waktu tanpa batas.
Kegagalan Konstituante dalam melaksanakan tugasnya sudah diprediksi sejak
semula, terbukti dengan gagalnya usaha kembali ke UUD 1945 melalui saluran
konstitusi yang telah disarankan pemerintah. Dengan jaminan dan dukungan dari
Angkatan Bersenjata, Presiden Sukarno pada tanggal 5 Juli 1959, mengumumkan
Dekrit Presiden. Keputusan Presiden R I No. 150 tahun 1959 yang dikenal sebagai
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana Perkembangan Politk Pada Masa Demokrasi Terpimpin?
2. Kebijakan Politik Apa Saja Yang Diterapakan Pada Masa Demokrasi Terpimpin?
3. Bagaimana Perkembangan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin?
4. Kebijakan Ekonomi Apa Saja Yang Diterapakan Pada Masa Demokrasi
Terpimpin?

C. Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui perkembangan politk pada masa Demokrasi Terpimpin.
2. Untuk mengetahui kebijakan politik yang diterapakan pada masa Demokrasi
Terpimpin.
3. Untuk mengetahui perkembangan ekonomi pada masa Demokrasi Terpimpin.
4. Untuk mengetahu kebijakan ekonomi yang diterapakan pada masa Demokrasi
Terpimpin.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Politik Masa Demokrasi Terpimpin


Demokrasi liberal dinilai telah gagal mewujudkan stabilitas politik serta
perbaikan ekonomi. Atas dasar itulah Presiden Soekarno mengambil alih
kepemimpinan pemerintahan melalui dekrit presiden 5 juli 1959. Sejak itu Indonesia
memasuki masa Demokrasi Terpimpin.
1. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pemilu pada tanggal 15 Desember 1955, berhasil memilih anggota DPR dan
konstituante (Dewan penyusun UUD). Konstituante dilantik pada tanggal 10
November 1956 dengan tugas utamanya merumuskan UUD yang baru sebagai
pengganti UUDS 1950. Pada tanggal 20 November 1956 Kontituante mulai
bersidang dengan pidato pembukaannya dari presiden untuk menyusun dan
menetapkan UUD Republik Indonesia. Namun, ketika itu, situasi dalam negeri
goncang karena adanya pergolakan di daerah-daerah yang memuncak menjadi
pemberontakan PRRI dan Permesta. Alhasil, sampai dengan awal tahun 1957,
Konstituante belum juga berhasil merampungkan tugasnya. Oleh karena itu, pada
tanggal 21 Februari 1957, Presiden Soekarno mengajukan gagasan yang dikenal
sebagai Konsepsi Presiden.Isi pokok dari konsepsi presiden tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Sistem demokrasi liberal-parlementer perlu diganti dengan demokrasi
terpimpin.
b. Perlu dibentuk kabinet gotong royong yang merupakan kabinet kaki empat,
yakni: PNI, Masyumi, NU, dan PKI.
c. Perlu dibentuk dewan Nasional yang anggotanya terdiri dari golongan
fungsional dalam masyarakat.
Konsepsi presiden ini menimbulkan perdebatan dalam masyarakat dan DPR.
Partai Masyumi, NU, PSII, Partai Katholik, dan PIR menolak konsepsi tersebut.
Tetapi, pada tanggal 25 April 1959 di depan sidang konstituante, presiden
berpidato lagi untuk menganjurkan agar dalam pelaksanaan Demokrasi
Terpimpin, Konstituante menetapkan kembali kepada UUD 1945 sebagai UUD

