Anda di halaman 1dari 7

Penanganan yang berhasil pada pasien ibu hamil muda

dengan kardiomiopati peripartum yang fatal


Sebuah laporan kasus

Yaqing Huang, MDa, Tianqi Chen, MDb, Meiqi Zhang, MDc, Xianghong Yang, MDd,
Guodong Ding, MDe, Liwei Yang, MDa,

ABSTRAK

Dasar Pemikiran : Kardiomiopati peripartum (PPCM) adalah bentuk kehamilan yang


jarang dan mengancam jiwa yang dikaitkan dengan penyakit miokard.
Perhatian Pasien : Dalam laporan ini, kami menjelaskan kasus seorang pasien dengan
PPCM pada usia kehamilan 33 minggu dengan janin meninggal dan kegagalan
kardiorespirasi.
Diagnosis : Kardiomiopati peripartum
Intervensi : Pasien menjalani operasi caesar darurat (SC) dan perawatan medis yang
komprehensif, termasuk bromocriptine, serta agen inotropik positif dan diuretik setelah
SC.
Hasil : Dia mengalami masa pemulihan yang lancar, dan pulang 9 hari setelah operasi.
Fungsi jantungnya pulih kembali dalam 6 bulan setelah SC, dan hasil
echocardiographies saat control menunjukkan fungsi jantung normal.
Pelajaran : kasus ini menunjukkan bahwa diagnosis dini dan terminasi kehamilan
tepat waktu sangat penting dalam penanganan PPCM
Singkatan : ABG = tes analisis gas darah arteri, SC = seksio sesaria, FiO2 = fraksi
oksigen inspirasi, LVEF = fraksi ejeksi ventrikel kiri, PaO2 = tekanan parsial oksigen
arteri, PPCM = kardiomiopati peripartum, pro-BNP = pro- brain natriuretic peptid, S /
D = rasio sistolik / diastolik, SpO2 = saturasi oksigen.
Kata kunci : kardiovaskular, seksio sesaria, obstetri perawatan kritis, kardiomiopati
peripartum, lahir mati

1
1. PENDAHULUAN

Kardiomiopati peripartum (PPCM) adalah penyakit yang jarang dari kehamilan


terkait penyakit miokardial yang ditandai oleh disfungsi sistolik ventrikel kiri.[1] Faktor
risiko termasuk multiparitas, ibu usia lanjut, kehamilan gemeli/ganda, pre eklampsia,
hipertensi gestasional dan riwayat hipertensi, dan ras Afro-Karibia.[2] Meskipun
dyspnea dan tachycardia adalah keluhan yang paling umum di antara pasien, gejala
nonspesifik seperti kelelahan dan palpitasi juga dapat diamati. Sekitar setengah dari
kasus-kasus dapat pulih dengan spontan dan fungsi ventrikel kiri kembali sepenuhnya
setelah melahirkan. Namun, kasus lainnya menunjukkan penyakit yang jauh lebih
progresif, perawatan yang intensif dan bahkan transplantasi jantung mungkin
diperlukan.[3] Di sini, kami melaporkan kasus PPCM yang serius yang berhasil
ditangani oleh tim multidisiplin yang dipimpin oleh ahli kebidanan.

2. LAPORAN KASUS

Seorang pasien, berusia 18 tahun primigravida datang dengan riwayat 2 hari


dispnea yang memburuk pada usia kehamilan 33 minggu. Dua hari sebelum masuk,
wanita itu mengalami sesak napas progresif dan dispnea nokturnal paroksismal.
Meskipun pemeriksaan primer menunjukkan hasil yang baik, pasien ini mengalami
ortopnea dan mengeluarkan sputum berbusa merah muda pada hari berikutnya. Denyut
nadinya 140 denyut per menit, saturasi oksigen (SpO2) 82%, dan tekanan parsial
oksigen arteri (PaO2) adalah 49,1 mmHg pada analisis gas darah arteri (ABG). Selain
itu, ultrasonografi janin menunjukkan janin tunggal yang hidup dengan rasio sistolik /
diastolik (S/D) setinggi 4,78. Pasien dibawa menggunakan ambulans ke rumah sakit
kami.

Riwayat medisnya biasa-biasa saja. Dia tidak punya riwayat hipertensi, penyakit
jantung kongenital, miokarditis, penyakit katup jantung, miokardiopati, atau penyakit
autoimun. Pasien tidak memiliki riwayat aborsi atau melahirkan, dan tidak memiliki

2
riwayat penggunaan obat sebelum kehamilan. Dia tidak diketahui memiliki alergi, dan
tidak merokok, minum alkohol, atau menggunakan obat-obatan terlarang. Orang
tuanya tidak memiliki hipertensi atau penyakit kardiovaskular lainnya, dan dia tidak
punya saudara kandung. Selama periode kehamilan, pasien tidak memiliki gejala,
sampai saat ini. Dia tidak punya hipertensi, pendarahan per vaginam, demam, atau
menggigil sebelum masuk RS. Saat masuk, pasien dengan orthopnea, takikardia, dan
sianosis. Denyut nadinya 159 denyut per menit, laju pernapasan 42 kali napas per
menit, dan SpO2 adalah 65%. Foto thoraks menunjukkan kardiomegali dan efusi pleura
bilateral, dan ABG menunjukkan PaO2 48 mmHg pada oksigen tambahan melalui
hidung kanula. Ultrasonografi Doppler janin menunjukkan mati dalam kandungan.
Oksigen (40%) diberikan melalui masker wajah sederhana dengan laju aliran 8L/menit.
Selanjutnya, cedilanid (0.4 mg), torasemide (20 mg), dan morfin (10 mg) diberikan
secara intravena. Dokter kandungan yang menelepon menyarankan bahwa janin yang
mati seharusnya segera dikeluarkan setelah tanda-tanda vital pasien stabil. Namun,
kondisi pasien semakin memburuk. Pasien diintubasi dan dilakukan ventilasi control
setelah kegagalan nafas refrakter yang tidak bisa ditangani melalui dukungan ventilator
noninvasif (Gambar. 1). SpO2-nya meningkat menjadi 90% setelah intubasi
menggunakan ventilasi tekanan positif dan ekspirasi tinggi dan fraksi oksigen inspirasi
(FiO2). Apalagi tes laboratorium menunjukkan tingkat peptida natriuretik pro-otak
(pro-BNP) sebesar 14000 pg / mL (kisaran normal <133pg / mL) dan tingkat BNP
2919.1 pg/mL (kisaran normal 0–87pg/mL), sedangkan echocardiography
transthoracic menunjukkan penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri, dengan perkiraan
fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) sebesar 40% dan hipertensi pulmonal ringan.
Diskusi yang mendesak dilakukan oleh tim multidisiplin. Penyakit jantung yang lama,
hipertensi karena kehamilan, kardiomiopati Takotsubo, dan emboli paru semua
dikesampingkan berdasarkan riwayat medisnya dan kurangnya tanda-tanda khas dan
temuan laboratorium yang spesifik. Saat ia menunjukkan kegagalan jantung yang
memburuk dengan cepat, dia didiagnosis secara klinis dengan PPCM, dan seksio
sesarea (SC) darurat sangat dianjurkan oleh ahli kandungan, di tengah saran konservatif

3
seperti ekstrakorporeal oksigenasi membran, disarankan oleh intensivist. Seksio
sesarea (SC) darurat dilakukan di bawah anestesi umum 21 jam setelah dirawat. Bayi
yang meninggal dengan berat 1000g dilahirkan, dan pasien dipindahkan ke unit
perawatan intensif bedah. Gagal nafasnya membaik setelah SC (Gambar. 1), dan
tingkat BNPnya menurun menjadi 323.3pg / mL pada hari berikutnya. Dia
mendapatkan bromocriptine (5 mg q.d.), digoxin (0,125 mg q.d.), dan furosemid (40
mg q.d.) setelah SC, dan pulang 9 hari setelah operasi. Dia terus mendapatkan
bromocriptine (5 mg q.d.) dan losartan (50 mg q.d.) selama 3 bulan setelah pulang.
Echocardiography pada 3 bulan setelah pulang menunjukkan LVEF 51%, dengan
regurgitasi mitral dan trikuspid ringan, dan LVEF-nya meningkat menjadi 62% pada 6
bulan pasca operasi. Dia tampaknya dalam kondisi baik selama kunjungan kontrol.
Informed consent diperoleh dari pasien untuk publikasi laporan kasus ini.