3
RI. Anjuran presiden ini menjadi bahan perdebatan dalam Konstituante.
Kemudian diputuskan untuk mengadakan pemungutan suara (vottting).
Pemungutan suara dilakukan pada tanggal 30 Mei 1959 terhadap usul presiden
untuk kembali ke UUD 1945. Hasilnya dari 474 anggota yang hadir sebanyak 269
mendukung dan sebanyak 199 menolak. Demikian voting dilakukan sampai tiga
kali, tetapi jumlah belum mencapai quorum dua pertiga suara seperti yan
dipersyaratkan oleh UUDS 1950, pasal 37.
Pada tanggal 3 Juni 1959 Konstituante mengadakan reses (masa istirahat) yang
kemudian ternyata untuk selama-lamanya. Untuk mencegah terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan, maka Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Letnan
Jenderal A.H. Nasution atas nama Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu),
mengeluarkan peraturan No.Prt/Peperpu/040/1959 yang berisi larangan
melakukan kegiatan-kegiatan politik. Pada tanggal 16 Juni 1959, Ketua Umum
PNI, Suwirjo mengirimkan surat kepada Presiden agar mendekritkan berlakunya
kembali UUD 1945 dan membubarkan Konstituante.
Gagalnya Konstituante melaksanakan tugasnya dan rentetan peristiwa politik
dan keamanan telah mengguncangkan persatuan dan kesatuan bangsa hingga
mencapaii klimaksnya pada bulan Juni 1959. Akhirnya, demi keselamatan negara
berdasarkan pada hari Minggu tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00, dalam suau
upacara resmi di Istana Negara Merdeka Presiden Soekarno mengeluarkan
“Dekrit Presiden” yang isinya:
a. Pembubaran Konstituante.
b. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
c. Pembentukan MPRS dan DPAS.
Dekrit Presiden ini mendapatkan sambutan baik dari masyarakat luas yang
selama hampir 10 tahun berada dalam kegoyahan masa liberal dan mendambakan
stabilitas politik. Bahkan Dekrit ini juga dibenarkan oleh Mahkamah Agung dan
didukung oleh KSAD sebagai salah seorang kenseptornya. Dalam perintah
hariannya KSAD menginstruksikan kepada seluruh jajaran TNI-AD untuk
melaksanakan dan mengamankan Dekrit tersebut. Selain itu, pada tanggal 22 Juli
1959, DPR secara aklamasi menyatakan kesediaannya melaksanakan UUD 1945.

4
2. Sistem Politik Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin ditafsirkan dari sila ke-4 Pancasila,yaitu “Kerakyatan
yang dipimpin hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Kata
“dipimpin” kemudian ditafsirkan bahwa demokrasi harus dipimpin oleh presiden.
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, maka pada tanggal 9 juli 1959
Kabinet juanda dibubarkan diganti dengan Kabinet kerja. Dalam kabinet itu
Presiden Soekarno bertindak sebagai perdana menteri,sedangkan Ir. Juanda
menjadi menteri pertama. Kabinet ini dilantik pada tanggal 10 Juli 1959, dengan
programnya yang disebut “Tri Program Kabinet Kerja” meliputi masalah-masalah
sandang pangan,keamanan dalam negeri, dan pengembalian Irian Barat.
Selanjutnya dengan penetapan Presiden No. 2 tahun 1959 dibentuklah Majelis
Permusyawaratan Rakyat sementara (MPRS), yang anggota-anggotanya ditunjuk
dan diangkat oleh presiden. Keanggotaan MPR tersebut terdiri atas anggota-
anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan daerah dan wakil-wakil golongan
karya. MPRS ini diketuai oleh Chaerul Shaleh dengan tugas menetapkan Garis-
garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Pada mulanya DPR hasil pemilu 1955 mengikuti saja kebijakan Presiden
Soekarno. Tetapi, Kemudian mereka menolak APBN tahun 1960 yang diajukan
oleh pemerintah. Karena adanya penolakan tersebut,maka dikeluarkan penpres
No. 3 tahun 1960, yang menyatakan pembubaran DPR hasil pemilu 1955. Pada
tanggal 24 Juni 1960 Presiden Soekarno berhasil menyusun anggota DPR baru
yang diberi nama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Para
anggota DPR-GR dilantik pada tanggal 25 juni 1960.
DPR-GR yang seluruh anggotanya ditunjuk oleh presiden itu, aturan tata-
tertibnya juga ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1960 dan
peraturan Presiden No. 32 tahun 1964. Dalam pidato Presiden pada Pelantikan
DPR-GR tanggal 25 Juni 1960 disebutkan bahwa tugas DPR-GR adalah
melaksanakan Manipol (Manifestasi Politik), merealisasikan Amanat Penderitaan
rakyat, dan melaksanakan Demokrasi Terpimpin.
Pada tanggal 17 Agustus 1959 Presiden Soekarno menyampaikan pidato
berjudul:”Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Pidato tersebut merupakan
penjelasan dan pertanggungjawaban atas Dekrit Presiden Soekarno pada
umumnya dalam mencanangkan Sistem Demokrasi Terpimpin. Dalam sidang
bulan September 1959, DPA secara bulat mengusulkan kepada pemerintah agar

5
pidato presiden itu dijadikan GBHN dan diberi nama Manifesto Politik Republik
Indonesia (Manipol) pengesahannya sebagai GBHN melalui Penetapan Presiden
No. 1 tahun 1960. Selanjutnya, melalui Ketetapan MPRS No. 1/MPRS/1960
menetapkan bahwa Manifesto Politik itu menjadi GBHN.
Melalui Penpres No. 13 tahun 1959 Presiden Soekarno membentuk Front
Nasional. Dalam penetapan itu disebutkan bahwa Front Nasional adalah suatu
organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita yang terkandung dalam UUD
1945. Front Nasional ini diketuai oleh Presiden Soekarno sendiri. Melalui
keputusan Presiden No. 94 tahun 1962 dilakukan pengintegrasian lembaga-
lembaga tertinggi negara,meliputi MPRS, DPR-GR, DPA Depernes dan Front
Nasional dengan eksekutif. Dengan pengintegrasian itu maka pimpinan lembaga-
lembaga negara diangkat menjadi menteri dan ikut serta merumuskan dan
mengamankan kebijakan pemerintah.
Pada tahun 1964 TNI Dan polisi dipersatukan menjadi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia(ABRI). Mereka kembali kepada peran sosial-politiknya
seperti zaman perang kemerdekaan.ABRI diakui sebagai salah satu golongan
fungsional (karya) yang mempunyai wakil dalam MPRS.

3. Nasakom dan Peranan PKI


Perkembangan politik pada masa Demokrasi Terpimpin terpusat pada Presiden
Soekarno dengan TNI AD dan PKI sebagai pendukung utamanya.Dengan
landasan politik Manipol sebagai gerakan politiknya, PKI menyatakan bahwa
“revolusi belum selesai”. Dengan dalih itulah PKI mengajak rakyat untuk
menyelesaikan tahapan-tahapan revolusi,yakni dari tahap nasional demokratis dan
tahap sosialistis.
Ajaran Presiden Soekarno tentang Nasakom (Nasionalis, Agama dan
Komunis) sangat menguntungkan PKI, karena menempatkannya sebagai bagian
yang sah dalam konstelasi politik Indonesia. Bahkan presiden Soekarno
menganggap aliansinya dengan PKI mneguntungkan sehingga PKI ditempatkan
pada barisan terdepan dalam Demokrasi Terpimpin yang berlandaskan Manipol.
Pada masa Demokrasi Terpimpin ini PKI mendapatkan kendudukan penting.
Kader-kader PKI banyak yang duduk dalam DPR-GR, DPA, dan dalam Pengurus
Besar Front Nasional dan Pengurus Front Nasional Daerah. Ada juga yang
diangkat sebagai kepala daerah. TNI-AD berusaha mengimbangi dengan

6
mengajukan calon-calon lain. Namun, ussha TNI-AD itu menemui kesulitan
karena Presiden Soekarno memberikan dukungan yang besar kepada PKI. Selama
masa Demokrasi Terpimpin, PKI memainkan peranan yang cukup besar dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat.