Gambar 1. Perubahan parameter pernafasan yang dinamis (SpO2, PEEP, dan FiO2)
selama periode perioperatif. FiO2 = fraksi oksigen inspirasi, PEEP = Positive
End-Expiratory Pressure, SpO2 = saturasi oksigen dalam pulse oxymetry.
3. DISKUSI

4
Kardiomiopati peripartum adalah penyakit yang mengancam jiwa yang ditandai
oleh disfungsi ventrikel kiri selama kehamilan atau awal periode postpartum pada
pasien tanpa riwayat penyakit kardiovaskular. Kriteria diagnostik adalah sebagai
berikut: gagal jantung terjadi pada bulan terakhir kehamilan atau dalam 5 bulan
pertama setelah melahirkan; tidak ada penyebab gagal jantung yang dapat
ditentukan; tidak ada penyakit jantung yang didapatkan sebelum bulan terakhir
kehamilan; dan echocardiographic menunjukkan disfungsi ventrikel kiri dan fraksi
ejeksi <45%. [1,4] Kasus kami memenuhi semua kriteria diagnostik.

Obstetricians mungkin memainkan peran penting dalam diagnosis dini dari PPCM.
PPCM adalah bentuk khusus gagal jantung dengan patogenesis yang belum diketahui
dan memiliki manifestasi klinis yang beragam. Beberapa gejala awal mirip keluhan
ringan stres hemodinamik selama kehamilan, yang bisa bertanggung jawab atas
rendahnya tingkat diagnosis dini. Oleh karena itu, sebagian besar kasus PPCM
terdeteksi dan diobati oleh ahli jantung untuk aritmia atau gagal jantung pada
postpartum. Selain itu, tingkat pemulihan penuh fungsi ventrikel kiri lebih rendah pada
pasien dengan gagal jantung yang lebih progresif sehingga menekankan dampak
diagnosis yang tepat waktu.[5] Dengan bertambahnya kesadaran PPCM, kami percaya
bahwa dokter kandungan dapat memainkan peran penting dalam diagnosis awal PPCM
saat pemeriksaan. Di kasus ini, pasien tidak didiagnosis dengan PPCM selama tahap
awal, dan bayinya tidak bisa diselamatkan.

Keputusan untuk mengakhiri kehamilan, dan waktunya, sangat penting dalam


pengelolaan PPCM. SC darurat harus dilaksanakan ketika kondisi pasien memburuk,
disamping pengobatan konservatif yang komprehensif. Dalam kasus ini, kami berusaha
untuk menstabil kondisi pasien untuk melakukan SC elektif, tetapi kondisinya malah
memburuk. Selanjutnya, dalam kasus di mana janin masih hidup, SC darurat harus
dilakukan untuk menyelamatkan janin. Namun, itu kemungkinan bayi yang sehat dari
kehamilan selanjutnya rendah pada pasien PPCM, karena kekambuhan PPCM pada

5
kehamilan berikutnya dilaporkan sebesar 46%, terutama di antara wanita dengan LVEF
<55% sebelum kehamilan.[6]

Sebagai kesimpulan, kami menyajikan kasus PPCM yang serius, dimana pasien
berhasil diobati melalui pendekatan multidisipliner melibatkan SC darurat
dikombinasikan dengan terapi medis. Penemuan ini jelas menunjukkan bahwa
diagnosis dini dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat penting dalam penanganan
PPCM.

REFERENSI

6
[1] Pearson GD, Veille JC, Rahimtoola S, et al. Peripartum cardiomyopathy: National
Heart, Lung, and Blood Institute and Office of Rare Diseases (National Institutes of
Health) workshop recommendations and review. JAMA 2000;283:1183–8.
[2] Sheppard R, Rajagopalan N, Safirstein J, et al. An update on treatments and
outcomes in peripartum cardiomyopathy. Future Cardiol 2014; 10:435–47.
[3] Roche-Kelly E, Nelson-Piercy C. Managing cardiovascular disease during
pregnancy: best practice to optimize outcomes. Future Cardiol 2014; 10:421–33.
[4] Hibbard JU, Lindheimer M, Lang RM. A modified definition for peripartum
cardiomyopathy and prognosis based on echocardiography. Obstet Gynecol
1999;94:311–6.
[5] Loyaga-Rendon RY, Pamboukian SV, Tallaj JA, et al. Outcomes of patients with
peripartum cardiomyopathy who received mechanical circulatory support. Data from
the Interagency Registry for Mechanically Assisted Circulatory Support. Circ Heart
Fail 2014;7: 300–9.
[6] Fett JD, Fristoe KL, Welsh SN. Risk of heart failure relapse in subsequent
pregnancy among peripartum cardiomyopathy mothers. Int J Gynaecol Obstet
2010;109:34–6.

Anda mungkin juga menyukai