4. Politik Luar Negeri Nefo dan Oldefo


Pada awal pelaksanaan Demokrasi Terpimpin,Indonesia berpera aktif dalam
kegiatan internasional. Hal ini tampak dalam Pengiriman Pasukan Garuda II ke
Kongo untuk bergabung dengan pasukan perdamaian PBB dan pendirian Gerakan
Non-Blok (Non-Aligned) yang Indonesia menjadi salah satu pemrakarsanya.
Hubungan dengan negara-negara Barat semakin renggang karena mereka
dianggap pasif terhadap perjuang pembebasan Irian Barat. Sebaliknya hubungan
dengan negara-negara Blok Timur semakin erat,terutama blok China. Jalur
hubungan politik luar negeri Indonesia membentuk poros Jakarta-Pnom Penh –
Peking. Indonesia mengkondisikan adanya dua kubu kekuatan dunia, yaitu:
a. OLDEFO (Old Established Forces) adalah kubu negara-negara kapitalis-
imperialis.
b. NEFO (New Emerging Force) adalah kubu bangsa-bangsa tertindas yang
progresif revolusioner menentang imperialisme dan neo-kolonialisme.
Indonesia bersikap juga konfrontatif terhadap negara-negara Barat. Diantara
sikap konfrontatif itu adalah konfrontatif terhadap Malaysia yang dianggap
sebagai proyek neokolin (neo-kolonialisme imperialisme). Presiden Soekarno
menentang keras pembentukan Federasi Malaysia dengan Menggabungkan
negara-negara bekas jajahan Inggris di Asia Tenggara,yaitu Persatuan Tanah
Melayu, Singapura, Sabah, dan Serawak. Presiden Soekarno menggangap bahwa
pembentukan federasi itu akan membahayakan NEFO pada umunya. Dalam
rangka menggayang Malaysia ini,maka pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta
Presiden Soekarno mengumumkan Dwikora (Dwi Komando Rakyat), yaitu:
a. Perhebat ketahanan Revolusi Indonesia.
b. Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaysia, Singapura, Sabah, Serawak,
Brunai, untuk membubarkan negara boneka Malaysia.
Dalam Rangka melaksanakan konfrontasi dengan Malaysia ini dibentuklah
Komando Mandala siaga (kolaga) yang dipimpin oleh Marsekal Madya Omar
Dani,Menteri/Panglima Angkatan Udara. Komando ini mengirimkan pasukan

7
sukarelawan memasuki daerah Malaysia, baik Malaysia Barat maupun Malaysia
Timur (Kalimantan Utara).
Pada masa Demokrasi Terpimpin juga dijalankan politik “mercusuar”.
Presiden Soekarno berpendapat bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang
dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Untuk itu diselenggarakan
proyek-proyek besar dan spektakular yang diharapkan dapat menempatkan
Indonesia pada Kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo.
Proyek-proyek besar yang menelan biaya miliaran rupiah itu misalnya
diseleggarakan Ganefo (Games of the New Emerging Forces). Untuk itu
dilakukan pembangunan komplek olahraga Senayan. Diangkatnya Malaysia
sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB merupakan pukulan bagi
Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Januari 1965,Indonesia menyatakan
keluar dari PB

B. Kebijakan Politik Pada Masa Demokrasi Terpimpin


1. Pembubaran Masyumi dan PSI
Pada tanggal 17 Agustus 1960, pemerintah membubarkan Partai Masyumi dan
PSI. Pertimbangan pembubaran dua partai tersebut adalah dikarenakan pemimpin-
pemimpinnya turut serta memberikan bantuan terhadap pemberontakan PRRI dan
Permesta. Pembubaran partai politik merupakan gagasan dari Presiden Soekarno,
hal ini mengacu keberadaan partai politik pada Demokrasi Liberal yang
memunculkan ketidakstabilan dalam pemerintahan. Ide tentang pembubaran partai
politik ini mendapatkan tentangan dari berbagai pihak, salah satunya dari Hatta.
Oleh karena itu, Hatta kemudian mengundurkan diri dari jabatannya sebagai wakil
presiden Indonesia pada tanggal 1 Desember 1956.

2. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung


Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasakan Penpres
No. 3 Tahun 1959. Lembaga tinggi Negara diketuai oleh presiden dan wakilnya
adalah Ruslan Abdulgani. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan
presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.

8
3. Pembentukan Kabinet Kerja
Pada tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk cabinet kerja. Karena tidak ada
wakil presiden, maka presiden mengadakan jabatan menteri pertama. Ir. Juanda
ditunjuk untuk memegang jabatan itu. Program kabinet kerja yang terkenal
dengan nama Triprogram. Triprogram meliputi:
a. Mencukupi kebutuhan sandang pangan
b. Menciptakan keamanan Negara
c. Mengembalikan Irian Barat.

C. Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin


Pada masa awal demokrasi terpimpin perekonomian indonesia dihadapkan
pada masalah tingkat inflasi yang tinggi.Pada tanggal 25 agustus 1959 pemerintah
melakukan penurunan nilai uang (devaluasi) uang kertas pecahan bernilai Rp500
menjadi Rp50, Rp1000 menjadi Rp100 dan membekukan semua simpanan di bank
yang melebihi Rp25.000. Namun, upaya ini tidak mampu mengatasi kemerosotan
ekonomi yang semakin jauh.
Dalam upaya mengatasi keadaan ekonomi yang semakin suram, pada 28 maret
1963 pemerintah mengeluarkan landasan baru bagi perbaikan ekonomi secara
menyeluruh, yaitu Deklarasi Ekonomi (Dekon). Tujuannya untuk menciptakan
ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme
untuk mencapai tahap ekonomi sosialis indonesia dengan cara terpimpin. Namun,
dalam pelaksanaannya, Dekon mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian
Indonesia.Kesulitan-kesulitan ekonomi semakin mencolok. Pada tahun 1961-1962
harga barang-barang pada umumnya naik hingga 400%.
Struktur ekonomi indonesia menjurus kepada sistem etatisme,artinya segala-
galanya diatur atau dikuasai oleh pemerintah. Kegiatan-kegiatan ekonomi banyak
diatur oleh peraturan-peraturan pemerintah,sedangkan prinsip-prinsip dasar ekonomi
banyak diabaikan. Defisit anggaran yang semakin meningkat dari tahun ke tahun
ditutup dengan percetakan uang baru tanpa perhitungan matang sehingga menambah
berat angka inflasi.
Pada 13 Desember 1965 pemerintah kembali melakukan devaluasi mata uang
rupiah dengan menjadikan uang senilai Rp1.000 menjadi Rp1 sehingga uang rupiah
baru semestinya bernilai sebesar 1000 kali lipat uang rupiah lama. Namun, di dalam
masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi uang rupiah

9
baru. Akibat tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah
meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu semakin diperparah akibat
tidak adanya kamauan pihak yang kuat dari pemerintah untuk menghemat
pengeluaran-pengeluarannya.pembangunan proyek-proyek mercusuar, seperti Ganefo
(Games of the New Emerging Forces) dan Conefo ( Conference of the New Emerging
Forces ) mengakibatkan pengeluaran pemerintah semakin besar sehingga inflasi
semakin parah, harga-harga membubung tinggi, dan rakyat kecil tergencer. Ekspor
menurun tajam dan impor yang dibatasi karena lemahnya devisa. Pada akhir tahun
1965 untuk pertama kalinya dalam sejarah moneter, Indonesia sudah habis
membelanjakan cadangan devisa sebesar US $ 3 juta sebagai akibat politik
konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat.

D. Kebijakan Ekonomi Pada Masa Demokrasi Terpimpin


1. Pembentukan Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)
Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi, di bawah Kabinet Karya
dibentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959.
Depernas dipimpin oleh Muh. Yamin dengan anggota berjumlah 50
orang.Tentang pembentukan Depernas tersebut tertuang dalam Undang-Undang
No. 8 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1958. Tugas Depernas
adalah menyiapkan rancangan undang-undang pembangunan nasional dan menilai
penyelenggaraan pembangunan.
Hasil yang dicapai Depernas dalam waktu satu tahun berhasil menyusun
Rancangan Dasar Undang-Undang Pembangunan Nasional Semesta Berencana
Tahapan tahun 1961 – 1969 yang disetujui oleh MPRS dengan Ketetapan MPRS
No. II/MPRS/1960.
Pada tahun 1963, Depernas dibanti nama menjadi Badan Perancang
Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Soekarno.
Adapun tugas Bappenas adalah sebagai berikut :
a. Menyusun rencana pembangunan jangka panjang dan jangka pendek.
b. Mengawasi pelaksanaan pembangunan.
c. Menilai kerja mandataris MPRS.

10
2. Penurunan Nilai Uang (Devaluasi)
Tujuan dilakukan devaluasi adalah untuk membendung inflasi yang tetap
tinggi, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, dan
meningkatkan nilai rupiah, sehingga rakyat kecil tidak dirugikan. Untuk
membendung inflasi dan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat,
pada tanggal 25 Agustus 1950 pemerintah mengumumkan penurunan nilai uang
(devaluasi) sebagai berikut:
a. Uang kertas pecahan bernilai Rp 500,00 menjadi Rp 50,00.
b. Uang kertas pecahan bernilai Rp 1.000,00 menjadi Rp 100,00.
c. Semua simpanan di bank yang melebihi Rp 25.000,00 dibekukan.
Namun, usaha pemerintah tersebut tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi,
terutama perbaikan dalam bidang moneter.

3. Meningkatkan Perdagangan dan Perkreditan Luar Negeri


Pemerintah membangkitkan ekonomi agraris atau pertanian, sebab kurang
lebih 80% penduduk Indonesia hidup dari bidang pertanian. Hasil pertanian
tersebut diekspor untuk memperoleh devisa yang selanjutnya digunakan untuk
mengimpor berbagai bahan baku/ barang konsumsi yang belum dihasilkan di
Indonesia.
Jika Indonesia tidak mampu memperoleh keuntungan maka akan mencari
bantuan berupa kredit luar negeri guna memenuhi biaya import dan memenuhi
kebutuhan masyarakat di dalam negeri. Sehingga Indonesia mampu memperbesar
komoditi ekspor, dari eksport tersebut maka akan digunakan untuk membayar
utang luar negeri dan untuk kepentingan dalam negeri. Dengan bantuan kredit
tersebut membuka jalan bagi perdagangan dari negara yang memberikan pinjaman
kepada Indonesia.

4. Peleburan Bank-Bank Negara


Presiden berusaha mempersatukan semua bank negara ke dalam satu bank
sentral sehingga didirikan Bank Tunggal Milik Negara berdasarkan Penpres No. 7
tahun 1965. Tugas bank tersebut adalah sebagai bank sirkulasi, bank sentral, dan
bank umum. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka dilakukan peleburan bank-

11
bank negara seperti Bank Koperasi dan Nelayan (BKTN), Bank Umum Negara,
Bank Tabungan Negara, Bank Negara Indonesia ke dalam Bank Indonesia.
Dibentuklah Bank Negara Indonesia yang terbagi dalam beberapa unit dengan
tugas dan pekerjaan masing-masing.Tindakan itu menimbulkan spekulasi dan
penyelewengan dalam penggunaan uang negara sebab tidak ada lembaga
pengawas.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan politik pada masa Demokrasi Terpimpin mengalami berbagai
macam bentuk penyimpanan terhadap Pancasila,dan UUD 1945 termasuk kebijakan
politik luar negeri yaitu Pembubaran DPR hasil pemilu,terbentuknya poros Jakarta-
Pnom Penh Peking, Konfrontasi dengan malaysia dan keluarnya Indonesia dari
keanggotaan PBB.Kebijakan politik yang diterapkan pada masa Demokrasi
Terpimpin yaitu,pembubaran Masyumi dan PSI,pembentukan kabinet kerja dan
pembentukan Dewan pertimbangan agung.
Perkembangan Ekonomi pada masa Demokrasi Terpimpin dihadapkan pada
masalah tingkat inflasi yang tinggi untuk mengatasi masalah tersebut diterapakan
beberapa kebijakan yaitu, Pembentukan Badan Perancang Pembangunan Nasional
(Bappenas),Penurunan nilai mata uang,meningkatkan perdagangan dan perkreditan
luar negeri dan Peleburan peleburan Bank Negara

B. Saran
Dari masa Demokrasi Terpimpin kita mendapat pelajaran bahwa janganlah
kita mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan. Namun, kepentingan
umumlah yang harus lebih diutamakan. Setiap permasalahan yang menyangkut
kepentingan bersama dapat dimusyawarakan demi mencari penyelesaian. Memang
sebagian konsekuensi dari hasil musyawarah terkadang keinginan kita harus
ditanggalkan demi kebersamaan, karakter masyarakat Indonesia dari sejak dahulu
telah mengenal musyawarah dalam menyelesaikan masalah secara bersama.

13
DAFTAR PUSTAKA

M.Habib Mustopo, Hermawan, Agus Suprijono. 2017. Sejarah Indonesia SMA Kelas
XII. Jakarta: yudhistira
http://journaltostuddy.blogspot.com/2016/01/perkembangan-kehidupan-politik-
dan.html

14

Anda mungkin juga menyukai